Disusun Oleh :
1. Putut Susanti (A1171039)
2. Rinanda nur wiji A (A1171020)
3. Izanur Arofa (A1171015)
4. Netri Ramendani (A1171058)
5. Nevy Sulistiyani (A1171034)
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Agar mengetahui bentuk pelanggaran yang terjadi di suatu Toko Obat
Berizin serta hukuman yang dijatuhkan sesuai Undang-undang Kesehatan
No.36 tahun 2009.
1.4 Manfaat
Sebagai bahan masukan kepada pihak-pihak yang terkait untuk selalu
memantau penjualan obat daftar G dan pendistribusiannya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toko obat disebut juga dengan Pedagang Eceran Obat dalam pasal 1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167/kab/B.VII/1972 yang
telah diubah menjadi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat.Pedagang eceran Obat
adalah orang / Badan Hukum Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan Obat
–obat Bebas dan Obat-obat Bebas Terbatas untuk dijual secara eceran ditempat
tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Pedagang Eceran Obata tau yang disebut juga Toko Obat juga harus
memperkerjakan seorang Asisten Apoteker sebagai penanggungjawab teknis farmasi
sesuai yang telah diatur dalam Pasal 4 Peratyran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 167/Kab/B.VII/1972 yang telah diubah menjadi Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang
Pedagang Eceran Obat.Kualifikasi pendidikan dari Asisten Apoteker itu sendiri
dapat berasal dari Lulusan Sekolah Asisten Apoteker,Sekolah menengah
Farmasi,DIII Farmasi,dan DIII Analis Farmasi dan Makanan.
Apabila sudah memenuhi syarat-syarat tertulis pendirian toko obat dan telah
mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten / kota setempat,sesuai
Pasal 8 ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) PERMENKES Republik Indonesia Nomor
2
167/kab/B.VII/1972 yang telah diubah menjadi Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran
Obat,toko obat wajib memasang papan dengan tulisan “Toko Obat Berijin”dan tidak
menerima resep dokter dan diletakan didepan tokonya agar dapat dilihat oleh
masyarakat ,serta dipojok kanan bawah dicantumkan nomor izin toko obat tersebut.
2.2 OBAT
2.2.1 Pengertian Obat Keras
Obat merupakan suatu zat yang digunakan untuk mendiagnosa
pengobatan,melunakan dan menyembuhkan atau mencegah penyakit yang terjadi
atau diaalami manusia maupun hewan.(Stephen,2013)
Obat hanya berfungsi sebagai alat perantara untuk menyembuhkan atau
membebaskan masing-masing individu dari berbagai penyakit yang
menyerang.Tetapi,obat harus digunakan sesuai dengan dosis atau takaran dan harus
tepat agar penyakit yang hendak disembuhkan akan segera hilang,sebaliknya obat
akan berubah fungsi menjadi racun didalam individu apabila dosis yang digunakan
tidak sesuai dengan kebutuhan,baik itu kekurangan atau kelebihan dosis.Obat Keras
merupakan salah satu klasifikasi jenis obat yang memiliki khasiat untuk
menyembuhkan.Obat Keras ditandai dengan simbol lingkaran merah yang bergaris
tepi hitam dan bertuliskan huruf “K”berwarna hitam.
Adapun beberapa jenis obat yang termasuk didalam jenis obat keras atau obat
daftar “G”,antara lain sebagai berikut :
1. Daftar G atau Obat Keras ,seperti : Antibiotik,Antihipertensi,anti
diabetes,dan lain sebagainya
2. Daftar Obat O atau obat bius atau anastesi,sejenis golongan obat narkotika
3. OKT (Obat Keras Tertentu ) atau Psikotropika,seperti obat sakit
jiwa,penenang,obat tidur dan lain sebagainya
4. OWA(Obat Wajib Apotek),juga dikategorikan sebagai obat keras yang bisa
dibeli dengan menggunakan resep dokter.Tetapi,berbeda dengan obat keras
jenis lainya,OWA juga dapat dibeli dengan takaran tertentu tanpa harus
menggunakan resep dokter,seperti obat asma,pil KB,antihistamin dan obat
kulit lainnya.
