Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

LANDASAN TEORI

Dunia diagnostika kedokteran hewan terbagi dalam dua kegiatan besar, yaitu
diagnostika klinik dan diagnostika post-mortem. Diagnostika klinik merupakan
rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik hewan hidup untuk mendapatkan
kesimpulan berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan alat bantu diagnostika
sebagai pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis. Dari diagnostik klinik
dimulai langkah-langkah mengenali hewan yang sakit. Diagnostik klinik
merangkum seluruh proses pembelajaran mulai dari sinyalemen sampai dengan
pengertian tentang terapi. Diagnosis yang tepat merupakan basis suatu tindakan
terapi (Widodo, 2011).
Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan
diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan fisik
memiliki beberapa metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan
pengamatan visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran
(auskultasi) dan pukulan (perkusi). Kemudian semua informasi yang diperoleh
harus dicatat pada catatan medis (ambulatory) untuk dievaluasi oleh dokter hewan
(Sujoni, 2012). Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan
fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak.
Pada pemeriksaan fisik system respirasi terdapat 3 langkah yang harus
dilakukan dokter hewan atau pemeriksa hewan sebelum membuat suatu
perencanaan diagnosis. Langkah-langkah tersebut adalah pertama, memusatkan
perhatian pada pengungkapan anamnesis, kedua adalah mengamati kembali
gerakan respirasi meskumpun sebelumnya dalam rangkaian pemeriksaan fisik telah
diperoleh data-data kualitas dan kuantitas pernapasan, dan ketiga adalah melakukan
evaluasi terhadap suara-suara pernapasan secara lebih mendalam. Pemeriksaan
fisik system respirasi selalu dilakukan pada hewan dalam posisi berdiri. Pada
keadaan tertentu sebuah diagnosis sementara dapat dibuat berdasarkan sifat-sifat
respirasi yang menyimpang dari kaidah fisiologis.
Kegiatan bernapas dapat ditentukan dengan melihat pada sisi dada (thoraks)
dan perut (hypogastrium), tulang-tulang rusuk berikut sternumnya, dan juga dengan
melihat pergerakan dinding abdomen. Dokter hewan atau pemeriksa berdiri dan
diawali dari samping kiri depan hewan, agar dinding thoraks dan perut dapat dilihat
dengan jelas. Pada pemeriksaan fisik mengenai cara-cara hewan bernapas ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dan ditetapkan :
1. Frekuensi atau kecepatan bernapas (x/menit)
2. Tipe pernapasan
3. Ritme atau irama pernapasan
4. Intensitas atau kedalaman bernapas
Respirasi dapat dilakukan dengan disengaja dan dapat juga secara reflektoris,
terutama pada anjing yang apabila mengalami kejutan, takut, atau kepanasan akan
bernapas secara pendek/cepat. Hal ini dinyatakan sebagai yang disebut sebagai
panting. Keadaan ini sering disalahtafsirkan sebagai sesak napas atau dispnoea.
Frekuensi bernapas dihitung dalam satuan kali per menit dilihat dari
gerakan tulang rusuk atau costae. Satu kali bernapas terdiri atas inspirasi dan
ekspirasi dilihat gerakan rusuk ke luar dan ke dalam.
A. Respirasi dipercepat terjadi bila hewan terkejut, setelah banyak bergerak,
atau dalam keadaan demam
B. Respirasi diperlambat dijumpai pada beberapa penyakit otak, stenosis
saluran pernapasan atas kronis, dan sindrom uremia.
Tipe pernapasan adalah cara-cara bergerak dinding thoraks dan/atau perut
sewaktu respirasi. Pada hewan sehat, sewaktu hewan bernapas dinding thoraks
maupun dinding perut sama sama bergerak.
A. Tipe costoabdominal : bila pergerakan dinding thoraks dan dinding
abdomen terbagi rata. Contoh à kuda
B. Tipe costal : bila dinding thoraks lebih banyak bergerak. Cenderung terjadi
pada hewan karnivora.
C. Tipe abdominal : bila dinding perut lebih banyak bergerak. Cenderung
terjadi pada hewan ruminansia.
Ritme pernapasan yang irregular umum ditemukan pada hewan normal,
terutama pada anjing. Secara normal ekspirasi mengambil sedikit lebih banyak
waktu dibandingkan dengan inspirasi. Kegiatan inspirasi dan ekspirasi dipisahkan
oleh pause (jeda waktu) yang pendek. Sewaktu hewan berinspirasi dinding thoraks
mengembang ke luar dan pada waktu berkspirasi dinding thoraks dikempiskan ke
dalam.
Pada hewan sehat intensitas respirasi atau kedalaman bernapas sangat
bervariasi. Segala macam gerak ragawi menyebabkan respirasi bertambah dalam.
Setelah hewannya beristirahat maka instensitas bernapasnya kembali menjadi
dangkal. Bila hewan berespirasi dalam, maka pergerakan dinding thoraks dan
dinding perut menjadi jelas terlihat. Sebaliknya bila respirasi dangkal
pergerakannya sedikit sekali. Pada keadaan sesak napas atau dispone, intensitas
respirasi dan interval di antara respirasi berturut-turut menjadi dangkal dan
irregular.
BAB 2
MATERI DAN METODE

2.1 Alat dan Bahan


• Anjing.
• Stetoskop.
• Palu hammer
• Pleximeter
• Stopwatch
2.2 Metode
A. Metode Praktikum : Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
inspeksi, palpasi, perkusim dan auskultasi.
• Metode Inspeksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat dan mengamati kondisi fisik hewan.
• Metode Palpasi yaitu pemeriksaan permukaan luar ragawi dengan cara
perabaan dengan tangan
• Metode Perkusi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
mengetuk bagian tubuh tertentu pada hewan untuk mengeluarkan
denting atau gema.
• Metode Auskultasi adalah mendengarkan suara yang ditimbulkan oleh
kerja organ pada saat sehat fungsional maupun pada kasus-kasus
tertentu.

B. Langkah Kerja
1. Mencatat data dan tanda-tanda menciri anjing untuk mendapatkan
sinyalemen.
2. Mengumpulkan anamnesa baik secara pasif maupun aktif untuk
membantu diagnosis.
3. Melakukan pemeriksaan secara bertahap sesuai dengan lembar
konsultasi yang telah diberikan.
4. Mengamati dan mencatat semua hasil pemeriksaan umum yang telah
didapatkan.
BAB 3
HASIL PENGAMATAN

KONSULTASI PEMERIKSAAN RESPIRASI


LABORATORIUM DIAGNOSIS KLINIK VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
JALAN RAYA SESETAN, GANG MARKISA No. 6
BANJAR GADUH DENPASAR BALI

Tanggal : Kamis, 29 Maret 2018


Nama Hewan/ Ras : Bibib / Pomeranian Mix
Berat Badan : 10 kg
Pemilik : Ida Bagus Pradipta Oka Dananjaya
Alamat : Jl. Serma Jodog No. 15
Dokter Hewan Jaga : Drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si.
Pemeriksa : Raisis Farah Dzakiyyah A. (1609511080 Kelas 2016 D)

