Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih
besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis
lainnya. Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari
keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa. Tidak hanya menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarga, meliputi
sikapsikap penolakan, penyangkalan, dan disisihkan. Penderita gangguan jiwa mempunyai
resiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Mereka sering sekali disebut sebagai
orang gila (insanity atau madness). Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau
pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa.
Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas, kehidupan
sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena gejala
ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apapun harus segera
mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita,
keluarga dan masyarakat (Sulistyorini, 2013).
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius di dunia.
WHO (World Health Organization) (2013) menegaskan jumlah klien gangguan jiwa di
dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami
masalah gangguan jiwa. Di Indonesia jumlah klien gangguan jiwa mencapai 1,7 juta yang
artinya 1 sampai 2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa dan
di Jawa Barat sendiri klien gangguan jiwa mencapai 465.975 orang serta tiap tahunnya
akan terus meningkat (Riskesdas 2013). Banyaknya kasus tentang gangguan jiwa ini bisa
menghabiskan biaya pelayanan kesehatan yang besar bagi pemerintah.
Pada Era Globalisasi dan persaingan bebas ini kecenderungan terhadap peningkatan
gangguan jiwa semakin besar, hal ini disebabkan karena stresor dalam kehidupan semakin
kompleks. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi,
tekanan di pekerjaan dan diskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa
(Sulistyorini, 2013).

1
Pemerintah dalam menangani permasalahan stigma ini adalah dengan mengadakan
pelayanan, penyuluhan dan penanganan yang terintegrasi berbasis pelayanan kesehatan
primer (puskesmas), yang menjangkau seluruh area sampai ke area yang sulit dijangkau.
Pemerintah juga mengadakan program pelatihan bagi semua pelayanan kesehatan termasuk
kader masyarakat, yang nantinya akan disosialiasikan di masyarakat yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gangguan jiwa dan nantinya diharapkan
bisa mengurangi akan stigma ini (Purnama, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka gangguan jiwa merupakan masalah yang akan
meningkat pada era globalisasi karena stressor dalam kehidupan yang semakin meningkat.
Maka perlu penanganan yang tepat untuk menangani masalah gangguan jiwa tersebut.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menjelaskan penggolongan diagnose gangguan jiwa.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
a. Mendefinisikan gangguan jiwa (Skizofrenia, Psikosis, Bipolar, Depresi, Gangguan
Kepribadian, Disorientasi Seksual)
b. Mengidentifikasi tanda gejala (Skizofrenia, Psikosis, Bipolar, Depresi, Gangguan
Kepribadian, Disorientasi Seksual)
c. Menjelaskan psikodinamika-psikopatologi (Skizofrenia, Psikosis, Bipolar, Depresi,
Gangguan Kepribadian, Disorientasi Seksual)
d. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan (Skizofrenia, Psikosis,
Bipolar, Depresi, Gangguan Kepribadian, Disorientasi Seksual)

1.3 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menanbah wawasan, ilmu
pengetahuan dan memperkuat teori serta dapat dijadikan sebagai sumber acuan untuk
konsep penggolongan diagnose gangguan jiwa

2
2. Manfaat praktis
a. Penulis
Hasil makalah ini memberikan wawasan tentang konsep penggolongan diagnosa
gangguan jiwa
b. Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi dan pembelajaran bagi institusi untuk
pengembangan mutu dimasa yang akan datang
c. Penulis lain
Hasil makalah ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan dalam pembuatan makalah
khususnya tentang konsep penggolongan diagnose gangguan jiwa.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SKIZOFRENIA
1. Definisi

Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi, klien, cara


berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialnya .

Skizofrenia suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses
fikir serta disharmoni (keretakan dan perpecahan) antara proses fikir, efek atau emosi, kem
auan dan psikomotor di sertai distorsi kenyataan , terutama karena waham dan halusinasi ;
asosiasi terbagi – bagi sehingga timbul inkoherensi. Skizofrenia merupakan bentuk psikosa
yang banyak di jumpai di manapun namun faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi
secara jelas.

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala dari skizofrenia ada 2 macam, yaitu :
a) Gejala Primer
 Gangguan proses pikir ( bentuk ,langkah dan isi pikiran ). Yang paling menonjol
adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
 Gangguan efek emosi
 Terjadi kedangkalan efek emosi
 Paramimi dan paratimi
 Emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai satu – kesatuan
 Emosi berlebihan
 Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
 Gangguan kemauan
- Terjadi kelemahan kemauan
- Prilaku negativism atas permintaan
- Otomatisme : merasa pikiran atau perbuatannya di pengaruhi oleh orang lain
 Gejala psikomotor
- Stupor dan hiperkinesia , logorea dan neologisme

4
- Stereotipi
- Katelipsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
- Echolalia dan echopraxsia
- Autisme.
b) Gejala Sekunder
 Waham
 Halusinasi

3. Psikodinamika-Psikopatologi

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, dan
merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Kerusakan ego memberikan konstribusi
terhadap munculnya simtom skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi
interprestasi terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari dalam. Sedangkan
pandangan psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus
menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak -anak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Simtom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap factor pemicu/pencetus, dan erat kaitanya dengan
adanya konflik. Simtom negatife berkaitan erat dengan factor biologis, sedangkan
gangguan dalam hubungan.

