Diskusi Topik
PENYAKIT VASKULER
Oleh :
Halaman
DAFTAR ISI ii
1. Aterosklerosis 1
2. Diseksi Aorta 9
3. Aneurisma Aorta 16
6. Buerger’s Disease 49
7. Fenomena Raynaud 54
8. Tromboflebitis 58
9. Vaskulitis 62
DAFTAR PUSTAKA 68
1
1. Aterosklerosis
1.1 Definisi
Aterosklerosis adalah suatu perubahan pada dinding arteri ditandai oleh adanya
produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya yang terbentuk di
seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media yang menimbulkan
1.2 Etiologi
LDL), merokok, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, obesitas, dan kurangnya
aktivitas fisik. Tingginya kadar homosistein darah, fibrinogen, dan lipoprotein-a juga
dilaporkan sebagai faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Ada empat faktor risiko
biologis yang tak dapat diubah, yaitu; usia, jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga
(genetik).1
peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak
dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan berupa makrofag
yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil proses inflamasi.
faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel
2
arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada
aterosklerotik.2
1.3 Patogenesis
berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada
jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi
dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain
dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan
modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang
Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh
beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion
Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida,
telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan"
LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan
membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi “fatty streaks”.
merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika
intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen,
yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini
proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak
aterosklerotik.3
rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila
plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik,
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah
muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut.
4
Pembentukan bercak ateroma diawali oleh adanya fatty streak, yang merupakan
lesi terawal dari aterosklero-sis. Fatty streak ini tidak menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah dan tidak menyebabkan gangguan aliran darah. Biasanya
fatty streak muncul sebagai bintik pipih berwarna kuning, multipel, dengan diameter
< 1 mm, yang menyatu dalam larikan panjang sekitar 1 cm atau lebih. Fatty streak
terdiri dari sel makrofag dan sel otot polos dengan sito-plasma distensi karena
mengandung le-mak dan membentuk sel busa. Fatty streak merupakan prekursor
bercak atero-ma, yang sudah dibentuk sejak usia dini, tersering pada dekade pertama,
namun tidak semuanya akan berkembang menjadi bercak ateroma atau lesi-lesi
lanjut.4
fibrolipid (fibrous atau fibrofatty) merupa-kan proses utama pada aterosklerosis dan
secara morfologik ditandai oleh penebalan tunika intima dan penimbunan lemak.
Bercak ateroma berupa suatu lesi fokal yang meninggi pada tunika intima, lembut,
warna kekuningan dengan bagian pusat mengandung lemak (terutama terdiri dari
5
kolesterol dan ester kolesterol), ditutupi oleh suatu penutup warna putih yang keras
disebut fibrous cap. Ukuran bercak ateroma bervariasi 0,3-1,5 cm, kadang-kadang
ateroma secara progresif terus menerus berubah, menjadi lebih besar, terdapat
kematian sel dan degenerasi, sin-tesis dan degradasi matriks ekstrasel (re-modeling)
oleh karena penyempitan arteri, dan bila penyempitan >70% maka dapat terjadi
secara klinis sangat berarti. Komplikasi dapat berupa ruptur fokal, ulserasi, atau erosi
fokal dari permukaan lumen bercak ateroma, perdarahan ke dalam bercak serta
trombosis yang merupakan komplikasi yang penting dan paling ditakuti karena dapat
menyebabkan penutupan arteri sebagian atau secara total, kalsifikasi, dan dilatasi
aneurisma.5
6
Faktor resiko aterosklerosis terbagi atas faktor resiko yang tidak dapat diubah
dan dapat diubah.Faktor yang tidak dapat diubah meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga dan ras. Faktor yang dapat diubah dibagi menjadi 2 yaitu faktor mayor
diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori. Faktor minor meliputi gaya hidup yang
yang parah atau penyumbatan total pada arteri yang terkena. Gejala dan tanda yang
muncul sesuai dengan arteri yang tersumbat. Bila penyumbatan terjadi pada arteri
koroner, gejala yang muncul berupa nyeri dada akibat otot yang tidak mendapatkan
7
suplai oksigen yang cukup. Gejala yang muncul bila aterosklerosis terjadi pada arteri
karotis dapat menyerupai gejala stroke seperti kelemahan yang tiba-tiba, paralisis,
kebingungan hingga nyeri kepala hebat. Aterosklerosis pada arteri perifer akan
memunculkan gejala kebas, nyeri bahkan infeksi berbahaya. Penyumbatan pada arteri
renal akan menyebabkan menurunkan fungsi ginjal bahkan penyakit ginjal kronik.6
aterosklerosis yaitu:
Perubahan gaya hidup meliputi diet jantung sehat, melakukan olahraga secara
teratur, berhenti merokok dan menurunkan stres.4 Pada pasien yang mendapatkan
tatalaksana obat statin secara intensif menginduksi perubahan pada jaringan plak
setelah penatalaksanaan selama tiga sampai empat bulan. Statin sangat efektif untuk
8
menurunkan level kolesterol LDL dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti.
