ABSTRAK
Serangga tanah merupakan serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup di dalam tanah
maupun yang hidup di permukaan tanah. Serangga tanah ini memiliki peran sangat
penting dalam rantai makanan khususnya sebagai dekomposer. Penelitian ini termasuk
jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019
di perkebunan apel semiorganik Desa Tulungrejo dan Desa Poncokusumo dengan
menggunakan metode jebakan (Pitfall Traps). Penelitian dilakukan bertujuan untuk
mengetahui genus serangga tanah, indeks keanekaragaman, keadaan faktor fisika-kimia
dan korelasi antara jumlah keanekaragaman serangga tanah dengan faktor abiotik yang
terdapat di perkebunan apel semiorganik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genus
serangga tanah yang ditemukan sebanyak 17 genus yang terdiri dari Camponotus,
Aphaenogaster, Paratrechina, Formica, Entomobrya, Hypogastrura, Vitronura,
Philonthus, Cyrtepistomus, Urophorus, Onthophagus, Chlaenius, Neoscapteriscus,
Acheta, Pengaeus, Isthmocoris dan Reticuloiternes. Indeks keanekaragaman serangga
tanah di Desa Poncokusumo adalah 1,753 dan 1,977 di Desa Tulungrejo. Nilai faktor
fisika-kimia tanah di perkebunan apel semiorganik Desa Poncokusumo suhu 35,8oC,
kelembaban 60%, kadar air 30,3%, pH 6,23, C-Organik 2,39%, N total 0,18%, C/N nisbah
13,14, bahan organik 4,12%, fosfor (P) 10,32, (K) kalium 0,10. Sedangkan pada
perkebunan apel semiorganik Desa Tulungrejo antara lain suhu 28oC, kelembaban 55%,
kadar air 30,3%, pH 6,06, C-Organik 3,20%, N total 0,22%, C/N nisbah 14,59, bahan
organik 5,51, fosfor (P) 14,60, (K) kalium 0,10. Korelasi positif antara keanekaragaman
serangga tanah dengan faktor abiotik yaitu genus Chlaenius (kalium), Urophorus (fosfor),
Cyrtepistomus (C/N nisbah), Aphaenogaster (kadar air). Sedangkan korelasi negatif yaitu
pada genus Pangaeus (suhu), Acheta (kelembaban), Philontus (pH), Hypogastrura (C-
Organik, bahan organik), Formica (nitrogen).
PENDAHULUAN
Apel merupakan satu diantara buah komersial yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Apel juga merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi
sebagai komoditi pasaran dunia. Sentra utama tanaman apel di Indonesia berada di
wilayah Jawa Timur yaitu di daerah Batu dan Malang (Wahyudi, 2017).
Kota Batu merupakan sebuah negatif dengan musnahnya jenis
kota yang identik dan terkenal sebagai serangga yang menguntungkan seperti
Kota Apel. Hal ini terjadi karena buah polinator dan musuh alami pada
apel dikota Batu sangat melimpah perkebunan apel. Pestisida juga sebagai
sehingga buah apel menjadi komoditas racun yang dapat menyebabkan serangga
penting bagi kota Batu. Menurut BPS hama menjadi resisten jika digunakan
(2016) Apel merupakan tanaman buah dalam jangka waktu yang lama (Oka,
yang banyak diusahakan di Kota Batu. 2005). Oleh sebab itu pengelolaan lahan
Apel merupakan komoditas pertanian yang tepat bagi petani dapat
yang cukup diminati untuk ditanam atau mempengaruhi keanekaragaman jenis
dibudidayakan di kalangan petani serangga pada perkebunan apel seperti
(Pramono, 2007). sistem pengelolahan lahan secara
Berdasarkan data Badan Pusat semiorganik.