HIDUNG DAN SEKITARNYA


A. Jaringan sekitar cuping hidung
- Moncong hidung basah dan sejuk
- Disekitar cuping tidak ditemukan adanya bengkak, vesikel, pustul, skab,
abses dan garis dipigmentasi
B. Gerakan cupping Hidung
- Lubang hidung tidak melebar
- Alae nasi tidak bergerak- gerak saat bernafas
C. Suara Respirasi
- Tidak terdengar suara respirasi secara nyata seperti dengkur, deram,
menguik, bersin, batuk, menguap dan lain-lain.
D. Hembusan Nafas
- Hewan ini menghirup dan menghembuskan nafas
- Kekuatan hembusan antara lubang kiri dengan kanan sama kuat
- Nafas tidak bau
E. Leleran Hidung
- Keluar cairan dari hidung
- Cairan keluar dari kedua lubang hidung
- Cairan bersifat serous
F. Sinus Paranasal
(Sp maksila, sp frontal; sp sphenopalatinus; sp ethmoidale)
- Tulang tidak menonjol atau melegok di daerah tersebut
- Tidak ada fistula di bawah mata
- Tidak ada tulang yang patah, menonjol secara lokal dan suhunya tidak
memanas
- Setelah daerah tersebut diperkusi dengan jari suaranya nyaring, tidak berisi
cairan, kosong dan sisi kiri dan kanan sama.
G. Larings
- Tidak ada rasa nyeri dan batuk saat palpasi eksternal terhadap laring
- Tidak terjadi perubahan bentuk larings
- Tidak terjadi perubahan rigiditas/ kepadatan
- Mendengar suara bronchial
H. Trakea
- Tidak ada perubahan bentuk, kedudukan dan luka, serta tidak ditemukan
bekas trakheotomi saat diinspeksi
- Tidak ada rasa nyeri, pembengkakan lokal atau perubahan bentuk saat
palpasi
- Saat melakukan auskultasi terdengan suara bronchial dan tidak terdengar
suara berderik
I. Pemeriksaan Dada
- Frekuensi respirasi 30 kali/ menit
- Frekuensi respirasi tidak mengindikasikan takhipnoea dan hyperpnoea
- Tidak terjadi abduksio sendi siku saat anjing bernafas
- Irama pernafasan teratur
- Tipe respirasi yang diamati ialah cenderung lebih koste
- Hewan tidak menghirup napas lebih lama dari biasanya
- Pernapasan tidak dibantu oleh gerakan otot perut
o Mulut terbuka : tidak
o Otot perut aktif bernafas : tidak
o Wajah cemas : tidak
o Mata melotot : tidak
o Cuping hidung kembang kempis : tidak
o Kepala dan leher dijulurkan : tidak
J. Palpasi Dada
- Saat palpasi dada tidak ada rasa nyeri, tidak ada getar cairan, tidak ada
ruang selaiga mengembbung, dan gerakan iga tidak menurun.
K. Perkusi Dada atau Paru- Paru
- Dapat menemukan kaudalis os scapula
- Dapat menemukan olecranon os ulna
- Dapat menemukan Intercoste XII dengan XIII
- Dapat menemukan eksterni os ischium
- Perkusi Horizontal à Batas suara nyaring paru-paru yaitu di kaudal, tempat
garis-garis horizontal memotong garis batas kaudalis paru-paru pada ruang
intercostal ke-11, ke-9, dan ke-4.
- Saat dilakukan perkusi hewan tidak merasa nyeri (tidak menarik tubuh,
menggigit, dan menendang)
- Hewan tidak batuk saat dilakukan perkusi.
L. Auskultasi Dada atau Paru- Paru
- Anjing yang diauskultasi berambut panjang
- Tidak terdengar suara bronchial
- Terdengar suara vesikuler
- Suara yang didengar ialah sama saat auskultasi dada sisi kiri dan kanan
- Tidak terdengar suara rales atau crackles
- Tidak terdengar suara wheezes atau ronchi
- Tidak terdengar suara friksi (gesekan)
- Tidak terjadi silent lung
3
2 4
1 5
6 9
7 8

Gambar 3.1 Perkusi Thoraks atau Paru-Paru Horizontal

7
6
1 8
5
2 = 9
3 4
= =

Gambar 3.2 Perkusi Vertikal Thoraks dan Paru-Paru


BAB 4
PEMBAHASAN

A. Jaringan Sekitar Cuping Hidung


Moncong hidung anjing yang kami periksa dalam keadaan basah dan sejuk.
Hal tersebut ialah normal, pada anjing sehat cermin hidung dalam keadaan lembab-
basah dan dingin. Dalam keadaan tidak sehat, cermin hidungnya kering dan panas.
Apabila cermin hidung terlihat kering berarti anjing diduga menderita demam, dan
mulai terserang infeksi akut. Kulit sekitar cuping hidung juga tidak ditemukan
adanya kelainan. Bermacam-macam perubahan dapat terjadi pada kulit sekitar
lubang hidung seperti kebengkakan, abses, adanya bekas-bekas sekretum atau
eksretum. Apabila batang hidungnya berubah warna dan gatal-gatal berarti ada
kemungkinan anjing terserang Scabies.

B. Gerakan Cuping Hidung


Anjing yang kami periksa tidak nampak melebarkan lubang hidungnya atau alae
nasi anjing tidak bergerak-gerak saat bernapas. Dalam keadaan dispnoe berat
disertai bersin-bersin dan khususnya anjing dengan reverse sneezing, seperti pada
penyakit pneumonia, bronchitis, rupture diafragmatika, oedema laryngealis, terlihat
gerakan cuping hidung membuka dengan nyata saat inspirasi dan saat ekspirasi
kembali ke semula. Gerakan membuka dan melebar ini untuk meluaskan
lumen hidung untuk kelancaran aliran udara.

C. Suara Respirasi
Saat respirasi anjing kami tidak menimbulkan suara-suara tertentu seperti
dengkur, deram, menguik, dan lain-lain. Pada beberapa penyakit alat pernapasan
tertentu, respirasi disertai oleh suara-suara yang nyata terdengar. Bila suara itu
dapat didengar dari jarak yang cukup jauh dan disebabkan oleh suatu penyempitan
atau stenosis atau obstruksi saluran udara bagian atas maka dinamakan stridor.
Stenosis atau penyempitan dapat disebabkan oleh selaput lendir yang membengkak,
oedema di dalam saluran pernapasan, neoplasma-neoplasma, kelumpuhan laryngs
dan lain-lain. Stridor demikian terdengar seperti siulan atau dengkuran dan
cenderung lebih keras saat inspirasi. Sedangkan Bersin adalah ekspirasi yang
mendadak dan berisik. Hal ini terjadi secara reflektoris ketika selaput lendir hidung
terkena rangsangan atau benda iritatif. Benda iritatif dapat berupa benda-benda
asing yang menempel di selaput lendir, parasite lintah Linguatula serrata, selaput
lendir hidung meradang, atau adanya tumor/neoplasia. Menguap adalah inspirasi
yang diperpanjang waktunya. Bila dilakukan dengan sering, dapat sebagai gejala:
gastritis katarrhalis, hepatitis chronica, dan beberapa penyakit otak seperti rabies.

D. Hembusan Nafas
Hembusan nafas anjing ialah normal dengan aliran udara yang keluar dari
lubang hidung kiri sama kuatnya dengan dengan yang keluar dari lubang hidung
kanan. Bila ada obstruksi atau penyumbatan di salah satu lubang hidung maka
aliran udara yang keluar tidaklah sama/seimbang. Nafas anjing juga tidak
mengeluarkan bau spesifik. Pada penyakit hidung atau penyakit saluran pernapasan
tertentu, nafas anjing dapat berbau busuk menyengat akibat proses pembusukan di
suatu jaringan atau sepanjang saluran pernapasan. Misalnya bau busuk pada
penyakit gangrene pulmonum, sinusitis katarrhalis. Proses pembusukan akibat
abses gigi juga dapat menembus palatum durum dan mengenai basis nasum dan
mengalirkan bau busuk melalui lubang hidung.

E. Leleran Hidung
Saat diinspeksi, anjing nampak mengeluarkan sedikit cairan serous (bening)
dari kedua lubang hidung. Pada hewan sehat cairain hidungnya selalu dan harus
serous. Nasal discharge (cairan yang keluar dari hidung) dapat bersifat mucoid
(putih-kuning, padat, tebal), purulent (hijau-kuning), ichourous (kemerahan), dan
hemorrhagis (berdarah). Apabila pada lubang hidung terlihat leleran cairan bening,
anjing itu dapat diduga menderita penyakit pilek atau influenza. Apabila leleran
hidung tersebut berubah mejadi berwarna kuning, bahkan berlanjut menjadi lebih
kental atau kehijauan, anjing mungkin terkena penyakit Bronchopneunomia atau
Distemper. Leleran juga dapat mengindikasikan adanya infeksi bakteri, pada
leleran purulent ditemukan sejumlah neutrophil degenerative. Darah segar dapat
mengucur dari lubang hidung sebagai akibat trauma mekanik. Bila berwarna merah
terang berbusa maka berasal dari pendarahan jaringan paru-paru. Pada oedema
pulmonum, cairan yang keluar dari lubang hidung berupa busa putih atau
kemerahan.

