B
ab ini memberikan tinjauan tentang genetika dasar. Ini terfokus pada
prinsip-prinsip umum mengenai genetika yang terjadi pada hewan
normal yang sehat. Pengecualian atau penyimpangan dari prinsip-
prinsip ini seringkali merupakan landasan tentang penyakit-penyakit
keturunan, yang akan didiskusikan pada bab-bab berikutnya.
Kromosom
Jika biak sel darah putih yang membelah dengan cepat diperlakukan
dengan alkaloid kolkisin (yang menghentikan pembelahan sel), dan sel
tersebut kemudian diwarnai dan dilihat di bawah mikroskop cahaya,
struktur yang disebut kromosom menjadi dapat dilihat secara jelas.
Kromosom tersebut tersebar secara acak dalam kelompok-kelompok, dan
setiap kelompok mengandung semua kromosom yang hanya berasal dari
satu sel. Area genetika yang terkait erat dengan kromosom dinamakan
sitogenetika.
Untuk mempelajari kromosom secara lebih mendalam, sekelompok
kromosom dipilih dan difoto untuk diperoleh gambarnya, seperti
ditunjukkan hasilnya pada Gambar 1.1a. Tiap unit pada gambar tersebut
terdiri atas dua struktur seperti batang yang digabung bersama pada satu
titik sempit. Tiap struktur seperti batang itu adalah kromatid, dan
penyempitan tersebut adalah sentromer. Dua kromatid yang digabung pada
sentromer baru saja terbentuk dari satu kromosom asli. Jika pembelahan sel
tadi dibiarkan terus berlangsung, sentromer akan memisah dan masing-
masing kromatid yang terpisah kemudian dinamakan kromosom baru.
Untuk lebih mudahnya, kita bicara tentang tiap pasang kromatid yang
Genetika Dasar - 1
digabung pada sentromernya sebagai satu kromosom, yang sebenarnya
merupakan kromosom yang baru saja menimbulkannya.
Dari hasil cetakan fotograf, semua kromosom dipotong secara
individual dengan gunting, dan selanjutnya diatur secara berurutan
berdasarkan ukurannya pada selembar kertas. Pengaturan semacam ini
memberikan suatu gambaran komplemen kromosom secara lengkap atau
kariotipe dari satu sel (Gambar 1.1b). Apabila pengaturan kromosom
seperti di atas dilakukan pada banyak individu sehat yang normal dari
kedua jenis kelamin spesies mamalia atau burung, maka terdapat dua fakta
yang jelas: tiap spesies mempunyai kariotipe yang khas, dan dalam setiap
spesies, setiap jenis kelamin mempunyai kariotipe yang khas.
Kariotipe dari spesies yang berbeda mempunyai bentuk, ukuran dan
jumlah kromosom yang berbeda juga. Pada setiap spesies, semua kromosom
dalam sel selalu berpasangan. Pada individu-individu dari satu jenis
kelamin tertentu, kedua kromosom dari setiap pasangan mempunyai bentuk
dan ukuran yang sama. Pada jenis kelamin yang lain, semua kromosom juga
selalu berpasangan, tetapi ada satu pasang kromosom terdiri dari dua
kromosom yang bentuk dan ukurannya berbeda. Pada sepasang kromosom
ini, satu kromosom mempunyai bentuk dan ukuran sama seperti salah satu
pasang kromosom pada jenis kelamin yang disebutkan pertama.
Perbedaan kariotipe antara dua jenis kelamin tersebut merupakan
kunci untuk penentuan jenis kelamin. Pada mamalia, sepasang kromosom
yang bentuk dan ukurannya berbeda terdapat pada jantan, dan disebut
kromosom X dan Y. Satu dari semua pasangan kromosom dalam sel
mamalia betina, terdiri dari dua kromosom X. Jadi pada mamalia, individu
jantan adalah XY dan individu betina adalah XX. Kromosom X dan Y dikenal
sebagai kromosom kelamin. Pada burung, kromosom kelamin mempunyai
nama yang berbeda, dan berkaitan dengan jenis kelamin, penamaannya
berlawanan dengan mamalia: dimana burung jantan adalah ZZ dan burung
betina adalah ZW. Untuk memudahkan pemahaman, kita akan
menggunakan sistem penamaan pada mamalia dalam diskusi-diskusi
berikutnya, walaupun semua pernyataan dapat digunakan pada burung jika
penamaan jenis kelaminnya dibalik.