Statistik (2016), pada tahun 2015 Revitalisasi tanah dengan cara
populasi tanaman apel di Kota Batu sistem pertanian semiorganik dapat
sebanyak 1,1 juta pohon mampu dilakukan dengan harapan bisa
menghasilkan buah apel sebanyak 671,2 mengembalikan kualitas tanah lahan.
ton, dibandingkan tahun 2014 produksi Pertanian semiorganik merupakan suatu
tanaman apel turun sebesar 52 persen. bentuk tata cara pengelolaan tanah dan
Faktor – faktor yang mempengaruhi budidaya tanaman dengan
produktivitas tanaman apel di Batu memanfaatkan pupuk yang berasal dari
menjadi menurun adalah faktor bahan organik dan pupuk kimia untuk
kesuburan tanah kian berkurang karena meningkatkan kandungan hara yang
penurunan kualitas unsur hara tanah dimiliki oleh pupuk organik. Pertanian
akibat penggunaan pestisida dan semiorganik lebih ramah lingkungan
intensifikasi produksi yang dilakukan karena dapat mengurangi pemakaian
secara terus menerus, kerusakan pupuk kimia diatas 50% dan mengurangi
ekosistem dan penurunan masukan pestisida sintetik (Maharani, 2010).
pupuk (Sitompul, 2007). Keanekaragaman serangga di
Penggunaan pestisida untuk berbagai tempat dapat berbeda-beda, hal
menekan populasi hama dan penyakit ini dijelaskan oleh Resosoedarmo
tanaman justru memberikan dampak (1984), keanekaragaman rendah terdapat
pada komunitas dengan lingkungan yang terdapat di daerah dengan komunitas
ekstrim, misalnya daerah kering tanah lingkungan optimum, misalnya daerah
miskin dan pegunungan tinggi. subur, tanah kaya dan daerah
Sedangkan keanekaragaman tinggi pegunungan.
Satu diantara contoh perlu untuk dilakukan guna mengetahui
keanekaragaman serangga adalah keanekaragaman serangga di masing-
serangga tanah. Serangga tanah ini masing wilayah tersebut.
memiliki peran sangat penting dalam METODE
rantai makanan khususnya sebagai Penelitian ini termasuk jenis
dekomposer, karena tanpa organisme ini penelitian deskriptif kuantitatif.
alam tidak akan dapat mendaur ulang Pengambilan data dengan metode
bahan organik (Samudra, 2013). Selain eksplorasi dengan teknik pengamatan
sebagai dekomposer, menurut Ruslan atau pengambilan sampel langsung dari
(2009) serangga tanah berperan dalam dua perkebunan yang berbeda yaitu di
menentukan siklus material tanah perkebunan apel semiorganik milik
sehingga proses perombakan di dalam Bapak Pras Desa Tulungrejo Kecamatan
akan berjalan lebih cepat dengan adanya Bumiaji Kota Batu dan milik Bapak
bantuan serangga tanah. Teguh Wicaksono Desa Poncokusumo
Penelitian ini dilakukan di dua Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
tempat yaitu desa Tulungrejo kecamatan Malang. Penelitian dilaksanakan pada
Bumiaji dan Desa Poncokusumo. Dari bulan November 2018 di kebun apel
perbedaan tempat tersebut memberikan semiorganik Desa Tulungrejo
pengaruh terhadap keanekaragaman Kecamatan Bumiaji Kota Batu dan Desa
serangga tanah yang berada di Poncokusumo Kecamatan Poncokusumo
perkebunan apel. Berdasarkan latar Kabupaten Malang. Identifikasi
belakang di atas maka penelitian dengan dilakukan di Laboratorium Optik
judul Keanekaragaman Serangga Tanah Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
di Perkebunan Apel Semiorganik di Teknologi Univesitas Islam Negeri
Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Maulana Malik Ibrahim Malang.