Pada pasien yang tidak toleran dengan statin, dapat direkomendasikan pemakaian bile
acid sequestrant atau asam nikotinat. Untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah, dapat diberikan obat-obatan seperti aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau
yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan
2. DISEKSI AORTA
2.1 Definisi
9
mendadak. Diseksi aorta klasik umumnya diawali dari robekan tunika intima dinding
lapisan dinding aorta, dan menciptakan lumen palsu. Darah yang mengalir ke dalam
lumen palsu dapat menyebabkan beberapa masalah: mengurangi darah yang dialirkan
ke tubuh,1 diseksi bertambah luas, serta menghambat aliran darah aorta (lumen
sebenarnya) dan juga arteri yang dipercabangkannya. Diseksi juga dapat melemahkan
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian diseksi aorta diperkirakan sekitar 3 kasus per 100.000 orang per
tahun Diseksi aorta asenden terjadi paling sering pada usia 50-60 tahun, sedangkan
aorta desenden paling sering terjadi pada usia 60-70 tahun. Diseksi aorta setidaknya
terjadi dua kali lebih sering pada laki-laki.5 Lebih dari dua per tiga pasien memiliki
karena siklus sirkadian tekanan darah. Jika tidak segera ditangani, rata-rata 50%
Faktor resiko dari diseksi aorta antara lain hipertensi, aterosklerosis, penyakit
2.3 Patofisiologi
Tekanan darah tinggi, regangan jaringan ikat dan adanya kelainan pada tunika
masuk ke lapisan diantara tunika intima dan media, dan tekanan yang tinggi
menyebabkan darah mengalir ke arah longitudinal sepanjang aorta, ke arah depan dan
belakang dari titik masuk, membentuk lumen palsu. Tekanan dari darah yang
lumen palsu menyebabkan intimal flap menekan dan mempersempit ukuran lumen
hipertensi kronik, penuaan, atau kondisi degenerasi medial sistik (seperti pada
sindrom Marfan dan sindrom Ehler-Danlos). Selain itu, trauma tumpul dada, katup
jantung), dan pengguna kokain juga menjadi faktor predisposisi. Faktor risiko
tersering pada pasien usia kurang dari 40 tahun adalah sindrom Marfan dan
kehamilan.
11
Diseksi dibagi menjadi dua tipe, tergantung dari ada tidaknya keterlibatan aorta
asendens, Pembagian ini penting untuk menentukan pendekatan terapi dan prognosis.
Tipe A : titik robekan intima ada pada aorta asendens. Diseksi biasanya menjalar ke
arah distal mengenai aorta desendens kemudian ke arah proksimal merusak aparatus
Tipe B : titik robekan intima terdapat pada aorta desendens, biasanya tepat di bawah
ujung awal arteri subklavia sinistra. Robekan jarang menyebar ke arah proksimal.
Gambaran klinis sangat bervariasi. Gejala timbul akibat lepasnya tunika intima
dari dinding aorta dan akibat terganggunya suplai darah ke organ vital atau ruptur.
Gambaran klinis tersering adalah nyeri mendadak yang sangat berat pada
dada/punggung, terutama pada pria usia pertengahan dengan hipertensi. Nyeri pada
diseksi aorta biasanya tanpa didahului gejala awal dan onsetnya mendadak
menunjukkan tempat diseksi di sepanjang aorta. Maka pada bentuk klasik, diseksi
aorta asendens dimulai di dada anterior, terjadi sangat cepat (kurang dari beberapa
menit), bergerak ke arah leher kemudian ke punggung. Diseksi yang berasal dari
arkus aorta mula-mula dirasakan di leher, dan pada diseksi aorta desendens nyeri
Sekitar 4,5% pasien diseksi aorta tidak mengeluh nyeri dada.3 Pada kasus
seperti ini, biasanya diseksi dideteksi pada saat CT scan elektif, sering ditemukan
pada pasien dengan riwayat diabetes, aneurisma aorta, dan pembedahan jantung.
Tidak ada keluhan nyeri dada tidaklah langsung menyingkirkan kecurigaan diseksi
merupakan kondisi yang mendasari, Sejumlah kecil pasien diseksi aorta dilaporkan
dengan keadaan hipotensi atau syok, yang dapat sekunder karena miokard infark akut,
gagal jantung ventrikel kiri, regurgitasi aorta berat, tamponade jantung, atau ruptur
aorta.
Regurgitasi aorta dapat terjadi pada tipe A akibat terlibatnya ujung awal aorta
Gambaran klinis lain berhubungan dengan komplikasi. Diseksi dapat meluas dan
Pencitraan aorta potongan melintang menunjukkan adanya flap, lumen asli, dan
lumen palsu bila diberi kontras. Dapat menolong klinisi mengkonfirmasi atau
menentukan komplikasi.
2.6 Penatalaksanaan
kekuatan kontraksi ventrikel kiri, dan mengontrol nyeri. Pendekata terapi ini harus
dimulai secepatnya saat menjalani evaluasi diagnostik. Terapi lini pertama adalah
beta bloker untuk menurunkan kekuatan kontraksi ventrikel kiri, tekanan darah, dan
frekuensi jantung. Target frekuensi jantung sebaiknya 60 kali/ menit atau kurang, dan
tekanan darah sistolik 100-120 mmHg. Pilihan obat adalah beta bloker kerja cepat
14
esmolol, atau beta dan alfa bloker labetalol intravena. Propanolol atau metoprolol oral
atau intravena juga dapat digunakan. Jika terdapat kontraindikasi terhadap beta
fenoldopam juga dapat menjadi pilihan. Sebelum administrasi vasodilator, beta bloker
aorta dapat bertambah luas dengan cepat saat tekanan darah atau kekuatan kontraksi
jantung meningkat. Beta bloker dan vasodilator diberikan untuk menurunkan risiko
tersebut. Tanpa melihat tipe diseksi, atau indikasi operasi, terapi harus segera dimulai.
Keluhan nyeri perlu ditangani dengan analgesik yang adekuat, seperti opiat.