Kromosom selain kromosom kelamin dinamakan autosom. Pada
setiap spesies, jantan dan betina mempunyai satu set autosom yang sama,
dalam bentuk berpasangan. Kromosom kelamin dan autosom yang secara
bersama-sama terdapat dalam satu sel disebut genom, yang merupakan total
set kromosom dalam satu sel. Genom yang terdiri dari pasangan-pasangan
kromosom dikatakan diploid, dan dua kromosom dalam setiap pasangan
dinamakan homolog. Untuk menekankan bahwa kromosom-kromosom
tersebut selalu berpasangan, jumlah total kromosom dikatakan sebagai 2n,
dimana n adalah jumlah pasangan. Sebagai contoh, jumlah kromosom
kariotipe yang diilustrasikan pada Gambar 1.2 adalah 2n = 38. Agar dapat
(b)
Genetika Dasar - 3
Gambar 1.1. (a) Kromosom kucing jantan, sebagaimana dilihat melalui mikroskop
cahaya. (b) Kariotipe kucing jantan, sebagaimana diperoleh dengan
penataan kembali potongan kromosom secara individu dari cetakan
fotografi kromosom (a).
Untuk menjelaskan kariotipe secara lebih lengkap, kromosom
seringkali dikelompokkan menurut apakah sentromer berada pada satu
ujungnya (akrosentrik), lebih dekat ke satu ujung daripada ujung lainnya
(sub-metasentrik) atau di tengah (metasentrik). Pada buku ini, kita akan
mengikuti kebiasaan praktis dalam menggunakan metasentrik untuk
mencakup baik metasentrik maupun sub-metasentrik. Tangan pendek dari
tiap kromosom diberi simbul p (petite = small = kecil), dan tangan panjang
diberi simbul q. (Jika sentromer berada di tengah kromosom, simbul dari
tangan yang mana yang disebut p adalah bersifat bebas (arbitrary), tetapi
disetujui oleh konvensi internasional, untuk kromosom akrosentrik,
misalnya autosom sapi, tidak perlu membedakan antar tangan, dan tidak
juga p atau q yang digunakan.) Penjelasan ringkas tentang kariotipe dari
hewan domestik disajikan pada Tabel 1.1. Kariotipe burung berbeda dengan
kariotipe mamalian, karena selain beberapa autosom berukuran besar,
mereka memiliki banyak autosom berukuran sangat kecil yang dinamakan
mikrokromosom.
Tabel 1.1. Penjelasan ringkas mengenai karyotype dari beberapa mamalia domestik
Pemitaan
Genetika Dasar - 5
Gambar 1.2. Kariotipe sapi dengan pita-G standar.
Gambar 1.3. Idiogram sapi standar, yang menunjukkan baik pita-G (kiri) maupun
pita-R (kanan).
Genetika Dasar - 7
terdapat keragaman jumlah individu XX dan XY pada anak-anak yang
dilahirkan dari pasangan-pasangan orang tua, dan mengapa jumlah setiap
jenis kelamin secara keseluruhan kurang lebih sama? Jawaban tersebut dapat
diterangkan dalam proses pembentukan gamet.
Meiosis
Genetika Dasar - 9
meiosis pada hewan betina dan jantan adalah bahwa tubuh polar tidak
dibentuk pada hewan jantan. Sebagai gantinya, kedua sel anak yang
dibentuk pada akhir meiosis I mengalami pembelahan sel pada meiosis II,
yang menghasilkan empat gamet (sperma) yang semuanya dapat berfungsi
normal, dua di antaranya masing-masing mengandung satu kromosom X
dan dua lainnya masing-masing mengandung satu kromosom Y. Karena
hewan jantan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, hewan ini juga
disebut hewan berjenis kelamin heterogamet.
