Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam memandang seorang pasien, yang merupakan seorang manusia, para dokter tidak

hanya berhadapan dengan sebuah penyakit yang bersarang di dalam tubuhnya saja. Selain tubuh,

manusia juga memiliki aspek lainnya seperti jiwa/spiritual, pikiran, emosi, hubungan sosial, dan

sebagainya. Sepantasnya, hal-hal tersebut juga dipertimbangkan dalam upaya seorang dokter

untuk menangani pasien.

Banyak pertimbangan-pertimbangan dari segi hukum, etika, moral, serta agama yang

dapat mempengaruhi suatu keputusan medis. Karena itu, seorang dokter wajib mengetahui dan

mengerti bagaimana caranya membuat keputusan jika sewaktu-waktu pertimbangan-

pertimbangan tersebut berbenturan sehingga menimbulkan dilema.


BAB II

LAPORAN KASUS

"Keputusan medik vs Keputusan etik"

Ny. Parti, seorang janda berumur 65 tahun, mempunyai 3 orang anak, 2 laki-laki dan 1
perempuan yang sudah berkeluarga semua dengan kondisi ekonomi yang cukup baik, ia tinggal
bersama dengan anak perempuannya. Ny. Parti sangat taat dengan keyakinan agamanya. Kondisi
kesehatan Ny. Parti kurang baik, ia adalah penderita DM yang cukup parah bahkan sudah terjadi
komplikasi gangren pada tungkai kirinya. Dokter keluarganya berkali-kali menganjurkan Ny.
Parti untuk diamputasi, namun selalu ditolaknya dengan alasan keyakinan agamanya, bahwa
nanti kalau ia meninggal, ia harus dimakamkan dengan anggota badannya yang tetap utuh.
Kondisi kesehatan pasieb semakin memburuk, ia tampak semakin lemah, sudah beberapa hari
menderita demam yang semakin tinggi sampai sampai pasien tidak sadar. Dalam keadaan tidak
sadar, pasien dibawa keluarganya ke rumah sakit. Pasien dirawat di Unit Perawayan Intensif.
Setelah dilakukan pemeriksaan nedis dengan cermat, Tim Dokter Rumah Sakit
menginformasikan pada keluarga, bahwa untuk menyelamatkan jiwa pasien, tindakan amputasi
harus dilakukan dengan segera (cito). Keputusan dari pihak keluarga harus segera diambil
(informed consent) meningingat kondisi pasien yang sudah kritis, namun keluarga pasien diliputi
oleh dilema moral, di satu pihak, menyetujui pandangan Tim Dokter Rumah Sakit, di pihak lain,
keluarga juga sangat menghormati keyakinan agama pasien.

Kata kunci: keyakinan agama, gangrene, amputasi, kritis, informed consent, dilema moral.
DEFINISI

1. Gangrene : kematian jaringan, biasanya dalam masa yang cukup besar, umumnya akibat
kehilangan pasokan vaskular (nutrisi) dan di ikuti dengan invasi bakteri dan pembusukan.

2. Amputasi : pemotongan ekstremitas atau bagian tubuh lainnya yang menonjol.

3. Informed consent : persetujuan pasien untuk menjalani tindakan medis setelah ia


memahami tindakan tersebut.

4. Dilema moral : suatu kondisi dimana seseorang dihadapkan dengan dua atau lebih
kondisi yang tidak mengenakkan, tapi harus memilih salah satu.
MIND MAP

Ny. Parti 65
Taat agama
thn

Melarangampu
DM
tasi

Gangrene

Kritis

Doktermenyara Dilemamoral ?
nkanamputasi
MASALAH

1. Ny. Parti 65 thn

2. DM

3. Gangrene

4. Kritis

5. Taat agama → melarangamputasi

6. Amputasi
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Medis

Reduksionis
Pandangan reduksionisme memiliki arti bahwa sebuah system yang kompleks adalah tak
lain dan tak bukan terdiri dari penggabungan antara bagian-bagian kecil di dalamnya. Hal ini
berarti pendekatan medis secara reduksionisme memandang suatu pasien atau penyakit dari suatu
bagiannya saja, tidak secara keseluruhan. Contohnya, seorang internis berusaha menangani
seorang pasien penderita diabetes mellitus dari segi fisiknya saja, tanpa membicarakan apa
dampak penyakit tersebut secara kejiwaan, social, dsb.
Masalah-masalah yang terdapat pada pendekatan macam seperti ini antara lain adalah di
dapatnya kesulitan untuk mengerti dan menangani masalah secara keseluruhan, adanya
kecenderungan untuk terlalu menyederhanakan suatu masalah, dan terkadang ada sebab-akibat
yang belum jelas. Misalnya, yang mana yang datang duluan, stress akut atau sakit perut yang
dirasakan pasien? (Chicken or the egg paradox).

Holistik
Pandangan holism memiliki arti bahwa sebuah system yang kompleks seharusnya
dipandang secara keseluruhan, dan bukannya di pandang dari bagian-bagian yang
membentuknya. Hal ini berarti pendekatan medis secara holistik menjalankan bentuk
pemulihan/penyembuhan yang melihat manusia secara keseluruhan, terdiri dari body, mind,
spirit, emotions, dan aspek-aspek lain misalnya hubungan sosial. Jika salah satu bermasalah,
dapat berdampak negative terhadap overall health.

Meskipun kedua pandangan tersebut berlawananan, seharusnya dapat saling melengkapi


dalam prakteknya sehari-hari. Misalnya dengan memperhatikan kesehatan jiwa, atau pasien yang
menggunakan terapi komplementer dan alternative, selain dari pengobatan penyakit secara fisik
yang konvensional.
B. Prinsip-prinsip etika kedokteran

 Beneficence : prinsip beneficence ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan
yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau
membahayakan pasien.
 Non maleficence adalah dokter tidak berbuat hal-hal yang memperburuk pasien
 Justice adalah inti dari prinsip ini adalah keadilan, berlaku adil pada setiap pasien, setiap
pasie berhak mendapatkan tindakan yang sama
 Autonomi adalah prinsip otonomi menyatakan, bahwa setiap individu mempunyai
kebebasan untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka
pilih.

C. Pembagian masalah dan keputusan pada kasus berdasarkan keputusan medik dan
keputusan etik.

D. Hak-hak pasien

Hak-hak pasien pada dasarnya terdiri dari dua hak yaitu the right to health are dan the
right to self determination. Secara tegas the World Medical Association telah mengeluarkan
Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient, yaitu hak memilih dokter secara bebas, hak
dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis, hak untuk menerima
dan menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat, hak untuk dihormati
kerahasiaan dirinya, hak untuk mati secara bermartabat, dan hak untuk menerima atau menolak
dukungan spiritual dan moral.

UU kesehatan menyebutkan beberapa hak pasien, seperti hak atas informasi, hak atas
second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis, hak
untuk kerahasiaan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak untuk memperoleh ganti
rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.

Sementara itu berdasarkan UU Praktik Kedokteran pasien memiliki hak untuk


mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 45 ayat (3), meminta pendapat dokter lain mendapatkan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal 45
ayat (3) menyatakan tentang penjelasan tersebut diatas sekurang-kurangnya meliputi diagnosis,
tatacara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternative tindakan lain dan
risikonya, risiko dan komplikasinya yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
akan dilakukan.

Di sisi lain pasien berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku
di sarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

E. Syarat Pasien Kompeten

Yang berhak memberi persetujuan pasien :

- Dewasa atau > 21 tahun


- Sudah menikah atau berkeluarga
- Sehat mental ( tidak dalam keadaan depresi, tertekan dsb)

Dalam banyak PTM sering keluarga yang menanda tangani hal ini mungkin berkaitan dengan
kesangsian terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diambil keluarga.
F. Prinsip Prinsipalisme

Prinsip prinsipalisme adalah prinsip-prinsip etika biomedis yang menjadi pedoman


tindakan medis, dimana dalam prakteknya sehari-hari sering terjadi benturan antara prinsip-
prinsip biomedis sehingga menimbulkan suatu pertimbangan “prinsip mana yang harus
diutamakan?”.

Pada kasus ini terdapat benturan antara prinsip “Autonomy”, dalam hal ini adalah
penolakan pasien untuk dilakukan tindakan amputasi karena bertentangan dengan keyakinannya,
dengan prinsip“Beneficence”, dimana dalam hal ini kita sebagai seorang dokter harus melakukan
tindakan amputasi segera demi keselamatan jiwa pasien.

Dalam kasus ini dikarenakan adanya 2 prinsip yang bertentangan, kita lebih memilih
untuk mengutamakan prinsip“Autonomy”, karena kita sebagai seorang dokter selalu menjunjung
tinggi hak-hak pasien yang salah satunya adalah hak untuk menolak pengobatan.

G. Pandangan agama mengenai amputasi

1. Menurut Pandangan Islam

Amputasi boleh dilakukan apabila hal itu sangat diperlukan dan sudah tidak ada cara
pengobatan lain untuk menyelamatkan jiwa pasien. Amputasi dihalalkan selama pasien masih
hidup, tetapi Islam mengharamkan amputasi jika pasien sudah meninggal, dikarenakan hal itu
dapat menyebabkan kesakitan bagi mayat.

2. Menurut Pandangan Katolik

Menurut pandangan katolik terhadap kasus ini tindakan amputasi boleh dilakukan, hal ini
didasarkan berdasarkan prinsip katolik sendiri yaitu, yang dilihat itu adalah efek baiknya bukan
dari efek jahatnya.

3. Menurut Pandangan Hindu

Hindu memperbolehkan dilakukannya amputasi, jika bertujuan menyelaamatkan jiwa


pasien.
H. Aspek hukum Informed Consent

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta


Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga
terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP
Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
a. Diagnosa yang telah ditegakkan
b. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut
d. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut
e. Alternatif cara pengobatan yang lain.
f. Prakiraan biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Daftar pustaka

 Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Pustaka
Dwipar, 2005.
 Beresford MJ. Medical reductionism: lessons from the great philosophers. QJ Med
103(9): 2010. p. 721-4.
 Wiradharma D. Penuntun kuliah : etika profesi medis. Jakarta : Penerbit : Universitas
Trisakti, 2011

Anda mungkin juga menyukai

  • Komplikasi
    Komplikasi
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Denah Rumah
    Denah Rumah
    Dokumen2 halaman
    Denah Rumah
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Intususepsi
    Intususepsi
    Dokumen18 halaman
    Intususepsi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen2 halaman
    Etiologi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Histologi
    Histologi
    Dokumen7 halaman
    Histologi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana
    Tatalaksana
    Dokumen4 halaman
    Tatalaksana
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Autopsi Kasus 1
    Autopsi Kasus 1
    Dokumen6 halaman
    Autopsi Kasus 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Dampak Hukum
    Dampak Hukum
    Dokumen1 halaman
    Dampak Hukum
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Tata Laksana
    Tata Laksana
    Dokumen2 halaman
    Tata Laksana
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Otitis Eksterna
    Otitis Eksterna
    Dokumen1 halaman
    Otitis Eksterna
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Manifestasi Klinis: - Tremor
    Manifestasi Klinis: - Tremor
    Dokumen3 halaman
    Manifestasi Klinis: - Tremor
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan
    Pencegahan
    Dokumen4 halaman
    Pencegahan
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Autopsi Kasus 1
    Autopsi Kasus 1
    Dokumen6 halaman
    Autopsi Kasus 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etika Moral Tutor 5
    Etika Moral Tutor 5
    Dokumen4 halaman
    Etika Moral Tutor 5
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Dampak Hukum
    Dampak Hukum
    Dokumen1 halaman
    Dampak Hukum
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • KASUS
    KASUS
    Dokumen1 halaman
    KASUS
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etika Moral Tutor 5
    Etika Moral Tutor 5
    Dokumen4 halaman
    Etika Moral Tutor 5
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Traumatologi Kasus 2
    Traumatologi Kasus 2
    Dokumen3 halaman
    Traumatologi Kasus 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Prosedur Medikolegal
    Prosedur Medikolegal
    Dokumen2 halaman
    Prosedur Medikolegal
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi
    Komplikasi
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Traumatologi Kasus 2
    Traumatologi Kasus 2
    Dokumen3 halaman
    Traumatologi Kasus 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis
    Anamnesis
    Dokumen5 halaman
    Anamnesis
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Prosedur Medikolegal
    Prosedur Medikolegal
    Dokumen2 halaman
    Prosedur Medikolegal
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan
    Pencegahan
    Dokumen4 halaman
    Pencegahan
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • ANC Tutor 2
    ANC Tutor 2
    Dokumen3 halaman
    ANC Tutor 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat