Anda di halaman 1dari 40

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Juni 2019


Universitas Haluoleo

ANEMIA APLASTIK

Oleh:

Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked


K1A1 15 123

Pembimbing:
dr. Tety Yuniarty Sudiro, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked.

NIM : K1A1 15 123

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Laporan Kasus : Anemia Aplastik

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juli 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Tety Yuniarty Sudiro, Sp.PD, FINASIM

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulisan Laporan Kasus yang berjudul “Anemia Aplastik” dapat

dirampungkan dengan baik. Shalawat dan salam juga senantiasa tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan laporan ini disusun untuk melengkapi

tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis

persembahkan ucapan terima kasih dr. Tety Yuniarty Sudiro, Sp.PD. FINASIM

sebagai pembimbing referat dan laporan kasus saya. Dengan segala kerendahan

hati penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan.Penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat

membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan ini

dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kendari, Juli 2019

Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I. IDENTIFIKASI KASUS
A. Identitas Pasien ........................................................................................ 1
B. Anamnesis ............................................................................................... 1
C. Pemeriksaan Fisis .................................................................................... 2
D. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 4
E. Resume .................................................................................................... 5
F. Diagnosis Sementara ............................................................................... 6
G. Diagnosis Banding ................................................................................... 6
H. Penatalaksanaan. ...................................................................................... 6
I. Follow Up ................................................................................................ 6
J. Prognosis ................................................................................................. 7
K. Analisis Kasus ......................................................................................... 8
BAB II. PEMBAHASAN
A. Diagnosis sementara ................................................................................ 12
B. Pemeriksaan Bone Marrow...................................................................... 13
C. Gambaran Pemeriksaan Bone Marrow .................................................... 16
D. Diagnosis Banding ................................................................................... 18
1. Sindrom myelodisplasia.................................................................... 19
2. Leukima Limfositik Granula Besar .................................................. 20
3. PNH (paroksismal Nokturnal Hemoglobinuria) .............................. 22
E. Anemia Aplastik ...................................................................................... 23
1. Defenisi ............................................................................................. 23
1. Etiologi ............................................................................................. 24
2. Klasifikasi ......................................................................................... 25
3. Gejala Klinis...................................................................................... 25
4. Pemeriksaan Fisis .............................................................................. 26

iv
5. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 27
6. Diagnosis ........................................................................................... 29
7. Diferential Diagnosis ........................................................................ 30
8. Penatalaksanaan ................................................................................ 31
9. Prognosis ........................................................................................... 31
DAFTAR PUSAKA ...................................................................................... 32

v
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A.A
Umur : 42 tahun
Tempat / Tanggal Lahir : Banyumas, 09 Desember 1975
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Silea Jaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 19 Juni 2019
RM : 20 90 77
DPJP : dr. Dwiana Pertiwi Tresnowati, M.Sc, Sp.PD
Dokter Muda : Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Pusing dan lemas
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Klinik Interna RSUD Kota Kendari pada
tanggal 19 Juni 2019 dengan keluhan utama pusing dan lemas. Keluhan
pusing dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, pusing dikatakan timbul
bersamaan dengan keluhan lemas. Pusing dirasakan terus menerus
sepanjang hari dan tidak hilang dengan istrahat dan keluhan lemas
dirasakan pada seluruh tubuh dan tidak membaik dengan istrahat. Pasien
juga mengeluh merasa cepat lelah saat beraktivitas. Keluhan tersebut
membuat pasien malas beraktivitas dan hanya berbaring dan duduk saja.
Pasien tidak merasa mual dan muntah.
Pasien juga mengeluh perdarahan gusi ± 2 minggu yang lalu.
Pasien merasa perdarahan pada gusi menjadi lebih parah saat melakukan

1
sikat gigi. Pasien mengatakan BAK dan BAB normal dan tidak pernah
mengalami keluhan BAB berwarna merah ataupun kehitaman.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku mengalami keluhan lemas dan mudah lelah sejak 1 bulan
yang lalu. Riwayat pengobatan di RSUD Konsel 1 bulan SMRS dengan
salah satu tatalaksanya adalah transfusi darah. Sebelum dirawat di RS
Kolaka. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama dan tidak
pernah menderita sakit berat sebelum dirawat di RSUD Konsel.
Sebelum masuk RSUD Konsel pasien tisak pernah mengalami
keluhan yang sama. Riwayat demam sebelum masuk RS disangkal.
Riwayat penyakit demam thipoid disangkal, riwayat kemoterapi disangkal,
riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
pada ginjal dan saluran kemih disangkal. riwayat penyakit paru dan
jantung juga disangkal.
4. Riwayat pengobatan:
Pasien MRS pertama kali di RSUD Konsel dengan keluhan lemas pada
bulan Mei 2019. Pasien kemudian mendapatkan tranfusi PRC 3 kantong.
Riwayat alergi obat (-).
5. Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-), riwayat terpapar radiasi
(-).
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien memiliki riwayat penyakit keluarga adalah Asma Bronchial.
Riwayat penyakit keluarga berupa keluhan pasien sekarang ini disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, Composmentis, Status gizi (BB = 59kg , TB = 165 cm) IMT =
21,69 kg/m2
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
130/70 mmHg 80 x/Menit 20 x/Menit 36,5 0C/Axillar
(Reguler)

