Anda di halaman 1dari 13

TUGAS UNDANG-UNDANG KEFARMASIAN

Disusun Oleh :
1. Putut Susanti (A1171039)
2. Rinanda nur wiji A (A1171020)
3. Izanur Arofa (A1171015)
4. Netri Ramendani (A1171058)
5. Nevy Sulistiyani (A1171034)

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA

SEMARANG

2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat .................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 2
2.1 TOKO OBAT .......................................................................................................... 2
2.1.1 Pengertian Toko Obat ........................................................................................ 2
2.1.2 Syarat Pendirian Toko Obat .............................................................................. 2
2.2 OBAT ....................................................................................................................... 3
2.2.1 Pengertian Obat Keras ....................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 5
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................................... 8
SARAN ................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di Indonesia,membawa
masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba praktis dan cepat.Keberhasilan
yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tentu saja membawa
suatu Negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya.Namun tidak
dapat dipungkiri kemajuan dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan diiringi
dengan meningkatnya penyimpangan dan kejahatan dibidang ekonomi dan
social.Ini dapat dilihat dinegara maju ataupun dinegara yang sedang berkembang
,jenis penyimpangan dan kejahatan semakin banyak raagamnya.
Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku penyimpangan yang hidup
dimasyarakat,yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia masih ada
dimuka bumi ini.Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian problematika ini
diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat.Oleh karena itu perkembangan
hokum khususnya hukum pidana perlu ditingkatkan dan diupayakan secara
terpadu.Ilmu kesehatan adalah salah satu ilmu yang mengalami perkembangan
paling cepat saat ini.Begitu pula dengan perkembangan tindak pidana dibidang ilmu
kesehatan.
Maraknya peredaran obat tanpa izin edar dalam masyarakat sangat
memprihatinkan kita sebagai anggota masyarakat.Hal ini menunjukan tingkat
kesadaran masyarakat akan hokum masih sangat rendah sehingga cenderung
melakukan tindak pidana termasuk mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
Tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar yang diatur
dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan berfungsi sebagai
mengoptimalisasi hokum pidana sebagai sarana dalam upaya pencegahan
kejahatan.Penerapan Undang – Undang ini diharapkan dapat menjerat para pelaku
tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.serta upaya yang dapat
dilakukan dalam penanganan tindak pidana ini dilakukan kebijakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah bentuk hukuman terhadap Toko Obat Berizin yang menjual obat
golongan G?

1.3 Tujuan
Agar mengetahui bentuk pelanggaran yang terjadi di suatu Toko Obat
Berizin serta hukuman yang dijatuhkan sesuai Undang-undang Kesehatan
No.36 tahun 2009.

1.4 Manfaat
Sebagai bahan masukan kepada pihak-pihak yang terkait untuk selalu
memantau penjualan obat daftar G dan pendistribusiannya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TOKO OBAT


2.1.1 Pengertian Toko Obat

Toko obat disebut juga dengan Pedagang Eceran Obat dalam pasal 1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167/kab/B.VII/1972 yang
telah diubah menjadi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat.Pedagang eceran Obat
adalah orang / Badan Hukum Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan Obat
–obat Bebas dan Obat-obat Bebas Terbatas untuk dijual secara eceran ditempat
tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Pedagang Eceran Obata tau yang disebut juga Toko Obat juga harus
memperkerjakan seorang Asisten Apoteker sebagai penanggungjawab teknis farmasi
sesuai yang telah diatur dalam Pasal 4 Peratyran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 167/Kab/B.VII/1972 yang telah diubah menjadi Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang
Pedagang Eceran Obat.Kualifikasi pendidikan dari Asisten Apoteker itu sendiri
dapat berasal dari Lulusan Sekolah Asisten Apoteker,Sekolah menengah
Farmasi,DIII Farmasi,dan DIII Analis Farmasi dan Makanan.

2.1.2 Syarat Pendirian Toko Obat


Toko Obat didirikan dengan adanya syarat yang harus dipenuhi,antara lain
diperlukan adanya izin dari Kepala Daerahsetempat dengan memperhatikan saran-
saran Kepala Dinas Kesehatan Daerah setempat karena nantinya pemberian ijin
berdirinya sebuah took obat dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota setempat.Setiap penerbitan izin toko obat,Kepala Dinas Kesehatan Kota /
Kabupaten harus menyampaikan tembusan dari izin toko obat tersebut kepada
Menteri,Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai POM setempat.
Syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu toko obat telah
diatur dalam Pasal 7 PERMENKES No.1331/MENKES/SK/X/2002 tentang
Pedagang Eceran Obat,dimana syarat-syarat tersebut harus diajukan dengan tertulis
dengan disertai :
a) Alamat dan denah tempat usaha
b) Nama dan alamat pemohon
c) Nama dan alamat Asisten Apoteker
d) Fotokopi Ijasah ,surat penugasan,dan Surat izin Asisten apoteker
e) Surat pernyataan ketersediaan bekerja sebagai penanggung jawab
teknis.

