Anda di halaman 1dari 159

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. St.

ELISABETH
NOMOR TAHUN 2019

TENTANG
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ,

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ST. ELISABETH

Menimbang : a. bahwa Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang


menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga
perlu dilakukan upaya penanggulangan;
b. Bahwa Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis perlu disesuaikan
dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Utama RS St.
Elisabeth tentang tentang Penanggulangan Tuberkulosis;

Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular (;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksaan Praktik
Kedokteran;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular
12. Keputusan Yayasan
13. Keputusan Yayasan
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. St.ELISABETH TENTANG
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS.

Pasal 1
KETENTUAN UMUM

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya.

2. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut


Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.

3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah
pusat, Daerah dan masyarakat

4. DOTS singkatan dari Directly Observed Treatment Short Couse,


merupakan strategi penganggulangan penyakit TB melalui pengobatan
jangka pendek dengan pengawasan langsung

Pasal 2
1. Penanggulangan TB diselenggarakan secara terpadu, komprehensif
dan berkesinambungan.
2. Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta maupun
masyarakat.
3. Sesuai dengan rekomendasi WHO,pengobatan TB di Indonesia
menggunakan strategi DOTS sebagai salah satu langkah yang
paling efektif dan efisien dalam penanggulangan TB.
Pasal 3
Strategi DOTS terdiri dari:
1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus
TB, dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang
bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program
secara keseluruhan.

Pasal 4
(1) Penanggulangan TB harus dilakukan secara terintegrasi dengan
penanggulangan program kesehatan yang berkaitan.
(2) Program kesehatan yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi program HIV dan AIDS, diabetes melitus, serta program
kesehatan lain.

Pasal 5
Penanggulangan TB diselenggarakan melalui kegiatan:

1. promosi kesehatan;
2. surveilans TB;
3. pengendalian faktor risiko;
4. penemuan dan penanganan kasus TB;
5. pemberian kekebalan; dan
6. pemberian obat pencegahan.

Pasal 6
Promosi Kesehatan

(1) Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB ditujukan untuk:


a. meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan;
b. meningkatkan keterpaduan pelaksanaan program; dan
c. memberdayakan masyarakat.

(2) Peningkatan komitmen para pengambil kebijakan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan advokasi kepada
pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

(3) Peningkatan keterpaduan pelaksanaan program sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan melalui kemitraan dengan lintas program atau
sektor terkait dan layanan keterpaduan pemerintah dan swasta (Public
Private Mix).

(4) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi, dan
membantu masyarakat agar berperan aktif dalam rangka mencegah
penularan TB, meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta
menghilangkan diskriminasi terhadap pasien TB.

(5) Perorangan, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi


masyarakat dapat melaksanakan promosi kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dengan menggunakan
substansi yang selaras dengan program penanggulangan TB.

Pasal 7
Surveilans TB

(1) Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus


menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB
atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk
mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.

(2) Surveilans TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan


dengan berbasis indikator dan berbasis kejadian.

(3) Surveilans TB berbasis indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


ditujukan untuk memperoleh gambaran yang akan digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program Penanggulangan
TB.

(4) Surveilans TB berbasis kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan tindakan respon
terhadap terjadinya peningkatan TB resistan obat.

Pasal 8

(1) Dalam penyelenggaraan Surveilans TB dilakukan pengumpulan data


secara aktif dan pasif baik secara manual maupun elektronik.

(2) Pengumpulan data secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh langsung dari
masyarakat atau sumber data lainnya.

(3) Pengumpulan data secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 9
Pengendalian Faktor Risiko TB

(1) Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi


penularan dan kejadian penyakit TB.

(2) Pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:

a. membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;


b. membudayakan perilaku etika berbatuk;
c. melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
d. peningkatan daya tahan tubuh;
e. penanganan penyakit penyerta TB; dan
f. penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Pasal 10
Penemuan dan Penanganan Kasus TB

(1) Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif.

(2) Penemuan kasus TB secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. investigasi dan pemeriksaan kasus kontak;
b. skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan
kelompok berisiko; dan
c. skrining pada kondisi situasi khusus.

(3) Penemuan kasus TB secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

(4) Penemuan kasus TB ditentukan setelah dilakukan penegakan


diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB.

Pasal 11

(1) Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui


kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan
dan/atau pengobatan pasien.

(2) Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan;
b. pengawasan kepatuhan menelan obat;
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan;
dan/atau
d. pelacakan kasus mangkir

(3) Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis
dan standar lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 12

Setiap pasien TB berkewajiban mematuhi semua tahapan dalam penanganan


kasus TB yang dilakukan tenaga kesehatan

Pasal 13
Pemberian Kekebalan

(1) Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan


melalui imunisasi BCG terhadap bayi.

