Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Pada tahun 2006, WHO telah melaporkan bahwa demam tifoid merupakan

permasalahan kesehatan penting di banyak negara berkembang, umumnya di daerah

tropis dan khususnya di Indonesia dengan tanda klinis yang paling sering adalah

demam. Penyakit tersebut dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa. Di

Indonesia, penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-

Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. (Djoko Widodo, 2006) Secara global,

diperkirakan sekitar 16 juta kasus terjadi setiap tahunnya, dengan kematian mencapai

angka 600.000 setiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini didapatkan pada penduduk

yang bertempat tinggal di negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada

daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Di India dan Asia Tenggara, angka

insiden demam tifoid mencapai ± 100/100.000 orang per tahun (Djoko Widodo, 2006)

Demam tifoid merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia

dengan angka kematian sebesar 12,6 juta kasus dan diperkirakan terjadi 600.000

kematian tiap tahunnya. Hampir 80% dari kasus tersebut terjadi di Asia (Abro, dkk.,

2009). Kejadian demam tifoid di Indonesia sekitar 1100 kasus per 100.000 penduduk

per tahunnya de ngan angka kematian 3,1-10,4% (Nasrudin, dkk.,2007). Menurut

Departemen Kesehatan RI penyakit ini menduduki urutan kedua sebagai penyebab

kematian pada kelompok umur 5 - 14 tahun di daerah perkotaan. Angka kesakitan

demam tifoid tertinggi terjadi pada umur 5-19 tahun dengan manifestasi klinis ringan

(Hadinegoro, 1999 ; Musnelina dkk.,2004). Bakteri penyebab demam tifoid adalah

Salmonellaenterica Serotype typhi yang merupakan basil gram negatif. Penularan

bakteri ini terjadi secara fecal oral melalui makanan yang terkontaminasi dan

mengalami masa inkubasi dalam tubuh penderita selama 7-14 hari (Musnelina

dkk.,2004; Abro, dkk., 2009; Parry, dkk., 2002). Selama masa inkubasi tersebut
mungkin akan ditemukan gejala prodormal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis seperti

demam,gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (FK UI, 2005). Salmonella

typhi (S. typhi) mempunyai beberapa macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri

dari zat kompleks lipopolisakarida yang biasa disebut endotoksin), antigen H

(flagella), antigen Vi dan Outer Membrane Proteins (FK UI, 2005; Nasrudin,

dkk.,2007). Endotoksin dalam sirkulasi diduga menyebabkan demam dan gejala

toksik pada demam tifoid yang lama. Kehadiran endotoksin dapat merangsang

produksi sitokin. Produksi sitokin inilah yang dapat menyebabkan gejala-gejala

sistemik. Gejala tersebut antara lain demam, muntah, sakit kepala, anoreksia, diare,

konstipasi. Demam merupakan gejala sistemik yang paling sering muncul pada kasus

demam tifoid (Nelson, 1999; Yaramis, dkk., 2001 ; Khan , dkk., 1999; Bhutta, 2006;

Neopane, dkk., 2006; Dimitrov, dkk., 2007).

Pengertian Demam Tifoid

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan

pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Demam

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang di sebabkan oleh kuman

salmonella Typi dan Salmonella paratypi A, B, C (Soedarto, 1992).

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam satu minggu atau lebih di sertai gangguan pada saluran pencernaan dan

dengan atau tanpa penurunan kesadaran (Rampengan, 1993). Demam Typhoid adalah

penyakit infeksi sistemik akut yang di sebabkan infeksi salmonella Typi, organisme

ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan
urin dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner, 1994). Dari beberapa

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Demam Typhoid adalah suatu penyakit

infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella Typi atau salmonella paratypi

A,B,C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang

terkontaminasi dengan disertai gangguan sistem pencernaan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran. Dalam 7 memahami Demam Typhoid perlu memahami anatomi

fisiologi sistem pencernaan.

Etiologi Demam Tifoid

Demam Typhoid disebabkan oleh Salmonella Typhosa, basil gram negative

yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya

3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida),

antigen H (flagella) dan antigen Vi (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh

kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Dalam serum penderita

terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Menurut

Rampengan dan Laurent (1993) penyakit ini di sebabkan oleh tiga spesies utama yaitu

Salmonella typosa (satu serotip), Salmonella Choleraesius (satu serotip), dan

Salmonella Enteretidis (lebih dari 1500 serotip). Kuman ini dapat hidup baik sekali

pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu

700C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya

menyerang manusia. Sumber penularan berasal dari tinja dan urin karier, dari

penderita pada fase akut dan penderita pada fase penyembuhan.

Infeksi ini didapat 14 dengan cara menelan makanan atau minuman yang

terkontaminasi, dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang
terkontaminasi tinja, urin, secret saluran pernafasan atau dengan pus penderitayang

terinfeksi (Soegijanto, 2002).

GAMBARAN KLINIK

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12

hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :

anoreksia

rasa malas

sakit kepala bagian depan

nyeri otot

lidah kotor

gangguan perut (perut kembung

dan sakit)

Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas) Biasanya jika gejala khas itu yang

tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung

ditegakkan.
Pengertian Anemia

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah Eritrosit atau hemoglobin (protein

pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga

pengiriman O2 ke jaringan menurun.

Anemia secara umum didefi nisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau

konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifi k, melainkan dapat

disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fi siologis. Anemia ringan

hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke

keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat

beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung. Anemia merupakan

masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan terdapat pada 43%

anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei Nasional di Indonesia (1992)

mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei

tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah

menderita anemia.

Gejala

yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga

sering terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya

risiko kematian pada anak.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI


Anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan
umur dan jenis k
elamin dengan melihat jumlah
hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit
(Tabel 1). Selain itu dengan dasar ukuran
eritrosit (
mean corpuscular volume
/MCV ) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan
morfologi eritrositnya. Pada klasifi kasi jenis
ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik,
normositik dan makrositik (Tabel 2). Klasifi kasi
anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis
dan patologis.
Penyebab anemia secara garis besar dibagi
menjadi dua kategori yaitu gangguan produksi
eritrosit yaitu kecepatan pembentukan
eritrosit menurun atau terjadi gangguan
maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang
lebih cepat.
2
Kedua kategori tersebut tidak
berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme
dapat terjadi.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anak anemia berkaitan dengan gangguan
psik
omotor, kognitif, prestasi sekolah buruk,
dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan
dan perkembangan. Anak usia kurang
dari 12 bulan dengan anemia terutama
defi siensi besi kadar hemoglobinnya bisa
normal, dengan nilai prediktif positif 10-40%.
6
Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fi sik teliti untuk mendeteksi
dan menentukan penyebabnya sehingga
pemeriksaan laboratorium dapat seminimal
mungkin.
2
Tubuh bayi baru lahir mengambil
dan menyimpan kembali besi menyebabkan
hematokrit menurun selama beberapa
bulan pertama kehidupan. Oleh karena
itu, pada bayi cukup bulan kekurangan zat
besi dari asupan gizi jarang menyebabkan
anemia sampai setelah enam bulan. Pada
bayi prematur, kekurangan zat besi dapat
terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir.
Penyakit terkait kromosom X seperti defi siensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),
harus dipertimbangkan pada anak laki-laki.
Defi siensi piruvat kinase bersifat autosomal
resesif dan berhubungan dengan anemia
hemolitik kronis.
2.1.2
Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
:
14,15
1)
Gangguan pembentukan
eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti
m
ineral (besi, tembaga),
v
itamin (B12, asam
f
olat),
a
sam amino,
serta
gangguan
pada sumsum tulang.
2)
Perd
a
rahan
P
erdarahan baik akut maupun
kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi.
3)
Hemolisis
Hemolisis adalah
proses penghancuran
eritrosit
.
2.1
.3
Klasifikasi
B
erdasarkan gambaran morfologik,
anemia diklasifikasikan
menjadi tiga
j
enis anemia
:
13,16
1)
Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom dise
babkan oleh karena perdarahan
akut, hemolisis, dan penyakit
-
penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang.
Terjadi
penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan
perubahan konsentrasi hemoglobin
(Indeks eritrosit
normal
pada anak
:
MCV
73

101
fl, M
CH 23

31
pg
, MCHC 26

35
%
)
,
bentuk dan
ukuran eritrosit.
2)
A
nemia makrositik
hiperkrom
Anemia dengan
ukuran eritrosit yang
lebih besar dari normal
dan
hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya
lebih dari normal.
(
Indeks eritrosit
pada anak
MCV
> 73
fl, MCH =
> 31
pg, MCHC =
>
35
%).
Ditemukan
pada
a
nemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,
asam folat), serta
a
nemia makrositik non
-
megaloblastik (penyakit hati,
dan
myelodisplasia)
3)
Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan u
kuran eritrosit yan
g lebih kecil
dari
normal
dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV <
73
fl,
MCH <
23
pg, MCHC
26
-
35
%)
.
Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
1)
Berkuran
gnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2)
Berkurangnya sintesi
s globin: Th
alasemia
dan
H
emoglobinopati
.
3)
Berkurangnya
sintesis heme: Anemia
Sideroblastik
.

Anda mungkin juga menyukai