2
Status Generalis
Kulit Berwarna kuning langsat, pucat (+) memar (-)
Kepala Normocephal
Rambut Berwarna hitam
Mata Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, Exopthalmus (-/-),
edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas normal,
kornea refleks (+) pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (+) bibir kering (+) perdarahan gusi (+) lidah kotor (-)
candidiasis (-) tepi hiperemis (-)
Leher Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela iga (-
)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas bronkial, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas jantung
kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
cekung, ikut gerak nafas
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan region epigastrium (-), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi
Tympani (+)
Ekstremitas Inspeksi
-peteki -/-, edema -/-, deformitas -/-
Palpasi
-ekstremitas atas tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat krepitasi
dan teraba hangat
-ekstremitas bawah tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
krepitasi dan teraba hangat

3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (19-06-2019)
Darah Rutin (19-06-2019)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 2,4 4.00-10.00 103/uL
GRA% 17,1 40.0-60.0 %
LYM % 77.2 20.0-40.0 %
MXD % 5.7 4.0-18.0 %
RBC 2.28 4.50-5.50 106/uL
HGB 6,0 11.0-17.9 g/dL
HCT 20.00 37.0-48.0 %
MCV 87,9 80.0-98.0 fL
MCH 26.3 28.0-33.0 Pg
MCHC 30.0 31.9-37.0 g/dL
RDW-CV 12.2 11.5-14.5 %
PLT 32 150-450 103/uL
MPV 8.0 4.0-15.2 Fl
PCT 0.01 0.1000-0.4000 %
PDW 8.5 6.0-23.0

2. Laboratorium (24-06-2019)
Darah Rutin (24-06-2019)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 2.2 4.00-10.00 103/uL
NEU# 0.8 1.1-7.0 103uL
NEU % 34.1 50.0-70.0 %
LYM# 1.1 0.7-5.1 103/uL
LYM% 49.1 20.00-40.00 %
MON# 0.3 0.0-0.9 103/uL
MON % 15.4 3.0-8.0 %
EOS# 0.0 0.0-0.9 103/uL
EOS% 0.1 0.5-5.0 %
BAS# 0.0 0.0-0.2 103/Ul
BAS% 1.3 0.0-1.0 %
RBC 3.61 4.50-5.50 106/uL
HGB 10,5 11.0-17.9 g/Dl
HCT 31.6 37.0-48.0 %
MCV 87,5 80.0-98.0 fL
MCH 29.1 28.0-33.0 Pg
MCHC 33.2 31.9-37.0 g/dL
RDW-CV 14.6 11.5-14.5 %
RDW-SD 51.1 35.0-56.0 fL
PLT 68 150-450 103/uL

4
E. RESUME
Tn. A.A, umur 42 tahun, seorang Petani, tinggal di desa Desa Silea
Jaya, datang ke RSUD Abunawas dengan keluhan utama pusing dan lemas.
Pasien datang ke Poli Klinik Interna pada tanggal 19 Juni 2019
dengan keluhan utama pusing dan lemas. Keluhan pusing dirasakan sejak 1
minggu yang lalu, pusing dikatakan timbul bersamaan dengan keluhan lemas.
Pusing dirasakan terus menerus sepanjang hari dan tidak hilang dengan
istrahat dan keluhan lemas dirasakan pada seluruh tubuh dan tidak membaik
dengan istrahat. Pasien juga mengeluh merasa cepat lelah saat beraktivitas.
Keluhan tersebut membuat pasien malas beraktivitas dan hanya berbaring dan
duduk saja. Pasien tidak merasa mual dan muntah.
Pasien juga mengeluh perdarahan gusi ± 2 minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan BAK dan BAB dikatakan normal dan pasien tidak pernah
mengalami keluhan BAB berwarna merah ataupun kehitaman.
Riwayat penyakit dahulu, pasien mengaku mengalami keluhan lemas
dan mudah lelah sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat pengobatan di RSUD
Konsel 1 bulan SMRS dengan salah satu tatalaksanya adalah transfusi darah.
Sebelum dirawat di RS Kolaka. Riwayat penyakit demam thipoid disangkal,
riwayat dyspepsia disangkal, riwayat kemoterapi disangkal, riwayat sindrom
metabolik disangkal, riwayat penyakit sistemik : hipertensi, diabetes mellitus,
riwayat penyakit pada ginjal dan saluran kemih disangkal. riwayat penyakit
paru dan jantung juga disangkal.
Riwayat pengobatan, pasien pernah mendapatkan transfusi darah PRC
1 bulan yang lalu 3 kantong. Riwayat alergi obat (-). Riwayat penyakit
keluarga adalah asma. Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-),
riwayat terpapar radiasi (-).
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan konjungtiva anemis
bibir pucat dan kering. Pemeriksan pada mulut didapatkan perdarahan pada
gusi. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan WBC 2,4 x 103/uL, RBC 2.28
x 106/uL, HGB 6,0 g/dL, dan PLT 32 x 103/uL mengalami penurunan. Kesan
dari hasil pemeriksaan darah rutin adalah pansitopenia.