Kromosom homolog
bersynapsis
Chiasmata tampak
MEIOSIS I Disjunction
Sel-membelah
Disjunction
MEIOSIS II
Sel-membelah
(a)
Genetika Dasar - 11
Sel parental
X dan Y bersynapsis di
pseudo-autosomal region
MEIOSIS I
Disjunction
Sel-membelah
Disjunction
MEIOSIS II
Sel-membelah
(b)
Gambar 1.4. Meiosis pada betina (a) dan pada jantan (b), yang diilustrasikan dalam
hal kromosom kelamin. Dengan pengecualian pemasangan tak biasa
pada jantan, proses yang persis sama terjadi untuk semua pasangan
autosom.
Gamet jantan
X Y
Genetika Dasar - 13
Untuk dapat melengkapi siklus reproduksi yang telah kita singgung ketika
mendiskusikan meiosis, kita perlu membicarakannya, melalui proses yang
dikenal sebagai mitosis, mulai dari zigot sampai dewasa yang dapat
menghasilkan gametnya sendiri.
Mitosis
DNA
Genetika Dasar - 15
karbon 5' dari satu nukleotida dan OH pada karbon 3' dari nukleotida di
dekatnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6b. Itu berarti bahwa
serangkaian DNA mempunyai 5'-fosfat pada satu ujungnya (dinamakan
ujung 5') dan 3'-OH pada ujung lainnya (dinamakan ujung 3').
Gambar 1.7. (a) Dua tipe pasangan basa pyrimidin:purin yang dibentuk oleh ikatan
hidrogen antara dua rangkaian DNA. (b) Heliks ganda DNA. Dua pita
yang merepresentasikan backbone gula-fosfat. Struktur tersebut
berulang setiap 10 pasang basa.
Genetika Dasar - 17
Aspek yang paling penting dari struktur molekul DNA adalah bahwa
model ini diharapkan dapat menerangkan mekanisme replikasi. Apabila
susunan heliks ganda mulai terurai yang diawali dari satu ujung molekul
DNA sehingga dua rangkaian penyusunnya saling memisah diri, maka
nukleotida-nukleotida yang sesuai dan telah tersedia dalam sel akan
diikatkan dengan basa-basa pada setiap rangkaian yang tidak sedang
berpasangan, yang selanjutnya membentuk satu rangkaian baru dan
merupakan rangkaian komplemen bagi tiap-tiap rangkaian aslinya. Jadi,
pada saat pemisahan dua rangkaian terus berlanjut (Gambar 1.8), dua heliks
ganda akan dihasilkan dari satu heliks ganda aslinya; DNA telah direplikasi.
Pembentukan tiap rangkaian baru oleh penambahan nukleotida diselesaikan
dengan bantuan enzim DNA polimerase. Akan tetapi, enzim ini dapat
menambah nukleotida hanya pada ujung 3 dari rangkaian yang sedang
memanjang, yang berarti bahwa replikasi hanya dapat terjadi dengan arah 5
ke 3. Konsekuensinya, satu rangkaian baru (Gambar 1.8 atas) disintesis
secara berurutan, sedangkan rangkaian lainnya (Gambar 1.8. bawah)
dibentuk melalui potong kecil-kecil (dinamakan Okazaki fragments) yang
masing-masing disintesis dengan arah 5 ke 3. Okazaki fragments digabung
bersama secara berurutan oleh enzim lainnya yang disebut DNA ligase.
Kemampuan kedua enzim ini untuk menunjukkan fungsinya telah
digunakan secara baik dalam biologi molekuler, seperti dijelaskan pada Bab
2.
Kode genetika
Genetika Dasar - 19
triplet lainnya (ATG) beraksi sebagai tanda start untuk sintesis polipeptida.
(Ini juga menyandi untuk metionin.) DNA antara dan termasuk triplet start
dan triplet stop dinamakan open reading frame atau ORF, dimana urutan
basa dibaca dalam triplet, yang masing-masing menyandi asam amino.
Sintesa protein
Genetika Dasar - 21
Gambar 1.9. Sitesis polipeptida pada eukaryot, dengan cara transkripsi dan translasi.