4. Penatalaksanan
 Pertahankan lingkungn dalam tingkat stimulus yang rendah
 Observasi secara ketat perilaku klien
 Singkirkan semua benda berbahaya
 Berikan obat tranquilizer
 Hindari kontak pisik
 Hindari tertawa, berbisik di dekat pasien
 Jujur dan menepati janji dengan pasien
 Periksa mulut pasien setelah minum obat
 Motivasi untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
 Observasi tanda halusinasi

5
 Hindari menyentuh pasien secara tiba – tiba , yakinkan bahwa ia aman di sentuh
 Sikap menerima dan mendorong pasien menceritakan halusinasi
 Jangan mendukung halusinasi
 Alihkan perhatian pasien dari halusinasi
 Tunjukkan sikap menerima keyakinan pasien tanpa sikap mendukung
 Tidak membantah atau menyangkal keyakinan pasien
 Bantu pasien untuk menghubungkan keyakinan yang bsalah dengan peningkatakan
kecemasan
 Fokus dan kuatkan realitas
 Bantu dan dukung pasien dalam mengungkapkan secara verbal , perasaan ansietas ,
takut , dan tidak aman

B. PSIKOSIS
1. Definisi

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of
reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada
perasaan, pikiran, kemauan, dan motorik, sehingga perilaku penderita tidak sesuai lagi
dengan kenyataan.Perilaku penderita Psikosis tidak dapat di mengerti oleh orang normal,
sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila (W.F.Maramis, 2012).
Dapat juga digambaran tentang psikosis yang intinya sebagai berikut.
a. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa, yang
terjadi pada semua aspek kepribadian.
b. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas,penderita
hidup dalam dunianya sendiri.
c. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak menyadari
bahwa dirinya sakit.
d. Usaha menyembuhkan psikosis tak bias dilakukan sendiri oleh penderita, tetapi
hanya bisa dilakukan oleh pihak lain.
e. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.

6
2. Tanda dan Gejala
Penyebab gejala penyakit mental yang lazim diklasifikasikan sebagai "organik" atau "f
ungsional". Kondisi organic terutama medis atau patofisiologi, sedangkan,kondisi fungsion
al ter utama psikiatris atau psikologis. DSM IVTR tidak lagi mengklasifikasikan gangguan
psikotik sebagaifungsional atau organik.Melainkan daftar penyakit psikotik tradisional, psi
kosis karena kondisi KedokteranUmum, dan psikosis yang diinduksi Zat. Orang dengan
psikosis mungkin memiliki satu atau lebih dari berikut ini: halusinasi, delusi, atau
gangguanberpikir, seperti yang dijelaskan di bawah ini :

a) Halusinasi
Sebuah halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensorik tanpa adanya
rangsangan eksternal.Mereka berbeda dari ilusi, atau distorsipersepsi, yang merupakan
persepsi dari rangsangan eksternal.Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari lima
indra dan mengambil hampir semua bentuk, yang mungkin termasuk sensasi sederhana
(seperti lampu, warna, rasa, dan bau) dengan pengalaman lebih bermakna seperti
melihat dan berinteraksi dengan hewan sepenuhnya terbentuk dan orang-orang,
mendengar suara, dan memiliki sensasi taktil kompleks .Halusinasi pendengaran,
terutama pengalaman mendengar suara-suara, adalah fitur umum dan sering menonjol
dari psikosis. Suara halusinasi mungkin berbicara tentang, atau, orang, dan mungkin
melibatkan beberapa pembicara dengan personal berbeda.Halusinasi auditori
cenderung sangat menyedihkan ketika mereka merendahkan, memerintah atau
dibicarakan. Namun, pengalaman mendengar suara-suara tidak perlu selalu menjadi
salah satu yang negatif.
b) Delusi
Psikosis mungkin melibatkan keyakinan delusional, beberapa di antaranya parano
id di alam. Karl Jaspers telah mengklasifikasikan delusi psikotikke'' primer'' dan''sekund
er jenis''. Delusi primer didefinisikan sebagai yang timbul secara tiba-
tiba dan tidak dipahami dalam hal proses mental normal, sedangkan delusi sekunder
dapat dipahami sebagai dipengaruhi oleh latar belakang seseorang atau situasi (misalny
a, orientasi seksual atau etnis, agama, keyakinan takhayul).