F. Sinus Paranasal
Pemeriksaan ini mencakup sinus maksillaris, sinus frontalis, sinus
sphenopalatinus, dan sinus ethmoidale. Pada inspeksi dan palpasi, tidak
ditemukan tulang yang menonjol atau melegok, tidak ada fistula di bawah mata,
atau suhu memanas. Di sinus-sinus dapat dijumpai kebengkakan, kenyerian,
krepitasi serta pernanahan. Bila proses pernanahan telah lama terjadi, maka tulang
di atas sinus akan degenerasi serta melunak. Karena itu terjadilah penjendolan
keluar disebabkan oleh tekanan nanah pada sinus. Pada perkusi, sinus
menghasilkan suara nyaring. Bila sinus-sinus berisikan air atau nanah, maka hasil
perkusi akan menghasilkan suara redup.

G. Larings
Palpasi pada larings tidak menimbulkan rasa nyeri maupun batuk, serta tidak
ditemukan adanya perubahan bentuk (deformitas). Batuk adalah hasil reflek suatu
rangsangan untuk mengeluarkan hasil peradangan atau corpus alienum dari dalam
alat respirasi. Batuk larings bercirikan periodic, berat, mulut menganga,
cenderung muntah dan sputum berupa muntahan mukus atau saliva. Bila
terdapat batuk spontan, tetapi tidak timbul batuk setelah dilakukan palpasi
profundal maka dapat dipastikan bahwa batuk tersebut tidak berasal dari larings
atau trachea. Pada laryngitis catarrhalis sifat batuk adalah frekuen, paroksismal,
keras dan sakit,spontan dan gampang dibuat batuk dengan cara menekan laring dari
luar. Pada emphysema pulmonum chronica batuk jarang, tidak paroksismal, tidak
produktif serta dalam. Auskultasi laring terdengar suara bronchial yaitu suara yang
terdengar saat mengauskultasi saluran nafas tubular. Bronchial Respiratory
Sound mirip dengan suara yang keluar bila kita menyebutkan huruf “c” yang ditarik
panjang. Suara ini normal ditemukan pada laring dan trachea.
H. Trachea
Secara adspeksi, tidak ditemukan perubahan bentuk, letak, luka parut ataupun
bekas prosedur trakheotomi pada trakea anjing. Palpasi trachea anjing kami tidak
menunjukkan rasa nyeri, pembengkakan local, dan perubahan bentuk. Pada anjing
berumur muda sering ditemukan kasus kongenital yaitu kolaps trachea pars
servikalis menyebabkan polong trachea tidak dapat membulat oleh karena otot
pembungkus cincin trachea tidak mendapat inervasi syaraf yang baik.
Pada auskultasi terdengar suara bronchial dan tidak ditemukannya suara
berderik. Suara bronchial sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa). Suara napas bronkial
bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus
(silent gaps). Suara ini normal terdengar di trachea dan laring. Jika didapatkan suara
temuan auskultasi dengan suara berderik dipastikan terdapat mukus, darah, atau
cairan lain yang mengindikasikan bronchitis, oedema pulmonum, atau adanya
pendarahan paru-paru.

I. Pemeriksaan Dada
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi respirasi anjing yaitu 30 kali/menit
dengan irama teratur. Nilai tersebut termasuk dalam rentang normal frekuensi nafas
anjing yaitu 12-30 kali/menit. Frekuensi respirasi tidak tergolong takhipnoea atau
hyperpnoea.
• Takipnea adalah suatu kondisi yang mengambarkan pernapasan yang cepat
dan dangkal karena ketidakseimbangan antara karbon dioksida dan oksigen
di dalam tubuh. Secara singkat, frekuensi respirasi di atas normal.
• Hyperpnoea adalah kondisi dimana frekuensi dan kedalaman respirasi di
atas normal. Pernapasan cepat dan sangat dalam.
Pada saat bernafas anjing juga tidak melakukan abduksio sendi siku. Apabila
anjing melakukan hal tersebut, maka diduga anjing mengalami dispone inspiratoris
(sesak nafas). Gejala lain yang ditunjukkan adalah dilatasi lubang hidung, mulut
terbuka, depresi ruang intercostal, leher dan kepala menjulur ke depan. Anjing yang
kami periksa tidak mengalami hal-hal tersebut.
Sedangkan tipe respirasi anjing cenderung lebih costal yang umum ditemukan
pada carnivore. Anjing menghirup dan menghembuskan napas sedikit lebih lama
dari menghirup napas, dan hal tersebut ialah normal. Apabila hewan bernafas
benar-benar membutuhkan gerakan otot perut maka diduga hewan mengalami
emphysema pulmonum (elastisitas jaringan paru-paru telah hilang), pleuritis, atau
apabila keadaan jalan keluar udara dari paru paru terhalang oleh sesuatu.

J. Palpasi Dada
Palpasi dada dilakukan menggunakan telapak tangan pada permukaan dada kiri
dan kanan. Setelah dilakukan palpasi pada anjing, tidak ditemukan adanya rasa
nyeri, getar cairan, ruang sela iga yang menggembung atau gerakan iga menurun.
Cairan di dalam cavum thoracis mengisi ruang ruang bebas selalu mencari ruang/
tempat rendah, jantung didorong hingga menjauh dari dinding thoraks, maka
impulse jantung pada palpasi kurang dapat dirasa dengan jelas.

K. Perkusi Dada atau Paru-Paru


Pada pemeriksaa ini, dapat ditemukan Angulus kaudalis Os scapula, Processus
olecranon Os ulna, Ruang Interkoste XII dengan XIII, dan Angulus eksterni Os
Ikhium. Titik ini merupakan penentu batas-batas perkusi dari paru-paru.
• Batas depan : antara angulus kaudalis os scapula & processus olecranon
• Batas atas : angulus kaudalis os scapula - angulus eksterni os ischium
• Persilangan dengan ruang intercostae XII dengan XIII
• Dibuat 2 garis horizontal di bawah batas atas sehingga sisi dada terbagi 3

Gambar 1.1 Batas Perkusi Paru-Paru Anjing


Perubahan suara yang terjadi pada batas kaudalis paru-paru merupakan suara
peralihan antara suara nyata dan nyaring (suara normal perkusi paru-paru)
dengan suara redup. Suara redup tersebut disebabkan oleh hati, limpa, gastrum atau
usus yang berisikan pakan. Apabila organ-organ tersebut berisikan gas, perkusi
bagian kaudalis akan timbul suara timpanis atau suara nyata dan nyaring sehingga
mengeruhkan garis batas kaudalis paru-paru. Meluasnya suara paru-paru nyaring
dan jernih sampai ke belakang bisa dijumpai pada emphysema pulmonum dan
pneumothoraks. Sedangkan lapang paru-paru mengecil bias terjadi bila paru-paru
tertekan cavum abdominis sehingga batas caudalis tergeser ke depan (pada keadaan
bunting, tumor di cavum abdominalis, hydrops ascites, dan lain-lain). Suara-suara
yang dapat muncul pada perkusi paru-paru :
• Suara nyaring jernih : suara paru-paru normal menunjukan adanya
volume udara besar di bawah tempat perkusi.
• Suara redup : terdengar bila di bawah tempat perkusi terdapat massa
selain udara atau gas. Bisa berupa cairan, darah, eksudat, atau massa
neoplastis, penebalan dinding thoraks, penebalan pleura, lemak subkutis
atau kompresi paru-paru.
• Suara timpanis : suara nyaring dipertinggi didengar pada kondisi
emphysema pulmonum, kaverna jaringan paru-paru, pneumothoraks,
pada emphysema subkutaneum dan bila usus di dalam ruang thoraks
akibat hernia diaphragmatika.
• Olla rupta : mirip suara gerabah tanah liat yang retak.

Anjing yang kami periksa juga tidak merasakan nyeri saat diperkusi. Rasa sakit
saat diperkusi diekspresikan oleh kegelisahan, menengok ke belakang mendadak
atau ingin menggigit. Hal ini sering dijumpai pada fractura costae atau pleuritis.
Perkusi dapat pula menghasilkan batuk jika hewan sakit akut pada paru-paru atau
pada pleura, misalnya pada pneumonia, bronchitis, atau pada pleuritic sicca.

L. Auskultasi Dada atau Paru-Paru


Auskultasi anjing dilakukan secara tidak langsung menggunakan stetoskop dan
pada pemeriksaan terdengar suara vesicular. Suara pernapasan vesicular
merupakan suara pernapasan normal pada anjing. Suara respirasi (sejatinya suara
inspirasi) sangat dapat didengar pada trachea pars servikalis tepat pada dinding
thoraks kranialis. Semakin ke kaudal suara inspirasi tetap terdengar tetapi suara
ekspirasi hilang atau melemah. Suara-suara ini mirip dengan suara yang keluar bila
kita menyebutkan huruf “w” yang diucapkan ditarik panjang. Suara tersebut
menyatakan bahwa paru-paru mengandung udara cukup serta alveolinya
mengembang maksimal, karena suara suara itu berasal dari pusaran udara yang
terjadi di tempat bronkhioli terminals membuka menjad alveoli.
Suara-suara vesikuler pada hewan sehat sebenarnya disertai dengan suara-suara
bronchial dari larings. Namun suara bronchial telah banyak mengalami perubahan
sewaktu melintasi jaringan paru-paru normal, sehingga suara vesikuler ialah murni
suara turbulensi bronkhioli terminals. Suara pernapas bronchial mirip dengan
suara yang keluar bila menyebutkan huruf “c” yang ditarik panjang normalnya
didengarkan pada laring. Pada hewan kecil dan hewan besar kurus bisa didengarkan
pada anterior paru-paru.
Pada pemeriksaan tidak ditemukan suara selain suara vesikuler, seperti suara
rales, crackles, ronchi, friction, dan tidak terjadinya silent lung.
• Rales : suara-suara bergetar menunjukkan adanya cairan di dalam bronchi.
Cairan bisa berupa eksudat, transudate, darah, atau cairan aspirasi.
• Moist rales : suara bergetar lembab yang terjadi bila cairan bergerak karena
dilewati oleh aliran udara. Dijumpai pada bronchitis, oedema, pulmonum,
pendarahan paru-paru, pneumonia, dan aspirasi cairan.
• Dry rales : suara bergetar kering terjadi apabila sekresi yang kering atau
liat terdapat pada bronchi. Dijumpai pada bronchitis khronik dan
tuberculosis pulmonum.
• Ronchi musik : suara seperti peluit pada kasus obstruksi bronchus atau
obstruksi brokhioli saat hewan ekspirasi.
• Ronchi non musik : suara seperti keramik pecah (suara krepitasi) pada
pasien edema pulmonum awal yang di dalam paru-parunya terdapat cairan
bercampur udara.
• Wheezes : suara yang berbunyi seperti orang bersiul dan juga mengalami
sesak nafas yang disebabkan oleh saluran udara bagian atas yang mengejang
dan mengalami penyempitan (trakea & bronkus).
• Frictional sound : suara pergesekan konstan tiap kali hewan bernafas
akibat permukaan pleura visceralis dan pleura costalis yang menjadi kasar.
Normalnya keduanya saling bersinggungan tanpa menimbulkan suara.
BAB 5
KESIMPULAN

Pada pemeriksaan fisik system respirasi terdapat 3 langkah yang harus


dilakukan dokter hewan atau pemeriksa hewan sebelum membuat suatu
perencanaan diagnosis. Langkah-langkah tersebut adalah pertama, memusatkan
perhatian pada pengungkapan anamnesis, kedua adalah mengamati kembali
gerakan respirasi meskumpun sebelumnya dalam rangkaian pemeriksaan fisik telah
diperoleh data-data kualitas dan kuantitas pernapasan, dan ketiga adalah melakukan
evaluasi terhadap suara-suara pernapasan secara lebih mendalam. Metode yang
dilakukan dalam praktikum ini ialah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
thoraks atau paru-paru. Hasil yang didapat menunjukkan anjing dalam keadaan
sehat dan normal tanpa adanya gangguan respirasi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Budiana, N. S. (2008). Anjing. Depok : Penebar Swadaya.

Widodo, Setyo. (2011). Diagnosa Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press.

Sarkar, Malay., Madabhavi, Irappa., Niranjan, Narasimhalu., dan Dogra, Megha.

2015. Auscultation of The Respiratory System. Ann Thorac Med. 10 (3) :

158-168.

Anda mungkin juga menyukai