Pasien harus segera dirujuk ke pelayanan tersier yang memiliki spesialisasi kardiologi
kematiam per jam ± 2%. Pasien harus dipindahkan dengan ambulans lampu
pembedahan untuk mengganti ujung aorta, dengan atau tanpa kelainan katup aorta
sebagai penyerta. Pada Tipe B pembedahan memiliki risiko tinggi sehingga pada
15
keadaan ini tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama.Tipe ini merupakan
bila terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, seperti ruptur yang berbahaya. Lumen
2.7 Prognosis
Diseksi tipe A memiliki tingkat mortalitas segera yang sangat tinggi, namun
bila pasien tidak mempunyai komplikasi yang mengancam jiwa (seperti stroke,
Keadaan setelah terapi pada diseksi tipe B lebih baik, walaupun bisa terdapat
3. ANEURISMA AORTA
3.1 Definisi
Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan ireversibel dari
pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter normal. Kondisi ini
16
arteriosklerosis.
Sebagian besar aneurisma aorta (AA) terjadi pada aorta abdominalis, disebut
(TAA).
3.2 Epidemiologi
usia tua. Beberapa data menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai 6-9%
menerus pada pria diatas 55 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 6% pada usia 80-
85 tahun. Pada wanita, terjadi peningkatan pada usia 70 tahun, mencapai puncaknya
sebanyak 4,5% pada usia diatas 90 tahun. Perbandingan pria dan wanita 4 :1 sampai 5
: 1 pada kelompok usia 60 sampai 70 tahun, tetapi usia diatas 80 tahun rasio menjadi
1:1.10
3.3 Klasifikasi
Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, hanya melibatkan sebagian dari
lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk seperti kantong yang menonjol dan
17
arteri.
3.4 Etiologi 12
1. Degeneratif (aterosklerosis): Proses ateroskelrosis ini terutama merusak tunika
intima, yang disebut atheroma atau plak fibropatty, yang masuk ke lumen arteri.
2. Nekrosis kistik medial: Nekrosis kistik medial adalah suatu gamabaran
elastin pada tunika media aorta, dan hilang nya sel medial yang diganti dengan
bahan mukoid yang sering terjadi pada sindrom marfan, sindrom Ehlers Danlos
atau arkus aorta. Proses yang terjadi adalah proses inflamasi pada periaorta
18
dan mesoaorta jaringan elastin, sehingga dinding aorta akan menipis dan
melemah.
b) Sedangka proses tuberkulosis spesifik berasal dari infeksi langsung
kelenjar getah bening hilus terinfeksi, atau abses dihilus. Dapat juga karena
dinding medial.
c) Infeksi lainnya bisa disebabkan oleh bakteri stafilokokkus, streptokokkus,
The Vascular Biology Research Program of the National Heart, Lung and Blood
Institutte: 13
ekstraseluler (ECM), terutama sekali elastin, kolagen dan sel otot polos vaskuler
pengerusakan lapisan media dan lamina aorta melalalui degradasi elastin dan
komplek anatara sel inflamasi (limfosit, monosit, makrofag, netrofil, sel vascular
disebabkan cairan pada dinding arteri dibagi tiga :1. Tekanan hidrostatik 2.
aliran darah.
4. Faktor genetik riwayat keluarga diketahui sebagai faktor risiko untuk terjadinya
keluarga.
Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa
gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur
fisik rutin dengan dideteksinya pulsasi aorta yang prominen. Lebih sering aneurisma
abdomen atau CT scan. Denyut perifer biasanya normal, tetapi penyakit arteri oklusif
pada renal atau ekstremitas bawah sering ditemukan pada 25% kasus.
Aneurisma simptomatik. Nyeri midabdominal atau punggung bawah atau
dengan inflamasi ekstensif periaortic dan retroperitoneal dengan sebab yang belum
diketahui. Pada pasien ini terdapat demam ringan, peningkatan laju endap darah, dan
riwayat infeksi saluran pernapasan atas yang baru saja, pasien sering sebagai perokok
aktif. Infeksi aneurisma aorta (baik dikarenakan oleh emboli septik atau kolonisasi
bakteri aorta normal dari aneurisma yang ada) sangat jarang terjadi tetapi harus
diperkirakan pada pasien dengan aneurisma sakular atau aneurisma yang bersamaan
abdomen, dan flank serta hipotensi. Ruptur posterior terbatas pada retroperitoneal
dengan prognosis yang lebih baik daripda ruptur anterior ke rongga peritoneum.
21
kesempatan untuk menolong adalah perbaikan bedah emergensi. Gejala ruptur antara
lain:
o Sensasi pulsasi di abdomen
o Nyeri abdomen yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan
o Nyeri dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah
o Abdominal rigidity
o Nyeri pada punggung bawah yang berat, tiba-tiba, persisten,atau konstan, dapat
prosedur diagnostik untuk keadaan lain Pada anamnesis aneirisma aorta torakalis
mengakibatkan erosi jaringan sekitar. Maka keluhan yang timbul berupa nyeri dada,
sesak nafas, batuk, wheezing, atau pneumonia rekuren, akibat dari efek penekanan
dari trakea dan bronkus utama, Yang lainnya menderita dispneu, stridor, atau batuk
hoarseness akibat penekanan pada nervus laryngeus recurrent sinistra, atau edema
leher dan lengan akibat penekanan pada vena cava superior. Pada rupture aneurisma
aorta torakal bisa ditemukan keluhan sindrom akut aorta berupa nyeri dada hebat,
baik dileher, punggung dan abdomen disertai tanda-tanda syok.. Regurgitasi aorta
22
ascenden.15
aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang kecil (<5 cm). Biasanya
tertariknya trakea
c. CT scan — metode yang sangat akurat untuk mendiagnosa adanya aneurisma
oclusive disease pada viseral dan ekstremitas bawah atau saat repair endograft
akan dilakukan.
e. Ekokardigrafi : Dapat mengukur diameter aorta relatif terhadap diameter yang
3.8 Penatalaksanaan
a. Aneurisma aorta abdominalis
Aneurisma berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya aneurisma yang
kesehatan periodik saja, meliputi pemeriksaan USG tiap tahunnya, untuk memantau
profil lemak, berhenti merokok dan mereduksi hal yang lain yang dapat menyebabkan
aterosklerosis.