7
c) Gangguan pikiran
Gangguan pikiran menggambarkan gangguan yang mendasari pikiran sadar dan
sebagian besar diklasifikasikan oleh efek pada berbicara dan menulis.Orang yang
terkena dampak menunjukkan melonggarnya asosiasi, yaitu, pemutusan dan
disorganisasi dari isi semantic berbicara dan menulis. Dalam pidato bentuk parah
menjadi dimengerti dan dikenal sebagai "kata-salad".

3. Psikodinamika-Psikopatologi
Citra otak pertama seorang individu dengan psikosis selesai sejauh 1935
menggunakan teknik yang disebut pneumoen cephalography (prosedur yang menyakitkan
dan sekarang usang di mana cairan serebro spinal dikeringkan dari seluruh otak dan
digantikan dengan udara untuk memungkin kan struktur otak untuk menunjukkan lebih
jelas pada gambar X-ray).
Tujuan dari otak adalah untuk mengumpulkan informasi dari tubuh (nyeri, kelaparan,
dll), dan dari dunia luar, menafsirkannya dengan pandangan dunia yang koheren, dan
menghasilkan tanggapan yang berarti.Informasi dari indera masuk keotak di daerah
sensorik primer. Mereka memproses informasi dan mengirimkannya ke daerah sekunder
dimana informasi itu ditafsirkan.Aktivitas spontan di daerah sensorik primer dapat
menghasilkan halusinasi yang disalah artikan oleh daerah sekunder sebagai informasi dari
dunia nyata.Misalnya, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku mendengar
suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks pendengaran primer, atau bagian otak
yang terlibat dalam persepsi dan pemahaman berbicara.
Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes sekunder dan
menciptakan pandangan dunia yang koherenitu.Sebuah studi yang menyelidiki perubahan
structural dalam otak orang dengan psikosis menunjukkan ada pengurangan materi abu-abu
yang signifikan di kanan temporal medial, lateral yang temporal dan inferior frontal gyrus,
dan di korteks cingulate bilateral orang sebelum dan setelah mereka menjadi psikotik.
Namun, fitur utama psikosis bukan halusinasi, tetapi ketidakmampuan untuk
membedakan antara rangsangan internal dan eksternal.Kerabat dekat kepada pasien
psikotik mungkin mendengar suara-suara, tapi karena mereka sadar bahwa mereka tidak
nyata mereka dapat mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak mempengaruhi

8
persepsi realitas mereka.Oleh karena itu mereka tidak dianggap sebagai psikotik.Psikosis
telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin neurotransmitter.Secara khusus,
hipotesis dopamine psikosis telah berpengaruh dan menyatakan bahwa hasil psikosis dari
overactivity fungsi dopamin di otak, khususnya di jalur mesolimbic.Dua sumber utama
bukti yang diberikan untuk mendukung teori ini adalah bahwa reseptor dopamin D2
memblokirobat (yaitu, antipsikotik) cenderung mengurangi intensitas gejala psikotik, dan
bahwa obat yang meningkatkan aktivitas dopamin (seperti amfetamin dan kokain) dapat
memicupsikosis pada beberapa orang.
Hal ini juga tampak nyaman jadi kasus bahwa orang yang lebih kreatif juga lebih
cenderung menunjukkan pola yang sama dari aktivasi otak . Beberapa peneliti telah cepat
untuk menunjukkan bahwa ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa, pengalaman mistik
atau kreatif paranormal dengan cara apapun'' sendiri'' gejala penyakit mental, karena
masih belum jelas apa yang membuat beberapa pengalama tersebut bermanfaat dan lain
menyedihkan.

Pada psikosis ini penderita sudah tidak dapat menyadari apa penyakitnya, karena
sudah menyerang seluruh keadaan netral jiwanya. Ciri-cirinya meliputi :
o Disorganisasi proses pemikiran
o Gangguan emosional
o Disorientasi waktu, ruang
o Sering atau terus berhalusinasi.

4. Penatalaksanaan
Pengobatan psikosis tergantung pada penyebab atau diagnosis atau diagnosis
(sepertiskizofrenia,gangguan bipolar dan / atau substansi keracunan). Pengobatan dini
pertama bagi banyak gangguan psikotik adalah obat antipsikotik (injeksi lisan atau
intramuskular), dan kadang-kadang diperlukan rawatinap. Ada bukti yang berkembang
bahwa terapi perilaku kognitif dan terapi keluarga dapat efektif dalam mengelola gejala
psikotik.Bila pengobatan lain tidak efektif untuk psikosis, terapi electroconvulsive (ECT)
(alias terapikejut) kadang-kadang digunakan untuk meringankan gejala yang mendasari
psikosis karena depresi. Ada juga peningkatan penelitian menunjukkan bahwa terapi

9
bantuan hewan dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan umum penderita
skizofrenia.

C. BIPOLAR
1. Definisi

Gangguan Bipolar atau penyakit bipolar adalah jenis penyakit psikologi, yang ditandai
dengan perubahan mood/suasana hati yang sangat ekstrim. Suatu ketika seorang penderita
bipolar disorder, bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Namun lain waktu,
ia bisa tiba-tiba menjadi sangat pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan
untuk bunuh diri (depresi). Bagi pengidap penyakit bipolar akut, dua mood yang bertolak
belakang ini bahkan bisa dialami secara bergantian setiap harinya.
Gangguan Bipolar adalah penyakit jangka panjang yang harus dikelola secara hati-hati
sepanjang kehidupan seseorang. Oleh karena itu, perawatan yang dilakukan harus selalu
mendapat dukungan dari keluarga dan teman dan mencari pemahaman apa yang diakibatkan
penyakit ini kepada orang yang mereka cintai dan mengapa mereka memperlihatkan tingkah
laku seperti itu.

2. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda dan gejala gangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang
berbeda. Hal ini tergantung dalam jenis mood episodes (episode-episode suasana hati) yang ia
derita yaitu mania dan depresi. Adakalanya, episode suasana hati penderita mencakup gejala-
gejala dari keduanya. Ini disebut keadaan campuran (mixed state). Saat mengalami episode
mania, penderita merasakan sensasi bahagia, optimis berlebihan, melakukan aktivitas lebih dari
biasa, sangat bertenaga, kurang kebutuhan untuk tidur, banyak ide, cerewet tak terkendali dan
sulit diinterupsi. Penderita dalam episode ini juga ditandai dengan tindakan yang berbahaya
tanpa perhitungan matang. Aktivitas psikomotor dan dorongan seksual juga meningkat.
Pada episode depresi, penderita mengalami gangguan tidur (insomnia), gangguan selera
makan, perasaan cemas yang berkepanjangan, sering menangis atau ingin menangis tanpa
alasan yang jelas, merasa sunyi dan hampa serta muncul keinginan bunuh diri. Seringkali
penderita jadi tidak rapi penampilannya, kurang peduli kebersihan, berbicara lambat, hampir
takpunya inisiatif dan tak lagi berminat pada sesuatu yang tadinya disukai. Namun ada juga
saat tertentu, penderita mengalami episode campuran (mania dan depresi). Suatu saat mungkin
10
ia merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, banyak ide-ide yang berlalu-lalang di
kepala, agresif (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi
sebaliknya (depresi). Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif
cepat.

3. Psikodinamika – Psikopatologi
 Masalah dengan primary support group, misalnya: kematian anggota keluarga; masalah
kesehatan dalam keluarga; kekacauan keluarga disebabkan oleh perpisahan, perceraian,
atau kerenggangan; pengusiran dari rumah; orang tua menikah lagi; kekerasan secara
fisik dan seksual; proteksi yang berlebihan dari orang tua; menyia-nyiakan anak;
disiplin yang lemah; perselisihan dengan saudara kandung; kelahiran saudara kandung.
 Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial, misalnya: kehilangan atau kematian
teman; dukungan sosial yang lemah; hidup sendiri; kesulitan dalam akulturasi;
diskriminasi; penyesuaian pada transisi siklus kehidupan (misalnya masa pensiun).
 Masalah pendidikan, misalnya: buta huruf, masalah akademis, perselisihan dengan guru
atau teman sekelas; lingkungan sekolah yang tidak memadai
 Masalah pekerjaan, misalnya: pengangguran, ancaman kehilangan pekerjaan, jadwal
kerja yang membuat stres, kondisi kerja yang sulit; ketidakpuasan pada pekerjaan;
perubahan pekerjaan; perselisihan dengan atasan atau rekan sekerja
 Masalah perumahan, misalnya: tidak memiliki rumah, perumahan yang tidak layak,
hubungan dengan tetangga yang tidak nyaman, perselisihan dengan tetangga atau
pemilik tanah
 Masalah ekonomi, misalnya: kemiskinan yang ekstrem; keuangan yang tidak memadai;
dukungan kesejahteraan yang buruk
 Masalah akses ke pelayanan kesehatan, misalnya: pelayanan kesehatan yang tidak
memadai; tidak tersedia alat transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan; asuransi
kesehatan yang tidak cukup
 Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal, misalnya: penahanan; penuntutan
hukum; korban tindakan kriminal

11
 Masalah psikososial dan lingkungan lain, misalnya: terkena bencana alam, perang,
kekerasan lain; perselisihan dengan pengasuh yang bukan anggota keluarga seperti
konselor, pekerja sosial atau dokter; tidak tersedia lembaga pelayanan sosial.

4. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Meskipun gangguan bipolar termasuk gangguan kejiwaan yang bersifat kronik,
serius dan sering berpotensi fatal (bunuh diri), gangguan ini sesungguhnya dapat
diobati. Dengan penatalaksanaan yang lengkap, berkesinambungan dan komprehensif,
maka penderita gangguan bipolar akan dapat nyaman menikmati kehidupannya.
Penyakit bipolar dapat dirawat dengan kombinasi dari terapi psikologis dan obat. Tahap
pertama dari setiap orang yang mengidap penyakit ini adalah diagnosa dari psikiater
sebelum terapi atau obat diberikan. Lithium (Eskalith, Lithobid) adalah obat yang
paling umum diresepkan untuk orang-orang dengan penyakit bipolar. Pasien juga dapat
diobati dengan obat antipsikotik terutama untuk episode mania.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Kaji kemampuan,dukungan dan minat klien
Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien
Bimbing klien melakukan hubungan interpersonal yang positif
Beri reinforcement positif terhadap keterampilan sosial yang efektif
Dorong klien memulai hubngan sosial yang lebih luas (perawat,klien lain ).
Berikan obat sesuai indikasi.

D. DEPRESI
1. Definisi

Depresi adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologis dan
komponen somatik yang terjadi akibat kesedihan yang panjang. Depresi juga merupakan
gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak
diatasi, maka seseorang dapat jatuh ke fase depresi. Orang yang mengalami depresi
umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan
gerakan tingkah laku serta kognisi. Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati (afek)

12
yang ditandai dengan afek distorik atau kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas
sehari-hari disertai dengan temuantemuan lain seperti gangguan tidur dan perubahan selera
makan.

Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-
gejala psikologik lainnya, gangguan somatic maupun gangguan psikomotor dalam kurun
waktu tertentu dan digolongkan kedalam gangguan afektif. Depresi dalam penggunaan
istilah sehari-hari biasanya dikaitkan dengan perasaan sedih, murung, putus asa, merana
dan tidak bahagia. Depresi dapat juga berupa sekumpulan gejala atau sindroma (disertai
perubahan kognitif, psikomotor dan vegetatif) atau merupakan kesatuan penyakit (dengan
gambaran klinis yang khas, dasar riwayatnya dan hubungan dengan keadaan biologisnya).

2. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari depresi adalah sebagai berikut :
Aspek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gaerah hidup menurun, tidak semangat,
merasa tidak berdaya.
Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan
Nafsu makan menurun
Berad badan menurun
Konsentrasi dan daya ingat menurun
Gangguan tidur : insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia
(terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi-mimpi yang
tidak menyenangkan, misalnya mimpi ketemu orang yang telah meninggal.
Agitasi atau reterdasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tidak berdaya)
Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas
menurun, produktivitas juga menurun
Gangguan seksual (libido menurun)
Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.

13
3. Psikodinamika dan Psikopatologi
Penyebab utama depresi pada umumnya adalah rasa kecewa dan kehilangan. Tidak
ada orang mengalami depresi bila kenyataan hidupnya sesuai dengan keinginan dan
harapannya. Adapun yang menyebabkan seseorang mengalami depresi dengan beberapa
faktor seperti dibawah ini : ( Prabowo, 2014).
a) Kekecewaan
Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi jengkel,
tidak dapat berpikir sehat atau kejam pada saat-saat khusus jika cinta untuk iri sendiri
lebih besar dari pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka,
tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka itu
direnungkan terus-menerus akan menyebabkan kekesalan dan keputusasaan.
b) Kurang rasa harga diri
Ciri-ciri univeersal yang lain dari orang depresi adalah kurangnya rasa harga diri,
sayangnya kekurangan ini cenderung dilebih-lebihkan menjadi ekstrim, karena harapan-
harapan yang realistis membuat dia tidak mampu merestor dirinya sendiri, hal ini
memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya sempurna yang tak pernah
puas dengan prestasi yang dicapainya.
c) Perbandingan yang tidak adil
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai baik dari
kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka depresi mungkin terjadi.
d) Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organic contoh individu yang
mempunyai penyakit kronis kanker payudara dapat menyebabkan depresi.
e) Akitivitas Mental yang Berlebihan
Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
f) Penolakan
Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak terpenuhi
maka terjadilah depresi.

14
4. Penatalaksanaan

Pasien yang mengalami depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat penyakit,
umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya (Prabowo, 2014).

a) Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian dan
optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekpresikan hal-hal yang
membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan bantulah
untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal, pekerjaan,
menyewa rumah), arahkan pasien terutama pada periode akut dan bila pasien tidak aktif
bergerak.
b) Terapi fisik
Semua depresi mayor dan depresi minor yang tidak membaik membutuhkan
antidepresan (70%-80% pasien berespon terhadap antidepresan), meskipun yang
mencetuskan jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulai dengan SSRI atau salah satu
anti depresan terbaru. Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau
MAOI (terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa obat yang efektif
bila obat yang pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek samping dan bahwa
antidepresan dapat mencetuskan episode manic pada beberapa pasien bipolar (10%
dengan TCA, dengan SSRI lebh rendah, tetapi semua konsep tentang “presipitasi
manic” masih diperdebatkan). Setelah sembuh dari depresi pertama, obat dipertahankan
untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan, meskipun demikian pada beberapa pasien
setelah satu atau lebih kekambuhan, membutuhkan obat rumatan untuk periode
panjang. Antidepresan saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi psikosis unipolar.
Psikotik, paranoid atau pasien sangat agistasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau
bersama-sama dengan antidepresan, litiun atau ECT antideresan antipikal yang baru
saja terlihat efektif. ECT merupakan terapi terpilih yaitu :
Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan
Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut)
Pada beberapa depresi psikotik

15
Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misalnya, pasien tua yang
berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respon.

