LANDASAN TEORI
Dunia diagnostika kedokteran hewan terbagi dalam dua kegiatan besar, yaitu
diagnostika klinik dan diagnostika post-mortem. Diagnostika klinik merupakan
rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik hewan hidup untuk mendapatkan
kesimpulan berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan alat bantu diagnostika
sebagai pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis. Dari diagnostik klinik
dimulai langkah-langkah mengenali hewan yang sakit. Diagnostik klinik
merangkum seluruh proses pembelajaran mulai dari sinyalemen sampai dengan
pengertian tentang terapi. Diagnosis yang tepat merupakan basis suatu tindakan
terapi (Widodo, 2011).
Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan
diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan fisik
memiliki beberapa metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan
pengamatan visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran
(auskultasi) dan pukulan (perkusi). Kemudian semua informasi yang diperoleh
harus dicatat pada catatan medis (ambulatory) untuk dievaluasi oleh dokter hewan
(Sujoni, 2012). Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan
fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak.
Pada pemeriksaan fisik system respirasi terdapat 3 langkah yang harus
dilakukan dokter hewan atau pemeriksa hewan sebelum membuat suatu
perencanaan diagnosis. Langkah-langkah tersebut adalah pertama, memusatkan
perhatian pada pengungkapan anamnesis, kedua adalah mengamati kembali
gerakan respirasi meskumpun sebelumnya dalam rangkaian pemeriksaan fisik telah
diperoleh data-data kualitas dan kuantitas pernapasan, dan ketiga adalah melakukan
evaluasi terhadap suara-suara pernapasan secara lebih mendalam. Pemeriksaan
fisik system respirasi selalu dilakukan pada hewan dalam posisi berdiri. Pada
keadaan tertentu sebuah diagnosis sementara dapat dibuat berdasarkan sifat-sifat
respirasi yang menyimpang dari kaidah fisiologis.
Kegiatan bernapas dapat ditentukan dengan melihat pada sisi dada (thoraks)
dan perut (hypogastrium), tulang-tulang rusuk berikut sternumnya, dan juga dengan
melihat pergerakan dinding abdomen. Dokter hewan atau pemeriksa berdiri dan
diawali dari samping kiri depan hewan, agar dinding thoraks dan perut dapat dilihat
dengan jelas. Pada pemeriksaan fisik mengenai cara-cara hewan bernapas ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dan ditetapkan :
1. Frekuensi atau kecepatan bernapas (x/menit)
2. Tipe pernapasan
3. Ritme atau irama pernapasan
4. Intensitas atau kedalaman bernapas
Respirasi dapat dilakukan dengan disengaja dan dapat juga secara reflektoris,
terutama pada anjing yang apabila mengalami kejutan, takut, atau kepanasan akan
bernapas secara pendek/cepat. Hal ini dinyatakan sebagai yang disebut sebagai
panting. Keadaan ini sering disalahtafsirkan sebagai sesak napas atau dispnoea.
Frekuensi bernapas dihitung dalam satuan kali per menit dilihat dari
gerakan tulang rusuk atau costae. Satu kali bernapas terdiri atas inspirasi dan
ekspirasi dilihat gerakan rusuk ke luar dan ke dalam.
A. Respirasi dipercepat terjadi bila hewan terkejut, setelah banyak bergerak,
atau dalam keadaan demam
B. Respirasi diperlambat dijumpai pada beberapa penyakit otak, stenosis
saluran pernapasan atas kronis, dan sindrom uremia.
Tipe pernapasan adalah cara-cara bergerak dinding thoraks dan/atau perut
sewaktu respirasi. Pada hewan sehat, sewaktu hewan bernapas dinding thoraks
maupun dinding perut sama sama bergerak.
A. Tipe costoabdominal : bila pergerakan dinding thoraks dan dinding
abdomen terbagi rata. Contoh à kuda
B. Tipe costal : bila dinding thoraks lebih banyak bergerak. Cenderung terjadi
pada hewan karnivora.
C. Tipe abdominal : bila dinding perut lebih banyak bergerak. Cenderung
terjadi pada hewan ruminansia.
Ritme pernapasan yang irregular umum ditemukan pada hewan normal,
terutama pada anjing. Secara normal ekspirasi mengambil sedikit lebih banyak
waktu dibandingkan dengan inspirasi. Kegiatan inspirasi dan ekspirasi dipisahkan
oleh pause (jeda waktu) yang pendek. Sewaktu hewan berinspirasi dinding thoraks
mengembang ke luar dan pada waktu berkspirasi dinding thoraks dikempiskan ke
dalam.
Pada hewan sehat intensitas respirasi atau kedalaman bernapas sangat
bervariasi. Segala macam gerak ragawi menyebabkan respirasi bertambah dalam.
Setelah hewannya beristirahat maka instensitas bernapasnya kembali menjadi
dangkal. Bila hewan berespirasi dalam, maka pergerakan dinding thoraks dan
dinding perut menjadi jelas terlihat. Sebaliknya bila respirasi dangkal
pergerakannya sedikit sekali. Pada keadaan sesak napas atau dispone, intensitas
respirasi dan interval di antara respirasi berturut-turut menjadi dangkal dan
irregular.