(2) Penanggulangan TB melalui imunisasi BCG terhadap bayi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam upaya
mengurangi risiko tingkat keparahan TB.

(3) Tata cara pemberian imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Pasal 14
Pemberian Obat Pencegahan

(1) Pemberian obat pencegahan TB ditujukan pada:

a. anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan


pasien TB aktif;
b. orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa
TB; atau
c. populasi tertentu lainnya.

(2) Pemberian obat pencegahan TB pada anak dan orang dengan HIV dan
AIDS (ODHA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b dilakukan selama 6 (enam) bulan.

(3) Pemberian obat penegahan TB pada populasi tertentu lainnya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1) Rumah sakit harus menetapkan Tim DOTS (Directly Observed


Treatment Shortcourse) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
program Penanggulangan TB.
(2) Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
tenaga yang telah memperoleh pelatihan teknis dan manajemen dan
melakukan peran bantu dalam penanganan pasien, pemberian
penyuluhan, pengawas menelan obat, dan pengendalian faktor risiko.

Pasal 16
Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas


ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penyelenggaraan
Penanggulangan TB, yang meliputi:

a. obat Anti Tuberkulosis lini 1 dan lini 2;


b. vaksin untuk kekebalan;
c. obat untuk pencegahan Tuberkulosis;
d. alat kesehatan; dan
e. reagensia.
(2) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan
koordinasi dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi.

Pasal 17
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan
sarana dan prasarana laboratorium kesehatan yang berfungsi untuk:
a. penegakan diagnosis;
b. pemantauan keberhasilan pengobatan;
c. pengujian sensitifitas dan resistensi; dan
d. pemantapan mutu laboratorium diagnosis.

(2) Sarana laboratorium kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


wajib terakreditasi yang dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang.
Pasal 18
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menjamin ketersediaan
anggaran Penanggulangan TB.

Pasal 19
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menjamin ketersediaan
teknologi Penanggulangan TB untuk mendukung:
a. pengembangan diagnostik;
b. pengembangan obat
c. peningkatan dan pengembangan surveilans; dan
d. pengendalian faktor risiko.

Pasal 20
SISTEM INFORMASI
e. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan program Penanggulangan
TB diperlukan data dan informasi yang dikelola dalam sistem
informasi.

f. Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh


melalui kegiatan Surveilans TB dan hasil pencatatan dan pelaporan.

g. Sistem informasi program Penanggulangan TB dilaksanakan secara


terpadu dan terintegrasi.

Pasal 21

(1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan pencatatan dan


pelaporan terhadap setiap kejadian penyakit TB.

(2) Pelaporan pasien TB dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan


Tingkat Lanjutan disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat.

(3) Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kompilasi pelaporan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dan melakukan
analisis untuk pengambilan kebijakan dan tindak lanjut serta
melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi.

(4) Dinas kesehatan provinsi melakukan kompilasi pelaporan sebagaimana


dimaksud pada ayat (5) dan melakukan analisis untuk pengambilan
rencana tindak lanjut serta melaporkannya kepada Menteri dengan
tembusan Direktur Jenderal yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
pencegahan dan pengendalian penyakit.
(5) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat
(6) disampaikan setiap 3 (tiga) bulan.

Pasal 23

(6) Dalam rangka penyelenggaraan Penangggulangan TB dibangun dan


dikembangkan koordinasi, jejaring kerja, serta kemitraan antara
instansi pemerintah dan pemangku kepentingan, baik di pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota.

(7) Koordinasi dan jejaring kerja kemitraan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diarahkan untuk:

a. advokasi;
b. penemuan kasus;
c. penanggulangan TB;
d. pengendalian faktor risiko;
e. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian,
penelitian, serta kerjasama antar wilayah, luar negeri, dan pihak
ke tiga;
f. peningkatan KIE;
g. meningkatkan kemampuan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan
penanggulangan TB;
h. integrasi penanggulangan TB; dan/atau
i. sistem rujukan.

Pasal 25
PERAN SERTA MASYARAKAT

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya Penanggulangan


Tuberkulosis dengan cara

a. mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);


b. mengupayakan tidak terjadinya stigma dan
diskriminasi terhadap kasus TB di masyarakat;
c. membentuk dan mengembangkan Warga Peduli
Tuberkulosis; dan
d. memastikan warga yang terduga TB memeriksakan diri ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

(2) Perilaku hidup bersih dan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan dengan menjaga lingkungan sehat dan menjalankan
etika batuk secara benar.
(3) Mencegah stigma dan diskriminasi terhadap kasus TB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan:

a. memahami dengan benar dan lengkap mengenai cara penularan


TB dan pencegahannya; dan

b. mengajak semua anggota masyarakat untuk tidak


mendiskriminasi orang terduga TB,pasien TB baik dari segi
pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan semua aspek
kehidupan.