E. Gangguan kepribadian
1. Definisi
Penelitian tentang gangguan kepribadian sering digagalkan oleh berbagai masalah,
akibatnya, penggunaan diagnosis tersebut masih dipertanyakan. Gangguan kepribadian
adalah pola perilaku yang mengakar dan terus-menerus yang bermanifestasi pada diri
mereka sendiri sebagai respon yang tidak dapat berubah-ubah terhadap situasi pribadi dan
situasi yang luas ( Davies T. & Craig, 2009).
Gangguan ini berkaitan dengan cara pikir, menerima dan merespon secara emosional,
yang sangat berbeda dibandingkan dengan yang umumnya, diterima dalam budaya pasien.
Akibatnya, pasien cenderung menunjukkan respon stereotype berupa pengulangan terbatas
yang berat pada berbagai masalah sosial dan personal. Pola-pola tersebut biasanya terlihat
pada akhir masa kanak-kanak atau dewasa muda, tetapi adanya persyaratan stabilitas dan
menetapnya gejala, mengatasi penggunaan istilah “gangguan” pada orang dewasa muda (
Davies T. & Craig, 2009).

2. Tanda dan Gejala


Dinamika Gangguan Kepribadian Kluster A
a) Gangguan Kepribadian Paranoid
 Tidak percaya pada orang lain akibat adanya perasaan curiga yang berelebihan dan
menganggap bahwa ada orang lain yang akan mengeksploitasikan dirinya
 Ragu terhadap loyalotas orang lain yang ada disekitar
 Penuh dengan dendam dan kebohongan yang pernah dialaminya
 Penuh dengan perasaan curiga dan selalu berulang-ulang kepada itra seks
 Selalu tidak percaya dengan norma, sehingga perilakunya selalu menentang normal
 Interpretasi yang salah sehinggga sering timbul perilaku agreif
 Penuh dengan perasaan kecurigaan yang bersifat argumentative, keluhan dan sikap
bermusuhan, sehingga dia sensitive terhadap kritikan
b) Gangguan Kepribadian Skizoid

16
 Cenderung menyendiri dan perilaku pelepasan dalam hubungan sosial dari berbagai
ragam emosional yang tidak terbatas
 Perasaan dan sikap dingin secara emosional kepada orang lain
 Minimnya hubungan interpersonal dan keluarga
 Minat terhadap hubungan seksual sangat terbatas
 Tidak bersahabat dan tidak peduli pada pujian atau kritikan orang
c) Gangguan Kepribadian Shkizotipe
 Sering kali terisolasi secara sosial dan berperilaku pasif
 Penuh rasa curiga dan memiliki keyakinan yang aneh-aneh
 Kurang bersahabat dengan orang lain
 Pikiran yang tidak signifikan berhubungan langsung dengan orang lain
 Merasa dan percaya bahwa diriya mampu berkomunikasi secara telepati atau
cenayang. Sering mengalami ilusi dan halusinasi
 Sering mengalami distorsi perceptual, namun tidak ekstrem
 Curiga yang berlebihan dan distorsi kognitif
 Perseptul yang eksentrik
 Perasaan yang tidak pas dan sangat terbatas
 Adanya kecemasan sosial
 Konsisi ini berhubungan dengan gangguan paranoid

Dinamika Gangguan Kepribadian Kluster B

a) Gangguan Antisosial
 Tidak mematuhi norma yang berlaku
 Ketidakpedulian dalam pelanggaran hak-hak orang lain
 Cenderung mencuri milik orang lain
 Pembohong, menipu, memperdaya orang lain
b) Gangguan kepribasian Ambang
 Pola kehidupan kacau balau
 Suasana perasaan yang tidak stabil
 Mudah marah yang intens ke depresi dalam waktu yang singkat