BAB 2
MATERI DAN METODE
B. Langkah Kerja
1. Mencatat data dan tanda-tanda menciri anjing untuk mendapatkan
sinyalemen.
2. Mengumpulkan anamnesa baik secara pasif maupun aktif untuk
membantu diagnosis.
3. Melakukan pemeriksaan secara bertahap sesuai dengan lembar
konsultasi yang telah diberikan.
4. Mengamati dan mencatat semua hasil pemeriksaan umum yang telah
didapatkan.
BAB 3
HASIL PENGAMATAN
7
6
1 8
5
2 = 9
3 4
= =
BAB 4
PEMBAHASAN
C. Suara Respirasi
Saat respirasi anjing kami tidak menimbulkan suara-suara tertentu seperti
dengkur, deram, menguik, dan lain-lain. Pada beberapa penyakit alat pernapasan
tertentu, respirasi disertai oleh suara-suara yang nyata terdengar. Bila suara itu
dapat didengar dari jarak yang cukup jauh dan disebabkan oleh suatu penyempitan
atau stenosis atau obstruksi saluran udara bagian atas maka dinamakan stridor.
Stenosis atau penyempitan dapat disebabkan oleh selaput lendir yang membengkak,
oedema di dalam saluran pernapasan, neoplasma-neoplasma, kelumpuhan laryngs
dan lain-lain. Stridor demikian terdengar seperti siulan atau dengkuran dan
cenderung lebih keras saat inspirasi. Sedangkan Bersin adalah ekspirasi yang
mendadak dan berisik. Hal ini terjadi secara reflektoris ketika selaput lendir hidung
terkena rangsangan atau benda iritatif. Benda iritatif dapat berupa benda-benda
asing yang menempel di selaput lendir, parasite lintah Linguatula serrata, selaput
lendir hidung meradang, atau adanya tumor/neoplasia. Menguap adalah inspirasi
yang diperpanjang waktunya. Bila dilakukan dengan sering, dapat sebagai gejala:
gastritis katarrhalis, hepatitis chronica, dan beberapa penyakit otak seperti rabies.
D. Hembusan Nafas
Hembusan nafas anjing ialah normal dengan aliran udara yang keluar dari
lubang hidung kiri sama kuatnya dengan dengan yang keluar dari lubang hidung
kanan. Bila ada obstruksi atau penyumbatan di salah satu lubang hidung maka
aliran udara yang keluar tidaklah sama/seimbang. Nafas anjing juga tidak
mengeluarkan bau spesifik. Pada penyakit hidung atau penyakit saluran pernapasan
tertentu, nafas anjing dapat berbau busuk menyengat akibat proses pembusukan di
suatu jaringan atau sepanjang saluran pernapasan. Misalnya bau busuk pada
penyakit gangrene pulmonum, sinusitis katarrhalis. Proses pembusukan akibat
abses gigi juga dapat menembus palatum durum dan mengenai basis nasum dan
mengalirkan bau busuk melalui lubang hidung.
E. Leleran Hidung
Saat diinspeksi, anjing nampak mengeluarkan sedikit cairan serous (bening)
dari kedua lubang hidung. Pada hewan sehat cairain hidungnya selalu dan harus
serous. Nasal discharge (cairan yang keluar dari hidung) dapat bersifat mucoid
(putih-kuning, padat, tebal), purulent (hijau-kuning), ichourous (kemerahan), dan
hemorrhagis (berdarah). Apabila pada lubang hidung terlihat leleran cairan bening,
anjing itu dapat diduga menderita penyakit pilek atau influenza. Apabila leleran
hidung tersebut berubah mejadi berwarna kuning, bahkan berlanjut menjadi lebih
kental atau kehijauan, anjing mungkin terkena penyakit Bronchopneunomia atau
Distemper. Leleran juga dapat mengindikasikan adanya infeksi bakteri, pada
leleran purulent ditemukan sejumlah neutrophil degenerative. Darah segar dapat
mengucur dari lubang hidung sebagai akibat trauma mekanik. Bila berwarna merah
terang berbusa maka berasal dari pendarahan jaringan paru-paru. Pada oedema
pulmonum, cairan yang keluar dari lubang hidung berupa busa putih atau
kemerahan.
F. Sinus Paranasal
Pemeriksaan ini mencakup sinus maksillaris, sinus frontalis, sinus
sphenopalatinus, dan sinus ethmoidale. Pada inspeksi dan palpasi, tidak
ditemukan tulang yang menonjol atau melegok, tidak ada fistula di bawah mata,
atau suhu memanas. Di sinus-sinus dapat dijumpai kebengkakan, kenyerian,
krepitasi serta pernanahan. Bila proses pernanahan telah lama terjadi, maka tulang
di atas sinus akan degenerasi serta melunak. Karena itu terjadilah penjendolan
keluar disebabkan oleh tekanan nanah pada sinus. Pada perkusi, sinus
menghasilkan suara nyaring. Bila sinus-sinus berisikan air atau nanah, maka hasil
perkusi akan menghasilkan suara redup.