Apabila sudah memenuhi syarat-syarat tertulis pendirian toko obat dan telah
mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten / kota setempat,sesuai
Pasal 8 ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) PERMENKES Republik Indonesia Nomor

2
167/kab/B.VII/1972 yang telah diubah menjadi Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran
Obat,toko obat wajib memasang papan dengan tulisan “Toko Obat Berijin”dan tidak
menerima resep dokter dan diletakan didepan tokonya agar dapat dilihat oleh
masyarakat ,serta dipojok kanan bawah dicantumkan nomor izin toko obat tersebut.

2.2 OBAT
2.2.1 Pengertian Obat Keras
Obat merupakan suatu zat yang digunakan untuk mendiagnosa
pengobatan,melunakan dan menyembuhkan atau mencegah penyakit yang terjadi
atau diaalami manusia maupun hewan.(Stephen,2013)
Obat hanya berfungsi sebagai alat perantara untuk menyembuhkan atau
membebaskan masing-masing individu dari berbagai penyakit yang
menyerang.Tetapi,obat harus digunakan sesuai dengan dosis atau takaran dan harus
tepat agar penyakit yang hendak disembuhkan akan segera hilang,sebaliknya obat
akan berubah fungsi menjadi racun didalam individu apabila dosis yang digunakan
tidak sesuai dengan kebutuhan,baik itu kekurangan atau kelebihan dosis.Obat Keras
merupakan salah satu klasifikasi jenis obat yang memiliki khasiat untuk
menyembuhkan.Obat Keras ditandai dengan simbol lingkaran merah yang bergaris
tepi hitam dan bertuliskan huruf “K”berwarna hitam.
Adapun beberapa jenis obat yang termasuk didalam jenis obat keras atau obat
daftar “G”,antara lain sebagai berikut :
1. Daftar G atau Obat Keras ,seperti : Antibiotik,Antihipertensi,anti
diabetes,dan lain sebagainya
2. Daftar Obat O atau obat bius atau anastesi,sejenis golongan obat narkotika
3. OKT (Obat Keras Tertentu ) atau Psikotropika,seperti obat sakit
jiwa,penenang,obat tidur dan lain sebagainya
4. OWA(Obat Wajib Apotek),juga dikategorikan sebagai obat keras yang bisa
dibeli dengan menggunakan resep dokter.Tetapi,berbeda dengan obat keras
jenis lainya,OWA juga dapat dibeli dengan takaran tertentu tanpa harus
menggunakan resep dokter,seperti obat asma,pil KB,antihistamin dan obat
kulit lainnya.

3
Berikut ini adalah beberapa jenis obat keras yang tidak boleh diperjualbelikan
secara bebas atau tanpa resep dokter :

a) Semua obat injeksi


b) Antibiotic
c) Obat anti bakteri
d) Amphetamin
e) Obat jantung
f) Anti epilepsy
g) Anti hipertensi
h) Obat anti pendarahan
i) Obat penenang
j) Obat anti TBC
k) Obat rematik,dan hipnotik

2.2.2 Fungsi Obat Keras


Setiap obat pasti memiliki khasiat yang tersimpan didalamnya dan berfungsi
untuk menyembuhkan suatu penyakit.Begitupula dengan obat keras atau obat daftar
“G”yang diproduksi karena obat tersebut memiliki fungsi untuk mengobati
,menguatkan,mendesinfektankan,dan lain-lainya dalam tubuh manusia,hal tersebut
sebagaimananyayang telah tercantum pada Pasal 1 ayat(1) huruf a Undang-Undang
Nomor 419 tahun 1949 tentang Ordonasi Obat Keras.
Obat Keras akan aman digunakan oleh pasien dewasa apabila digunakan
sampai batas dosis maksimum yang diperbolehkan dan dibawah pengawasan
dokter.Akan tetapi,penggunaanya akan berbahaya apabila dalam dosis yang
berlebihan.Oleh karena itu ,obat keras hanya dapat diperbolehkan dijual
diapotek.Dan hanya apoteker yang dapat melayani pembelian obat keras dan dalam
melayani pembelian obat keras juga harus disertai dengan adanya resep dokter.