Pada pasien dengan hipertensi sebaiknya target tekanan darah sibawah 140/90
mmHg pada pasien tanpa diabetes atau di bawah 130/80 mmHg pada pasien dengan
dari 70 mg/dl untuk pasien dengan risiko yang setara dengan penyakit jantung
koroner dan pada risiko tinggi timbulnya penyakit jantung koroner akibat kejadian
iskemik koroner, dengan target terapi adalah LDL kurang dari 100mg/dl. Terapi awal
Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat merupakan tanda bahaya dan
24
dapat merupakan suatu tanda pelebaran aneurisma yang progresif, kebocoran, dan
terjadi.
Pembuluh darah yang abnormal digantikan oleh graft yang dibuat dari material
lumen aneurisma melalui arteri femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta
yang tidak mengalami aneurisma dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau
balloon-expandable stents.
Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau ukuran
yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid harus
3.9 Prognosis
Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur
25
adalah 1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5
konsekuensi dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun
4.1. Definisi
Deep vein thrombosis (DVT) adalah kondisi medis yang ditandai dengan
pembentukan bekuan darah di vena dalam yang terdiri atas fibrin, eritrosit, leukosit
dan trombosit. Deep vein thrombosis dapat menyumbat baik seluruh maupun
sebagian aliran darah yang melalui vena dan akhirnya dapat menyebabkan gangguan
26
sirkulasi darah. Deep vein thrombosis biasanya terjadi pada vena di ekstremitas
bawah seperti vena vena di betis, vena poplitea dan vena di panggul.16
4.2. Epidemiologi
DVT sangat sering dijumpai pada pasien medis dan bedah, menyerang sekitar
10-30% dari seluruh pasien bedah umum yang berusia di atas 40 tahun dan menjalani
operasi besar. Emboli paru sering menyebabkan kematian tiba-tiba pada pasien
rumah sakit (0,5-3,0% pasien meninggal karena emboli paru). Angka kejadian DVT
meningkat sesuai umur, sekitar 1 per 10.000 – 20.000 populasi pada umur di bawah
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada
vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX. Pada
koagulasi darah.
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan
adanya statis aliran darah karena istirahat total. Trombosis vena yang mudah terjadi
pada payah jantung adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan
8. Proses keganasan
operasi terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali
4.4. Etiologi
Adapun faktor resiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam adalah
adanya riwayat trombosis dan stroke, pasca tindakan bedah, imobilisasi yang lama,
gagal jantung kronik dan penyakit keganasan. Faktor resiko lain diantaranya usia di
atas 40 tahun, obesitas, sepsis, trombofilia, penyakit inflamasi usus, trauma, penyakit
Trias Virchow:
a. Kelainan dinding pembuluh darah pada trauma dan pembedahan
b. Perubahan aliran darah
c. Gangguan pembekuan darah
4.5. Patofisiologi
patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah
1. Statis Vena
29
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama
pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
melalui:
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel
yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar.
Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir
akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan
mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan
tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan
darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi
Skor Wells dapat digunakan untuk stratifikasi menjadi kelompok risiko ringan,
sedang, atau tinggi. Kombinasi Well’s rule dengan hasil tes non-invasif diharapkan
investigasi lebih lanjut. Skor 0 atau kurang, menandakan kemungkinan DVT rendah,
skor 1 atau 2 menandakan kemungkinan DVT sedang, dan skor 3 atau lebih
peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, homan sign (+) dan pembuluh vena
teraba.
c. Pemeriksaan penunjang yaitu Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
dimer dapat dilakukan dengan ELISA atau latex agglutination assay. D-dimer
adalah produk degradasi fibrin. Jika D-dimer <0,5 mg/mL maka dapat
yaitu:
1. Venografi
menyuntikkan zat kontras ke dalam sistem vena, akan terlihat gambaran sistem vena
32
2. Flestimografi Impedans
Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk trombosis vena femoralis dan iliaca
Saat ini USG sering dipakai untuk mendiagnosis DVT karena non-invasif. USG
memiliki tingkat sensitivitas 97% dan spesifisitas 96% pada pasien yang dicurigai
4.7. Penatalaksanaan
Non-farmakologi :
a. Tinggikan ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena
b. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskuler
c. Latihan lingkup gerak sendiri
d. Pemakaian alas kaki elastic.
e. Penggunaan compression stocking selama kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3
trombosis syndrome.