17
 Kebosanan kronis dalam memahami identitas dirinya
 Pola hubungan interpersonal yang instabil
c) Gangguan Kepribadian Histrionik
 Ekspresi emosi yang berlebihan
 Self-centered
 Perilaku suka menggoda dan sangat peduli pada pnampilan
 Impresionistik, bicara tidak jelas dan tidak detail
 Member keterangan yang tidak terperinci
 Overdramatic, kesombongan dan sikap menggoda
d) Gangguan kepribadian narsistik
 Membayngkan bahwa dirinya orang penting secara berlebhan
 Tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain
 Tidak memiliki perasaan sesnsitif terhadap orang lain
 Cenerung mengalmai grandiosity
 Senang mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan dirinya
 Sifat iri hati
Dinamika Gangguan Kepribadian Kluster C
a) Gangguan kepribadian menghindar
 Sifat sensitive pada pendapat orang lain
 Takut dikritik atau ditolak dan apatis dalam hubungan sosial
 Pesismis dan pola pervasift dalam hubungan sosial
 Perasaan tidak adekuat, hipersensitif, dan takut dipermalukan
b) Gangguan Kepribadian Dependen
 Sangat tergantung pada orang lain dalam membuat keputusan
 Suka menyukai pendapat orang lain daripada pendapatnya sendiri
 Sikap submisif, penakut dan pasif
 Perasaan tidak adekuat dalam hubungan interpersonal
 Sangat tergantung pada kebutuhan akan dukungan orang lain
c) Gangguan Kepribadian Obsesi-Kompulsif
 Adanya fiksasi untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan benar

18
 Teliti dan cermat pada pekerjaan
 Tidak fleksibel dalam hubungan moral, etika, norma-norma
 Mengharapkan orang agar selalu mengikuti cara-caranya
 Takut tidak memiliki simpanan, terutama jika terjadi bencana

3. Penatalaksanaan Medis – Penatalaksanaan Keperawatan


a) Penatalaksanaan Keperawatan

1) Kepribadian Histerik

 Bekerja sama dengan klien dan keluarga


 Terapi perilaku untuk membantu pencapaian tumbang
 Bantu orang tua untuk mendisiplinkan anak
 Bantu anak beradapatasi dalam kelompok
 Respon perawat untuk dipengaruhi gender
2) Kepribadian narsistik

 Bantu klien mengemembangkan harga diri yang kuat


 Fasilitasi ledakan rasa marah dan bermusuhan
 Tanggapi setiap perilaku klien
 Beri penjelasan singkat, jelas dan terbatas
 Bantu klien menyadari perasaan, kemampuan dan keterbatasannya
 Tetapkan harapan yang jelas, konsisten & amp; mantap
 Bantu klien melepaskan diri dari pengalaman yang menyakitkan
 Beri umpan balik perilaku klien
 Libatkan dalam terapi kelompok
 Lakukan terapi keluarga
3) Kepribadian Borderline
 Ciptakan lingkungan yang terapeutik.
 Kerja sama dengan klien dan keluarga.
 Lakukan kontrak dengan klien dalam pencapaian tujuan.
 Hindari tawar menawar.
 Gunakan contoh peran, teknis re-inforcement.

19
 Konfrontasi perilaku klien yang tidak sesuai.
 Identifikasi perilaku destruktif & amp; pantau perilaku regresi penanganan
segera.
 Identifikasi kebutuhan klien yang membutuhkan.
 Libatkan dalam terapi kelompok.
 Berikan terapi dengan tepat.
4) Kepribadian Tergantung

 Rancang batasan usia yang sesuai dan konsisten.


 Libatkan keluarga dan orang terdekat.
 Hindari perilaku balas dendam dan tekankan tanggung jawab terhadap perilaku,
pikiran dan perasaan.
 Beri kesempatan untuk mengontrol kehidupan perilakunya.
 Tunjukkan penerimaan/ pengakuan terhadap keputusan klien.
 Tetap beri informasi tentang kegiatan terapi.
 Arahkan klien pada pemikiran rencana masa depan.
5) Kepribadian Kompulsif
 Ekspresif psikoterapi.

 Diskusikan efek stress dan beri saran.


 Cegah ketidakjelasan.
 Beri penekanan pada kebutuhan dengan contoh konkrit.
 Strategi perilaku dan kognitif sangat berguna.
 Terapi kelompok untuk orang tua dan keluarga.
6) Kepribadian Menghindar

 Bina hubungan saling percaya.


 Bantu klien menerima kritik orang lain.
 Bantu klien mengkritik diri sendiri.
 Bantu klien agar keluar dari lingkaran kritik dengan mengkonfrontasi
kesepiannya.
 Bantu klien untuk sosialisasi dan mendapat teman.
 Beri re-inforcement akan kemampuan yang telah dimiliki klien.

20
7) Kepribadian Pasif – Agresif

 Beri batasan perilaku dan lingkungan.


 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan secara konstruktif.
 Beri kesempatan berpengalaman dalam kelompok.
 Tingkatkan hubungan social.
 Lakukan terapi perilaku.
8) Kepribadian Skizoid
 Lakukan kontrak P – K.
 Tingkatkan sosialisasi.
 Hindari isolasi dan perawatan institusional.
 Libatkan dalam terapi okupasi dan terapi kelompok

b) Penatalaksanaan medis
1) Psikoterapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok,
karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan
harus diingat bahwa kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli
terapi yang terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan
ketergantungan yang dalam, masalah seksual dan keinginan untuk keintiman dapat
meningkatkan ketidakpercayaan pasien.
2) Farmakoterapi. Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan.
Pada sebagian besar kasus, obat anti anxietas seperti diazepam dapat digunakan.
Pemberian obat anti anxietas di indikasikan atas dasar adanya kecemasan dan
kekhawatiran yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan individu tidak
mampu beristirahat dengan tenang. Diazepam dapat diberikan secara oral dengan
dosis anjuran 10-30 mg/hari dengan 2-3 kali pemberian. Atau mungkin perlu untuk
menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine atau haloperidol, dalam dosis kecil
dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat
delusional. Obat anti psikotik pimozide bisa digunakan untuk menurunkan gagasan
paranoid.

21
F. DISORIENTASI SEKSUAL
1. Definisi
Gangguan depresi adalah gangguan perasaan yang di tandai dengan adanya perasaan
sedih yang berkepanjagan dan terus menerus yang dapat mengganggu kehidupan sosial dan
kondisi fisik yang meurun (Pieter,2010).
Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya depresi yaitu :
- Strees berat
- Penyakit fisik kronis
- Kematian anggota keluarga
- Kematiian orang yang di cintai
- Perceraian atau kehilangan pekerjaan.
Selama orang mengalami depresi akan terjadi ketidakseimbangan dalam pelepasan
neurotransmiter serotin mayor, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam gama
aminobutrik. Selama tahap depresi seseorang akan mengalami defisiensi dalam
neurotransmiter dasar yang memengaruhi enzim yang mengatur dan memproduksi bahan-
bahan kimia ini. Selain itu, juga hipotalamus hipofisis adrenalin yang mengatur pelepasan
kortisol tida berfungsi dengan baik.

2. Tanda dan Gejala


a) Gejala fisik
 Sakit kepala atau pusing
 Nyeri lambung dan mual bahkan muntah-muntah
 Nyeri dada dan sesak nafas
 Gangguan tidur
 Jantung berdebar-debar
 Tidak nafsu makan atau makan berlebihan
 Diare
 Lesu dan tidak bergairah
 Gerakan lambat
 Barat badan turun

22
 Gangguan menstruasi, impotensi dan tidak respons pada hubungan seks
(Pieter,2010).
b) Gejala psikologis
 Mudah marah dan gampang tersinggung
 Perasaan minder atau tidak percaya diri
 Malu, cemas dan bersalah
 Merasa tidak berguna
 Merasa terbebani
 Menyendiri
 Tidak mau bergaul
 Merasa tidak nyaman jika berkomunikasi
 Merasa diri terasing dalam lingkungan dan putus asa
 Mengalami halusinasi
 Tidak memedulikan diri
 Tidak tanggap pada situasi lingkungan
 Ada keinginan bunuh diri
 Tidak memerhatikan pola kebersihan dirinya (Pieter,2010).

3. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
 Antidepresan tisiklik (TCA)
 Selectif serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
 Antidepresan golongan serotonin atau norepinefrin reuptake inhbitor (SNRI)
 Antidepresan golongan aminoketon
 Antidepresan triazolopiridin
 Antidepresan golongan tetrasiklik
 Mono amine oxidase inhibitor (MAOI)

23
b) Terapi non-farmakologi
 Psikoterapi
Psikterapi adalah terapi yang digunakan untuk meghilangkan atau mengurangi
keluan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologi atau pola periaku
maladaptive. Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional
antara terapis dengan pasien (Novita,2010).
 Electroconvulsive therapy (ECT)
Electroconvulsive therapy (ECT) adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke
otak (Novita,2010). Terapi ini merupakan terapi yang aman dan efektif untuk
penyakit mental terentu, termasuk untuk depresi mayor. Terapi dengan
elektrokonvulsif terapi dilakukan ketika repon yang ceat dibutuhkan (Novita,2010).

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

1. Saran penulis sebaiknya para pembaca menumbuhkan niat untuk lebih mencari tahu
informasi tentang penggolongan diagnosa pada keperawatan jiwa.
2. Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan Saran terhadap makalah
penggolongan diagnosa pada keperawatan jiwa, penulis yang masih banyak
kekurangan dan perlu banyak perbaikkan dalam penulisan makalah penggolongan
diagnosa pada keperwatan jiwa.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyorini, Nopyawati, 2013, Hubungan pengetahuan tentang ganggun jiwa terhadap sikap
masyarakat kepada penderita gangguan jiwa di wilayah kerj puskesma colomadu 1, available at
eprints.ums.ac.id/25557/13/Naskah_Publikasi.pdf, diakses tanggal 03 Maret 2017

Purnama, Gilang. 2016, Gambaran Stigma masyarakat terhadap klien gangguan jiwa di RW 09
desa Cileles Sumedang, available at ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/article/download/2850/1968,
diakses tanggal 03 Maret 2017

26

Anda mungkin juga menyukai