PENDAHULUAN
Sengketa bisnis sudah menjadi hidangan yang bisa dinikmati dalam artian semakin
berkembangnya sebuah bisnis semakin besar resiko sengketa yang terjadi dalam bisnis itu,
sehingga diperlukannya penyelesaiansengketa bisnis yang cepat lugas dan akurat.Sehubungan
dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa yang cepat,
efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu sistem penyelesaian
sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan perekonomian
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sengketa bisnis.
2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian bisnis.
3. Untuk mengetahui lembaga penyelesain bisnis.
Menurut Winard sengketa adalah pertentangan atau konflik yang terjadi diantara individu-
individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan anatara dua pihak atau lebih yang
berawal dari presepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum anata keduanya. Secara rinci sangketa bisnis dapat berupa
sengketa sebagai berikut:
a. Sengketa perniagaan
b. Sengketa perbankan
c. Sengketa keuangan
d. Sengeketa penanaman modal
e. Sengketa perindustrian
f. Sengketa HKI
g. Sengketa konsumen
h. Sengketa kontrak
i. Sengketa pekerjaan
j. Senketa perburuhan
k. Sengketa perusahaan
l. Semhketa hak
m. Sengketa property
n. Sengketa pembangunan kontruksi
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan
anatar kedua orang atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk
kerjasama bisnis yang meningkat hari kehari. Semakin meningkatnya kerjasama bisnis
semakin tinggi pula tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya. Sebab –
sebab terjadi sangketa bisnis:
a. Wanprestasi.
b. Perbuatan melawan hukum .
c. Kerugian salah satu pihak.
d. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian.
2.2 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis
Para pelaku bisnis dapat memilih berbagai jalur penyelesaian manakala mereka
terlibat dalam sebuah sengketa bisnis. Jika dilihat dari prosesnya penyelesaian sengketa bisnis
dapat berupa:
a. Litigasi
Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur hukum.
b. Non-litigasi
Non-litigasi merupakan mekanisme penyelesain sengketa diluar pengadilan.
A. Pengadilan Umum
Pengadilan umum (pengadilan sipil) adalah lingkungan peradilan dibawah
Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakayat pencarai
keadilan pada umumnya
Peradilan umum meliputi:
a. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah
hukum meliputi wilayah provinsi.
b. Pengadilan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan negri berwewenang
memeriksa sengketa bisnis mempunyai karakteristis
Prosesnya sangat formaal
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara
(hakim)
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
Orientasi kepada fakta hukum (mancari pihak yang bersalah)
Persidangan bersifat terbuka
B. Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadialan khusus yang berada dilingkungan
pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan
memutuskan Permohonan Pernyataan Palit dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI
Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Prosesnya sangat formaal
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
Orientasi kepada fakta hukum (mancari pihak yang bersalah)
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive dan binding)
Proses persidangan bersifat terbuka
Waktu singkat
C. Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat 1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
Arbitrase memiliki asas :
a. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang
atau beberapa orang arbiter.
b. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan
secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara
arbiter itu sendiri.
c. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan
melalui arbirase, yaitu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang
perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak.
d. Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat putusan akhir
dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain,
seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh
para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk
menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan
adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang
menghambat penyelisihan perselisihan.
Dalam dunia bisnis, banyak pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis
untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau
yang dihadapi. Namun demikian, kadangkala pertimbangan mereka berbeda, baik
ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan, antara
lain:
Objek Arbitrase.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di
bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun
sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri
tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat
dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and
binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau
kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.
3.1 Kesimpulan
Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak
mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/ difference) antar pihak yang terlibat. Setiap
jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin
banyak dan luas kegiatan perdagangan, frekuensi terjadi sengketa makin tinggi, hal ini
berarti sangat mungkin makin banyak sengketa yang harus diselesaikan.