Anda di halaman 1dari 12

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER II

“Demartophytosis”

Oleh :
Kelompok 4/ 2016 B
Thiara Ayu Pangesti 1609511049
Made Santi Purwitasari 1609511051
Tisa Tetrania 1609511053
Irene Cristina Br Sembiring 1609511061
Kartika Dewi Kusumawardhani 1609511063

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
Etiologi
Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh 12-14% dari keseluruhan
tubuh. Kulit biasanya dimanifestasi oleh penyakit alopesia, pruritis, dermatitis,
nodular, crusty, lesi keropeng tergantung dari agen dasar penyebabnya.
Dermatofitosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh jamur yang
menginfeksi jaringan superficial seperti kulit, rambut, bulu dan kuku yang dapat
menyerang hewan atau manusia. Dermatofitosis adalah penyakit kulit utama pada
sapi yang disebabkan oleh jamur. Penyakit ini memiliki peran penting dalam
zoonosis. Bovine dermatophytosis adalah infeksi jamur yang sangat menular pada
kulit. Jamur yang menginfeksi adalah Gram positif, aerobik, non-motil, jamur
berfilamen, yang termasuk dalam tiga genera, yaitu Epidermophyton,
Microsporum, dan Trichophyton, dan menyerang jaringan keratin pada kulit,
rambut, kuku, dll. Pada lebih dari 99% kasus, agen yang penyebab dermatofitosis
yang paling umum adalah Trichophyton verrucosum, suatu patogen zoonosis.
Genus Epidermophyton hanya menyerang manusia. Pada sapi biasanya
disebabkan oleh Trichophyton verrucosum, kuda Trichophyton equine, domba dan
kambing Trichophyton verrucosum, Trichophyton quincheanum, Trichophyton
pruinosum, T. Mentagrophytes, dan Microsporum gypseum.

Patogenesis
Ringworm bisa sangat tahan lama di lingkungan dan dapat terbawa ke
benda-benda furnitur, karpet, debu, kipas angin,dll, dan dapat mengontaminasi
hewan peliharaan selama beberapa bulan bahkan tahun. Ringworm juga dapat
tersebar pada alat-alat grooming, mainan, dan selimut, atau bahkan pada pakaian
dan tangan manusia. Ringworm juga dapat ditemukan pada bulu hewan dari
lingkungan yang terkontaminasi tanpa menimbulkan gejala apapun. Secara alami
periode inkubasi untuk kasus ringworm antara 4 hari–4 minggu. Timbulnya
kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor virulensi
dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, faktor suhu
dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin.
Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin
seperti kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena ringworm menggunakan
keratin sebagai sumber makanan (keratinophilic/keratinofilik). Ringworm
menghasilkan enzim seperti asamproteinase, elastase, keratinase dan proteinase
lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi
lebih banyak diderita oleh hewan muda dari pada yang dewasa. Hal ini disebabkan
karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai
dengan eritema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan terjadinya
alopesia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas
ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau
sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami
kesembuhan (Chermette et al, 2008).

Tanda Klinis
Perubahan klinis ringworm bervariasi pada berbagai jenis hewan dan
gambaran yang dihasilkan oleh satu spesies jamur mungkin bervariasi untuk
spesies ternak yang sama, hal tersebut mungkin disebabkan oleh kemampuan
hewan bereaksi secara imunologi (Subronto, 2003).
Gejala yang muncul adalah gatal, merah, potongan bersisik yang mungkin
melepuh dan mengeluarkan darah. Potongan sering terlihat dengan tepi yang
tegas dan menyolok. Ringworm berwarna merah yang mengelilingi bagian luar
dengan kulit yang normal di pusat, penampilannya seperti cincin. Kulit juga
mungkin muncul kehitam-hitaman (gelap) atau agak terang, alopecia, dan jika
kuku terinfeksi menjadi kehilangan warna, tebal, dan bahkan hancur luluh.
Tanda-tanda yang sering dijumpai pada anjing dan kucing yang terserang
ringworm atau dermatofitosis adalah kehilangan rambut di daerah sekitar infeksi/
kebotakan(alopesia), di daerah infeksi akan terlihat seperti kerak-kerak yang
berbentuk melingkar, akan terasa kasar jika diraba dengan tangan dan jika disinari
dengan sinar ultraviolet akan berpendar di daerah infeksi. Lokasi lesi yang paling
umum terdapat di muka, telinga, kaki dan ekor.
Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan
ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai
ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai
dengan adanya kerak-kerak peradangan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat
ditemukan pula di daerah kepala, leher dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-
tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak ada nafsu
makan (Al-Ani et al, 2002).

