Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Reza
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Desa Ombolu Kec.Batui Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Jawa

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (kakak pasien) dilakukan pada hari
Kamis, tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA di RSUD Luwuk.

Keluhan Utama
Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Luwuk pada tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA dibawa
kakaknya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-
gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat
kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Luwuk pada tanggal 24 Januari pukul 19.00 WITA dibawa ibunya
dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-gelembung
berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat kelamin dan
disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS.
13 hari SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan
mengaku diberikan 2 buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa
diminum selama setahun ini.

1
2 hari SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak begitu
tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul bintik-
bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah
dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-
bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil hanya
sebesar ujung jarum pentul. OS tidak menggaruk sampai lecet bagian tubuh
yang gatal. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan nyeri
diseluruh badan. Selama sakit OS mengaku tidak minum obat lain, tapi tetap
meminum obat epilepsinya.
2 hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan
hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung
makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya
kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembung-
gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan
basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan
mulutnya terasa perih. OS mengaku ketika kencing tidak terasa nyeri dan tidak
ada kesulitan untuk BAK. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih
berair serta gatal.

Riwayat Penyakit Dahulu


OS sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. OS juga
mengaku tidak pernah merasa gatal-gatal sehabis makan makanan tertentu
ataupun minum obat-obatan tertentu. OS mempunyai riwayat penyakit epilepsi
sejak SMP Kelas 1 dan rutin minum obat karbamazepin.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang sama.
Tidak ada juga yang mempunyai riwayat alergi makanan ataupun alergi obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis

2
Tanda vital :

 Tekanan darah : 120/80 mmHg


 Nadi : 82 x/menit, regular
 Suhu : 39°C
 Pernafasan : 24 x/menit

Tinggi badan : 165 cm


Berat badan : 55 kg
Status gizi : Gizi baik
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata,
terdapat kelainan kulit wajah.
Mata : Konjungtiva hiperemis, sklera tidak ikterik, alis
mata hitam, tidak ada madarosis
Telinga : Normotia, terdapat kelainan kulit
Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit
Mulut : Bibir tidak pucat, terdapat kelainan kulit
Thorax

 Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat


kelainan kulit
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi
o Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
o Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar, terdapat kelainan kulit


 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan

Genitalia : Tidak diperiksa


Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,

3
terdapat kelainan kulit
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit

Status Dermatologikus
Distribusi : Universal
Ad regio : fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan
bawah
Lesi : Multipel, konfluens, berbatas tegas,
berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat
Efloresensi : Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmenta

Gambar 1. Ad regio fasialis

Gambar 2. Ad regio abdomen

4
Gambar 3. Ad regio punggung dan ekstremitas atas

Gambar 4. Ad regio mata

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium


darah pada tanggal 23 Februari 2013, adalah sebagai berikut:
Hemoglobin : 15,4 g/dl ( N: 12-16)
Eritrosit : 5,04 [10^6/uL] (N: 4,2-5,4)
Leukosit : 6,1 [10^3/uL] (N: 4,8-10,8)
Hematokrit : 41,7 % (N: 37-47)
Trombosit : 59 [10^3/uL] (N:150-450) 
MCV : 83 U (N : 76-96)
MCH : 30,5 Peg (N : 27-35)
MCHC : 36,9 g/dL (N : 33-37)

5
DIFFCOUNT
Neutrofil : 77,9 [%] (N:50-70)
Lymfosit : 13,5 [%] ( N:25-40)
Monosit : 7,2 [%] ( N:2-8 )
Eosinofil : 0,8 [%] ( N:2-4 )
Basofil : 0,6 [%] ( N:0-1 )

GDS : 146 md/dL (N : <140)


SGOT : 116 u/L (N: 0-32) 
SGPT : 138 u/L (N: 0-32) 
Ureum : 68 mg/dl (N: 10-50) 
Kreatinin : 1,6 mg/dl (N: 0,6-1,2) 

V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Luwuk pada tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA dibawa
kakaknya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-
gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat
kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS. 13 hari
SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan mengaku diberikan 2
buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa diminum dari tanggal
11 Januari. 2 hari SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak
begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul
bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di
wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh,
bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil
hanya sebesar ujung jarum pentul. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya
terasa lemas dan nyeri diseluruh badan. 2 hari SMRS OS mengeluh timbul
gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di
daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas,
gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di
beberapa daerah seperti wajah gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit
nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. OS
mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya

6
lebih merah dan terasa lebih berair serta gatal. OS sebelumnya tidak pernah
mengalami penyakit yang sama. OS juga mengaku tidak pernah merasa gatal-
gatal sehabis makan makanan tertentu ataupun minum obat-obatan tertentu. OS
mempunyai riwayat penyakit epilepsi sejak SMP.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan
mata ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status
dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen,
punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens, berbatas tegas,
berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama,
krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi.
Dari pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah pada tanggal 24 Januari 2019 dengan hasil SGOT, SGPT dan kreatinin
meningkat, trombosit menurun

VI. DIAGNOSIS BANDING


Sindroma Stevens-Johnson
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
Eritema Multiformis

VII. DIAGNOSIS
Sindroma Steven-Johnson

VIII. USULAN PEMERIKSAAN

Untuk menunjang diagnosis sindroma stevens-johnson dapat


dilakukan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi rutin dan pemeriksaan
imunofluorensi.

IX. PENATALAKSANAAN

1. UMUM
 Memberikan penjelasan pada orangtua pasien tentang penyakit yang
diderita dan pengobatannya.
 Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

7
 Stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, perawatan luka, dan
mengontrol nyeri.

 Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit.

 Konsultasi dengan dokter spesialis lain (seperti spesialis mata,


penyakit dalam dan saraf)

2. KHUSUS
 Sistemik (oral) :
o Dexamethasone inj 2x1 ampul
o Ranitidin inj 2x1 ampul
o Cetirizine 1x1 tab
 Topikal :
o NaCl 0,9% untuk kompres mata dan bibir
o Ikaderm 20 mg dan decubal 20 mg dioleskan di seluruh tubuh

FOLLOW UP
TANGGAL S O A P

25-01-2019 Melepuh KU : Lemah SJS + Epilepsi -IVFD RL:D5% 2:1 21


seluruh TD : 110/80 tpm balance cairan
badan, susah HR : 110 -inj Farbion/24 jam
menelan, RR : 22 -Inj ceftriaxone 1 gr/12
keluar lender Temp : 39,1 jam ST
warna merah -Drip metro 500 mg/8
jam
-Inj omz/12 jam
-Metilpred 125 mg/8
jam
-Curcuma 3x1
Konsul Neuro
-Kepra 1x1
-PCT 1gr/8 jam

26-01-2019 Sakit di KU : Lemah SSJ + Epilepsi -IVFD RL :


seluruh badan TD : 129/70 Aminofluid 2:1 20 tpm

8
HR : 100 -NGT :
RR : 20 .Susu 3x200
Temp : 37,1 .Bbr srg 3x200
.Jus 1x200
-Inf metro 500 mg/8
jam
-Inj omz 40 mg/12 jam
-Inj ceftriaxone/12 jam
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Inf PCT 1 gr/12 jam
(K/P)
-Curcuma 3x1
-Keppra 1x500 mg
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Transfusi trombosit 2
unit cek DR 6 jam post
Transfusi
-Pasang kateter: urine
100cc

27-01-2019 Keluar lender KU : lemah SSJ + Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


berwarna Luka jam
merah dari melepuh -NGT :
mulut TD : 130/78 .Susu 3x300
HR : 80 .Bbr srg 3x300
RR : 20 .Jus 1x200
Temp : 36,8 -Inf metro 500 mg/8
jam
-Inj omz 40 mg/12 jam
-Inj ceftriaxone/12 jam
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Inf PCT 1 gr/12 jam
(K/P)

9
-Curcuma 3x1
-Keppra 1x500 mg
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Transfusi trombosit 1
unit cek DR 6 jam post
Transfusi

28-01-2019 Meringis KU : Lemah SSJ + Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


kesakitan TD : 140/80 jam
HR : 98 -NGT :
RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 36,5 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
-Inf metro 500 mg/8
jam
-Inj omz 40 mg/12 jam
-Inj ceftriaxone/12 jam
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Inf PCT 1 gr/12 jam
(K/P)
-Curcuma 3x1
-Keppra 1x500 mg
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Transfusi trombosit 1
unit cek DR 6 jam post
Transfusi

29-01-2019 Keluar lendiri KU : Lemah SSJ + Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


berwarna TD : 140/80 jam
merah dari HR : 90 -NGT :
mulut RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 36,5 .Bbr srg 3x300

10
.Jus 1x200
.Keppra 1x500 mg
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Curcuma 3x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap

30-01-2019 Nyeri di luka KU : Lemah SSJ+ Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


yang TD : 150/88 jam
terkelupas HR : 96 -NGT :
RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 36,8 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
.Keppra 1x500 mg
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Inj Fentanyl 3 cc I.V
-Curcuma 3x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap

31-01-2019 Nyeri seluruh KU : Lemah SSJ+ Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


badan TD : 171/85 jam
HR : 95 -NGT :
RR : 18 .Susu 3x300
Temp : 37,5 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
.Keppra 1x500 mg
-Inj metilpred 125
mg/8 jam

11
-Setiap kali rawat luka,
kasih analgetik Inj
Fentanyl 3 cc I.V (K/P)
-Curcuma 3x1
-Albumin caps 2x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap

01-02-2019 Nyeri di luka KU : Lemah SSJ+Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


Luka seluruh jam
tubuh -NGT :
TD : 140/90 .Susu 3x300
HR : 85 .Bbr srg 3x300
RR : 20 .Jus 1x200
Temp : 36,5 .Keppra 1x500 mg
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Albumin caps 2x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap

02-02-2019 Nyeri di luka KU : Lemah SSJ +Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


TD : 158/88 jam
HR : 73 -NGT :
RR : 18 .Susu 3x300
Temp : 36,5 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg

03-02-2019 Nyeri di luka KU : Lemah SSJ +Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


TD : 160/85 jam
HR : 85 -NGT :

12
RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 37 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg

04-02-2019 Nyeri di luka KU : Lemah SSJ +Epilepsi -IVFD RL 500 cc/24


TD : 145/90 jam
HR : 90 -NGT :
RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 40 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg
-PCT 1 gr/8 jam (K/P)

05-02-2019 Nyeri seluruh TD : 129/82 SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


tubuh HR : 92 Diet TKTP
RR : 20 -Inj metilpred 125
Temp : 37 mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg
-Luka basah :
Bioplasenton
-Luka kering :
Vaseline

06-02-2019 Kejang 3x TD : 132/72 SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


HR : 88 Diet TKTP
RR : 18 -Inj metilpred 125
Temp : 37,5 mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg

07-02-2019 Nyeri di kulit TD : 175/119 SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


yang basah HR : 84 Diet TKTP

13
RR : 18 -Inj metilpred 125
Temp : 37 mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg

08-02-2019 Nyeri di kulit TD : 180/90 SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


yang basah HR : 95 Diet TKTP
RR : 20 -Inj metilpred 125
Temp : 36,9 mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg
-Betametasone zalf di
punggung

09-02-2019 Nyeri di luka KU : Sedang SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


TD : 183/112 Diet TKTP
HR : 92 -Inj metilpred 125
RR : 18 mg/8 jam
Temp : 36,2 -Keppra 1x500 mg
-Betametasone zalf di
punggung

10-02-2019 Nyeri di luka KU : Baik SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


TD : 110/82 -Inj metilpred 125
HR : 82 mg/8 jam
RR : 20 -Keppra 1x500 mg
Temp : 36,5 -Betametasone zalf di
punggung

11-02-2019 - KU : Baik SSJ +Epilepsi -IVFD RL 20 tpm


TD : 120/70 -Inj metilpred 125
HR : 80 mg/8 jam
RR : 20 -Keppra 1x500 mg
Temp : 36,7 -Betametasone zalf di
punggung

12-02-2019 - KU : Baik SSJ +Epilepsi -Keppra 1x500 mg


TD : 120/80 -Betametasone zalf
HR : 92
RR : 18

14
Temp : 36,2

X. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : Ad bonam


 Quo ad fungtionam : Ad bonam
 Quo ad sanationam : Ad bonam
 Quo ad kosmetikum : Dubia Ad bonam

PEMBAHASAN

Diagnosis sindroma Stevens-Johnson ini sesuai dengan adanya trias


kelainan kulit, mukosa, dan mata, serta hubungannya dengan faktor penyebabnya.
Dari anamnesis diketahui bahwa terdapat kelainan pada kulit yang awalnya berupa
seperti beruntusan berwarna kemerahan lalu berkembang jadi timbul gelembung-
gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan dan pada beberapa tempat
mengelupas terlihat kemerahan dan terasa perih. Diketahui juga dari anamnesis adanya
riwayat pengunaan obat karbamazepin sejak 1 tahun SMRS. OS mengaku nyeri saat
menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih
berair serta gatal.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata
ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status
dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen, punggung,
ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens, berbatas tegas, berukuran
bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama, krusta, bullae, dan
makula hiperpigmentasi.