Genetika Dasar - 23
tiap posisi. Jenis pertama runutan semacam itu pada daerah promoter dari
gen eukariot adalah TATAAAA (disebut kotak TATA), yang terletak kira-
kira 25 basa upstream, yaitu pada sekitar posisi 25 . Lebih jauh kedepan
adalah runutan GGCCAATCT (kotak CAAT) pada sekitar posisi 75, dan
GGGCGG (kotak GC) pada sekitar 90. Kotak-kotak tersebut merupakan
tempat untuk pengenalan dan pengikatan protein pengatur (regulatory
protein) yang disebut faktor-faktor transkripsi (transcription factor), yang
memungkinkan RNA polimerase ditempatkan secara tepat untuk memulai
transkripsi. Dengan cara ini, mereka melakukan pengontrolan terhadap
pentranskripsian. Prokariot juga mempunyai runutan konservatif pada
daerah promoternya, yaitu TATAAT dan TTGACA.
Akhir dari pentranskripsian masih kurang dimengerti dengan baik
daripada awalnya. Akan tetapi, itu diketahui bahwa pentranskripsian
sebenarnya berkembang di atas apa yang kita namakan tempat akhir
tersebut. Kemudian enzim tak teridentifikasi memotong transkrip (hasil
transkripsi) pada tempat akhir. Tidak terdapat runutan konservatif yang
berkaitan dengan tempat ini, tetapi terdapat daerah yang sangat konservatif
dengan runutan konsensus AATAAA (AAUAAA pada mRNA) yang
terletak 10--30 basa sebelum tempat akhir, yang tampaknya merupakan
tempat pengenalan pada mRNA untuk faktor yang mengontrol pemotongan.
Gen split
Genetika Dasar - 25
ditemukan di dalam nukleus (lihat Gambar1.13), dan yang terutama terdiri
dari RNA ribosom plus enzim-enzim yang diperlukan untuk pembentukan
ribosom. Sekelompok gen rRNA dinamakan nucleolar organizer region
(NOR).
Kita dapat menggabungkan semua tipe gen yang berbeda tersebut
menjadi definisi tunggal dengan mengatakan bahwa gen merupakan
serangkaian DNA yang menghasilkan molekul RNA yang berfungsi.
Regulasi Gen
Mutasi
Genetika Dasar - 27
Kita akan mulai dengan mempertimbangkan point mutation (juga
disebut mutasi gen), yang melibatkan substitusi satu nukleotida dengan
nukleotida lainnya, atau penambahan atau penghilangan satu atau beberapa
nuikleotida. Tipe mutasi lainnya akan didiskusikan pada bab berikutnya.
Ada beberapa akibat mutasi gen yang mungkin berbeda. Pada satu
ekstrim, substitusi basa dapat mengubah triplet fungsional menjadi triplet
stop (disebut mutasi nonsense). Misalnya, TAT menyandi tirosin; tetapi jika
T pada posisi ke tiga diganti dengan A, tripletnya menjadi (TAA) yang
berarti stop (cek ini pada Tabel 1.2). Jika triplet stop baru tersebut terjadi
sebelum triplet stop biasanya, polipeptida yang dihasilkan lebih pendek dari
biasanya, dan oleh karena itu mungkin tidak fungsional. Jika substitusi basa
mengubah triplet sehingga menyebabkan substitusi asam amino, itu
dinamakan mutasi mis-sense. Misalnya, mensubstitusi A untuk T pada
posisi ke tiga dari CAT (histidin) menyebabkan CAA (glutamin).
Pada ekstrim lainnya, banyak substitusi basa tidak mempunyai
pengaruh pada urutan asam amino dari suatu produk gen, karena triplet
mutan terjadi dengan hasil asam amino yang sama seperti triplet aslinya.
Mutasi yang disebut mutasi silent ini merupakan konsekuensi langsung
dari pengulangan dalam kode genetika. Sebagai contoh, mensubstitusi C
untuk T pada posisi ke tiga dari CAT (histidin) menyebabkan CAC, yang
masih menyandi histidin (cek ini pada Tabel 1.2).
Tipe mutasi gen lainnya melibatkan penghilangan atau penyisipan
satu atau dua basa. Ini dinamakan mutasi frameshift, karena tiap triplet
yang terjadi downstream dari tempat suatu mutasi digeser keluar dari open
reading frame aslinya. Terakhir, mutasi frameshift menyebabkan urutan asam
amino yang sangat berbeda downstream dari tempat mutasi. Misalnya,
pertimbangkan kasus berikut (cek lagi pada Tabel 1.2):
Bentuk berbeda dari bagian DNA yang berada pada tempat tertentu
di kromosom dinamakan alel. Tempat atau posisi tertentu dari gen di
kromosom dinamakan lokus (jamak, loki). Kata 'gen' umumnya digunakan
dalam hal alel atau lokus. Jika digunakan pada cara ini, arti yang cocok
untuk kata tersebut biasanya mudah dimengerti dari konteksnya.
Jika keturunan berasal dari penyatuan sperma dengan DNA normal
dan sel telur dengan DNA terubah atau DNA mutan pada satu dari
kromosomnya, maka keturunan itu akan mempunyai satu kromosom
normal dan satu kromosom mutan, yang membentuk pasangan homolog
yang sesuai. Secara lebih spesifik, akan ada satu alel normal dan satu alel
mutan pada lokus yang relevan. Kita akan menandai dua alel ini dengan
lambang B dan b masing-masing. Hewan dengan dua alel yang berbeda
pada lokus tertentu dikatakan bersifat heterozigot pada lokus itu.
Sebaliknya, jika hewan mempunyai dua kopi alel yang sama maka hewan
itu bersifat homozigot pada lokus tersebut.
Meskipun kedua hewan dapat mempunyai maksimal hanya dua alel
yang berbeda pada suatu lokus, jumlah alel yang berbeda dalam populasi
hewan dapat jauh lebih besar dari dua. Jika lebih dari dua alel berada dalam
populasi pada lokus tertentu, maka lokus itu dikatakan mempunyai alel
ganda (multiple-allele).
Genetika Dasar - 29
Augustinian, Gregor Mendel, yang melakukan penelitiannya di Brn
(sekarang Brno di Republik Czech) pada pertengahan abad lalu.
Lokus tunggal
Gamet dari
tetua heterosigous
B b
Gamet dari semua b
tetua homosigous Bb bb
Tabel 1.3. Rasio segregasi yang diharapkan pada keturunan yang timbul dari semua
tipe perkawinan yang mungkin dalam hubungannya dengan lokus autosom
tunggal, sebagaimana diperoleh dari checkerboard
BB Bb bb
BB BB 1 : 0 : 0
BB Bb 1 : 1 : 0
Bb Bb 1 : 2 : 1
Bb bb 0 : 1 : 1
bb bb 0 : 0 : 1
Lebih dari satu lokus
Terpaut kelamin
Genetika Dasar - 31
Pola pewarisan di atas tersebut mengilustrasikan pewarisan autosom
sederhana karena pola tersebut menerangkan apa yang terjadi berkaitan
dengan lokus pada autosom. Akan tetapi, beberapa lokus berada pada
kromosom kelamin dan akibatnya mempunyai pola pewarisan yang
berbeda. Lokus yang demikian dikatakan terpaut kelamin (sex-linked). Pola
pewarisan lokus terpaut-X dapat diilustrasikan pada checkerboard:
Gamet jantan
XH Y
dan diringkas pada Tabel 1.4. Sangat sedikit jumlah lokus yang
diidentifikasi pada kromosom Y (terpaut-Y).
Tabel 1.4. Rasio segregasi yang diharapkan dari semua tipe perkawinan yang mungkin
dalam hubungannya dengan lokus terpaut-X, sebagaimana diperoleh dari
checkerboard
Keterpautan (Linkage)
Genetika Dasar - 33
frekuensi rekombinan maksimum adalah 50% merupakan bukti dari
Gambar 1.11, yang menunjukkan bahwa pindah silang menyebabkan dua
gamet rekombinan dan dua gamet non-rekombinan.) Lokus yang letaknya
cukup berjauhan pada kromosom yang sama sehingga mempunyai fraksi
rekombinasi 50% dikatakan tak-terpaut secara efektif walaupun mereka
sebenarnya berada pada satu kromosom. Mereka dikatakan tak-terpaut
secara efektif karena mereka bersegregasi secara bebas, seolah-olah mereka
berada pada kromosom yang berbeda.
Homolog 1
Homolog 2
non-sister kromatid
patah
Reunion dan
crossing over
Non-rekombinan
Rekombinan
Rekombinan
Non-rekombinan
Gambar 1.11. Empat tahap yang dilibatkan dalam pindah silang antara sepasang
kromosom homolog.
Inaktivasi
Di antara banyak warna bulu yang dilihat pada kucing, mosaik warna
oranye dan non-oranye, yang dikenal sebagai tortoiseshell (Gambar 1.13a)
merupakan satu dari yang paling menarik. Rambut oranye disebabkan oleh
alel O yang terpaut X, yang mencegah produksi pigmen gelap (hitam dan
coklat), tetapi memungkinkan produksi pigmen kuning. Rambut non-oranye
Genetika Dasar - 35
adalah karena alel normal (tipe liar/wild-type) pada lokus yang sama, o,
yang memungkinkan produksi pigmen gelap, dengan cara apapun yang
ditentukan oleh alel pada lokus bulu tubuh berwarna lainnya. (Lihat Bab 12
untuk informasi lebih jauh mengenai genetika warna bulu tubuh.) Karena
kedua alel harus ada agar dapat menghasilkan mosaik oranye dan non-
oranye, kucing tortoiseshell tentunya bersifat heterozigot, XOXo, pada lokus
terpaut-X ini. Tetapi mengapa beberapa bagian dari badan tersebut
menampilkan pengaruh dari alel oranye, sedangkan bagian lain
menampilkan pengaruh dari alel non-oranye? Dan mengapa pola dari
oranye dan non-oranye kira-kira sama pada keseluruhan area, dan mengapa
mereka tersebar lebih- kurang secara acak ke seluruh bulu tubuh?
Jawaban untuk pertanyaan ini sebagian terdapat pada pengamatan
lain yang pertama kali dibuat pada kucing, oleh Barr dan Bertram, yang
pada tahun 1949 melaporkan bahwa nukleus dari sel syaraf yang tidak
membelah pada betina biasanya mengandung tubuh berwarna gelap,
sedangkan hal yang sama pada jantan tidak (Gambar 1.13b). Tubuh
berwarna gelap, yang sekarang dikenal sebagai Barr body atau kromatin
sex. Walaupun itu telah diamati oleh banyak peneliti sebelumnya, Barr dan
Bertram adalah peneliti pertama yang mencatat bahwa tubuh berwarna
gelap terjadi hanya pada sel betina. Dalam upaya untuk menerangkan
observasinya, mereka menduga bahwa itu mungkin kromosom X yang telah
menjadi sangat padat dan kompak. Peneliti lain menunjukkan bahwa
mereka benar; Barr body, pada kenyataannya, adalah kromosom X yang
terlambat mereplikasi selama mitosis.
Mengambil contoh dari pengamatan serupa pada mencit, Mary Lyon
menyatakan pada tahun 1961 bahwa kromosom X yang sangat padat dan
kompak yang dilihat pada sel betina merupakan hasil dari satu di antara
kromosom X (dipilih secara acak) yang menjadi tidak aktif pada tiap sel dari
semua embrio betina pada tahap awal dari perkembangan. Ini dikenal
sebagai hipotesis Lyon. (Pada kenyataannya, sekarang telah diketahui
bahwa tidak semua gen pada kromosom X yang inaktif adalah inaktif; gen
yang berada pada dan dekat daerah pseudo-autosomal tetap berfungsi pada
kedua kromosom X.)
Karena hipotesis Lyon menyimpulkan bahwa pemilihan X untuk
inaktivasi seluruhnya bersifat acak, itu menunjukkan bahwa setiap
kromosom X pada betina normal akan bersifat aktif pada kira-kira separuh
dari semua sel betina.
Proses inaktivasi-X secara acak memberikan penjelasan yang cukup
untuk warna bulu tubuh tortoiseshell; tiap pola warna oranye
mencerminkan sel yang diwariskan dari sel tempat di mana alel non-oranye
tidak diaktifkan, dan sebaliknya. Selain itu, penyebaran pola yang nampak
acak tersebut, dan area total oranye dan non-oranye yang kira-kira sama,
dapat diharapkan jika X yang tak diaktifkan terpilih secara acak.
Genetika Dasar - 37
Gambar 1.13. (a) Seekor kucing tortoiseshell dengan totol-totol putih. Totol-totol
putih tersebut karena satu alel pada lokus autosom (lihat Bab 12). (b)
Motor neurones dari nukleus hypoglossal dari kucing betina dewasa
(kiri) dan kucing jantan dewasa (kanan). Tubuh yang berwarna gelap
pada tiap sel adalah nukleolus. Tubuh berwarna terang kecil (panah)
pada sel betina adalah Barr body.
Akhirnya, perbedaan penting antara mamalia dan burung harus
dicatat: ketika inaktivasi-X tampak terjadi pada semua mamalia, inaktivasi-Z
tidak terjadi pada burung. Alasan untuk ini tidak diketahui.
Perekaman (imprinting)
Tipe DNA
Genetika Dasar - 39
beberapa ribu basa. Repetitive DNA tampak meningkat kepentingannya
dalam tahun-tahun terakhir ini, dengan kenyataan bahwa itu berperan pada
beberapa penyakit keturunan yang penting, dan memberikan suatu alat
utama untuk aplikasi praktis dalam biologi molekuler pada kesehatan dan
perbaikan hewan. Kita akan mendiskusikan aspek repetitive DNA ini pada
bab-bab berikutnya.
Ada satu kategori lain dari DNA kromosom yang sebaiknya
dinyatakan. Tersebar di seluruh genom adalah fragmen DNA kecil yang
dinamakan transposable genetic element (TGE) atau jumping gene.
Kepemilikan yang dapat dicatat dari TGE adalah bahwa sekuen nukleotida
pada satu ujung adalah inverted repeat (atau kadang-kadang direct repeat)
dari sekuen pada ujung lainnya. Pada sapi, misalnya, ada satu TGE yang
berukuran 611 basa. Sekuen terminalnya adalah:
5 GCCGGGGA...TCCCCGGC 3
3 CGGCCCCT...AGGGGCCG 5
Umum
Alberts, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., and Watson, J. D. (1994).
Molecular biology of the cell, (3rd edn). Garland Publishing, New York.
King, R. C. and Stansfield, W. D. (1990). A dictionary of genetics, (4th edn).
Oxford University Press, New York.
Lewin, B. (1994). Genes V. Oxford University Press, New York.
Kromosom
Barch, M. J. (ed.) (1991). The ACT cytogenetics laboratory manual, (2nd end).
Raven Press, New York.
McFeely, R. A. (ed.) (1990). Domestic animal cytogenetics, Advances in
Veterinary Science and Comparative Medicine, Vol. 34. Academic
Press, San Diego.
Genetika Dasar - 41
Portin, P. (1993). The concept of the gene--short history and present status.
Quarterly Review of Biology, 68, 173--223.
Regulasi gen
Cowell, I. G. (1994). Repression versus activation in the control of gene
transcription. Trends in Biochemical Sciences, 19, 38--42.
Das, A. (1993). Control of transcription termination by RNA-binding
proteins. Annual Review of Biochemistry, 62, 893--930.
Duboule, D. (ed.) (1993). Guidebook to the homeobox genes. Oxford University
Press, Oxford.
Harrison, S. C. and Sauer, R. T. (ed.) (1994). Protein-nucleic acid interactions.
Current Opinion in Structural Biology, 4, 1--66.
O'Halloran, T. V. (1993). Transition metals in control of gene expression.
Science, 261, 715--25.
Inaktivasi
Lyon, M. F. (1992). Some milestones in the history of X-chromosome
inactivation. Annual Review of Genetics, 26, 17--28.
Lyon, M. F. (1993). Epigenetic inheritance in mammals. Trends in Genetics, 9,
123--8.
Peterson, K. and Sapienza, C. (1993). Imprinting the genome--imprinted
genes, imprinting genes, and a hypothesis for their interaction. Annual
Review of Genetics, 27, 7--31.
Tycko, B. (1994). Genomic imprinting - mechanism and role in human
pathology. American Journal of Pathology, 144, 431--43.