Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Hasad dan Bahayanya dalam Islam

Tongkronganislami.net – Salah satu sifat tercela yang hampir-hampir menghinggapi setiap orang
adalah sifat hasad. Menurut Imam al-Ghazali hasad memiliki dua tingkatan: pertama, Anda tidak
suka orang lain mendapatkan ni’mat dan Anda ingin menghilangkannya; kedua, keinginan
memperoleh ni’mat serupa yang dimiliki orang lain, tanpa bermaksud atau berharap hilangnya
ni’mat itu pada orang lain, ini yang biasa disebut dengan istilah ghibhah.

Orang hasad adalah orang yang –tanpa alasan yang rasional—tidak senang kepada segala kelebihan
dan keutamaan yang dimiliki orang lain, baik kelebihan itu berupa harta benda, kekayaan,
kedudukan, kehormatan, dan lain-lain. Bisa jadi, orang hasad akan membenci orang lain yang
sebetulnya tidak memiliki ni’mat atau kelebihan apa-apa, tetapi oleh yang hasad diduga
memilikinya.

Dan bisa jadi pula orang hasad akan merasa senang kalau orang lain terus-menerus dalam
kesusahan dan kekurangan, meskipun ia tahu bahwa yang bersangkutan sudah tidak memiliki
kelebihan apa-apa. Jadi, hasad itu kecenderungan untuk membenci semua orang tanpa alasan yang
jelas, rasional dan dibenarkan oleh ajaran agama.

Perilaku Hasad / Tafsirqu.com

Karena kebencian dan kedengkiannya, orang hasad secara diam-diam biasanya menginginkan orang
yang dibencinya itu celaka. Dan kalau sudah begitu, besar kemungkinan baik secara langsung
maupun tidak langsung kita akan ikut terlibat dalam usaha mencelakakannya. Maka,
timbullah ghībah dan fitnah, yaitu menyebar berita buruk mengenai orang yang dibencinya itu, baik
berita itu benar adanya, atau –apalagi- tidak benar.Orang yang hasad, hatinya selalu gelisah.
Kegelisahannya bukan disebabkan oleh kekurangan yang ada pada dirinya semata, tetapi lebih dari
itu karena kelebihan yang ada pada orang lain. Ia lebih fokus memperhatikan kelebihan orang lain
daripada introspeksi atas kekurangan pada dirinya.

Jika berusaha, maka usahanya itu dikerahkan untuk menghilangkan kelebihan pada orang lain,
daripada usaha untuk memperbaiki nasib dirinya sendiri. Nabi pernah mengingatkan kita semua:
ْ‫ ه َُري َر ْة َ أَبِي عن‬، ْ‫ل وسلم عليه هللا صلى النبيْ أَن‬
َْ ‫قا‬: « ْ‫س ْدَ إِيَا ُكم‬ َ ْ‫س ْدَ فَإِن‬
َ ‫وال َح‬، ُْ ‫ت يَأ ُك‬
َ ‫ل ال َح‬ ِْ ‫سنَا‬ ُْ ‫ار ت َأ ُك‬
َ ‫ل كما ال َح‬ ُْ ‫ب الن‬ َ ‫الْ َح‬
َْ ‫ط‬

Dari Abu Hurairah r.a, Nabi S.a.w bersabda: Jauhilah olehmu sifat hasad, karena sesungguhnya hasad
itu dapat menghilankan segala kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu yang kering. (HR.
Abu Dawud)

Orang yang dengki atau hasad, di dalam hatinya tersembunyi keinginan agar orang lain celaka. Maka
kedengkian itu merupakan bukti yang nyata sekali bahwa sesungguhnya di dalam hatinya tidak
punya i’tikad baik kepada orang lain secara tulus. Maka, andaikata terdapat kebaikan-kebaikan yang
dilakukan oleh seorang pendengki dapat dipastikan bahwa sesungguhnya kebaikan-kebaikan yang
diperbuatnya itu palsu.

Suatu perbuatan baik tanpa disertai dengan niat atau i’tikad baik, maka mustahil akan melahirkan
perbuatan yang tulus. Dengan kata lain, perbuatan baiknya kepada orang lain hanyalah untuk
menutupi kebusukan niatnya yang tersembunyi di dalam hatinya.Oleh karena itu, karena sifatnya
tersembunyi dan sulit diketahui secara lahiriah, Al-Qur’an dalam surat al-Falaq menganjurkan
kepada kita agar senantiasa berlindung kepada Allah dari kejahatan pendengki, karena hanya Allah-
lah yang mengetahui apa yang tersembunyi.

Surat al-Falaq ini, mengingat kandungan makna dan sabab nuzūl-nya, maka kita juga dianjurkan
untuk membacanya jika melihat suatu keni’matan yang ada pada orang lain.

ْ ُ‫ب أَعُو ْذ ُ ق‬
‫ل‬ ِْ َ‫الفَل‬. ‫َر مِ ن‬
ِْ ‫ق بِ َر‬ ِْ ‫ َخلَقَْ َما ش‬. ‫َر َومِ ن‬
ِْ ‫ب إِذَا غَاسِقْ ش‬
َْ َ‫ َوق‬.‫َر َومِ ن‬ ِْ ‫ العُقَ ِْد فِي النفاثَا‬.‫َر َومِ ن‬
ِْ ‫ت ش‬ ِْ ‫س ْد َ إِذَا َحاسِدْ ش‬
َ ‫َح‬

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan
dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan peniup-peniup pada buhul-buhul,
dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki. (Q, s. al-Falaq / 113:1-5)Islam sangat mencela
perbuatan hasad, karena hasad merupakan pangkal permusuhan. Dalam ajaran Islam, hasad hanya
dibolehkan dalam dua hal: terhadap yang orang dianugerahi harta oleh Allah kemudian ia
menafkahkannya dengan benar, dan terhadap orang yang dianugerahi ilmu kemudian ia
mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Rasulullah S.a.w bersabda:

‫ابن عن‬
ِْ ْ‫رضي مسعود‬
َْ ُ‫هللا‬ ْ ‫س ْدَ لَْ« يقول وسلم عليه هللا صلى النب‬
ْ ‫قال عنه‬: ُْ‫ي ِ سمعت‬ َ ‫ن فِي ِإلْ َح‬ ْ ‫لا‬
ِْ ‫اثنَت َي‬: ْ‫هللاُ آتا ْهُ َر ُجل‬ َ ‫سل‬
ْ ‫ط ْهُ ما‬ َ َ‫لى ف‬ َ ‫َهلَكت ِْه‬
َْ ‫ع‬
‫ق في‬ ِْ ‫ال َح‬، ْ‫ور ُجل‬ ْ ‫قضي فَ ُه َْو حِ ك َم ْةا‬
َ ُ‫هللاُ آتا ْه‬ ِ َ‫»ويُع ِلمها ِب َها ي‬

Dari Ibnu Mas’ud r.a, Rasulullah S.a.w bersabda: Tidak dibenarkan hasad kecuali dalam dua hal;
terhadap seseorang yang diberi anugerah oleh Allah berupa harta lalu dia menafkahkannya di jalan
yang benar, dan terhadap seseorang yang diberi anugerah ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkan dan
mengajarkannya kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, Nabi memberi arah kepada kita bahwa yang boleh diirikan oleh kita dari orang lain adalah
amal shalehnya, bukan kebendaannya. Kita boleh iri kepada orang kaya, tetapi bukan kekayaannya
melainkan perbuatannya menafkahkan kekayaannya itu di jalan yang benar. Demikian pula dengan
ilmu, kita diperbolehkan iri kepada orang yang berilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena
perbuatannya dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmunya itu.
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/bahaya-hasad/

Anda mungkin juga menyukai