(APTT). Nilai APTT yang diinginkan adalah 1,5-2,5 kontrol. Mekanisme kerja
33
protrombin (protrombin time /PT) dan jumlah trombosit harus diperiksa sebelum
memulai terapi heparin, terutama pada pasien berusia lebih dari 65 tahun, riwayat
daripada heparin karena waktu paruh biologis lebih panjang, dapat diberikan
subkutan satu atau dua kali sehari, dosisnya pasti dan tidak memerlukan
atau lebih. Oleh karena itu, LMWH diberikan bersamaan sebagai terapi
warfarin 5 mg/ hari, dosis disesuaikan setiap tiga sampai tujuh hari
b. Trombektomi
5.1. Definisi
Varises vena tungkai bawah (VVTB) adalah vena superfisial tungkai bawah yang
abnormal. Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya tekanan vena dalam jangka
waktu lama yang ditandai dengan penonjolan vena yang besar dan tampak dibawah
kulit.22
Gambar 5.1 Varises vena tungkai bawah
5.2. Epidemiologi
Varises vena tungkai bawah lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Prevalensi VVTB di populasi barat usia lebih dari 15 tahun adalah 10-15% pada pria
dan 20-25% pada wanita. Prevalensi di Amerika Serikat adalah 15% pada pria dan
27,7% pada wanita. Dari penelitian Hirai dkk di Jepang didapatkan sebanyak 42%
pasien VVTB dengan adanya riwayat keluarga dan sebanyak 14% pada pasien VVTB
dilakukan di Inggris, prevalensi pada penderita usia 40 tahun adalah 22% sedangkan
pada usia 50 tahun adalah 35% dan pada usia 60 tahun adalah 41%.17 Di Indonesia,
1) Riwayat keluarga
35
2) Usia
Dinding vena menjadi lemah karena lamina elastis menjadi tipis dan atrofik
bersama dengan adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot
3) Overweight/obesitas
4) Multiparitas kehamilan
uterus merupakan penyebab VVTB pada kehamilan, namun VVTB akan mengalami
terjadi prevalensi VVTB yang lebih tinggi pada penderita dengan kehamilan lebih
5) Faktor hormonal
permeabilitas kapiler dan edem. Progesteron menyebabkan penurunan tonus vena dan
peningkatan kapasitas vena sehingga dapat menginduksi terjadinya stasis vena, hal ini
berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan VVTB. Pada posisi tersebut tekanan
36
vena menjadi 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang di luar batas
7) Merokok
8) Konsumsi alkohol
5.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadi VVTB pada dasarnya dibagi menjadi 4 faktor yang dapat
4) Kelemahan fasia
pada fungsi sistem vena profunda. Jika otot tungkai berkontraksi, darah seolah-olah
diperas dari sinusoid vena otot dan vena disekitarnya sehingga terjadi peningkatan
vena profunda. Kontraksi otot-otot betis bisa menyebabkan tekanan vena profunda
37
meningkat sampai 200 ml Hg atau lebih. Bila terjadi inkompetensi katup, maka
superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah jumlah darah
kearah v. profunda dan v. superfisial, akibatnya terjadi peningkatan tekanan vena dan
gangguan mikrosirkulasi.
Hipertensi vena kronis pada tungkai menyebabkan aliran tidak beraturan hingga
terjadi dilatasi vena dan inkompetensi katup lebih lanjut. Katup yang lemah atau tidak
Inkompetensi katup primer dapat terjadi karena kerusakan katup yang menetap,
penyebab tersering VVTB, katup tersebut dapat normal tetapi menjadi inkompeten
akibat pelebaran dinding vena atau karena destruksi paska trombosis vena
sering mengalami varises, sebab dinding vena superficial ini lemah. Vena safena
magna hanya mempunyai sedikit jaringan penyangga berupa jaringan ikat, lemak
subkutis, dan kulit sehingga tidak mampu menahan tekanan hidrostatik yang tinggi
Faktor risko varises tungkai diantaranya keturunan atau genetic, usia, obesitas
5.5 Klasifikasi
38
lipodermatosklerosis)
6) Derajat 5 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus yang sudah sembuh
5.6. Diagnosis
klinis tetap merupakan dasar penilaian medis. Evaluasi penderita VVTB dimulai
Anamnesis
1) Keluhan penderita
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas / sensasi
terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik. Keluhan
39
biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk berjalan atau pemakaian bebat
elastik dan makin bertambah setelah berdiri lama, selama kehamilan, menstruasi, atau
pengobatan hormonal.
3) Faktor predisposisi.
sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena cukup sulit. Di sebagian besar wilayah tubuh,
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari arah belakang
akan membantu visualisasi VVTB. Perlu diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan
kulit seperti talengiektasis, dermatitis statis, edem, perdarahan, ulkus. Vena yang
mengalami VVTB diperhatikan apakah vena superfisial utama (VSM dan VSP) atau
berwarna kebiruan. Varises vena tungkai bawah pada cabang vena superfisial
2) Palpasi
Daerah vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan VVTB dan
besarnya pelebaran vena. Pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba maka harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada obstruksi arteri.
3) Perkusi
dengan mengetuk vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar
4) Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrogade dengan aliran darah antegrade. Tes ini digunakan untuk penentuan
berfungsinya sistem vena profunda. Penderita berdiri beberapa saat lalu dipasang
berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid vena otot dan vena sekitarnya.
Bila vena yang terletak di distal dari ikatan kempis / kosong berarti katup-katup vena
perforantes dan vena profunda berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya
5) Tes Trendelenburg
Tes ini digunakan untuk menentukan derajat insuffisiensi katup pada vena
ditinggikan 30°-45° selama beberapa menit untuk mengosongkan vena. Setelah itu
dipasang ikatan yang terbuat dari bahan elastis di paha, tepat di bawah percabangan
penderita berdiri dan pengisian vena diperhatikan. Bila vena lambat sekali terisi ke
proksimal, berarti katup komunikans baik. Vena terisi darah dari peredaran darah kulit
dan subkutis. Bila vena cepat terisi misalnya dalam waktu 30 detik, berarti terdapat
Pemeriksaan Penunjang
1) Ultrasonografi Doppler
ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal.
2) Duplex ultrasonography
vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan sebelum operasi. Duplex
sebagai sumber dan detektor. Pantulan gelombang suara yang terjadi dapat
42
memberikan citra struktur anatomi, dan pergerakan struktur tersebut dapat dideteksi
3) Plebography
Plebography juga dapat menunjukkan kekambuhan VVTB paska operasi yang sering
5.7. Penatalaksanaan
memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik, dan mencegah komplikasi, tetapi juga
a. Terapi Kompresi
Dasar penanganan terhadap insufisiensi vena adalah terapi kompresi. Cara ini
berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis untuk mencegah
kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan bocornya bahan fibrin sehingga
mencegah pembesaran vena lebih lanjut, tetapi tidak mengembalikan ukuran vena
digunakan sepanjang hari kecuali penderita tidur dan pemakaiannya harus tepat dari
b. Skleroterapi
melebar secara abnormal atau yang mengganggu secara kosmetik. Terapi ini juga
akan menghilangkan keluhan nyeri dan rasa tidak nyaman serta mencegah komplikasi
dan fibrosis pembuluh darah yang selanjutnya diserap oleh jaringan sekitarnya tanpa
atau rekuren paska bedah serta varises pada penderita lanjut usia. Kontra indikasi
skleroterapi pada VVTB adalah obstruksi berat pada tungkai, riwayat trombosis vena
terhadap sklerosan.
dan rasa nyeri. Komplikasi yang lebih serius tetapi jarang adalah nekrosis kulit, ulkus,
c. Terapi Pembedahan
besar, varises pada tungkai atas sisi medial atau anterior, adanya komplikasi statis
umum buruk, berat badan berlebihan, tromboflebitis aktif, tukak vena terinfeksi,
kehamilan, sumbatan arteri menahun pada tungkai bersangkutan, dan tumor besar
intra abdomen.
tungkai, kerusakan saraf kulit (n. safena atau n. suralis), limfokel, dan trombosis vena
profunda. Infeksi berat dapat terjadi pada bekas saluran ”stripper”. Untuk mencegah
edem tungkai dianjurkan memakai kaos kaki elastis selama dua bulan pasca bedah.
45
Limfokel terbentuk karena saluran limfe terpotong saat operasi, pengobatannya cukup
d. Laser Therapy
Endovenous laser therapy (ELT) adalah terapi untuk VVTB dimana serat optik
dimasukkan ke dalam pembuluh darah yang akan diobati dan sinar laser (biasanya di
bagian inframerah dari spektrum) diarahkan ke bagian dalam pembuluh darah. Terapi
ini lebih tidak menyakitkan dibanding vein ligation and stripping, menggunakan
anestesi lokal serta memiliki waktu pemulihan yang lebih pendek. Selain itu, laser
adalah pilihan yang baik untuk mengobati pembuluh yang resisten terhadap
skleroterapi.
Kontraindikasi ELT adalah pasien yang sedang hamil atau menyusui, sistem
vena dalam tidak memadai untuk mendukung aliran balik vena setelah terapi,
disfungsi hati atau alergi yang mustahil menggunakan anestesi lokal, sindrom
hiperkoagulabilitas berat, refluks vena skiatik, Komplikasi yang dapat timbul adalah
perforasi vena, deep vein thrombosis, echymoses, hiperpigmentasi, dan reaksi alergi.
5.8. Pencegahan
edem tungkai bawah dengan memperbaiki kualitas hidup antara lain :24
6. Buerger’s disease
6.1. Definisi
Buerger’s disease atau tromboangitis obliterans (TAO) adalah nonaterosklerotik,
penyakit inflamasi segmental yang paling sering mengenai arteri serta vena berukuran
kecil dan sedang pada keempat ekstremitas.Inflamasi akut ini mengenai seluruh
lapisan lapisan dinding pembuluh darah. TAO dapat dibedakan dari vaskulitis karena
penggunaan tembakau.27
6.2. Etiologi
a. Merokok
47
kepekaan seluler terhadap jenis I dan III kolagen pada perokok dibandingkan dengan
dapat dikaitkan dengan perubahan reaktivitas vaskular yang mungkin terjadi dalam
rokok.27
b. Genetik
Di Inggris ditemukan adanya peran dominan dari HLA-A9 dan antigen HLA-
B5.
c. Hiperkoagulabilitas
Choudhury menunjukkan bahwa tingkat aktifator urokinaseplasminogen dua
kali lebih tinggi dan aktifator plasminogen bebas menghambat 40% lebih rendah pada
pasien dengan TAO dari pada orang yang sehat. Terjadi peningkatan respon platelet
anti endotelial meningkat pada 25% kasus dan titer antibodi endotel berhubungan
sensitivitas seluler pada kolagen tipe I dan III, peningkatan serum sel anti-endotelial
Karakteristik dari fase akut adalah hiperseluler dan trombus inflamatori dengan
48
inflamasi akut pada dinding vaskuler yang terkena. Pada fase ini, polimorfonuklear
(PMN) adalah sel radang yang utama yang dapat membentuk mikroabses di dalam
trombus. Pada fase subakut atau fase intermediet, terjadi trombus oklusif yang
rekanalisasi trombus. Fase kronik atau fase akhir dikarakteristik dengan organisasi
trombus oklusif dengan rekanalisasi luas, trombus matur dengan fibrosis vaskuler
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam
tingkatnya. Nyeri dirasakan saat istirahat dan bertambah berat pada waktu malam dan
keadaan dingin, nyeri akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung.
Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran
penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren,
maka nyeri sangat hebat dan menetap. Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri
pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger.
Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri
plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bias
mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bias
memperlihatkan tanda sianosis atau rubor bila bergantung. Sering terjadi radang
lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bias timbul, terutama
pulpaphalang distal yang bias berlanjut menjadi gangrene atau ulserasi kronis yang
nyeri. Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada
tungkai dan fenomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit,
49
tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangrene pada jari
kaki sering terjadi pada penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah
yang terkena.
adalah kriteria Shionoya, yaitu riwayat merokok, onset pada umur di bawah 50 tahun,
oklusi arteri infrapoplitea, plebitis migrans, tidak adanya faktor risiko aterosklerosis
Pengobatan yang paling efektif untuk penyakit Buerger adalah berhenti merokok.