Patologi Anatomi dan Histopatologi

Patologi anatomi dermatophytosis biasanya mulai sebagai lesi berupa


bintik-bintik kecil yang timbul dari mana rambut hilang (alopesia). Lesi ini dapat
menyebar dari sebuah titik menjadi terbentuknya kudis atau keropeng yang rapuh
dan kering. Terkadang lesi terasa sakit dan terkadang gatal. Dalam banyak kasus
mungkin hanya ada beberapa lesi tetapi jika tidak diobati dan terutama jika
menyebar dengan perawatan, kondisinya dapat menjadi luas. Infeksi ini sangat
menular dan seluruh kelompok kuda bisa terkena dampak wabah.

Gambar 1. Lesi Ringworm pada Leher Kuda

Pemeriksaan klinis terhadap lesi kulit hewan yang terkena


mengungkapkan bahwa, anak sapi yang diperiksa memiliki area alopecia yang
dibatasi dengan asbes tebal seperti sisik. Lesi tersebar di seluruh tubuh tetapi lebih
parah pada kepala dan leher. Pada kuda, hewan yang diperiksa memiliki daerah
alopecia yang dibatasi dan diisi dengan sisik putih. Lesi lebih menonjol pada ara
kepala dan telinga. Pada kucing, lesi pada hewan yang diperiksa memiliki variasi
yang luas dalam tingkat keparahan mulai dari satu atau dua lesi (daerah terbatas
rambut rontok dengan sisik putih) untuk melengkapi alopecia dalam beberapa
kasus. Lesi umumnya terlihat di kepala dan telinga ara atau menyatu untuk
membentuk area besar alopecia di seluruh badan.
Gambar 2. Beberapa gambaran patologi anatomi Ringworm pada hewan

Bahan ini diperiksa di bawah mikroskop dan spora kurap, yang ditemukan di
poros rambut yang rusak, dapat diidentifikasi dengan penampilan khas mereka.

Gambar 3. Spora Ringworm pada Poros Rambut Kuda

Diagnosis
 Wood’s Lamp
Banyak organisme mikroba yang mampu memproduksi fosforpada
kulit yang mereka infeksi, dan inilah yang menjadi cara deteksi dan
konfirmasi infeksi. Hal ini dikecualikan pada T. Schoenleinii.
Dermatophytes yang menghasilkan flurosense merupakan dari genus
Microsporum, dan spesies yang penting dalam dunia veterinere dari genus
tersebut adalah Mikrosporum canis. (Muller et all, 2011)
 Direct Microscopic
Pemeriksaan langsung menggunakan mikroskop biasa dilakukan
pada kerokan kulit dari lesi yang tercurigai infeksi jamur. Hal ini
dilakukan untuk melihat hypa ataupun spora dari jamur. Rambut dan kulit
kepala dapat dijernihkan dengan minyak mineral, kombinasi
chlorphenolac, atau KOH. (Robert,2008). Sparkes et all, juga menjelaskan
bahwa penggunaan calcofluor white dapat digunakan sebagai alernatif dari
KOH, karena dapat mengikat dindingsel spesifik dari jamur dan berpendar
dengan kuat dibawah mikroskop flurosen. (Haldane et Robart, 1990)
 Dermoscopy
Dermoscopy adalah alat diagnostik perawatan noninvasif yang
memungkinkan pembesaran kulit. Alat ini banyak digunakan dalam
pengobatan manusia dalam diagnosis klinis sejumlah penyakit kulit, tetapi
khususnya kelainan rambut dan folikel. Deskripsi dermoscopy kucing
normal kulit telah diterbitkan dan penulis menyimpulkan itu berguna
untuk pemeriksaan folikel rambut.(Zanna et all, 2015)
 Serologis
Uji serologis pada kass dermatofitosis cukup jarang dilakukan,
tetapi uji serologis dapat dilakukan untuk menudiagnosa agen pada lesi
nodular. Keakuratan uji serologis cukup tinggi, namun uji ini kurang
praktis dan ekonomis.
 Kultur
Tes kultur jamur adalah metode mengidentifikasi jamur tertentu
yang menginfeksi hewan. Infeksi jamur relatif umum pada kucing dan
anjing dan termasuk kondisi seperti kurap. Kurap dapat menyebabkan
rambut rontok, gatal, dan ruam kulit, tetapi dalam kebanyakan kasus itu
dapat diobati dan tidak mengancam jiwa. Namun, ada infeksi jamur lain
yang dapat menyebabkan penyakit serius (seperti pneumonia) dan
kematian pada kucing dan anjing. Melakukan tes kultur jamur melibatkan
menempatkan sebagai sampel organisme jamur ke dalam zat khusus
(disebut media kultur) dan membiarkannya tumbuh untuk jangka waktu
tertentu sehingga spesies jamur dapat diidentifikasi.
Diagnosis Banding
 Tinea Versicolor
Tinea versikolor adalah suatu kondisi yang ditandai oleh erupsi
kulit pada batang dan ekstremitas proksimal. (Rapini et all, 2007)
Mayoritas tinea versikolor disebabkan oleh jamur Malassezia globosa,
meskipun Malassezia furfur bertanggung jawab atas sejumlah kecil kasus.
Ragi ini biasanya ditemukan pada kulit manusia dan menjadi bermasalah
hanya dalam keadaan tertentu, seperti lingkungan yang hangat dan lembab,
meskipun kondisi yang tepat yang menyebabkan inisiasi proses penyakit
kurang dipahami. (Morishita,2006)
 Psoariasis
Psoriasis adalah kondisi autoimun jangka panjang yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh seseorang bereaksi berlebihan.
Psoriasis menyebabkan sel-sel kulit berkembang biak terlalu cepat,
menghasilkan bercak kulit merah, meradang, bersisik. Psoriasis dapat
memengaruhi area tubuh mana pun dan gejalanya datang dan pergi seiring
waktu, disebut flare. Ada beberapa jenis psoriasis, termasuk psoriasis
guttate. Ini adalah jenis psoriasis yang kemungkinan besar orang bingung
dengan tinea versikolor karena menyebabkan titik-titik merah kecil
terbentuk pada kulit seseorang.
 Pityriasis Rosea
Pityriasis rosea adalah jenis ruam kulit. Secara klasik, ini dimulai
dengan satu area merah dan bersisik yang dikenal sebagai "herald patch".
Ini kemudian diikuti, berhari-hari hingga berminggu-minggu kemudian,
dengan ruam merah muda seluruh tubuh. Ini biasanya berlangsung kurang
dari tiga bulan dan hilang tanpa perawatan. Kadang demam dapat terjadi
sebelum ruam atau gatal-gatal muncul, tetapi seringkali ada beberapa
gejala lainnya. (Eisman et Sinclair, 2015)
 Dermatitis
Dermatitis, juga dikenal sebagai eksim, adalah sekelompok
penyakit yang menyebabkan peradangan pada kulit. Penyakit-penyakit ini
ditandai dengan gatal, kulit merah dan ruam. Dalam kasus dengan durasi
pendek, mungkin ada lepuh kecil, sementara dalam kasus jangka panjang
kulit bisa menjadi menebal. Area kulit yang terlibat dapat bervariasi dari
kecil hingga seluruh tubuh.

Dermatitis adalah sekelompok kondisi kulit yang mencakup


dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, dan
dermatitis stasis. Penyebab pasti dari dermatitis sering tidak jelas. Kasus-
kasus mungkin melibatkan kombinasi iritasi, alergi dan pengembalian
vena yang buruk. Jenis dermatitis umumnya ditentukan oleh riwayat
seseorang dan lokasi ruam. Misalnya, dermatitis iritan sering terjadi pada
tangan orang yang sering membuatnya basah. Dermatitis kontak alergi
terjadi setelah terpapar alergen, menyebabkan reaksi hipersensitif pada
kulit.

Pencegahan dan Pengobatan

Ringworm umumnya bersifat sembuh sendiri (self-limiting disease), tetapi


hal ini akan berjalan lama yaitu sekitar 9 bulan, bila tidak diobati.
Penanggulangan penyakit ringworm dengan cara pengobatan dianggap belum
memuaskan, karena pada kejadian wabah, pengobatan secara topikal hanya sedikit
berefek menyembuhkan. Walaupun demikian, pengobatan dapat mengurangi
lamanya penyakit.
Sejumlah obat topikal sudah banyak diproduksi dan dipasarkan.
Bermacam-macam zat anti fungi mempunyai aktivitas terutama sebagai
fungistatik, aktivitasnya menggagalkan perkembangan dari ujung hifa, dan
menyebabkan hifa keriting (curling), menebal dan distorsi, sedangkan yang
bersifat fungisida berefek terutama pada sel-sel jamur yang masih muda dan aktif
perkembangannya. Ada 5 proses yang berperan pada pengobatan ringworm, yaitu:
(1). bersifat iritasi, yaitu merangsang reaksi peradangan akan berakibat tidak
terjadinya infeksi; (2). bersifat keratolitik, akan melepaskan dan membuang
stratum corneum, dimana dermatofit menyusup; (3). bersifat fungisida, langsung
membunuh atau merusak dermatofit; (4). bersifat fungistatik, yaitu menghambat
pertumbuhan dermatofit; (5). zat yang merubah anagen (pertumbuhan aktif
rambut/bulu) menjadi telogen pertumbuhan rambut/bulu berhenti) atau
menghentikan produksi keratin seperti thallium atau radiasi sinar X (Jungerman
dan Schwartzman, 1972).
Pemakaian spray atau cairan pembersih seperti senyawa bensuldazic acid
0,5 – 1%, berguna untuk sterilisasi permukaan tubuh hewan dan lingkungan
kandang serta penggunaan sikat dalam pemberian larutan pemutih juga efektif.
Berbagai bahan obat yang tak terdaftar secara resmi telah dicobakan dari snail
slime sampai senyawa Copper bentuk spray (Ainsworth dan Austwick, 1973) obat
baru, dan juga peranannya untuk infeksi pada kulit. Diantara zat-zat kimia sebagai
obat topikal untuk pengobatan ringworm, diantaranya adalah senyawa sulfur,
kalium sulfat, senyawa mercury (mercury chloride/sublimat), mercury ammonia,
phenyl mercuric nitrate), copper (sebagai sulfat, asetat, oleat dan sebagainya),
silver nitrate, aluminiun nitrat, senyawa antimon, selenium sulphide, iodine
(elemen atau iodides), kalium permanganat, dan boraks. Sedangkan senyawa
organik adalah alkohol, asam asetat, asam propionat, asam caprilat, asam
undesilenat, asam oleinat, asam benzoat, dan salisilat, tanin, ter (dalam air atau
salep), chrysarobin, podophyllin, dan zat warna gentiana violet dan carbolfuchsin.
Di bidang veteriner zat yang sama digunakan, seperti oli, lard (lemak babi), sabun
(soft soap) dicampur sulfur, iodine, atau copper oleate dianjurkan penggunaannya,
mercury biniodide (HgI2), silver nitrate di dalam paraffin lunak (Ainsworth, 1986;
Michael dan Mark, 2002).
Obat-obat baru terdiri dari ketokoazol, mikonazol dalam bentuk krim
digunakan sebagai obat ringworm, baik untuk manusia atau hewan (Jawetz et al.,
1996). Suatu percobaan pengobatan dengan 3,75% thiabendazole dalam gliserin,
dan dibandingkan dengan 5% yodium tincture, diaplikasikan dalam interval 3
hari, sebanyak 4 kali aplikasi, hasilnya menunjukkan terjadi persembuhan 86,7%
oleh thiabendazole dan 46,7% oleh yodium tincture (Pandey, 1979). Penggunaan
teknik kontrol biologi, seperti dengan jamur pelapuk kayu, Gleophyllum trabeum
mempunyai efek antijamur paling efektif terhadap dermatofit (Gwak dan Ki-Soeb,
2006).
Penanggulangan dengan pencegahan infeksi adalah lebih utama
dibandingkan dengan pengobatan, seperti manajemen sanitasi yang baik meliputi
kebersihan hewan, kandang, peralatan dan lingkungan (ventilasi, cahaya matahari
yang cukup), isolasi hewan tertular, dan pengkarantinaan hewan yang baru masuk.
Program vaksinasi pada hewan muda diperkirakan akan memberi harapan lebih
besar untuk pencegahan penyebar luasan penyakit. Vaksinasi akan menurunkan
jumlah hewan yang terinfeksi secara nyata, dan anak sapi yang terinfeksi akan
memperlihatkan ukuran lapisan kerak (crust) yang sedikit. Pada sebagian besar
peternakan, hal ini mungkin tidak banyak menguntungkan, tetapi vaksinasi akan
berguna sekali pada peternakan dengan kasus yang hebat, terutama jika terjadi
pada sapi dewasa. Dengan memperhatikan efektivitas vaksinasi, yaitu dengan
timbulnya proteksi pada hewan yang divaksinasi, maka vaksinasi merupakan
program yang berhasil dan direkomendasikan pada peternakan sapi (Tornquist et
al., 1985).
Daftar Pustaka

Al-Ani, F.K., F.A. Younes and O.F. Al-Rawashdeh. 2002. Ringworm Infection in
Cattle and Horses in Jordan. Acta Vet. Brno :71 : 55-60. http: //vfu
www.vfu.cz/acta-vet/vol71/pdf/71_055.pdf.
Eisman, S; Sinclair. 2015. "Pityriasis rosea". BMJ (Clinical Research Ed.). 351:
h5233.
El Ashmawy WR., Mohamed EA. 2016. Identification of Different
Dermatophytosis Isolated From Cattle, Cats and Horses Suffered
From Skin Lessions. Faculty of Veterinary Medicine. Cairo University.
Egypt. Diakses pada 28 April 2019.
Carmette. R., L. Ferreiro., and J. G. 2008. Dermatophytoses in Animals.
Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V. http
://www.springerlink.com/content/y43610543658764u/fulltext.pdf.
Carson, et al. 2010. Ringworm in Horses. https://vcahospitals.com/know-your
pet/ringworm-in-horses. Diakses pada 28 April 2019.
Haldane DJ, Robart E. A comparison of calcofluor white, potassium hydroxide,
and culture for the laboratory diagnosis of superficial fungal infection.
Diagn Microbiol Infect Dis 1990; 13: 337–339.

Jawetz, E., J.L. Melnick and E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology.
Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company. 753 p.

Mahendra Pal. Dermatophytosis in an adult cattle due to Trichophyton


verrucosum. Animal Husbandry, Dairy and Veterinary Science, 2017 doi:
10.15761/AHDVS.1000106 Volume 1(1): 1-3.
Michael, S. and Mark, W. 2002. Ringworm Vaccine. United States Patent
6428789. http://www. freepatentsonline.com/6428789.html
Morishita N; Sei Y. (December 2006). "Microreview of pityriasis versicolor
and Malassezia species". Mycopathologia. 162 (6): 373–76.
Muller A, Guagu_ere E, Degorce-Rubiales F et al. Dermatophytosis due to
Microsporum persicolor: a retrospective study of 16 cases. Can Vet J
2011; 52: 385–388.

Pandey, V.S. 1979. Effect of thiabendazole and tincture of iodine on cattle


ringworm caused by Trichophyton verrucosum. Tropical Animal Health
and Production 11(1): 175 – 178.

Prohic A; Ozegovic L. (January 2007). "Malassezia species isolated from lesional


and non-lesional skin in patients with pityriasis
versicolor". Mycoses. 50 (1): 58–63.
Rapini, Ronald P; Bolognia, Jean L.; Jorizzo, Joseph L (2007). Dermatology: 2-
Volume Set. StLouis: Mosby. pp. Chapter 76.
Robert R, Pihet M. Conventional methods for the diagnosis of dermatophytosis.
Mycopathologia 2008; 166: 295–306.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada. Jogyakarta.
Tornquist, M., P.H. Bendixen dan B. Pehrson. 1985. Vaccination against
ringworm in specialized beef production. Acta Vet. Scand. 26: 21 – 29.

Zanna G, Auriemma E, Arrighi S et al. Dermoscopic evaluation of skin in healthy


cats. Vet Dermatol 2015; 26: 14–17, e3–4.

Anda mungkin juga menyukai