Kota Batu dan di Desa Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang ini
Alat yang digunakan adalah alat pitfall trap diketahui bahwa seranggah
pengamatan (traping) Pitfall Traps, yang diperoleh seluruhnya sebanyak 7
mikroskop komputer, kamera digital, ordo, 12 famili dan 17 genus.
botol koleksi, sekop, gunting, meteran, Serangga tanah yang ditemukan
soil sampling ukuran 500 gr, di perkebunan apel Desa Poncokusumo
termohigrometer, lux meter, alat tulis, Kecamatan Poncokusumo dan Desa
GPS, kaca pembesar, lembaran plastic Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota
putih, kertas label, pinset, kunci Batu memiliki banyak peranan,
identifikasi Borror dkk, (1996), suin diantaranya sebagai dekomposer,
(2012), dan BugGuide.net (2019). predator, herbivora dan detritivor. Pada
Sedangkan bahan yang digunakan pada suatu ekosistem yang memiliki
penelitian ini adalah alkohol 70%. keanekaragaman tinggi akan
HASIL PENELITIAN mempunyai rantai makanan yang lebih
Hasil identifikasi serangga tanah di panjang dan komplek dalm bersimbiosis
Perkebunan Apel Desa Poncokusumo (komensalisme, mutualisme,
Kecamatan Poncokusumo dan Desa parasitisme, dan sebagainya) sehingga
Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota dapat mencapai keseimbangan
Batu dengan menggunakan metode ekosistem (Suheriyanto, 2008).
Tabel jumlah serangga dan peranan serangga tanah di perkebunan apel Desa
Poncokusumo Kecamatan Poncokusumo dan Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota
Batu.
Jumlah
Genus Serangga Peranan Literatur
I II
Camponotus 22 23 Predator A
Aphaenogaster 39 62 Predator A, B
Paratrechina 13 80 Predator A
Formica 82 41 Predator A
Entomobrya 309 457 Dekomposer A, B
Hypogastrura 343 122 Dekomposer A, B
Vitronura 447 311 Dekomposer A
Philonthus 23 79 Herbivora A, B
Cyrtepistomus 3 8 Herbivora A, B
Urophorus 2 4 Herbivora A, B
Onthophagus 28 4 Herbivora A, B
Chlaenius 51 110 Predator A
Neoscapteriscus 0 10 Herbivora A, B
Acheta 2 0 Herbivora A, B
Pengaeus 5 15 Herbivora A, B
Isthmocoris 0 3 Predator B
Reticuliternes 0 6 Detritivor A
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada tabel
genus yang banyak ditemukan pada kedua lahan adalah genus Entomobrya yang
ditemukan sebanyak 309 dan 457 pada perkebunan apel Desa Tulungrejo. Famili
Entomobryidae sering ditemukan dalm jumlah yang tinggi, serta memiliki peran penting
sebagai dekomposer yang membantu pada siklus nutrient dalam tanah serta dapat
Y2 -0.501 -0.508 0.742 -0.602 -0.079 0.055 -0.150 -0.078 -0.425 0.185
Y3 -0.608 -0.318 0.624 -0.382 0.445 0.479 0.268 0.446 -0.076 0.353
Y4 0.492 -0.487 0.115 0.020 -0.658 -0.899 -0.239 -0.659 -0.607 -0.659
Y5 -0.583 0.332 0.442 0.051 0.723 0.702 0.485 0.724 0.396 0.342
Y6 0.606 0.159 0.398 -0.281 -0.841 -0.504 -0.808 -0.839 -0.824 0.055
Y7 0.408 0.497 0.150 0.054 0.030 0.251 -0.152 0.032 -0.211 0.400
Y8 -0.678 -0.392 -0.403 -0.764 0.082 0.632 -0.370 0.082 0.246 0.813
Y9 -0.427 0.148 -0.219 0.603 0.735 0.221 0.873 0.734 0.820 -0.420
Y10 -0.218 0.284 -0.623 0.556 0.469 0.166 0.536 0.468 0.851 -0.293
Y11 0.391 0.451 0.473 -0.041 -0.589 -0.376 -0.552 -0.588 -0.491 -0.058
Y12 -0.570 0.050 -0.127 -0.602 0.107 0.681 -0.375 0.108 0.222 0.835
Y13 -0.570 -0.080 -0.582 0.012 0.316 0.310 0.208 0.314 0.722 0.051
Y14 0.447 -0.630 -0.234 -0.280 -0.639 -0.596 -0.446 -0.640 -0.573 -0.200
Y15 -0.687 -0.026 0.324 -0.233 0.196 0.271 0.068 0.196 0.242 0.123
Y16 -0.447 -0.339 0.723 -0.025 0.412 0.084 0.525 0.412 -0.086 -0.200
Y17 -0.447 -0.121 -0.223 -0.706 0.139 0.764 -0.392 0.139 0.094 1.000
Keterangan:
Angka yang dicetak tebal merupakan korelasi tertinggi
X1: Suhu, X2: kelembaban, X3: kadar air, X4: pH, X5: C-Organik, X6: nitrogen, X7:
C/N nisbah, X8: bahan organik, X9: fosfor, X10: kalium, Y1: Camponotus, Y2:
Aphaenogaster, Y3: Paratrechina, Y4: Formica, Y5: Entomobrya, Y6: Hypogastrura, Y7:
Vitronura, Y8: Philonthus, Y9: Cyrtepistomus, Y10: Urophorus, Y11: Onthophagus,
Y12: Chlaenius, Y13: Neoscapteriscus, Y14: Acheta, Y15: Pangaeus, Y16: Isthmocoris,
Y17: Reticuliternes
Korelasi antara faktor fisika kimia tanah dengan keanekaragaman serangga tanah
bertujuan untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan anatara variable
X dan Y. Angka pada tabel 4.6 adalah nilai koefisien korelasi, sedangkan tanda positif
dan negatife merupakan tanda keeratan hubungannya. Apabila positif maka hubungan
kedua variabel berbanding lurus, sedangkan jika negatif maka kedua variabel berbanding
terbalik.
KESIMPULAN Nilai faktor fisika-kimia tanah di
Genus serangga tanah yang perkebunan apel semiorganik Desa
ditemukan di perkebunan apel Poncokusumo antara lain suhu 35,8oC,
semiorganik Desa Poncokusumo yaitu kelembaban 60%, kadar air 30,3%, pH
Camponotus, Aphaenogaster, 6,23, C-Organik 2,39%, N total 0,18%,
Paratrechina, Formica, Entomobrya, C/N nisbah 13,14, Bahan Organik
Hypogastrura, Vitronura, Philonthus, 4,12%, fosfor (P) 10,32, (K) kalium
Cyrtepistomus, Urophorus, 0,10. Sedangkan pada perkebunan apel
Onthophagus, Chlaenius, Acheta, semiorganik Desa Tulungrejo antara lain
Pengaeus, sedangkan genus serangga di suhu 28oC, kelembaban 55%, kadar air
perkebunan apel semiorganik Desa 30,3%, pH 6,06, C-Organik 3,20%, N
Tulungrejo yaitu Camponotus, total 0,22%, C/N nisbah 14,59, Bahan
Aphaenogaster, Paratrechina, Formica, Organik 5,51, fosfor (P) 14,60, (K)
Entomobrya, Hypogastrura, Vitronura, kalium 0,10.
Philonthus, Cyrtepistomus, Urophorus, Korelasi positif antara
Onthophagus, Chlaenius, keanekaragaman serangga tanah dengan
Neoscapteriscus, Pengaeus, faktor abiotik yaitu genus Chlaenius
Isthmmocoris dan Reticuloiternes. (kalium), Urophorus (fosfor),
Indeks keanekaragaman Cyrtepistomus (C/N nisbah),
serangga tanah di perkebunan apel Aphaenogaster (kadar air). Sedangkan
semiorganik Desa Poncokusumo adalah korelasi negatif yaitu pada genus
1,753 sedangkan pada perkebunan apel Pangaeus (suhu), Acheta (kelembaban),
semiorganik Desa Tulungrejo adalah Philontus (pH), Hypogastrura (C-
1,977 Organik, bahan organik), Formica
(nitrogen).