G. Larings
Palpasi pada larings tidak menimbulkan rasa nyeri maupun batuk, serta tidak
ditemukan adanya perubahan bentuk (deformitas). Batuk adalah hasil reflek suatu
rangsangan untuk mengeluarkan hasil peradangan atau corpus alienum dari dalam
alat respirasi. Batuk larings bercirikan periodic, berat, mulut menganga,
cenderung muntah dan sputum berupa muntahan mukus atau saliva. Bila
terdapat batuk spontan, tetapi tidak timbul batuk setelah dilakukan palpasi
profundal maka dapat dipastikan bahwa batuk tersebut tidak berasal dari larings
atau trachea. Pada laryngitis catarrhalis sifat batuk adalah frekuen, paroksismal,
keras dan sakit,spontan dan gampang dibuat batuk dengan cara menekan laring dari
luar. Pada emphysema pulmonum chronica batuk jarang, tidak paroksismal, tidak
produktif serta dalam. Auskultasi laring terdengar suara bronchial yaitu suara yang
terdengar saat mengauskultasi saluran nafas tubular. Bronchial Respiratory
Sound mirip dengan suara yang keluar bila kita menyebutkan huruf “c” yang ditarik
panjang. Suara ini normal ditemukan pada laring dan trachea.
H. Trachea
Secara adspeksi, tidak ditemukan perubahan bentuk, letak, luka parut ataupun
bekas prosedur trakheotomi pada trakea anjing. Palpasi trachea anjing kami tidak
menunjukkan rasa nyeri, pembengkakan local, dan perubahan bentuk. Pada anjing
berumur muda sering ditemukan kasus kongenital yaitu kolaps trachea pars
servikalis menyebabkan polong trachea tidak dapat membulat oleh karena otot
pembungkus cincin trachea tidak mendapat inervasi syaraf yang baik.
Pada auskultasi terdengar suara bronchial dan tidak ditemukannya suara
berderik. Suara bronchial sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa). Suara napas bronkial
bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus
(silent gaps). Suara ini normal terdengar di trachea dan laring. Jika didapatkan suara
temuan auskultasi dengan suara berderik dipastikan terdapat mukus, darah, atau
cairan lain yang mengindikasikan bronchitis, oedema pulmonum, atau adanya
pendarahan paru-paru.
I. Pemeriksaan Dada
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi respirasi anjing yaitu 30 kali/menit
dengan irama teratur. Nilai tersebut termasuk dalam rentang normal frekuensi nafas
anjing yaitu 12-30 kali/menit. Frekuensi respirasi tidak tergolong takhipnoea atau
hyperpnoea.
• Takipnea adalah suatu kondisi yang mengambarkan pernapasan yang cepat
dan dangkal karena ketidakseimbangan antara karbon dioksida dan oksigen
di dalam tubuh. Secara singkat, frekuensi respirasi di atas normal.
• Hyperpnoea adalah kondisi dimana frekuensi dan kedalaman respirasi di
atas normal. Pernapasan cepat dan sangat dalam.
Pada saat bernafas anjing juga tidak melakukan abduksio sendi siku. Apabila
anjing melakukan hal tersebut, maka diduga anjing mengalami dispone inspiratoris
(sesak nafas). Gejala lain yang ditunjukkan adalah dilatasi lubang hidung, mulut
terbuka, depresi ruang intercostal, leher dan kepala menjulur ke depan. Anjing yang
kami periksa tidak mengalami hal-hal tersebut.
Sedangkan tipe respirasi anjing cenderung lebih costal yang umum ditemukan
pada carnivore. Anjing menghirup dan menghembuskan napas sedikit lebih lama
dari menghirup napas, dan hal tersebut ialah normal. Apabila hewan bernafas
benar-benar membutuhkan gerakan otot perut maka diduga hewan mengalami
emphysema pulmonum (elastisitas jaringan paru-paru telah hilang), pleuritis, atau
apabila keadaan jalan keluar udara dari paru paru terhalang oleh sesuatu.
J. Palpasi Dada
Palpasi dada dilakukan menggunakan telapak tangan pada permukaan dada kiri
dan kanan. Setelah dilakukan palpasi pada anjing, tidak ditemukan adanya rasa
nyeri, getar cairan, ruang sela iga yang menggembung atau gerakan iga menurun.
Cairan di dalam cavum thoracis mengisi ruang ruang bebas selalu mencari ruang/
tempat rendah, jantung didorong hingga menjauh dari dinding thoraks, maka
impulse jantung pada palpasi kurang dapat dirasa dengan jelas.
Anjing yang kami periksa juga tidak merasakan nyeri saat diperkusi. Rasa sakit
saat diperkusi diekspresikan oleh kegelisahan, menengok ke belakang mendadak
atau ingin menggigit. Hal ini sering dijumpai pada fractura costae atau pleuritis.
Perkusi dapat pula menghasilkan batuk jika hewan sakit akut pada paru-paru atau
pada pleura, misalnya pada pneumonia, bronchitis, atau pada pleuritic sicca.
Widodo, Setyo. (2011). Diagnosa Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press.
158-168.