3
Berikut ini adalah beberapa jenis obat keras yang tidak boleh diperjualbelikan
secara bebas atau tanpa resep dokter :
4
BAB III
PEMBAHASAN
Obat yang boleh dijual di Toko Obat hanya obat-obat bebas dan obat-obat
bebas terbatas, dan Toko Obat tidak boleh menjual obat-obat keras atau obat daftar
“G”. Obat Keras hanya boleh dijual di Apotek.obat keras atau obat daftar “G”yang
diproduksi karena obat tersebut memiliki fungsi untuk mengobati
,menguatkan,mendesinfektankan,dan lain-lainya dalam tubuh manusia,hal tersebut
5
sebagaimananyayang telah tercantum pada Pasal 1 ayat(1) huruf a Undang-Undang
Nomor 419 tahun 1949 tentang Ordonasi Obat Keras.
Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat Bebas Terbatas adalah obat
yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas
tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam. Sedangkan Obat Keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di
apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
Tetapi dalam kenyataannya banyak obat golongan G yang dijual di Toko Obat
Berizin. Sehingga adanya tindak pidana untuk mengoptimalisasi hukum pidana
sebagai sarana dalam upaya pencegahan kejahatan yang diatur dalam UU No. 36
Tahun 2009. Penyebab masalah ini adalah rendahnya kontrol pemerintah terhadap
distribusi dan penjualan obat. Regulasi yang dibuat tidak ditegakkan, bahkan
mungkin tidak ada yang merasa memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk
menegakkan peraturan ini di level masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002
tentang Pedagang Eceran Obat. Yang didalam peraturan tersebut menjelaskan
bahwa Pedagang Eceran Obat memiliki izin untuk menyimpan Obat-obat Bebas
dan Obat-obat Bebas Terbatas untuk dijual secara eceran ditempat tertentu
sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Tetapi peraturan yang dibuat di atas implementasinya di bawah tidak berjalan.
Takutnya Tenanga Kefarmasian atau mereka yang melakukan perdagangan obat
tidak melihat masalah ini sebagai masalah utama. Tidak ada kesadaran masyarakat
juga tentang bahaya penggunaan obat keras secara bebas. Fenomena tersebut benar
terjadi di tengah masyarakat. Masyarakat pasti menginginkan akses yang mudah
terhadap obat-obatan, apalagi bila obat-obatan tertentu dirasa berguna bagi dirinya.
Selama ada kesempatan melakukan perdagangan obat secara bebas, pedagang akan
terus memasok masyarakat dengan keinginan mereka. Hal ini terus terjadi selama
bertahun-tahun, bahkan berdekade-dekade, baik dengan cara konvensional seperti
Toko Obat, atau bahkan mulai marak penjualan secara daring (online).
Dampaknya signifikan. Penggunaan obat-obatan keras bisa menyebabkan efek
samping yang besar pula. Belum lagi pengobatan swadaya tanpa keilmuan
6
kedokteran yang tepat mungkin bisa memperburuk kondisi penyakit seseorang.
Masalah resistensi antibiotik? Sudah menjadi rahasia umum bahwa resistensi
antibiotik meningkat salah satunya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang
tidak sesuai dengan indikasi dan irasional.
Mereka yang melanggar perlu diberikan sanksi tegas agar peredaran obat-obatan di
masyarakat terkontrol sesuai tindak pidana yang diatur dalam UU Nomor 36
Tahun 2009. Undang-undang ini diharapkan dapat menjerat para pelaku tindak
pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar serta upaya yang dapat
dilakukan dalam penanganan tindak pidana ini dilakukan kebijakan.
Salah satunya pada kasus yang kami bahas. Berdasarkan Direktori Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 153/Pid.Sus/2014/PN Kbr
Pengadilan Negeri Kota Baru telah menetapkan putusan dalam perkara terdakwa
RD pemilik Toko Obat berizin Nurul Jannah yang beralamat di Simpang Lundung
Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Tidak memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukan praktik kefarmasian”. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 198
jo. Pasal 108 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Terdakwa
RD dijatuhi pidana denda sebesar Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah) subsudair 2
(dua) bulan kurungan dan menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) box Licostan;
190 (seratus sembilan puluh) tablet Faxiden 20;
1 (satu) box Fargetix;
2 (dua) box Fenaren;
1 (satu) box Norvom 10;
1 (satu) box Infatrim;
3 (tiga) box Trunal-DX;
90 (sembilan puluh) tablet Novatrim;
1 (satu) box Andalan;
1 (satu) box Faxiden 10;
1 (satu) box Kemocillin 500;
1 (satu) box Divoltar 50;
100 (seratus) tablet Grathazon;
50 (lima puluh) tablet Vosea;
70 (tujuh puluh) tablet Alofar;
1 (satu) box Ketoconazole;
7
Terdakwa RD dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,- (Lima ribu
rupiah).
Setelah mendengarkan Terdakwa RD mengakui dan menyesali perbuatannya dan
memohon untuk dan meminta untuk diberikan keringanan pidananya, Penuntut
Umum menyatakan tetap pada tuntutan pidananya.
Terdakwa RD telah menyediakan obat-obat tersebut di Toko Obat Berizin Nurul
Jannah milik terdakwa RD sejak awal tahun 2013 untuk dijual kepada orang yang
datang membeli ke toko obat milik Terdawa dan Terdakwa dalam menyimpan dan
menjual obat-obat tersebut hanya memiliki izin Toko Obat dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Solok Selatan yang hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas
terbatas sehingga Terdakwa tidak diperbolehkan menyimpan dan menjual obat
golongan obat keras.
Padahal obat keras akan aman digunakan oleh pasien dewasa apabila digunakan
sampai batas dosis maksimum yang diperbolehkan dan dibawah pengawasan
dokter. Akan tetapi, penggunaannya akan berbahaya apabila dalam dosis yang
berlebihan. Oleh karena itu, obat keras hanya dapat diperbolehkan dijual diapotek.
Dan hanya apoteker yang dapat melayani pembelian obat keras dan dalam
melayani pembelian obat keras juga harus disertai dengan adanya resep dokter.
BAB IV
KESIMPULAN
8
1 (satu) box Infatrim;
3 (tiga) box Trunal-DX;
90 (sembilan puluh) tablet Novatrim;
1 (satu) box Andalan;
1 (satu) box Faxiden 10;
1 (satu) box Kemocillin 500;
1 (satu) box Divoltar 50;
100 (seratus) tablet Grathazon;
50 (lima puluh) tablet Vosea;
70 (tujuh puluh) tablet Alofar;
1 (satu) box Ketoconazole;
Dirampas untuk dimusnahkan.
Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,- (Lima
ribu rupiah).
Keputusan tersebut diputuskan pada hari Senin tanggal 26 Januari 2015 dalam
rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Baru oleh kami
Aris Dwihartoyo, SH selaku Hakim Ketua, Sapperijanto, SH dan Syvia nanda
Putri, SH, masing-masing selaku Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan pada
hari dan tanggal itu juga, dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim
Ketua didampingi Hakim-Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Niswan selaku
Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Kota Baru dan dihadiri oleh Hendrik
Dolok Tambunan, SH. Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padang Aro dan
dihadapan terdakwa.
SARAN
Perlu kontrol ketat dari BPOM atau Kementerian Kesehatan mengenai syarat
pengadaan Toko Obat.
Mereka yang melanggar perlu diberikan sanksi tegas agar peredaran obat-obatan di
masyarakat terkontrol.
Alur distribusi dari pabrikan harus diatur dengan sistematis, tidak bisa dibariakn
mengalir seperti distribusi produk lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
10
1