I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Reza
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Desa Ombolu Kec.Batui Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Jawa
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (kakak pasien) dilakukan pada hari
Kamis, tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA di RSUD Luwuk.
Keluhan Utama
Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Luwuk pada tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA dibawa
kakaknya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-
gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat
kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS.
1
2 hari SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak begitu
tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul bintik-
bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah
dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-
bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil hanya
sebesar ujung jarum pentul. OS tidak menggaruk sampai lecet bagian tubuh
yang gatal. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan nyeri
diseluruh badan. Selama sakit OS mengaku tidak minum obat lain, tapi tetap
meminum obat epilepsinya.
2 hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan
hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung
makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya
kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembung-
gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan
basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan
mulutnya terasa perih. OS mengaku ketika kencing tidak terasa nyeri dan tidak
ada kesulitan untuk BAK. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih
berair serta gatal.
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
2
Tanda vital :
Abdomen
3
terdapat kelainan kulit
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit
Status Dermatologikus
Distribusi : Universal
Ad regio : fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan
bawah
Lesi : Multipel, konfluens, berbatas tegas,
berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat
Efloresensi : Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmenta
4
Gambar 3. Ad regio punggung dan ekstremitas atas
5
DIFFCOUNT
Neutrofil : 77,9 [%] (N:50-70)
Lymfosit : 13,5 [%] ( N:25-40)
Monosit : 7,2 [%] ( N:2-8 )
Eosinofil : 0,8 [%] ( N:2-4 )
Basofil : 0,6 [%] ( N:0-1 )
V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Luwuk pada tanggal 24 Januari 2019 pukul 19.00 WITA dibawa
kakaknya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul gelembung-
gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali disekitar alat
kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari SMRS. 13 hari
SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan mengaku diberikan 2
buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa diminum dari tanggal
11 Januari. 2 hari SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak
begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul
bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di
wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh,
bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil
hanya sebesar ujung jarum pentul. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya
terasa lemas dan nyeri diseluruh badan. 2 hari SMRS OS mengeluh timbul
gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di
daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas,
gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di
beberapa daerah seperti wajah gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit
nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. OS
mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya
6
lebih merah dan terasa lebih berair serta gatal. OS sebelumnya tidak pernah
mengalami penyakit yang sama. OS juga mengaku tidak pernah merasa gatal-
gatal sehabis makan makanan tertentu ataupun minum obat-obatan tertentu. OS
mempunyai riwayat penyakit epilepsi sejak SMP.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan
mata ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status
dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen,
punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens, berbatas tegas,
berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama,
krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi.
Dari pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah pada tanggal 24 Januari 2019 dengan hasil SGOT, SGPT dan kreatinin
meningkat, trombosit menurun
VII. DIAGNOSIS
Sindroma Steven-Johnson
IX. PENATALAKSANAAN
1. UMUM
Memberikan penjelasan pada orangtua pasien tentang penyakit yang
diderita dan pengobatannya.
Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita
7
Stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, perawatan luka, dan
mengontrol nyeri.
2. KHUSUS
Sistemik (oral) :
o Dexamethasone inj 2x1 ampul
o Ranitidin inj 2x1 ampul
o Cetirizine 1x1 tab
Topikal :
o NaCl 0,9% untuk kompres mata dan bibir
o Ikaderm 20 mg dan decubal 20 mg dioleskan di seluruh tubuh
FOLLOW UP
TANGGAL S O A P
8
HR : 100 -NGT :
RR : 20 .Susu 3x200
Temp : 37,1 .Bbr srg 3x200
.Jus 1x200
-Inf metro 500 mg/8
jam
-Inj omz 40 mg/12 jam
-Inj ceftriaxone/12 jam
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Inf PCT 1 gr/12 jam
(K/P)
-Curcuma 3x1
-Keppra 1x500 mg
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Transfusi trombosit 2
unit cek DR 6 jam post
Transfusi
-Pasang kateter: urine
100cc
9
-Curcuma 3x1
-Keppra 1x500 mg
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Transfusi trombosit 1
unit cek DR 6 jam post
Transfusi
10
.Jus 1x200
.Keppra 1x500 mg
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Curcuma 3x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap
11
-Setiap kali rawat luka,
kasih analgetik Inj
Fentanyl 3 cc I.V (K/P)
-Curcuma 3x1
-Albumin caps 2x1
-Oles
Bioplasenton/Burnazin
pagi dan sore
-Kenalog salap
12
RR : 20 .Susu 3x300
Temp : 37 .Bbr srg 3x300
.Jus 1x200
-Inj metilpred 125
mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg
13
RR : 18 -Inj metilpred 125
Temp : 37 mg/8 jam
-Keppra 1x500 mg
14
Temp : 36,2
X. PROGNOSIS
PEMBAHASAN
15
Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi (tetapi pada
pasien ini tidak terlihat), kelainan pada mukosa, mata, serta dapat disertai dengan
demam. Selain itu dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari
darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat
dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit
meninggi, dapat pula terjadi peningkatan eosinophil, tetapi pada pasien ini tidak terjadi.
Biopsi kulit dapat direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa
membantu diagnosa kasus-kasus yang atipik.
Pasien dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup berdasarkan luas area
epidermis yang mengelupas atau dapat dikelupas (tanda Nikolsky positif), yaitu:
1. Sindroma Stevens-Johnson; bila kurang dari 10% luas permukaan tubuh
(BSA)
2. SJS/TEN overlap bila antara 10-30% luas permukaan tubuh
3. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) bila lebih dari 30% luas permukaan
tubuh
Penyakit ini perlu dibedakan dengan Eritema Multiforme Majus (EMM). Lesi
target yang menimbul (raised) baik yang tipikal maupun atipikal merupakan lesi
karakteristik untuk EMM. Lesi ini kebanyakan muncul pada ekstremitas, namun
kadangkala dapat pula terdapat pada wajah dan tubuh, terutama pada anak-anak.
Sebaliknya, lesi target yang tersebar luas, seringkali berupa makula konfluens atau lesi
target atipikal datar yang dominan di tubuh merupakan gambaran lesi yang khas pada
Sindroma Stevens-Johnson. Perbedaan Eritema Multiforme, Sindroma Stevens-
Johnson dan Epidermal Nekrolisis Toksik:
16
Tabel 2. Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/ENT)
SINDROM STEVENS-JOHNSON
17
Sindroma Stevens-Johnson diduga disebabkan oleh berbagai faktor.
Seringkali yang diduga sebagai penyebabnya adalah obat-obatan. Etiologi Sindroma
Stevens Johnson dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berikut:
Infeksi : Herpes simplex virus (masih dalam perdebatan), AIDS, Cox,
influenza, hepatitis, mumps, EBV, enterovirus, Streptococcus Beta-
Haemolyticus Group A, Diphteria, Brucellosis, Mycobacteria, parasit
malaria dan trikomoniasis.
Drug-induced: Antibiotik (penisilin dan golongan sulfa), analgesik, obat
batuk dan pilek, OAINS, psikoepileptik (Fenitoin, Karbamazepin, Trileptal,
Asam Valproat dan Barbiturat), obat anti asam urat, obat anti retroviral
(Nevirapin dan Indinavir).
Berhubungan dengan keganasan
Idiopatik
Sindroma Stevens-Johnson yang bersifat idiopatik terdapat pada 25-50%
kasus. Obat-obatan dan keganasan adalah yang paling sering dihubungkan
sebagai etiologi Sindroma Stevens-Johnson pada pasien dewasa dan lanjut usia.
Sedangkan kasus pediatrik lebih sering berhubungan dengan infeksi.
Insidens Sindroma Stevens Johnson dan Nekrosis Epidermal Toksik
diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat.
Umumnya terdapat pada dewasa, lebih sering terdapat pada ras kulit putih. Pada suatu
penelitian Sindroma Stevens-Johnson dilaporkan mengenai 39.9% wanita pada 315
pasien yang diteliti. SSJ merupakan kelainan hipersensitivitas tipe lambat yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Asetilator lambat (orang yang heparnya tidak mampu mendetoksifikasi
metabolit obat reaktif secara sempurna), pasien imunokompromais (terutama akibat
infeksi HIV) dan pasien tumor otak yang menjalani radioterapi dengan obat antiepilepsi
merupakan populasi dengan risiko paling tinggi.
18
merangsang apoptosis sel epidermis lewat beberapa mekanisme, salah satunya
melalui pelepasan granzyme B dan perforin. Perforin merupakan granul
monomer yang dilepaskan dari sel natural killer dan limfosit T sitotoksik.
Apoptosis keratinosit juga dapat terjadi akibat dari ligasi permukaan reseptor
yang mati dengan molekul tertentu yang dapat mencetuskan aktivasi sistem
sehingga menyebabkan disorganisasi DNA dan kematian sel. Kematian keratinosit
menyebabkan terpisahnya epidermis dari dermis. Sehingga ketika terjadi
apoptosis, sel yang mati tersebut memicu terjadinya penambahan lebih banyak
kemokin sehingga dapat memperparah proses inflamasi yang berakhir pada
nekrolisis epidermal yang lebih luas.