Bantuan psikologis mungkin berguna dalam kasus-kasus tertentu, tetapi pasien harus
diyakinkan bahwa jika mereka berhasil berhenti merokok sepenuhnya, penyakit akan
masuk ke remisi dan amputasi bisa dihindari. Selektif antagonis reseptor cannabinoid,
seperti rimonabant, telah menunjukkan hasil yang baik dalam membantu pasien
berhenti merokok.
a. Platelet Inhibitor
Aspirin efektif dalam mencegah kejadian sekunder dan harus dipertimbangkan pada
semua pasien dengan PAD. Aspirin ini tidak diindikasikan, namun untuk pengobatan
b. Clopidogrel
dari pada aspirin dalam mengurangi kejadian sekunder pada pasien dengan penyakit
aterosklerosis.
c. Vasodilator
Ketika terapi vasodilator diberikan, pembuluh proksimal lesi stenosis atau lesi
menyebabkan mengenai lesi proksimal stenosis atau oklusi, mengurangi aliran darah
dari jaringan distal sudah iskemik. Vasodilator juga memiliki kapasitas untuk
Terapi pembedahan :
7. Fenomena Raynaud
7.1. Definisi
reversibel sebagai respon terhadap dingin atau stres. Biasanya terlihat pada distal
51
digitalis namun dapat ditemukan di hidung, telinga atau lidah. Fenomena ini ditandai
oleh tiga fase, yaitu fase palor akibat vasokonstriksi muskular prekapilari arteriol,
fase sianosis akibat deoksigenasi darah vena dan fase eritem karena reaktif hiperemia
Raynaud dapat dibagi dua, Raynaud primer dihubungkan dengan gangguan fungsi.
Penyebabnya bisa idiopatik atau disebut Raynaud primer, pasien biasanya adalah
seorang perempuan di usia dekade ketiga. Ketika ada penyakit yang mendasari maka
7.3. Patogenesis
Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau terjadi Fase Pucat yang
darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan tidak dapat
52
menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk menjaga nutrisi
yang cukup.31
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit
selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang yang
kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari tangan
atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya
terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluh-
pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun
nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada
jaringan, tetapi iskemik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi
Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik, dimana
fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang mampu memperberat
atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama akan terus bertambah
sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi akibat dilatasi
pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-
aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada tangan atau kaki.
Pada fenomena Raynaud, biasanya ruas jari berubah menjadi putih (vasospasme),
kemudian biru (deoksigenasi darah vena yang statis) kemudian merah (reperfusi)
karena respon terhadap dingin atau stres emosional. Sebuah penelitian menunjukkan
53
70% perubahan warna terjadi pada jari tengah. Fenomena Raynaud primer
atau sianosis ruas jari tangan atau kaki dan kadang mengenai hidung, telinga atau
Pasien dievaluasi untuk penyakit lain yang terkait dengan fenomena Raynaud,
cedera getaran dari penggunaan alat-alat listrik dan penyakit gangguan aliran darah.
Tes untuk sekunder Raynaud mungkin termasuk studi aliran darah non-invasif dari
tangan dan lengan dan tes darah yang disebut ANA atau faktor rematik.32
7.6. Penatalaksanaan
Tindakan umum34
a. Menghindari paparan dingin, alat getar dan stres. Pasien diminta untuk tetap hangat
tubuh dengan memakai sarung tangan serta teknik relaksasi dan biofeedback untuk
darah.
• CCB adalah vasodilator arteri yang memiliki efek antiplatelet dan mengurangi stres
oksidatif.
• Diltiazem juga dapat digunakan tetapi tidak seefektif kelas dihidropiridin CCB.
E. Simpatolitik
55
adrenoreseptor blocker).
8. Tromboflebitis
8.1. Definisi
dengan adanya trombus pada lumen vena superfisial, diikuti dengan reaksi inflamasi
dinding vena. Dapat dilihat dari vena yang dapat dipalpasi, panas nyeri pada vena
superfisial. Ukuran bervariasi dari kecil hingga besar yang dapat menyebabkan
8.3. Patogenesis
Terjadinya thrombus :
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah
atau kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena lazim dialami oleh orang-
orang yang imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot
56
yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Stasis vena juga mudah terjadi
pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk,
1. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan (flebitis kimia)
- pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi.
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium
- Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama
pencampuran.
- Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena
pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut
- Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding
lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil
2. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi.
(Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis.
Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik).
3. Agen infeksius.
merupakan pilihan untuk mencari trombosis vena. Venografi jarang digunakan dan
8.5. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari manajemen tatalaksana ini adalah untuk menghindari flebitis
dengan analgesik seperti aspirin atau NSAID. Pasien bisa melanjutkan aktifitas
sehari-hari. Pasien dengan varikositis, plebotomi pada segmen yang terkena dapat
dapat terjadi dalam dua hingga tiga minggu, namun butuh dua hingga tiga bulan
dengan proses inflamasi dan hemosiderin dari kerusakan produk darah yang akan
9. Vaskulitis
9.1. Definisi
ini secara histologis terlihat sebagai gambaran nekrosis fibrinoid dan dapat dilihat
9.2. Klasifikasi
arteritis.38
9.3. Patogenesis
mungkin terjadi adalah akibat kompleks imun, humoral respon dan respon T-limfosit
dengan pembentukan granulosit. Akhir dari jalurr-jalur ini adalah aktivasi sel endotel
59
dengan obstruksi pembuluh darah hingga iskemik jaringan. Hal ini dapat
Pemeriksaan fisik dapat berupa palpasi nadi perifer, pengukuran tekanan darah
reaktif adalah indikator dari vaskulitis yang aktif. Pasien dengan proteinuria dan
(ANCA) rutin dilaksanakan untuk kasus terdug vaskulitis nekrotik sistemik. 38Pasien
vaskulitis.39Standar emas untuk pemeriksaan untuk arteritis sel raksasa adalah biopsi
arteri temporal, namun hal ini tidak 100% spesifik atau sensitif akibat adanya jarak
60
9.6. Penatalaksanaan
glukokortikoid yang harus segera diberikan tanpa jeda. Prednison diberikan pada
dosis 40-60 mg/hari selama 4 minggu. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan
intravena untuk pasien dengan impending atau hilang penglihatan yang baru terjadi.
rekonstruktif harus dilakukan pada fase tanpa gejala. Pemberian siklofosfamid dan
kecil.40
10.1 Definisi
Suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba
tiba yang menyebabkan gangguan pada pergerakan, rasa nyeri atau tanda tanda
iskemik berat dalam jangka waktu 2 minggu. Pria dan wanita mempunyai prevalensi
yang seimbang hal ini dapat terjadi ketika ekstremitas kekurangan aliran darah yang
berkembang mendadak.
