Anda di halaman 1dari 39

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

ditangani secara cepat dan tepat. Definisi stroke menurut World Health

Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab

lain selain vaskuler.1

Individu yang paling berisiko mengalami stroke yaitu lansia yang

menderita tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, hiperkolestrolemia, maupun

penyakit jantung. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan

cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya

ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi

otak.2

Stroke adalah masalah neurologi primer di AS dan di dunia. Meskipun

upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa

tahun terakhir. Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian. Terdapat kira-

kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan.

Dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Begitupun di negara-negara maju, penyebab kematian tersering adalah penyakit

jantung, kanker, serta stroke berada diurutan ketiga. Rata-rata satu kejadian stroke

terjadi setiap 40 detik dan setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke.1

1
2

Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas

2013), stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi

stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil

dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil.

Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga

kesehatan.3
3

BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PRIBADI

Nama :

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : Tahun

Suku Bangsa : Mandailing

Agama : Islam

Alamat :

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk :

2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri Kepala
Telaah : Pasien datang ke RS Haji Medan dengan keluhan nyeri
kepala sudah dirasakan 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan ini timbul mendadak disertai rasa oyong
yang berlebihan, sehingga apabila berjalan badan terasa
agak jatuh kesebelah kanan, disertai juga penglihatan
ganda (+), mata juling (+) sejak keluhan timbul dan terasa
sakit saat menguyah di daerah pipi sebelah kanan. Os
selama ini memiliki riwayat hipertensi dan Diabetes
Melitus. Bak (+) Normal, BAB (+) Normal.

RPT : Hipertensi (+), Kolesterol (-), Kelainan jantung (-),


DM (+), Asam urat (-).
RPO : (-)

3
4

3. ANAMNESIS TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Hipertensi (+)
Traktus Respiratorius : Sesak nafas (-) Batuk (-)
Traktus Digestivus : Mual (-) Muntah (+) Mencret (-)
Traktus Urogenitaslis : BAK (+) Normal BAB (+) Normal
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Hipertensi (+), DM (+),
Asam Urat (-), Trauma (-)

4. ANAMNESIS KELUARGA
Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak ada
Faktor Herediter : Tidak ada
Faktor Familier : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

5. ANAMNESIS SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan dan Anak : Menikah

6. PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
- Tekanan Darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Frekuensi Nafas : 20 x/menit
- Temperatur : 35,3˚C
- Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
- Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER


- Bentuk dan Posisi : Normocephali
5

- Pergerakan : Dalam batas normal


- Kelainan Panca Indera : Penglihatan Ganda (+)
- Rongga Mulut dan Gigi : Dalam batas normal
- Kelenjar Parotis : Tidak dilakukan pemeriksaan

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

THORAX ABDOMEN

Inspeksi Simetris fusiformis Ka=Ki Simetris

Perkusi Sonor kedua lapang paru Tympani

Palpasi Stem fremitus Ka = Ki Soepel

Auskultasi SP Vesikuler Peristaltik (+) Normal


ST Ronkhi -/- Wheezing -/-

GENITALIA
- Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Compos mentis
KRANIUM
- Bentuk : Normochepali
- Fontanella : Tertutup, Keras
- Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


- Muntah : (+)
- Sakit Kepala : Tidak ada
- Kejang : Tidak ada
6

RANGSANGAN MENINGEAL
- Kaku Kuduk : Tidak ada
- Kernig Sign : Tidak ada
- Tanda Burdzinski I : Tidak ada
- Tanda Burdzinski II : Tidak ada

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

N. I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia Dalam batas normal Dalam batas normal

N. II Oculi Dextra Oculi Sinistra

Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang Dalam batas normal Diploplia


Pandang

Fundus Oculi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


pemeriksaan pemeriksaan

N. III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra

Gerak Bola Mata Melemah Dalam batas normal

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Pupil
- Lebar 3 mm 3 mm
- Bentuk Bulat Bulat
- R.C Langsung Dalam batas normal Dalam batas normal
- R.C tidak langsung Dalam batas normal Dalam batas normal
- Strabismus (+) (-)
7

N. V Kanan Kiri

Motorik
- Membuka & Menutup Dalam batas normal Dalam batas normal
mulut
- Palpasi M. Maseter Dalam batas normal Dalam batas normal
dan M. Temporalis
- Kekuatan Gigitan Dalam Batas normal Dalam Batas normal

Sensorik
- Kulit Dalam batas normal Dalam batas normal
- Selaput Lendir Dalam batas normal Dalam batas normal

- Refleks Maseter Dalam Batas normal Dalam Batas normal


- Refleks Bersin Dalam Batas normal Dalam Batas normal

N. VII Kanan Kiri

Motorik
- Mimik Tampak Sakit Tampak Sakit
- Kerut Kening - +
- Menutup mata Melemah Normal
- Memperlihatkan gigi Sudut mulut tertarik Normal
ke kiri

Sensorik
- Pengecapan 2/3 Depan Tidak dilakukan
Lidah pemeriksaan
- Produksi Kelenjar (+)
Ludah
- Hiperakusis (-)
- Refleks Stapedial TDP
8

N. VIII Kanan Kiri

Auditorius
- Pendengaran DBN DBN
- Test Rinne Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
- Test Weber Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
- Tes Schwabach Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Vestibularis
- Nistagmus (-)
- Vertigo (+)
- Tinitus (-)

N. IX, X
Pallatum Mole Medial
Uvula Medial
Disfagia (-)
Disatria (-)
Disfonia (-)
Refleks Muntah Tidak Dilakukan
Pengecapan 1/3 Belakang Tidak Dilakukan
Lidah Pemeriksaan

N.XI
Mengangkat Bahu DBN
Fungsi M. Sternocleidomastoideus DBN

N. XII

Lidah
- Tremor (-)
- Atrofi (-)
- Fasikulasi (-)
9

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Medial


Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Medial

SISTEM MOTORIK

Trofi Normotrofi Normotrofi

Tonus Otot Normotonus Normotonus

Kekuatan Otot 55555 55555


ESD : 55555 ESS : 55555

55555 55555
EID : 55555 EIS 55555

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Duduk-Berbaring

Gerakan Spontan Abnormal


- Tremor : (-)
- Khorea : (-)
- Balismus : (-)
- Mioklonus : (-)
- Atetosis : (-)
- Distonia : (-)
- Spasme : (-)
- Tic : (-)

TEST SENSIBILITAS
- Eksteroseptif : Nyeri (Dalam batas normal), Raba (Dalam batas
normal), Suhu (Dalam batas normal).
- Propioseptif : Rasa gerak (Dalam batas normal), Rasa sikap
(Dalam batas normal), Rasa getar (Dalam batas
normal), Rasa tekan (Dalam batas normal ), Nyeri
dalam (Dalam batas normal).
10

Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas


Stereognosis : Tidak diperiksa
Pengenalan Dua Titik : Tidak diperiksa
Grafestesia : Tidak diperiksa

REFLEKS FISIOLOGIS
- Biceps : (++/++)
- Triceps : (++/++)
- Patella : (++/++)
- Tendon Achiless : (++/++)

REFLEKS PATOLOGIS
- Babinski : (-/-)
- Oppenheim : (-/-)
- Chaddock : (-/-)
- Gordon : (-/-)
- Schaeffer : (-/-)
- Hoffman – Trommer : (-/-)
- Klonus Lutut : (-/-)
- Klonus Kaki : (-/-)

KOORDINASI
Lenggang : Dalam batas normal
Bicara : Pelo
Menulis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Mimik : Tampak Sakit
Test Telunjuk-Telunjuk : Dalam Batas normal
Test Telunjuk-Hidung : Dalam Batas normal
Disdiadokokinesis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Test Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
11

VEGETATIF
Vasomotorik : (+) Normal
Sudomotorik : (+) Normal
Pilo-Erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potensi dan Libido : Tidak ditanyakan

VERTEBRAE
Bentuk
- Normal : (+)
- Scoliosis : (-)
- Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
- Leher : Dalam batas normal
- Pinggang : Dalam batas normal

TANDA RANGSANGAN RADIKULER


Laseque : (-/-)
Cross Laseque : (-/-)
Test Lhemitte : (-)
Test Naffziger : (-)

GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
Ingatan Baru : Dalam batas normal
Ingatan Lama : Dalam batas normal
12

Orientasi
- Diri : Dalam batas normal
- Tempat : Dalam batas normal
- Waktu : Dalam batas normal
- Situasi : Dalam batas normal
Intelegensia : Tidak diperiksa
Daya Pertimbangan : Normal
Reaksi Emosi : Normal
Afasia
- Ekspresif : (-)
- Represif : (-)
- Apraksia : (-)
Agnosia
- Agnosia visual : (-)
- Agnosia Jari-jari : (-)
- Akalkulia : (-)
- Disorientasi kanan-kiri : (-)
13

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Niai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemoglobin 13.8 g/dL 12 - 16
Hitung Eritrosit 5.2 10^6/µL 3.9 - 5.6
Hitung Leukosit 8,100 /µL 4,000 – 11,000
Hematokrit 43.3 % 36 – 47
Hitung Trombosit 274,000 /µL 150,000 – 450,000
Index Eritrosit
MCV 84.0 fl 80 – 96
MCH *26.7 pg 27 – 31
MCHC 31.8 % 30 – 34
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1 % 1–3
Basofil 0 % 0–1
N. Stab *0 % 2–6
N. Seg *81 % 53 – 75
Limfosit *15 % 20 – 45
Monosit *3 % 4–8
Laju Endap Darah *36 mm/jam 0-20

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah *253 mg/dL < 140
Sewaktu
Fungsi Hati
Bilirubin Total 0.90 mg/dL 0.3 – 1
Bilirubin Direk *0.46 mg/dL < 0.25
AST (SGOT) 8 U/l < 40
ALT (SGPT) 14 U/l < 40
Fungsi Ginjal
Ureum *12 mg/dL 20 -40
Kreatinin 0.74 mg/dL 0.6 – 1.1
Asam Urat 3.9 mg/dL 3.4 – 7.0
Elektrolit
Natrium (Na) 139 mEq/L 135 – 155
Kalium (K) 4.0 mEq/L 3.5 – 5.5
Chlorida (Cl) 98 mEq/L 98 - 106
14

-CT Scan (Head)

Tanggal 25-04-2017

THE CT SCAN CLINICAL REPORT

Infratentorial cerrebellum, pons dan ventricle 4 tidak tampak kelainan.

Supratentorial tampak gambaran lesi hypodense di basal ganglia kanan . tidak

tampak midline shift.

Kesan : Infarct basal ganglia

9. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : PN III, IV, VI dan VII UMN dextra

Diagnosa Etiologi : Trombus

Diagnosa Anatomik : Sub Korteks Cerebri

Diagnosa Kerja : PN III, IV,VI dan VII UMN Dextra ec

stroke iskemik

10. PENATALAKSANAAN

Aktifitas : Tirah baring

Diet : MB

Terapi :

- Adalat oros 30 mg 1x1

- Valsartan 80mg 1x1

- Vastigo 2x1

- Clobazam 10mg 1x1

- Aspilet 1x1
15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Stroke

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain

vaskuler.1

Stroke dengan defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan

oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal

pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke

bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global

pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa

trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia

pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke

hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral ata perdarahan subarachnoid.4

3.2. Epidemiologi

Stroke masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh

dunia. Menurut riset kesehatan dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia

mencapai 12,1 per 1000 orang. Data pada 2010 di Amerika Serikat, stroke berada

di urutan ketiga teratas sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan

kanker. Kasus penderita stroke di negara tersebut mencapai 700 ribu orang per

tahun. Stroke infark trombotik 80% dari semua jenis stroke, sedangkan stroke

15
16

emboli sekitar 5%, perdarahan intrakranial 10% dan perdarahan subarachnoid

sebesar 5%.3

3.3. Etiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya

disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan

mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).

Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30

ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi

kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influx kalsium secara cepat,

aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada

akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang terjadi kemudian dapat menyebabkan

pelepasan radikal bebas yang akanmenambah kematian sel. Reperfusi juga

menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika

gangguan CBF masih antara 15–30 ml/100mg/menit, keadaan iskemik dapat

dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal.4

Gambar 3.1. Stroke iskemik


17

3.4. Faktor Risiko5

Bisa dikendalikan Potensial bisa Tidak bias

dikendalikan Dikendalikan

 Hipertensi  Diabetes mellitus  Umur

 Penyakit jantung  Hipertrofi ventrikel kiri  Jenis kelamin

 Fibrilasi atrium  Herediter

 Endokarditis  Ras dan etnis

 Stenosis mitralis  Geografi

 Infark jantung

 Merokok

 Anemia sel sabit

 Transient Ischemic

Attack (TIA)

 Stenosis karotis

asimtomatik

3.5. Klasifikasi

1. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya

a. Stroke Trombosis

Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat

biasanya terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan

dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi

aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria

karotis interna atau, yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau
18

di taut ateria vertebralis dan basilaris. Stroke trombotik dapat dari sudut

pandang klinis tampak gagap dengan gejala hilang timbul berganti–ganti

secara cepat. Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit

perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau

tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri,

aliran darah yang mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang

tinggi. Penurunan mendadak tekanan darah tersebut dapat menyebabkan

penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke.6

b. Stroke Emboli

Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan

deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan

penyakit. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding

rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan kecil,

fragmen– fragmen dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau

vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya

tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam

bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme

dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga

gejala–gejala mereda.

Namun, fragmen–fragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah

hilir dan menimbulkan gejala–gejala fokal. Pasien dengan stroke

kardioembolik memiliki risiko yang lebih besar terkena stroke hemoragik,

karena terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan

yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah emboli
19

pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur dinding arteri

sebelah distal dari okulasi embolus melemah atau rapuh karena perfusi.

Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan

perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik

adalah stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium

besar tetapi tanpa penyebab yang jelas.6

2. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan manifestasi klinis

Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat

penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat

mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:7

1. Transient ischemic Attack (TIA)

Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya

berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau

emboli. TIA sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena

durasinya yang kurang dari 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,

hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan

sampai 21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya,

sehingga pada TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien

saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau

menyaksikan sendiri. Biasanya RIND nmembaik dalam waktu 24 - 48 jam.

Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit)

akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.


20

3. Stroke In Evolution (Progressing stroke)

Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48

jam. Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara

bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis

progressing stroke ditegakkan mungkin karena dokter dapat mengamati

sendiri secara langsung atau berdasarkan atas keterangan pasien bila

peristiwa sudah berlalu.

4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic

Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya

sudah menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul

bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami

infark.

3.6. Patofisiologi

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang

berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara

umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan

tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik

dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat

daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati

akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit

neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra

iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya

aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
21

yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-

sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika

tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami

kematian.4

Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel

otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat

penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan

proses fagositosis debris nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis

atau silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage

tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic

injury dan free radical injury akibat bocornya neurotransmitter glutamate dan

aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton otak. Demikian pula

lepasnya radikal bebas membakar membran lipid sel dengan segala akibatnya.

Kematian Apoptotic mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade

iskemik yang berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion

Natrium dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel yang berakibat

hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan Natrium intraseluler. Ini

memicu mitokondria untuk melepaskan enzim caspase-apoptosis.6

Gambar 3.2. Ischaemic Penumbra


22

Penyebab utama stroke iskemik adalah trombus dan emboli yang

seringkali dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik. Trombus disebabkan oleh

kerusakan pada endotel pembuluh darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah

besar (large vessel thrombosis), maupun di pembuluh darah lakunar (small vessel

thrombosis). Kerusakan ini dapat mengaktivasi dan melekatkan platelet pada

permukaan endotel tersebut, kemudian membentuk bekuan fibrin. Penyebab

terjadinya kerusakan yang paling sering adalah aterosklerosis (aterotrombotik).

Pada aterotrombotik terbentuk plak akibat deposisi lipid sehingga terjadi

penyempitan lumen pembuluh darah yang menghasilkan aliran darah yang

turbulen sepanjang area stenosis. Hal ini dapat menyebabkan disrupsi intima atau

pecahnya plak sehingga memicu aktivitas trombosit. Gangguan pada jalur

koagulasi atau trombolisis juga dapat menyebabkan trombus. Pembentukan

trombus atau emboli yang menutupi arteri akan menurunkan aliran darah di

serebral dan bila ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan iskemik

jaringan sekitar lokasi trombus.7

3.7. Tanda dan Gejala Klinis

Gejala stroke iskemik yang timbul akibat gangguan darah di otak bergantung

pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat peredaran

darah.2

a. Arteri Cerebri Anterior

 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

menonjol

 Gangguan mental

 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh


23

 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air

 Bisa terjadi kejang

b. Arteri Cerebri Media

 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih

ringan

 Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol

 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh

 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia)

c. Arteri Karotis Interna

 Buta mendadak (amaurosis fugax)

 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan

(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan

 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis

kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi

sumbatan

d. Arteri Cerebri Posterior

 Koma

 Hemiparesis kontralateral

 Ketidakmampuan membaca (aleksia)

 Kelumpuhan NIII

e. Sistem Vertebrobasiler

 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas

 Meningkatnya refleks tendon

 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh


24

 Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (tremor),

kepala berputar (vertigo)

 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)

 Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang dan pita suara

sehingga pasien sulit bicara (disartria)

 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran

secara lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,

kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)

 Gangguan penglihatan, seperti diplopia, nistagmus, ptosis,

kurangnya daya gerak mata, hemianopsia homonym

 Gangguan pendengaran

 Rasa kaku di wajah, mulut, atau lidah

3.8. Penegakan Diagnosa

a. Penemuan Klinis5

1. Anamnesis

Terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa

dijumpai adanya trauma kepala dan adanya faktor resiko stroke.

2. Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor resiko seperti

hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.


25

 Skor Siriraj

 Skor Gadjah Mada


26

b. Pemeriksaan Tambahan/Laboratorium

1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik

Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau

CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan

hemoragik serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa

(kecurigaan stroke luas). Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling

mungkin bila CT scan tidak menunjukkan perdarahan, tumor, atau infeksi

fokal, dan bila temuan klinis tidak menunjukkan migren, hipoglikemia,

ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid. Pencitraan otak atau CT scan

dan MRI adalah instrumen diagnose yang sangat penting karena dapat

digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke yang diderita oleh

seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu sebelum

dilakukan terapi dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT

scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT scan non kontras yang digunakan

untuk membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik yang

harus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penyebab lain yang

memberikan gambaran klinis menyerupai gejala infark atau perdarahan di

otak, misalnya adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah CT scan

kontras yang digunakan untuk mendeteksi malformasi vascular dan

aneurisme.9

2. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko seperti : pemeriksaan darah

rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit). Komponen kimia darah, gas,

elektrolit, Doppler dan Elektrokardiografi (EKG).7


27

3.9. Penatalaksanaan

Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan

medis pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah

kecacatan. Setelah itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan

darurat medis pada stroke akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif

untuk stroke kronis, dan mengatasi gejala sisa akibat stroke. Terapi stroke secara

medis antara lain dengan pemberian obat-obatan, fisioterapi, dan latihan fisik

untuk mengembalikan kemampuan gerak sehari-hari.10

3.9.1. Terapi Non Farmakologi

a. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik

merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien

yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk

hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan

oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup. Diet tinggi buah-buahan sitrus

dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan perlindungan terhadap stroke

iskemik pada studi Framingham dan studi Nurses Health , setiap peningkatan

konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet

rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga direkomendasikan.

Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1 kali per hari) dapat

mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20% dalam 12 tahun,

namun konsumsi alkohol berat (> 5 kali/ hari) meningkatkan risiko stroke.10

b. Aktivitas fisik
28

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan

merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik

atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk melakukan

aktivitas aerobik sekitar 30-45 menit setiap hari. Latihan fisik rutin seperti

olahraga dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan

fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen yang berguna

dalam memaksimalkan program penurunan berat badan, meskipun pengaturan

pola makan lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan pengendalian

metabolism.5,10

Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

adalah :8

a. Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian

terapi trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dan

lain-lain tergantung kondisi klinis pasien.

b. Pemberian cairan, pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari

(parenteral maupun enteral), cairan parenteral yang diberikan adalah yang

isotonis seperti 0,9% salin.

c. Pemberian nutrisi, Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan

dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan jika tes fungsi menelan

baik. Bila terdapat gangguan menelan atau keasadaran menurun nutrisi

diberikan melalui pipa nasogastrik.

d. Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini

untuk mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis

vena dalam, emboli paru kontraktur) perli dilakukan.


29

e. Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan reabilitasi dini setelah

kondisi medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan

sesuai dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari rumah sakit

direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan

selama satu tahun pertama setelah stroke.

f. Penalataksaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah lakukan

terapi psikologik, analgesik, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien

stabil, kontrol buang air besar dan kecil, pemeriksaan penunjang kainnya,

edukasi keluarga dan discharge planning.

3.9.2. Terapi Farmakologi

Pedoman Terapi Stroke Iskemik akut :11

 Terapi umum

a. Posisi kepala 30o, dengan kepala dan dada pada satu bidang. Posisi lateral

dekubitus kiri bila disertai muntah. Ubah posisi tidur setiap 2 jam dan

mobilisasi bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

b. Bebaskan jalan nafas bila perlu dapat diberikan oksigen 1-2 liter/menit

sampai ada hasil analisa gas darah.

c. Atasi hipertermia dengan kompres dan antipiretik dan cari penyebabnya.

d. Kandung kemih yang penuh sebaiknya dikosongkan dengan kateter

intermitten.

e. Pemberian nutrisi : cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500- 2000

milliliter dan elektrolit dengan komposisi sesuai kebutuhan pasien. Nutrisi

peroral diberikan jika fungsi menelan baik.


30

f. Pemberian glukosa : hiperglikemia (>150 mg%) harus dikoreksi sampai

batas gula sewaktu 150 mg% dengan insulin atau intravena secara drip

kontinyu sempai 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (<60 mg% atau <80

mg% dengan gejala) harus diatasi segera dengan memberikan dextrose

intravena sampai normal

g. Pemberian obat-obatan simptomatis sesuai gejala yang dirasakan. Untuk

menurunkan tekanan darah diberikan : natrium nitroprusid, penyekat

reseptor alfa-beta, penyekat ACE atau antagonis kalsium. Jika kejang

diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit maksimal 100 mg

perhari dan dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,

karbamazepin). Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat diberi

manitol bolus intravena 0,25-1g/kgBB per 30 menit.

 Terapi Khusus

a. Mencegah repurfusi : antitrombotik (antiplatelet aspirin dan anti

koagulan).

b. Pemberian neuroproteksi : dapat diberikan piracetam, citicolin atau

nimodipin.

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk

pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang

direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin

dengan onset 48 jam.

a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah,

melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan darah). Akan
31

tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan

terlarut tidak hanya fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin

cadangan yang ada dalam pembuluh darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika

diberikan sebelum 3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga harus menjalani

pemeriksaan lain, seperti CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang

minum obat pembekuan darah.4,9

b. Antiplatelet

The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA)

merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi

pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel maupun extended-

release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet yang

direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008). Berbagai obat antiplatelet, seperti

asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba untuk

mencegah stroke iskemik. Agen ini umumnya bekerja baik dengan mencegah

pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan konsetrasi prostasiklin. Proses

ini dapat membangun kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga

mencegah adesi dan agregasi trombosit.9

c. Pemberian Neuroprotektan

Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas waktu tertentu sebagian besar

jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan

dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah

menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel–sel

neuron. Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat

hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang


32

glutamat yang biasanya timbul setelahcedera sel neuron. Suatu obat neuroprotektif

yang menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki efek pada metabolisme kalsium

neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik. Beberapa diantaranya adalah

golongan penghambat kanal kalsium (nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor

glutamat (aptiganel, gavestinel, selfotel), agonis GABA (klokmethiazol),

penghambat peroksidasi lipid (tirilazad), antibody anti-ICAM-1 (enlimobab), dan

aktivator metabolic (sitikolin).10,11

d. Pemberian Antikoagulan

Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke

pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah

stroke atau TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi

yang diketahui. Secara umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah

stroke iskemik tidak direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin,

LMWH, atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan

yang serius. Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan

primer maupun sekunder pada pasien dengan atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin

harus hati-hati karena dapat meningkatkan risiko perdarahan. Pemberian

antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk

memperbaiki outcome neurologic atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke

ulang tidak direkomendasi.10

3.10. Komplikasi

Komplikasi berakibat kematian pada bulan pertama pasca stroke yaitu :7

a. Edema otak yang diikuti herniasi yang mengakibatkan penekanan pada

pusat vital otak yang mengendalikan pernapasan dan denyut jantung.


33

b. Pneumonia aspirasi, akibat masuknya makanan atau cairan ke paru.

c. Emboli paru

d. Jantung : gangguan output, aritmia dan infark miokard.

e. Metabolik : Hiperglikemia/ hipoglikemia, hipernatremia/hiponatremia dan

gangguan elektrolit lain.

3.11. Prognosis

Prognosis stroke sangat dipengaruhi oleh berat ringannya penyakit dan

penyulit yang terjadi selama perjalanan penyakit dan perawatan pasien, antara lain

infeksi nosokomial berupa pneumonia dan infeksi saluran kemih.

Faktor-faktor yang umumnya mempengaruhi prognosis stroke yaitu :

a. Faktor neurologi : lokasi lesi, jenis dan luas lesi.

b. Faktor umum : umur, hipertensi, penyakit jantung, hiperglikemia.

c. Faktor komplikasi : jantung, infeksi, emboli paru, kejang, stroke

berulang dan multi infark.

Secara umum perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut :

a. 10% penderita stroke mengalamai pemulihan hampir sempurna

b. 25% pulih dengan kelemahan minimum

c. 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat tidak membutuhkan

perawatan khusus

d. 10% membutuhkan perwatan oleh perawat pribadi dirumah atau fasilitas

perawatan jangka panjang lainnya

e. 15% langsung meninggal setelah serangan stroke


34

Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi perilaku aktifiktas

kehidupan sehari-hari yaitu tingkat defisit neurologis dan tingkat fungsional.

Perbaikan neurologis merujuk adanya peningkatan hubungan spesifik antara

stroke dengan defisit neurologis seperti defisit motorik, sensorik, visual atau

bahasa. Perbaikan fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas

perawatan diri sendiri dan mobilitas yang dapat terjadi sebagai konsikuensi dari

perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa kombinasi

dari peningkatan neurologis dan fungsional.9

3.12. Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Tujuan dari pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor resiko

stroke bagi individu yang mempunyai faktor resiko dengan cara melaksanakan

gaya hidup sehat bebas stroke, yaitu :10,11

a. Menghindari kebiasaan merokok, stres, alkohol, kegemukan, konsumsi

garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin dan kokain.

b. Mengurangi makanan yang dapat meningkatkan kolesterol dan lemak

dalam makanan

c. Mengendalikan hipertensi, diabetes millitus, penyakit jantung ( misalnya

fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik) dan

penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.

d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti : banyak makan

sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, olahraga teratur

dan istrirahat yang cukup.

2. Pencegahan Sekunder
35

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita

stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar

stroke tidak berlajut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah :10,11

a. Obat-obatan : asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat

antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis 80-320 mg/hari,

antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit

jantung (kelainan katup, fibrilasi atrium, infark miokard)

b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi

trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra

indikasi terhadap asetosal (aspirin)

c. Modifikasi gaya hidup dan faktor resiko misalnya mengkonsumsi obat

antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat

hipoglikemik pada penderita diabetes mellitus, diet rendah lemak dan

mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti

merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, obesitas.

3. Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk penderita stroke agar kelumpuhan

yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada

orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan

tersier dapat dilakukan dalam bentuk:12

a. Rehabilitasi fisik

Terapi Pertama melakukan fisioterapi untuk mengatasi masalah gerakan

dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri,

berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas ditempat tidur.


36

Terapi kedua adalah terapi okupasional untuk melatih kemampuan

penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai

baju, makan dan buang air. Terapi ketiga adalah terapi wicara dan bahasa,

untuk melatih kemapuan penderita dalam menelan makanan dan minuman

dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.

b. Rehabilitasi mental

Penderita stroke perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan

konsultasi dengan psikiater atau ahli psikolgis klinis. Sebagian besar

penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi

mental seperti reaksi sedih, mudah tersinggung, murung, tidak bahagia dan

depresi.

c. Rehabilitasi sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita

stroke menghadapi masalah sosial seperti : mengatasi perubahan gaya

hidup, hubungan perorangan, perkejaaan dan aktivitas senggang. Selain

itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan

komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.


37

BAB IV

KESIMPULAN

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain

vaskuler. Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya

disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan

mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).

Individu yang paling berisiko mengalami stroke yaitu lansia yang menderita

tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, hiperkolestrolemia, maupun penyakit

jantung.

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang

berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Diagnosis

stroke dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang (CT-Scan kepala), namun jika pemeriksaan radiologi tidak tersedia

dapat digunakan skor Siriraj atau algoritme Gadjah Mada untuk dapat

menegakkan diagnosis stroke.

Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan

medis pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah

kecacatan. Setelah itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan

darurat medis pada stroke akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif

untuk stroke kronis, dan mengatasi gejala sisa akibat stroke. Prognosis stroke

37
38

sangat dipengaruhi oleh berat ringannya penyakit dan penyulit yang terjadi selama

perjalanan penyakit dan perawatan pasien. Untuk mencegah terjadinya morbiditas

dan mortalitas penyakit stroke, dapat dilakukan pencegahan, baik primer,

sekunder, dan tersier.


39

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). The atlas of heart disease and stroke. WHO;

2016.

2. Munir B. Neurologi dasar. Malang: Sagung Seto; 2015.

3. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia ; 2007.

4. Ginsberg L. Lecture notes neurology. Ed 8. Jakarta: Erlangga; 2008.

5. Setyopranoto I. Stroke : Gejala dan penatalaksanaan stroke. Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. CDK 185/Vol. 38 no. 4/Mei –

Juni 2011.

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Vol

2. Jakarta: EGC; 2012.

7. Jauch EC. Ischemic stroke. Medscape Medical Reference. Desember 07; 2016.

Available at http://www.emedicine.medscape.com/article1916852-overview.

8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan ptroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI) ; 2007.

9. Bruno A,Kaelin DL EY. The subacute stroke patient: hourd 6 to 72 after stroke

onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp : 53-

87.

10. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN.

Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp : 89-109

11. Hacke W,dkk. Ischemic stroke prophylaxis and treatment – European stroke

initiative recomendations; 2003.

12. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke pada pelayanan kesehatan primer. Majalah

Kedokteran Indonesia. 59(2): 61-67; 2009.

Anda mungkin juga menyukai