15
Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi (tetapi pada
pasien ini tidak terlihat), kelainan pada mukosa, mata, serta dapat disertai dengan
demam. Selain itu dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari
darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat
dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit
meninggi, dapat pula terjadi peningkatan eosinophil, tetapi pada pasien ini tidak terjadi.
Biopsi kulit dapat direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa
membantu diagnosa kasus-kasus yang atipik.
Pasien dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup berdasarkan luas area
epidermis yang mengelupas atau dapat dikelupas (tanda Nikolsky positif), yaitu:
1. Sindroma Stevens-Johnson; bila kurang dari 10% luas permukaan tubuh
(BSA)
2. SJS/TEN overlap bila antara 10-30% luas permukaan tubuh
3. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) bila lebih dari 30% luas permukaan
tubuh

Penyakit ini perlu dibedakan dengan Eritema Multiforme Majus (EMM). Lesi
target yang menimbul (raised) baik yang tipikal maupun atipikal merupakan lesi
karakteristik untuk EMM. Lesi ini kebanyakan muncul pada ekstremitas, namun
kadangkala dapat pula terdapat pada wajah dan tubuh, terutama pada anak-anak.
Sebaliknya, lesi target yang tersebar luas, seringkali berupa makula konfluens atau lesi
target atipikal datar yang dominan di tubuh merupakan gambaran lesi yang khas pada
Sindroma Stevens-Johnson. Perbedaan Eritema Multiforme, Sindroma Stevens-
Johnson dan Epidermal Nekrolisis Toksik:

16
Tabel 2. Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/ENT)

SINDROM STEVENS-JOHNSON

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah suatu


kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada
kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Juga ada
efek samping \ yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik
(toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai
eritema multiforme (EM).

17
Sindroma Stevens-Johnson diduga disebabkan oleh berbagai faktor.
Seringkali yang diduga sebagai penyebabnya adalah obat-obatan. Etiologi Sindroma
Stevens Johnson dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berikut:
 Infeksi : Herpes simplex virus (masih dalam perdebatan), AIDS, Cox,
influenza, hepatitis, mumps, EBV, enterovirus, Streptococcus Beta-
Haemolyticus Group A, Diphteria, Brucellosis, Mycobacteria, parasit
malaria dan trikomoniasis.
 Drug-induced: Antibiotik (penisilin dan golongan sulfa), analgesik, obat
batuk dan pilek, OAINS, psikoepileptik (Fenitoin, Karbamazepin, Trileptal,
Asam Valproat dan Barbiturat), obat anti asam urat, obat anti retroviral
(Nevirapin dan Indinavir).
 Berhubungan dengan keganasan
 Idiopatik
Sindroma Stevens-Johnson yang bersifat idiopatik terdapat pada 25-50%
kasus. Obat-obatan dan keganasan adalah yang paling sering dihubungkan
sebagai etiologi Sindroma Stevens-Johnson pada pasien dewasa dan lanjut usia.
Sedangkan kasus pediatrik lebih sering berhubungan dengan infeksi.
Insidens Sindroma Stevens Johnson dan Nekrosis Epidermal Toksik
diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat.
Umumnya terdapat pada dewasa, lebih sering terdapat pada ras kulit putih. Pada suatu
penelitian Sindroma Stevens-Johnson dilaporkan mengenai 39.9% wanita pada 315
pasien yang diteliti. SSJ merupakan kelainan hipersensitivitas tipe lambat yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Asetilator lambat (orang yang heparnya tidak mampu mendetoksifikasi
metabolit obat reaktif secara sempurna), pasien imunokompromais (terutama akibat
infeksi HIV) dan pasien tumor otak yang menjalani radioterapi dengan obat antiepilepsi
merupakan populasi dengan risiko paling tinggi.

Pada pasien dengan asetilator lambat, detoksifikasi metabolit obat tidak


sempurna, metabolit obat ini memiliki efek toksik langsung atau dapat bertindak
sebagai hapten yang akan menyebabkan reaksi antigen. Presentasi antigen dan
produksi Tumor Necrosis Factor (TNF)-alpha oleh dendrosit jaringan lokal
menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi limfosit T dan meningkatkan
sitotoksisitas sel efektor imun lainnya. Limfosit CD8+ yang teraktivasi ini akan

18
merangsang apoptosis sel epidermis lewat beberapa mekanisme, salah satunya
melalui pelepasan granzyme B dan perforin. Perforin merupakan granul
monomer yang dilepaskan dari sel natural killer dan limfosit T sitotoksik.
Apoptosis keratinosit juga dapat terjadi akibat dari ligasi permukaan reseptor
yang mati dengan molekul tertentu yang dapat mencetuskan aktivasi sistem
sehingga menyebabkan disorganisasi DNA dan kematian sel. Kematian keratinosit
menyebabkan terpisahnya epidermis dari dermis. Sehingga ketika terjadi
apoptosis, sel yang mati tersebut memicu terjadinya penambahan lebih banyak
kemokin sehingga dapat memperparah proses inflamasi yang berakhir pada
nekrolisis epidermal yang lebih luas.
Proses hipersensitivitas tersebut menyebabkan kerusakan kulit sehingga terjadi :
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuria.
3. Kegagalan termoregulasi.
4. Kegagalan fungsi imun.
5. Infeksi
Biasanya Sindroma Stevens-Johnson dimulai dengan infeksi saluran napas
atas yang tidak spesifik. Gejala prodromal ini biasanya berlangsung 1-14 hari dengan
gejala berupa demam, nyeri tenggorok, menggigil, sakit kepala dan malaise. Muntah
dan diare kadang kala dapat pula menyertai gejala prodromal ini. Lesi mukokutaneus
berkembang secara tiba-tiba dan dapat berlangsung hingga 2-4 minggu. Lesi ini
biasanya tidak gatal (non pruritik). Lesi pada mukosa mulut dan/atau membrana
mukosa lain dapat terjadi sangat parah sehingga pasien kesulitan untuk makan dan
minum. Pasien dengan gejala genitourinarius dapat mengeluhkan adanya disuria atau
kesulitan untuk berkemih. Pada pasien dapat pula ditemukan adanya riwayat Sindroma
Stevens-Johnson atau eritema multiforme sebelumnya. Rekurensi tersebut dapat
muncul kembali jika agen penyebabnya tidak tereliminasi secara sempurna atau jika
pasien terekspos kembali. Selain lesi pada kulit, lesi Sindroma Stevens-Johnson dapat
mengenai bagian tubuh lainnya misalnya pada mukosa oral, esofagus, faring, laring,
anus, trakea, vagina dan uretra. Dapat pula menyebabkan gejala pada mata seperti mata
merah, berair, nyeri, blefarospasme, gatal, rasa terbakar, dll. Sindroma Stevens-

19
Johnson biasanya secara klinis terjadi dalam 8 minggu (biasanya 4-30 hari) setelah
onset paparan obat.
Distribusi erupsi kulit awalnya bersifat simetris pada wajah, badan bagian atas
dan ekstremitas bagian proksimal, namun ruam kulit ini dapat berkembang secara cepat
pada seluruh tubuh dalam beberapa hari bahkan dalam beberapa jam. Ruam kulit
awalnya berupa makula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak urtikaria
atau eritema konfluens. Pada bagian tengah lesi ini biasanya bersifat vesikular,
purpurik, atau nekrotik. Lesi tipikal biasanya berbentuk target yang bersifat
patognomonik untuk lesi awal Sindroma Stevens-Johnson. Namun, berbeda dengan
eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Lesi bagian inti dapat
bersifat vesikular, purpura atau nekrotik, sedangkan zona yang mengelilinginya berupa
makula eritema. Sehingga lesi ini seringkali disebut sebagai lesi target. Dapat
ditemukan tanda Nikolsky positif pada zona eritema tersebut. Lesi ini kemudian
menjadi bulla dan lama kelamaan akan ruptur, sehingga menjadi kulit yang mengelupas
dan kulit menjadi terekspos, kemerahan dan oozing (tampak basah). Kondisi ini
memungkinkan kulit menjadi rentan untuk terjadinya infeksi sekunder.
Lesi pada membrana mukosa (biasanya selalu melibatkan sedikitnya dua
tempat). Biasanya dimulai dengan eritema yang diikuti dengan erosi yang terasa nyeri
pada mukosa mulut, mata dan genital. Rongga mulut meruapakan lesi yang hampir
selalu ditemukan pada setiap kasus dan menyebabkan erosi hemoragik yang terasa
nyeri dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan dan krusta pada bibir.
Lesi pada mukosa ini dapat berupa eritema, edema, blister, ulserasi dan nekrosis.
Sekitar 85% pasien memiliki lesi pada konjungtiva, yang biasanya berupa
hiperemis, erosi, kemosis, fotofobia dan lakrimasi. Selain itu dapat pula ditemukan
pengelupasan bulu mata. Pada kasus yang berat, dapat disertai dengan ulserasi kornea,
uveitis anterior, dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara kelopak mata dan
konjungtiva (simblefaron) juga dapat ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th
edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158.

20
2. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007. p:163-165.
3. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.
Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3,
2007. Available at: www.jipmer.edu
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In:
Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139
5. Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.
6. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd
edition. EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142.
7. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity
syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.
8. Parrilo, S. : Steven Johnson Syndrome In Emergency Medicine. Philadelphia
University. 2010. Access on : May 15, 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview.

21

Anda mungkin juga menyukai