Ditetapkan di Bekasi
pada tanggal 2019
Direktur Utama RS. St Elisabeth

Dr. Stefanus Eke Ola, MARS


2017, No.122
-19-
2017, No.122 -20-
2017, No.122
-21-
2017, No.122 -22-
2017, No.122
-23-
2017, No.122 -24-
2017, No.122
-25-
2017, No.122 -26-
2017, No.122
-27-
2017, No.122 -28-
2017, No.122
-29-
2017, No.122 -30-
2017, No.122
-31-
2017, No.122 -32-
2017, No.122
-33-
2017, No.122 -34-
2017, No.122
-35-
2017, No.122 -36-
2017, No.122
-37-
2017, No.122 -38-
2017, No.122
-39-
2017, No.122 -40-
2017, No.122
-41-
2017, No.122 -42-
2017, No.122
-43-
2017, No.122 -44-
2017, No.122
-45-
2017, No.122 -46-
2017, No.122
-47-
2017, No.122 -48-
2017, No.122
-49-
2017, No.122 -50-
2017, No.122
-51-
2017, No.122 -52-
2017, No.122
-53-
2017, No.122 -54-
2017, No.122
-55-
2017, No.122 -56-
2017, No.122
-57-
2017, No.122 -58-
2017, No.122
-59-
2017, No.122 -60-
2017, No.122
-61-
2017, No.122 -62-
2017, No.122
-63-
2017, No.122 -64-
2017, No.122
-65-
2017, No.122 -66-
2017, No.122
-67-
2017, No.122 -68-
2017, No.122
-69-
2017, No.122 -70-
2017, No.122
-71-
2017, No.122 -72-
2017, No.122
-73-
2017, No.122 -74-
2017, No.122
-75-
2017, No.122 -76-
2017, No.122
-77-
2017, No.122 -78-
2017, No.122
-79-
2017, No.122 -80-
2017, No.122
-81-
2017, No.122 -82-
2017, No.122
-83-
2017, No.122 -84-
2017, No.122
-85-
2017, No.122 -86-
2017, No.122
-87-
2017, No.122 -88-
2017, No.122
-89-
2017, No.122 -90-
2017, No.122
-91-
2017, No.122 -92-
2017, No.122
-93-
2017, No.122 -94-
2017, No.122
-95-
2017, No.122 -96-
2017, No.122
-97-
2017, No.122 -98-
2017, No.122
-99-
2017, No.122 -100-
2017, No.122
-101-
2017, No.122 -102-
2017, No.122
-103-
2017, No.122 -104-
2017, No.122
-105-
2017, No.122 -106-
2017, No.122
-107-
2017, No.122 -108-
2017, No.122
-109-
2017, No.122 -110-
2017, No.122
-111-
2017, No.122 -112-
2017, No.122
-113-
2017, No.122 -114-
2017, No.122
-115-
2017, No.122 -116-
2017, No.122
-117-
2017, No.122 -118-
2017, No.122
-119-
2017, No.122 -120-
2017, No.122
-121-
2017, No.122 -122-
2017, No.122
-123-
2017, No.122 -124-
2017, No.122
-125-
2017, No.122 -126-
2017, No.122
-127-
2017, No.122 -128-
2017, No.122
-129-
2017, No.122 -130-
2017, No.122
-131-
2017, No.122 -132-
2017, No.122
-133-
2017, No.122 -134-
2017, No.122
-135-
2017, No.122 -136-
2017, No.122
-137-
2017, No.122 -138-
2017, No.122
-139-
2017, No.122 -140-
2017, No.122
-141-
2017, No.122 -142-
2017, No.122
-143-
2017, No.122 -144-
2017, No.122
-145-
2017, No.122 -146-
2017, No.122
-147-
2017, No.122 -148-
2017, No.122
-149-
2017, No.122 -150-
2017, No.122
-151-
2017, No.122 -152-
2017, No.122
-153-
2017, No.122 -154-
2017, No.122
-155-
2017, No.122 -156-
2017, No.122
-157-
2017, No.122 -158-
2017, No.122
-159-
2017, No.122 -160-
2017, No.122
-161-
2017, No.122 -162-

Anda mungkin juga menyukai