Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Intususepsi

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen
usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi(1-
4). Umumnya bagian yang proksimal atau disebut intususeptum masuk ke bagian distal atau disebut
intussussipien(6).

2.2 Epidemiologi

Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju(8). Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina,
dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka
kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang
insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum
Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah
pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per
tahun(8). Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran
hidup(2). Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak(12). Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan(8).

Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di
Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah
9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai
4:1(8).

Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian yang
bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(8). Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian
musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini
berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas(2).
Di Asia, salah satunya Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan September dan Januari
dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang merupakan
puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan
adanya perbedaan musim terkait dengan intususepsi(8).

1
2.3 Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(13).

1. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak
dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile idiophatic
intussusceptions”(13). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari
intususepsi berkisar antara 42-100%(8).

Definisi dari istilah intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait


intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk menggambarkan
kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan
intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat
pembedahan(8).

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk
menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena
Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering
didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening
sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar
adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas(1).

2. Kausal

Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus
dapat menjadi penyebab intususepsi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi
usus(13). Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrom, dan duplikasi intestinal. Lead point lain diantaranya
lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-Schönlein
purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang berhubungan
dengan tuberkulosis abdominal(2).

Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua
minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal(13).

2.5 Patogenesis
2
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan
oleh adanya massa yang bertindak sebagai pencetus atau oleh pola yang tidak teratur dari
peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan
berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal,
dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat,
menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi(1).

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam
lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan
mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi
obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana
ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus(1,13).

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi
mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi
yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool(1,2,13).

3
2.6 Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai
sebagai penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama
enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang
dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana
pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada
beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
intususepsi(13).

4
2.7 Jenis Intususepsi(13)

Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang
terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.Pada kolon dikenal dengan jenis colo-
colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal
dengan intususepsi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.

Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang
lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau
colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada
pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-colica
22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.

2.8 Gambaran klinis


5
Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-
tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti
kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa
menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah
terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu
15-20 menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung(2,13).

Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.
Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak
masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir,
kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan
lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama
kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus
per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor
berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau
kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada
perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dance’s sign. Hal ini akibat caecum dan
kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi(1-4,7,13).

Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial
berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga
pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran
peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi(13).

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi
hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah
feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri.
Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis umum,
shock dan kematian.

Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

6
 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio
bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas.
Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas
tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps
melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang
melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul(13).

2.9 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,


laboratorium dan radiologi.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari(1-
5,7,13) :

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi.
Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat
kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi(13).

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah


diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini
membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk
membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi(2).

Kriteria Mayor

7
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan
distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.

2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut ini:
massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto
abdomen, USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau
gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal Toucher.

Kriteria Minor

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

2. Nyeri abdomen

3. Muntah

4. Lethargy

5. Pucat

6. Syok hipovolemi

7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

- Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan

- Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan invaginasi dengan
manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

- Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)

- Dua kriteria mayor

- Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

8
- Empat atau lebih kriteria minor

2.10 Pemeriksaan Penunjang

2.10.1 Pemeriksaan Laboratorium (13,16)

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai
proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan
dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).

2.10.2 Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen

Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah
lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid level. Dapat terlihat free
air bila terjadi perforasi(13).

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45%
untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada
fasilitas USG(4). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008
dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan
9
posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan
intususepsi(17).

Barium enema

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala
klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring

10
appearance(13).

Ultrasonografi Abdomen

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau
‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin
hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm.
Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada
tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan
hipoekoik dan hiperekoik(2,3,4,6).

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu
mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa intususepsi
transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region
periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm),
memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus
limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic(2).

11
Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter
anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi
ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif(2).

CT Scan

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG
yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG,
dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan(2).

12
2.11 Diagnosis Banding(13)

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan
rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi,
bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada
colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada
intususepsi didapati adanya celah.

2.12 Penatalaksanaan

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan
lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang
lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan
distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan

13
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter
untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan(2,16).

Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun
terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut(16).

Tindakan Non Operatif

A. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan


pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di
bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium
memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal(16).

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya(2,4,16) :

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara
pertengahan bokong.

2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan


dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.

3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1) reduksi hidrostatik
dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3)
tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan
dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup
ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa
komplikasi.

Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan
14
panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan
expertise USG dari pelakunya(4).

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi
secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan
di rumah sakit(2,16).

B. Pneumatic Reduction(16)

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum.
Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk
anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan
menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan,
dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-
langkah pemeriksaannya:

1. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan
kuat.

2. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara
dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan
diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan
dilakukan sebuah foto polos.

3. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus
kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan
duluan sebelum kateter dilepas.

4. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus
dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.

5. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg)
untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin
dikerjakan.

Tindakan Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami


kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan
peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan(16).

15
2.13 Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat
menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan
komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan
reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang
terlibat(2).

2.14 Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak
sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi
di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke
pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki
tingkat intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi(8).

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam
kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi
yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi dari
intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%(2).

16
Anatomi usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang duodenum 26
cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah yejunum (Snel, 89).
Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m.
Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan –lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di
bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga
peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum Dinding
jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaitu plica
circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan
pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta,
sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua aarkade
dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus
halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3
atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak
jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak
disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding
usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian
bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :


» Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden dan colon
desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah
menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus
besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus
besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

» · Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica
silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai.

17
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus halus ,
jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Komplikasi
    Komplikasi
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Denah Rumah
    Denah Rumah
    Dokumen2 halaman
    Denah Rumah
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Tata Laksana
    Tata Laksana
    Dokumen2 halaman
    Tata Laksana
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen2 halaman
    Etiologi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Histologi
    Histologi
    Dokumen7 halaman
    Histologi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan
    Pencegahan
    Dokumen4 halaman
    Pencegahan
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etika Moral Tutor 5
    Etika Moral Tutor 5
    Dokumen4 halaman
    Etika Moral Tutor 5
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Etika Moral Tutor 5
    Etika Moral Tutor 5
    Dokumen4 halaman
    Etika Moral Tutor 5
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana
    Tatalaksana
    Dokumen4 halaman
    Tatalaksana
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Keputusan Medik Vs Keputusan Etik
    Keputusan Medik Vs Keputusan Etik
    Dokumen11 halaman
    Keputusan Medik Vs Keputusan Etik
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Dampak Hukum
    Dampak Hukum
    Dokumen1 halaman
    Dampak Hukum
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Manifestasi Klinis: - Tremor
    Manifestasi Klinis: - Tremor
    Dokumen3 halaman
    Manifestasi Klinis: - Tremor
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Autopsi Kasus 1
    Autopsi Kasus 1
    Dokumen6 halaman
    Autopsi Kasus 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Autopsi Kasus 1
    Autopsi Kasus 1
    Dokumen6 halaman
    Autopsi Kasus 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • KASUS
    KASUS
    Dokumen1 halaman
    KASUS
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Otitis Eksterna
    Otitis Eksterna
    Dokumen1 halaman
    Otitis Eksterna
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Dampak Hukum
    Dampak Hukum
    Dokumen1 halaman
    Dampak Hukum
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Traumatologi Kasus 2
    Traumatologi Kasus 2
    Dokumen3 halaman
    Traumatologi Kasus 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Prosedur Medikolegal
    Prosedur Medikolegal
    Dokumen2 halaman
    Prosedur Medikolegal
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi
    Komplikasi
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Traumatologi Kasus 2
    Traumatologi Kasus 2
    Dokumen3 halaman
    Traumatologi Kasus 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis
    Anamnesis
    Dokumen5 halaman
    Anamnesis
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Prosedur Medikolegal
    Prosedur Medikolegal
    Dokumen2 halaman
    Prosedur Medikolegal
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan
    Pencegahan
    Dokumen4 halaman
    Pencegahan
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • ANC Tutor 2
    ANC Tutor 2
    Dokumen3 halaman
    ANC Tutor 2
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi Tutor 1
    Komplikasi Tutor 1
    Dokumen1 halaman
    Komplikasi Tutor 1
    Jonas Dwi Christopher
    Belum ada peringkat