Proses hipersensitivitas tersebut menyebabkan kerusakan kulit sehingga terjadi :
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuria.
3. Kegagalan termoregulasi.
4. Kegagalan fungsi imun.
5. Infeksi
Biasanya Sindroma Stevens-Johnson dimulai dengan infeksi saluran napas
atas yang tidak spesifik. Gejala prodromal ini biasanya berlangsung 1-14 hari dengan
gejala berupa demam, nyeri tenggorok, menggigil, sakit kepala dan malaise. Muntah
dan diare kadang kala dapat pula menyertai gejala prodromal ini. Lesi mukokutaneus
berkembang secara tiba-tiba dan dapat berlangsung hingga 2-4 minggu. Lesi ini
biasanya tidak gatal (non pruritik). Lesi pada mukosa mulut dan/atau membrana
mukosa lain dapat terjadi sangat parah sehingga pasien kesulitan untuk makan dan
minum. Pasien dengan gejala genitourinarius dapat mengeluhkan adanya disuria atau
kesulitan untuk berkemih. Pada pasien dapat pula ditemukan adanya riwayat Sindroma
Stevens-Johnson atau eritema multiforme sebelumnya. Rekurensi tersebut dapat
muncul kembali jika agen penyebabnya tidak tereliminasi secara sempurna atau jika
pasien terekspos kembali. Selain lesi pada kulit, lesi Sindroma Stevens-Johnson dapat
mengenai bagian tubuh lainnya misalnya pada mukosa oral, esofagus, faring, laring,
anus, trakea, vagina dan uretra. Dapat pula menyebabkan gejala pada mata seperti mata
merah, berair, nyeri, blefarospasme, gatal, rasa terbakar, dll. Sindroma Stevens-
19
Johnson biasanya secara klinis terjadi dalam 8 minggu (biasanya 4-30 hari) setelah
onset paparan obat.
Distribusi erupsi kulit awalnya bersifat simetris pada wajah, badan bagian atas
dan ekstremitas bagian proksimal, namun ruam kulit ini dapat berkembang secara cepat
pada seluruh tubuh dalam beberapa hari bahkan dalam beberapa jam. Ruam kulit
awalnya berupa makula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak urtikaria
atau eritema konfluens. Pada bagian tengah lesi ini biasanya bersifat vesikular,
purpurik, atau nekrotik. Lesi tipikal biasanya berbentuk target yang bersifat
patognomonik untuk lesi awal Sindroma Stevens-Johnson. Namun, berbeda dengan
eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Lesi bagian inti dapat
bersifat vesikular, purpura atau nekrotik, sedangkan zona yang mengelilinginya berupa
makula eritema. Sehingga lesi ini seringkali disebut sebagai lesi target. Dapat
ditemukan tanda Nikolsky positif pada zona eritema tersebut. Lesi ini kemudian
menjadi bulla dan lama kelamaan akan ruptur, sehingga menjadi kulit yang mengelupas
dan kulit menjadi terekspos, kemerahan dan oozing (tampak basah). Kondisi ini
memungkinkan kulit menjadi rentan untuk terjadinya infeksi sekunder.
Lesi pada membrana mukosa (biasanya selalu melibatkan sedikitnya dua
tempat). Biasanya dimulai dengan eritema yang diikuti dengan erosi yang terasa nyeri
pada mukosa mulut, mata dan genital. Rongga mulut meruapakan lesi yang hampir
selalu ditemukan pada setiap kasus dan menyebabkan erosi hemoragik yang terasa
nyeri dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan dan krusta pada bibir.
Lesi pada mukosa ini dapat berupa eritema, edema, blister, ulserasi dan nekrosis.
Sekitar 85% pasien memiliki lesi pada konjungtiva, yang biasanya berupa
hiperemis, erosi, kemosis, fotofobia dan lakrimasi. Selain itu dapat pula ditemukan
pengelupasan bulu mata. Pada kasus yang berat, dapat disertai dengan ulserasi kornea,
uveitis anterior, dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara kelopak mata dan
konjungtiva (simblefaron) juga dapat ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th
edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158.
20
2. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007. p:163-165.
3. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.
Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3,
2007. Available at: www.jipmer.edu
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In:
Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139
5. Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.
6. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd
edition. EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142.
7. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity
syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.
8. Parrilo, S. : Steven Johnson Syndrome In Emergency Medicine. Philadelphia
University. 2010. Access on : May 15, 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview.
21