Anda di halaman 1dari 2

Pemahaman tentang Bersatu

Kita telah mempelajari dari Kej 2:24 bahwa pernikahan, yaitu pembentukan sebuah
keluarga haruslah memiliki 3 dasar, yaitu (i) berdasarkan rancangan Allah, (ii)
bagi orang dewasa (meninggalkan) (ii) terdiri dari satu pria dan satu perempuan
(bersatu). Kita juga telah belajar tentang konsep Meninggalkan – yaitu satu
keputusan untuk menjadi dewasa, secara emosi, lewat pemisahan diri dan pemberian
batas, meninggalkan ketergantungan dan menjadi mandiri. Saat ini kita akan belajar
konsep Bersatu sebagai syarat terjadinya keluarga yang harmonis.

Apa yang dimaksudkan dengan bersatu dalam pernikahan:

Dua pribadi yang memiliki keunikan masing-masing yang memilih

untuk melebur dalam satu kesatuan, menjadi terikat satu sama lain dalam
perjanjian.

Apa saja yang perlu disatukan, ketika menjadi suami dan istri?

Menjadi satu kesatuan dalam kasih

Kesatuan secara tubuh, namun juga secara emosi – menjadi satu daging berarti
ada kedekatan dan keintiman secara fisik, seksual dan juga emosional. Pada mulanya
ketika laki-laki dan perempuan diciptakan, tidak ada batas yang memisahkan Adam dan
Hawa, bahkan pakaian pun tidak. Dan itu adalah rencana awal Allah bagi suami dan
istri ketika mereka akan memiliki keintiman yang sangat dalam. Namun karena
kejatuhan manusia dalam dosa, Adam dan Hawa memiliki batas secara fisik lewat
pakaian mereka, tapi juga secara emosi, karena mereka mulai menyalahkan satu sama
lain. Saat ini dibutuhkan cara-cara dan komitmen yang sehat, agar suami dan istri
memiliki keintiman secara fisik, seksual dan emosional. Banyak keluarga yang tidak
didasari oleh kasih dan keintiman satu sama lain, dan walaupun dari luar
kelihatannya baik-baik saja, namun sebenarnya mereka sebenarnya kehilangan sukacita
berkeluarga.

Kesatuan secara jiwa – ketika seorang laki-laki dan perempuan melakukan


hubungan seksual, terjadi ikatan di antara mereka berdua. Dan hal ini terjadi, baik
ketika kita melakukannya dalam ikatan yang sah sebagai suami dan istri, ataupun
dengan orang lain. `Dalam 1Kor 16:6 Paulus menggunakan istilah ‘mengikatkan’ untuk
hubungan perzinahan. Karenanya penting bagi suami dan istri untuk menjaga kekudusan
dalam pernikahan, baik sebelum menikah, maupun setelah menikah. Jika tidak, maka
akan ada ikatan-ikatan yang lain yang mengganggu kesatuan jiwa antara suami dan
istri.

Kesatuan dalam tujuan – dalam bagian pertama telah disebutkan bahwa keluarga
dibentuk berdasarkan rancangan Allah, dan karenanya juga akan memiliki tujuan-
tujuan ilahi. Tujuan itu di antaranya: (i) Beranak-cucu, (ii) Melakukan pekerjaan-
pekerjaan baik di bumi, (iii) Bersukacita lewat pernikahan. Karenanya penting bagi
suami dan istri untuk memadukan semua sumber daya mereka untuk tujuan bersama.
Misalnya secara materi, apa yang menjadi milik istri akan menjadi milik suami,
karena akan digunakan untuk tujuan bersama. Demikian juga apa yang kemudian
didapatkan oleh suami, misalnya pendapatan sehari-hari, sebenarnya juga didapatkan
oleh istri dan digunakan untuk tujuan bersama. Dan walaupun keduanya memiliki hak
masing-masing sebagai pribadi, namun mereka bersedia untuk melepaskan hak tersebut
untuk dapat mencapai tujuan bersama.

Hidup dalam kesetiaan

Karena pernikahan ini adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua orang pribadi di
hadapan Tuhan, maka ketika bersatu, artinya keduanya berjanji untuk memiliki
kesetiaan satu sama lain, dalam segala aspek kehidupan. Mereka telah meninggalkan
masa lalu dan keluarga asal, dan sekarang telah menerima satu sama lain dan
membentuk keluarga yang baru.

1. Kesetiaan secara seksual – tidak ada hubungan seksual di luar pernikahan

2. Kesetiaan secara hati – tidak ada orang lain di luar keluarga asal yang boleh
mengganggu kesatuan hati

3. Kesetiaan secara prioritas – memberi prioritas yang tertinggi bagi keluarga dan
tidak membiarkan ada hal yang lain mengganggu prioritas ini, termasuk di dalamnya
keluarga asal, lingkungan sosial (teman-teman), pekerjaan, bahkan pelayanan.

4. Kesetiaan secara finansial – bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-


kebutuhan di dalam keluarga

Memiliki peran dan tanggung jawab ilahi

1. Peran dan tanggung jawab sebagai seorang laki-laki, suami dan ayah:

a. Sebagai kepala, yang dalam kasih, memiliki inisiatif dan tanggung jawab untuk
membawa keluarga mencapai tujuan-tujuan ilahi

b. Sebagai sumber, yang akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Tidak jadi


masalah apakah istri bekerja, atau pendapatannya lebih tinggi, karena semua itu
menjadi satu dalam keluarga. Yang penting apakah suami sudah memberi yang terbaik
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

c. Sebagai saluran kasih Allah kepada keluarga

2. Peran dan tanggung jawab sebagai perempuan, istri dan ibu

a. Sebagai penolong yang sepadan – mitra suami dalam membawa keluarga mencapai
tujuan ilahi

b. Sebagai Manajer keluarga – yang akan mengatur sumber daya di dalam keluarga agar
bisa mencapai tujuan-tujuan ilahi.

Anda mungkin juga menyukai