Aterosklerosis adalah penyebab yang paling umum pada iskemia ekstremitas bawah.
aneurisma, dan lesi vaskular yang lain yang terkait dengan usia lanjut. Faktor kedua
jumlah pasien yang memiliki riwayat operasi bypass arteri perifer yang berpotensi
10.2 Etiologi
Iskemia tungkai akut dapat terjadi akibat embolisasi atau in-situ trombosis.
Emboli berasal dari jantung dan biasanya terjadi pada lokasi bifurkasio arteri seperti
arteri femoralis komunis distal atau arteri poplitea. Trombus yang terbentuk di dalam
Sumber trombus lainnya adalah dari trombus yang terbentuk pada anerisma aorta,
yang sering disebut microtrombus. Microtrombus berasal dari anerisma aorta yang
menyumbat di aretri kecil-kecil pada jari kaki (disebut bluetoes) akan menimbulkan
10.3 Diagnosis
Iskemia tungkai akut adalah diagnosis klinis. Pasien mengeluhkan mati rasa dan
nyeri di ekstremitas, pada kasus yang berat hilangnya fungsi motorik dan kekakuan
tungkai akut. Proses ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan trombosis vena
dalam. Meskipun trombosis vena dalam dapat bermanifestasi sebagai iskemia tungkai
62
yang berat (phlegmasia cerulea dolens), edema ekstremitas bawah jarang disebabkan
oleh iskemia arteri murni. Nyeri dapat berupa konstan atau ditimbulkan oleh gerakan
pasif ekstremitas yang terlibat. Oklusi emboli biasanya tiba-tiba dan dengan intensitas
yang besar, sehingga onset timbul dalam beberapa jam. Riwayat penyakit dahulu
yang mempengaruhi seperti klaudikasio intermiten, bypass kaki, aritmia jantung dan
darah.
pengobatan yang tepat. Anamnesis melihat durasi dan progresi, riwayat penyakit
hipertropic kuku, atrofi kulit, rambut rontok pada kaki menandakan sebelumnya
mempunyai penyakit oklusi. Adanya insufisiensi arteri akut biasanya ditandai dengan
perubahan suhu pada ekstremitas distal pada level obstruksi. Kemampuan untuk
dorsifleksi dan plantarfleksi dari jari-jari kaki menunjukkan viabilitas dari otot-otot
10.4 Penatalaksanaan
yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang
pantas.
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Desease: a collaborative project of medical
topics/topics/atherosclerosis/signs
7. Boudi FB, Ali YS. Coronary artery atherosclerosis cliniclal presentation. 2016.
2014. P. 1509-15.
11. Mabun Hasiholan JM. Diseksi Aorta: kegawatdaruratan kardiovaskuler. Banten;
2016
12. Nelson, BP. Aneurysm, Thoracic. 2009. Available at: http:// emedicine.
medscape.com/article/761627-overview.
13. Gloviczki, P & Ricotta, JJ. Aneurysmal Vascular Disease. In Sabiston Textbook
of Surgery.18th.ed.2007.
65
14. Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: clinical concepts of disease prosesses.
Limfe: Aneurisma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, ed.2. Jakarta, EGC, 2004.
16. Kesieme E, Kesieme C, Jebbin N, Irekpita E, Dongo A. Deep vein thrombosis: a
Saunders. 2013
20. Endig H, Michalski F, Westendorf JB. Deep vein thrombosis – current
Varises Vena Tungkai Bawah pada Wanita Usia Produktif. Karya Tulis
http://eprints.undip.ac.id
23. Naoum JJ, Hunter GC. Pathogenesis of varicose veins and implications for
Surg:100. 2015
25. Jones RH, Carek PJ. Management of varicose veins. AAFP. 2008
26. Lew WK, Rowe VL. Varicose vein surgery. 2015. Dapat diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/462579-overview#a12
27. Vijayakumar A, Tiwari R, Prabhuswamy VK. Tromboangiitis obliterans
Surg: 7. 2016
28. Nassiri N, Rowe VL. Thromboangiitis obliterans (Buerger disease). 2016. Dapat
diakses di http://emedicine.medscape.com/article/460027-overview#a3
29. Salimi J, Tavakkoli H, Salimzadeh A, Ghadimi H, Habibi G, Masoumi AA.
Clinical characteristic of Buerger’s disease in Iran. J Col Phy Surg Pakist: 18 (8).
502-5. 2008
30. Sobreira ML, Bonneti Y, Lastoria S. Superficial thrombophlebitis: epidemiology,
58. 2010
33. Gayraud M. Raynaud’s phenomenon. Elsevier Masson. 2006
34. Moskal AK, Kita J, Hryniewicz A. Raynaud’s phenomenon: new aspects of
87-93. 2015
35. Kitchens CS. How i treat superficial venous thrombosis. Blood J: 117(1). 2011
36. Vascular Health Care. Superficial Thrombophlebitis (STP). 2013
37. Shantaram V. Vasculitis. Med Up: 18. 2008) (Sharma P, Sharma S, Baltaro R,
Circulation. 2017;135:e686–e725
41. Tendera, et al. ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral