Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

DAKRIOSISTITIS

Oleh: Jordan G. Horo, S.Ked

NIM: 1308012054

Pembimbing: 1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M.

2. dr. Komang Dian Lestari, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. W. Z. JOHANNES

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Sistem lakrimal terdiri dari 3 komponen yang bertanggung jawab dalam


produksi, distribusi dan drainase air mata. Kelenjar lakrimal yang utama dan yang
aksesoris mensekresi air mata yang dapat melindungi permukaan bola mata dan
menolong untuk menjaga penglihatan yang optimal(1).

Kondisi yang mengubah anatomi dan fisiologi dari komponen-komponen


dari sekresi air mata akan menghasilkan epifora yang simptomatik. Perbedaan
klinis yang tepat antara disfungsi anatomi dan fisiologis sangat penting untuk
ditatalaksana(1).

Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan


ini dimulai oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi ini pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakrimal sedang pada
orang dewasa akibat tertekan salurannya misalnya akibat adanya polip hidung(2).

Dakriosistitis dapat dijumpai pada semua usia. Manifestasi dakriosistitis


dapat berupa infeksi akut maupun kronik. Dakriosistitis akut ditandai oleh adanya
lakrimasi, sekret, pembengkakan yang lunak, nyeri, dan kemerahan di area sakus
lakrimal di bagian bawah tepi atas tendon kantus medial. Dakriosistitis kronik
dapat menimbulkan gejala ataupun tidak, namun umumnya tidak nyeri(3).

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering


terjadi pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi
dan dewasa usia lebih dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis
tentang kejadian dakriosistitis di Indonesia(4).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimal

Kelenjar lakrimal utama terletak di orbit superotemporal di fossa lakrimal


dangkal tulang frontal. Kelenjar ini terdiri dari banyak asini yang mengalir ke
tubulus dan saluran yang semakin besar. Asini terdiri dari lapisan sel mioepitel
basal dengan sel sekretori kolumnar dalam. Kontraksi sel myoepithelial
membantu memaksa sekresi ke dalam tubulus dan saluran drainase(5).

Kelenjar lakrimal menerima persarafan dari saraf kranial V dan VII, serta dari
simpatetik ganglion servikal superior. Cabang lakrimal dari divisi opthalmikus
dari saraf trigeminal membawa rangsangan sensorik dari kelenjar lakrimal.
Kelenjar lakrimal menerima suplai arteri dari arteri lakrimal, dengan kontribusi
dari arteri meningeal berulang dan cabang dari arteri infraorbital. Drainase vena
mengikuti jalur intraorbital arteri yang kira-kira sama dan mengalir ke vena
ophthalmic superior(5).

Jalur ekskretoris lakrimal dimulai pada pembukaan 0,3 mm pada bagian


medial dari masing-masing kelopak mata disebut punctum.16,37 Karena
pertumbuhan rahang atas yang lebih cepat dibandingkan dengan tulang frontal
selama perkembangan embriologis, migrasi lateral menarik kanalikuli inferior
secara lateral, menghasilkan punctum kelopak mata bawah yang terletak sedikit
lateral ke punctum kelopak mata atas. Bukaan punctal melebar ke ampula, yang
tingginya 2 mm dan diarahkan tegak lurus ke margin kelopak mata, sebelum
berbelok tajam ke kanalikuli. Canaliculi berukuran 8-10 mm dan diameter 0,5-1,0
mm, dan sejajar dengan margin kelopak mata. Kanalikuli dilapisi dengan epitel
skuamosa bertingkat dan dikelilingi oleh otot orbicularis(5)(6).

Punkta lakrimal mengairi air mata dari meniscus lakrimal menuju ampula
dan kanalikuli. Mekanisme ini terjadi karena adanya mekanisme pompa lakrimal
yang secara aktif memompa air mata menuju sakum setiap kali kedipan mata.
Terdapat 2 teori tentang pompa lakrimal yaitu Jones dan Doane(5).

Menurut Jones pompa lakrimal memiliki 3 komponen utama yaitu,


muskulus orbicularis pretarsal, muskulus orbicularis preseptal dan diafragma
lakrimal. Setiat muskulus memiliki 2 kepala, superficial dan diafragma. Bagian
kepala dari muskulus orbicularis pretarsal(Muskulus Horner) berorigin di sekitar
ampulla kanalikuli dan insersi pada puncak lakrimal posterior. Bagian kepala dari
muskulus orbicularis preseptal (Muskulus Jones) insersi pada fascia sakum dan
puncak lakrimal posterior. Diafragma lakrimal merupakan perpanangan dari
periorbita dan membentuk dinding lateral dari sakum lakrimal(5)(7).

Pompa mulanya berawal dari posisi kelopak mata terbuka, di mana aksi
dari kapiler yang menyedot air mata menuju ampula kanalikuli. Sakum lakrimal
akan kolaps saat kelopak mata terbuka. Tertutupnya kelopak mata akan
menginisiasi kompresi dari ampula lakrimal, disertai dengan memendeknya
kanalikul oleh kontraksi dari muskulus Horner. Kontraksi dari muskulus tersebut
mendorong air mata menuju sakum. Muskulus Jones menstimulasi kerja dari
diafragma lakrimal, membuat tekanan negative di dalam sakum. Ketika kelopak
mata terbuka lagi, sakum kolaps dan air mata akan menuju duktus nasolakrimal(5).

2.2 Definisi Dakriosistitis

Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini


dimulai oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi ini pada anak-
anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakrimal sedang pada orang
dewasa akibat tertekan salurannya misalnya akibat adanya polip hidung.

2.3 Etiologi Daskriosistitis

Dakriosistitis dapat diklasifikasikan menjadi akut atau kronis dan didapat atau
bawaan. Keadaan infeksi akut biasanya menyebabkan dakriosistitis akut. Di
Amerika Serikat, organisme yang paling umum adalah spesies Staphylococcus
dan Streptococcus, diikuti oleh Haemophilus influenza dan Pseudomonas
aeruginosa(2).

Dakriosistitis kronis merupakan akibat obstruksi kronis akibat penyakit


sistemik, infeksi berulang, dakriolit, dan puing radang kronis sistem nasolakrimal.
Beberapa penyakit sistemik yang umum termasuk granulomatosis Wegener,
sarkoidosis, dan lupus erythematosus sistemik(3).

Streptococcus pneumoniae adalah organisme gram positif utama pada


dacryocystitis akut dan kongenital dan Staphylococcus aureus adalah organisme
gram positif utama dalam dacryocystitis kronis. Pseudomonas aeruginosa adalah
isolat gram negatif yang paling umum pada dacryocystitis bawaan dan didapat.
Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk semua isolat(8).

Keadaan yang didapat biasanya karena trauma berulang, operasi, obat-obatan,


dan neoplasma. Di antara penyebab traumatis obstruksi nasolacrimal, fraktur
nasoethmoid tampaknya paling umum. Prosedur sinus endonasal dan endoskopi
memiliki hubungan tertinggi. Obat topikal umum yang terkait dengan keadaan
yang didapat adalah timolol, pilocarpine, dorzolamide, idoxuridine, dan
trifluridine. Obat sistemik yang paling umum adalah fluorourasil dan docetaxel.
Tumor kantung lakrimal primer dan papiloma jinak cenderung menjadi neoplasma
yang paling umum(3).

Bentuk bawaan disebabkan oleh obstruksi membran pada katup Hasner di


saluran nasolacrimal distal. Sebelum melahirkan, sistem nasolacrimal diisi dengan
cairan ketuban. Ketika cairan ketuban gagal diekspresikan dari sistem
nasolacrimal, cairan menjadi purulen dalam beberapa hari setelah melahirkan dan
menjadi patologis(3).

2.4 Epidemiologi Dakriosistitis

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering terjadi


pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan
dewasa usia lebih dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis
tentang kejadian dakriosistitis di Indonesia(4).

Ada distribusi bimodal dengan sebagian besar kasus terjadi tepat setelah
kelahiran pada kasus bawaan atau pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40
tahun. Dakriosistitis kongenital terjadi pada kira-kira 1 dari 3884 kelahiran hidup.
Pada orang dewasa, kulit putih cenderung lebih terpengaruh. Wanita membentuk
hampir 75% dari semua kasus(3).

Morbiditas dan mortalitas serius rendah dengan dakriosistitis. Namun, pada


dakriosistitis kongenital, dapat terjadi morbiditas dan mortalitas yang signifikan
jika tidak segera diobati dan dilakukan dengan tepat(3).

Penelitan di RS Mata Cicendo ditemukan 13 pasien (13 mata) dengan


diagnosis dakriosistitis. Sejumlah 12 dari 13 pasien perempuan dan hanya satu
pasien laki-laki. Rentang usia penderita adalah 13 tahun hingga 71 tahun dengan
rata-rata 41.3 tahun. Usia rata-rata penderita dakriosistitis akut adalah 42,29 tahun
dengan rentang usia paling muda 13 hingga 71 tahun. Rata-rata usia penderita
dakriosistitis kronik adalah 40,5 tahun dengan rentang usia 29 hingga 52 tahun.
Dari 13 kasus, 7 kasus merupakan infeksi akut dan 6 kasus merupakan infeksi
kronik dengan 1 pasien laki-laki merupakan infeksi kronik(4).

2.5 Patofisiologi Dakriosistitis

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi


pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung(2).

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan


air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri(9).
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain(9):

 Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
 Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
 Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
2.6 Gejala Klinis Dakriosistitis

Keadaaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata
dan demam. Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah di daerah sakus
lakrimal dan nyeri tekan di daerah sakus, disertai secret mukopurulen yang akan
memancar bila kantung air mata ditekan. Daerah kantung air matah berwarna
merah meradang(3).

Keadaan menahun tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan,


biasanya gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena
angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar secret yang mukoid dengan
nanah di daerah pungtum lakrimal, mata berair dan kelopak melekat satu dengan
lainnya(3).

2.7 Diangosis Dakriosistitis

Diagnosis dakriosistitis terutama klinis berdasarkan pada riwayat dan temuan


pemeriksaan fisik. Biakan dan pewarnaan gram dapat diperoleh dengan
mengekspresikan bahan purulen melalui pijatan. Pada pasien yang tampak toksik,
terutama yang mengalami demam atau perubahan visual akut, studi laboratorium
dan kultur darah harus dipertimbangkan. Juga, pertimbangkan konsultasi
opthalmologis yang muncul dalam kasus-kasus ini. Pertimbangan yang kuat harus
diberikan pada CT scan jika dicurigai selulitis orbital atau infeksi yang luas. Jika
ada masalah anatomi, dacryocystogram film biasa (DCG) dapat dilakukan oleh
personel yang berkualifikasi. Pengurangan teknik DCG berpotensi membantu
meningkatkan kualitas tampilan gambar(3).

Pada kasus kronis, pengujian serologis yang tepat dapat dilakukan jika
penyakit sistemik diduga sebagai penyebab yang mendasarinya. Pengujian
antibodi sitoplasmik antineutrofilik dapat dilakukan jika dicurigai granulomatosis
Wegener. Demikian juga, pengujian antibodi antinuklear (ANA) dapat dilakukan
jika dicurigai lupus erythematosus sistemik(3).

2.8 Tatalaksana Dakriosistitis

Pengobatan dakrisostitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus


sehingga nanah bersih dari dalam kantung dan kemudian diberi antiobiotik lokal
dan sistemik. Bila terlihat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka
dilakukan insisi. Bila kantung lakrimal telah tenang dan bersih dilakukan
pemasokan pelebaran duktus lakromal. Bila sakus tetap meradang dengan adanya
obstruksi duktus nasolakrimal mata dilakukan tindakan pembedahan
dakriosistronostomi atau operasi Toti(2).

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonates), pengurutan kantong air


mata ke arah pangkal hidung, dapat diberikan antibiotic atau tetes mata, slfonamid
4-5 kali sehari(2).

Pengobatan dakriosistitis akut dewasa, kompres hangat pada daerah sakus


yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Antibiotik yang sesuai, baik
sistemik maupun lokal. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase(2).

Pada dakriosistitis kronis dewasa, dilakukan irigasi dengan antibiotik, bila


penyumbatan menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara
dakriosistorinotomi bila keadaan radang sudah tenang(2).
2.9 Komplikasi Dakriosistitis

Adapun komplikasi yang terjadi jika tidak ditangani dengan baik yaitu selulitis
orbital, abses intrakonal. Agar dapat menghindari terjadinya dakriosistitis, maka
pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah rekurensi dakriosistitis menjadi
dasar yang sangat penting. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi
pada pasien sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit ini(10).

2.10 Prognosis Dakriosistitis

Secara umum, prognosis untuk dakriosistitis baik. Teknik probing sederhana


sangat sukses. DCR telah dilaporkan lebih dari 93% hingga 97% berhasil. Dalam
kasus bawaan, 90% akan sembuh pada usia satu tahun dengan tindakan
konservatif saja(3).
BAB III

KESIMPULAN

Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini


dimulai oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi ini pada anak-
anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakrimal sedang pada orang
dewasa akibat tertekan salurannya misalnya akibat adanya polip hidung.

Dakriosistitis didiagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Secara umum, prognosis untuk dakriosistitis baik. Teknik
probing sederhana sangat sukses. DCR telah dilaporkan lebih dari 93% hingga
97% berhasil. Dalam kasus bawaan, 90% akan sembuh pada usia satu tahun
dengan tindakan konservatif saja.

Adapun komplikasi yang terjadi jika tidak ditangani dengan baik yaitu selulitis
orbital, abses intrakonal. Agar dapat menghindari terjadinya dakriosistitis, maka
pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah rekurensi dakriosistitis menjadi
dasar yang sangat penting. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi
pada pasien sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wright KW. Textbook of Ophthalmology. 1st ed. Baltimore: Williams &


Wilkins; 1997.

2. Ilyas, Sp.M P dr. HS. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010.

3. Taylor RS, Ashurts J V. Dacryosistitis. 2019; Available from:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470565/#!po=94.4444 diakses
September 2019

4. Dahlan MR, Boesoirie K, Kartiwa A, Boesoirie SF, Puspitasari H.


Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional. 2017;49(4).

5. Burkat CN, Lucarelli MJ. Anatomy of the Lacrimal System. 2014:3–19.

6. Ali MJ, Paulsen F. Surfactant proteins : Role in lacrimal drainage disorders.


Med Hypotheses [Internet]. 2019;124(2):35–6. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.mehy.2019.01.020 diakses September 2019

7. Yunhai T, Wu W, Chen Y, Shi J. A Study of the impact of Eyelid Opening


and Closing on the Volume and Morphology of the Lacrimal Sac.
2018;did(2).

8. Ramakrishna P. A Bacteriological Study of Dacryocystitis. 2015; diakses


September 2019

9. Mamoun T. Chronic Dacryocystitis. 2009; diakses September 2019

10. Ekananda N, Raswita A, Himayani R, Kedokteran F, Lampung U.


Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan Fistula Sakus
Lakrimalis. 2017;7.

Anda mungkin juga menyukai