4
BAB III
PEMBAHASAN

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian diartikan sebagai “sarana yang digunakan


untuk menyelenggarakan pelayanan kearmasian (pelayanan kefarmasian adalah
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien dalam kaitannya
dengan sediaan farmasi)”. Fasilitas pelayanan kefarmasian sendiri terdiri dari
apotek, toko obat, instalasi farmasi rumah sakit, klinik, puskesmas, atau praktek
bersama.
Dari antara fasilitas-fasilitas ini, yang pada umumnya kita jumpai bebas
dan tidak terikat dengan fasilitas pelayanan kesehatan adalah toko obat. Toko obat
hanya cukup memiliki tenaga teknis kefarmasian, serta tidak melayani resep.
Tenaga teknis kefarmasian yang dimaksud adalah seorang Asisten Apoteker
sebagai penanggungjawab teknis farmasi.
Syarat pendirian Toko Obat harus adanya izin dari Kepala Daerah setempat
yang nantinya pemberian izin akan dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat. Setiap penerbitan izin toko obat, Kepala Dinas
Kesehatan Kota / Kabupaten harus menyampaikan tembusan dari izin toko obat
tersebut kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai
POM setempat.
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu toko
obat telah diatur dalam Pasal 7 PERMENKES No.1331/MENKES/SK/X/2002
tentang Pedagang Eceran Obat,dimana syarat-syarat tersebut harus diajukan dengan
tertulis dengan disertai :

a) Alamat dan denah tempat usaha

b) Nama dan alamat pemohon

c) Nama dan alamat Asisten Apoteker

d) Fotokopi Ijasah ,surat penugasan,dan Surat izin Asisten apoteker

e) Surat pernyataan ketersediaan bekerja sebagai penanggung jawab teknis.

Obat yang boleh dijual di Toko Obat hanya obat-obat bebas dan obat-obat
bebas terbatas, dan Toko Obat tidak boleh menjual obat-obat keras atau obat daftar
“G”. Obat Keras hanya boleh dijual di Apotek.obat keras atau obat daftar “G”yang
diproduksi karena obat tersebut memiliki fungsi untuk mengobati
,menguatkan,mendesinfektankan,dan lain-lainya dalam tubuh manusia,hal tersebut

5
sebagaimananyayang telah tercantum pada Pasal 1 ayat(1) huruf a Undang-Undang
Nomor 419 tahun 1949 tentang Ordonasi Obat Keras.

Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat Bebas Terbatas adalah obat
yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas
tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam. Sedangkan Obat Keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di
apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
Tetapi dalam kenyataannya banyak obat golongan G yang dijual di Toko Obat
Berizin. Sehingga adanya tindak pidana untuk mengoptimalisasi hukum pidana
sebagai sarana dalam upaya pencegahan kejahatan yang diatur dalam UU No. 36
Tahun 2009. Penyebab masalah ini adalah rendahnya kontrol pemerintah terhadap
distribusi dan penjualan obat. Regulasi yang dibuat tidak ditegakkan, bahkan
mungkin tidak ada yang merasa memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk
menegakkan peraturan ini di level masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002
tentang Pedagang Eceran Obat. Yang didalam peraturan tersebut menjelaskan
bahwa Pedagang Eceran Obat memiliki izin untuk menyimpan Obat-obat Bebas
dan Obat-obat Bebas Terbatas untuk dijual secara eceran ditempat tertentu
sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Tetapi peraturan yang dibuat di atas implementasinya di bawah tidak berjalan.
Takutnya Tenanga Kefarmasian atau mereka yang melakukan perdagangan obat
tidak melihat masalah ini sebagai masalah utama. Tidak ada kesadaran masyarakat
juga tentang bahaya penggunaan obat keras secara bebas. Fenomena tersebut benar
terjadi di tengah masyarakat. Masyarakat pasti menginginkan akses yang mudah
terhadap obat-obatan, apalagi bila obat-obatan tertentu dirasa berguna bagi dirinya.
Selama ada kesempatan melakukan perdagangan obat secara bebas, pedagang akan
terus memasok masyarakat dengan keinginan mereka. Hal ini terus terjadi selama
bertahun-tahun, bahkan berdekade-dekade, baik dengan cara konvensional seperti
Toko Obat, atau bahkan mulai marak penjualan secara daring (online).
Dampaknya signifikan. Penggunaan obat-obatan keras bisa menyebabkan efek
samping yang besar pula. Belum lagi pengobatan swadaya tanpa keilmuan

6
kedokteran yang tepat mungkin bisa memperburuk kondisi penyakit seseorang.
Masalah resistensi antibiotik? Sudah menjadi rahasia umum bahwa resistensi
antibiotik meningkat salah satunya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang
tidak sesuai dengan indikasi dan irasional.
Mereka yang melanggar perlu diberikan sanksi tegas agar peredaran obat-obatan di
masyarakat terkontrol sesuai tindak pidana yang diatur dalam UU Nomor 36
Tahun 2009. Undang-undang ini diharapkan dapat menjerat para pelaku tindak
pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar serta upaya yang dapat
dilakukan dalam penanganan tindak pidana ini dilakukan kebijakan.
Salah satunya pada kasus yang kami bahas. Berdasarkan Direktori Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 153/Pid.Sus/2014/PN Kbr
Pengadilan Negeri Kota Baru telah menetapkan putusan dalam perkara terdakwa
RD pemilik Toko Obat berizin Nurul Jannah yang beralamat di Simpang Lundung
Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Tidak memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukan praktik kefarmasian”. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 198
jo. Pasal 108 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Terdakwa
RD dijatuhi pidana denda sebesar Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah) subsudair 2
(dua) bulan kurungan dan menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) box Licostan;
190 (seratus sembilan puluh) tablet Faxiden 20;
1 (satu) box Fargetix;
2 (dua) box Fenaren;
1 (satu) box Norvom 10;
1 (satu) box Infatrim;
3 (tiga) box Trunal-DX;
90 (sembilan puluh) tablet Novatrim;
1 (satu) box Andalan;
1 (satu) box Faxiden 10;
1 (satu) box Kemocillin 500;
1 (satu) box Divoltar 50;
100 (seratus) tablet Grathazon;
50 (lima puluh) tablet Vosea;
70 (tujuh puluh) tablet Alofar;
1 (satu) box Ketoconazole;

7
Terdakwa RD dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,- (Lima ribu
rupiah).
Setelah mendengarkan Terdakwa RD mengakui dan menyesali perbuatannya dan
memohon untuk dan meminta untuk diberikan keringanan pidananya, Penuntut
Umum menyatakan tetap pada tuntutan pidananya.
Terdakwa RD telah menyediakan obat-obat tersebut di Toko Obat Berizin Nurul
Jannah milik terdakwa RD sejak awal tahun 2013 untuk dijual kepada orang yang
datang membeli ke toko obat milik Terdawa dan Terdakwa dalam menyimpan dan
menjual obat-obat tersebut hanya memiliki izin Toko Obat dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Solok Selatan yang hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas
terbatas sehingga Terdakwa tidak diperbolehkan menyimpan dan menjual obat
golongan obat keras.
Padahal obat keras akan aman digunakan oleh pasien dewasa apabila digunakan
sampai batas dosis maksimum yang diperbolehkan dan dibawah pengawasan
dokter. Akan tetapi, penggunaannya akan berbahaya apabila dalam dosis yang
berlebihan. Oleh karena itu, obat keras hanya dapat diperbolehkan dijual diapotek.
Dan hanya apoteker yang dapat melayani pembelian obat keras dan dalam
melayani pembelian obat keras juga harus disertai dengan adanya resep dokter.

BAB IV

KESIMPULAN

Dari kasus yang kami bahas ini dapat disimpulkan bahwa :


Terdakwa RD telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian”.
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana
denda sebesar Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
Menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) box Licostan;
190 (seratus sembilan puluh) tablet Faxiden 20;
1 (satu) box Fargetix;
2 (dua) box Fenaren;
1 (satu) box Norvom 10;

8
1 (satu) box Infatrim;
3 (tiga) box Trunal-DX;
90 (sembilan puluh) tablet Novatrim;
1 (satu) box Andalan;
1 (satu) box Faxiden 10;
1 (satu) box Kemocillin 500;
1 (satu) box Divoltar 50;
100 (seratus) tablet Grathazon;
50 (lima puluh) tablet Vosea;
70 (tujuh puluh) tablet Alofar;
1 (satu) box Ketoconazole;
Dirampas untuk dimusnahkan.
Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,- (Lima
ribu rupiah).
Keputusan tersebut diputuskan pada hari Senin tanggal 26 Januari 2015 dalam
rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Baru oleh kami
Aris Dwihartoyo, SH selaku Hakim Ketua, Sapperijanto, SH dan Syvia nanda
Putri, SH, masing-masing selaku Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan pada
hari dan tanggal itu juga, dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim
Ketua didampingi Hakim-Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Niswan selaku
Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Kota Baru dan dihadiri oleh Hendrik
Dolok Tambunan, SH. Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padang Aro dan
dihadapan terdakwa.

SARAN

Perlu kontrol ketat dari BPOM atau Kementerian Kesehatan mengenai syarat
pengadaan Toko Obat.
Mereka yang melanggar perlu diberikan sanksi tegas agar peredaran obat-obatan di
masyarakat terkontrol.
Alur distribusi dari pabrikan harus diatur dengan sistematis, tidak bisa dibariakn
mengalir seperti distribusi produk lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang
Pedagang Eceran Obat.

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 124,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5044).

Stephen Zeenot. (2013). Pengelolaan & Penggunaan Obat Wajib Apotek.


Yogjakarta: D-Medika.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063.

Yusuf Shofie. (2002). Pelaku Usaha Konsumen dan Tindak Pindana


Korporasi.cet.1. Jakarta: Ghalia Indonesia.

10
1

Anda mungkin juga menyukai