5
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
Anemia Aplastik

I. DIAGNOSIS BANDING
Leukimia Limfositik Granula Besar
Sindroma Mielodisplastik (tipe hipoplastik)
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)1,3.

G. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Tirah baring
- Oral higiene
Farmakologi
- IVFD RL 20 tpm
- Transfusi PRC sampai HB mencapai 10 gr/dL
- Inj. Dexametasone Ia/8 jam
- Inj. Ranitidin Ia/12 jam
- Inj. Vitamin K Ia/8 jam
- Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv

H. FOLLOW UP
Hasil follow up pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Hari/ Anamnesis dan Pemfis Pasien Instruksi DPJP


Tanggal
Rabu S : pusing, pasien merasa lemas, kadang P : IVFD RL 20 tpm
19/06/2019 sesak, gusi berdarah Transfusi PRC
O : TD 130/70 mmHg Inj. Dexametasone Ia/8 jam
N 80 x/menit Inj. Ranitidin Ia/12 jam
P 20 x/menit Inj. Vitamin K Ia/8 jam
S 36,5oC Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv
Kepala:
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat
Mulut
I : Terdapat perdarahan pada gusi.

6
Kamis S : pusing dan pasien merasa lemas P : IVFD RL 20 tpm
20/06/2019 O : TD 120/70 mmHg Transfusi PRC sampai HB = 10
N 76 x/menit gr/dL
P 16 x/menit Inj. Dexametasone Ia/8 jam
S 36,2oC Inj. Ranitidin Ia/12 jam
Kepala: Inj. Vitamin K Ia/8 jam
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv
Mulut
I : Tidak terdapat perdarahan pada gusi.
Jumat S : pusing P : IVFD RL 20 tpm
21/06/2019 O : TD 120/80 mmHg Transfusi PRC sampai HB = 10
N 60 x/menit gr/dL
P 18 x/menit Inj. Dexametasone Ia/8 jam
S 35,9oC Inj. Ranitidin Ia/12 jam
Kepala: Inj. Vitamin K Ia/8 jam
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv
I : Tidak terdapat perdarahan pada gusi.
Sabtu S:- P : IVFD RL 20 tpm
22/06/2019 O : TD 120/80 mmHg Transfusi PRC sampai HB = 10
N 62 x/menit gr/dL
P 20 x/menit Inj. Dexametasone Ia/8 jam
S 36,4oC Inj. Ranitidin Ia/12 jam
Kepala: Inj. Vitamin K Ia/8 jam
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv
Mulut
I : Tidak terdapat perdarahan pada gusi.
Minggu S:- P : IVFD RL 20 tpm
23/06/2019 O : TD 110/70 mmHg Inj. Dexametasone Ia/8 jam
N 80 x/menit Inj. Ranitidin Ia/12 jam
P 20 x/menit Inj. Vitamin K Ia/8 jam
S 36,8oC Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv
Kepala:
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat kering,
Mulut
I : Tidak terdapat perdarahan pada gusi.
Senin S:- P : IVFD RL 20 tpm
24/06/2019 O : TD 110/60 mmHg Asam folat (Folavit® tab 400
N 72 x/menit µg 3x1)
P 18 x/menit Metilprednisolon 4 mg (2x1)
S 36,5oC Ranitidine tab 150 mg (2x1)
Kepala: Pasien meminta pulang paksa
I : Konjungtiva anemis, bibir
I : Tidak terdapat perdarahan pada gusi.

J. PROGNOSIS
Ad Vitam: Dubia ad malam
Ad Functionam: Dubia ad malam
Ad Sanactionam: Dubia ad malam

7
K. ANALISIS KASUS
KASUS TEORI
Tn. A.A, umur 42 tahun, seorang Anemia aplastik (AA) Anemia
Petani, tinggal di Desa Silea Jaya, aplastik merupakan anemia yang disertai
datang ke RSUD Abunawas dengan oleh pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada
keluhan pusing, lemas, dan perdarahan
sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
pada gusi. Pasien datang dengan hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi
keluhan pusing yang dirasakan terus atau pendesakan sumsum tulang1.
menerus sejak 1 minggu yang lalu, Pansitopenia adalah penurunan ketiga
pasien mengeluh perdarahan gusi ± 2 seluler unsur darah perifer yang
minggu yang lalu. Pasien juga menyebabkan anemia, leukopenia dan
mengeluh merasa mudah lelah saat trombositopenia4.
beraktivitas. Mual (-), muntah (-). Anemia aplastik ditandai dengan
BAK dan BAB normal. Riwayat gejala kelelahan, pendarahan karena
pengobatan di RSUD Konsel 1 bulan trombositopenia dan terjadinya infeksi
SMRS dengan keluhan yang sama. berulang akibat neutropenia. Neutropenia
Riwayat merokok (-), riwayat merupakan kondisi yang terjadi saat
minum alkohol (-), riwayat penyakit jumlah total neutrofil lebih rendah dari
hipertensi (-), riwayat penyakit 2000 x 106 liter. Manifestasi neutropenia
dalam rongga mulut berupa ulser nekrotik
diabetes mellitus (-), riwayat maag (+),
riwayat penyakit paru dan jantung dengan dasar putih atau keabu-abuan
disangkal. Riwayat pengobatan : tanpa adanya tanda-tanda inflamasi.
pernah transfuse PRC 1 bulan yang Trombositopenia didefinisikan sebagai
lalu. Riwayat penyakit keluarga : kondisi dengan jumlah trombosit
asma. dibawah 150.000/mm3. Manifestasi oral
yang sering terjadi pada kondisi
trombositopenia yaitu adanya satu atau
lebih petekie hemoragik serta perdarahan
spontan pada gingiva3.
KU: Gambaran klinis AA
S : pusing, pasien merasa lemas, kadang berhubungan secara langsung dengan
sesak, gusi berdarah kondisi pansitopenia, yaitu suatu keadaan
O : TD 130/70 mmHg setidaknya terjadi 2 kondisi berupa
N 80 x/menit kondisi anemia, trombositopenia atau
P 20 x/menit neutropenia. Anemia dapat menyebabkan
S 36,5oC gejala klasik seperti fatique, takikardia,
Kepala: sakit kepala, pusing, kram kaki atau
I : Konjungtiva anemis, bibir pucat insomnia, perdarahan kulit dan mukosa,
Mulut epistaksis, atau bahkan gangguan
I : Terdapat perdarahan pada gusi. penglihatan. Trombositopenia akan
menyebabkan perdarahan pada mukosa
seperti epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi dan lain-
lain.

8
Hasil pemeriksaan fisik Anemia aplastik adalah penyakit
didapatkan pemeriksaan konjungtiva yang sangat jarang, ditandai dengan
anemis bibir pucat dan kering. adanya bisitopenia atau pansitopenia.
Pemeriksan pada mulut didapatkan Pansitopenia adalah suatu keadaan yang
perdarahan pada gusi. Pada ditandai oleh adanya anemia, leukopenia,
pemeriksaan darah rutin ditemukan dan trombositopenia, dengan segala
WBC 2,4 x 103/uL, RBC 2.28 x manifestasinya. Hal itu disebabkan oleh
106/uL, HGB 6,0 g/dL, dan PLT 32 x kegagalan sumsum tulang untuk
103/uL mengalami penurunan. Kesan memproduksi komponen darah, atau
dari hasil pemeriksaan darah rutin akibat kerusakan komponen darah, atau
adalah pansitopenia. akibat kerusakan komponen darah di
darah tepi, atau akibat maldistribusi
komponen darah. Pada anemia aplastik
terdapat kegagalan sumsum tulang untuk
memproduksi komponen darah5.
Anemia aplastik ditandai dengan
adanya aplasia atau hipoplasia tanpa
adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan
sumsum tulang, karena sumsum tulang
sebagian besar kasus bersifat hipoplastik,
bukan aplastik total, maka anemia ini
disebut juga anemia hipoplastik5
Obat yang diberikan: Terapi suportif
IVFD RL 20 tpm Untuk mengatasi anemia Tranfusi PRC
Transfusi PRC sampai HB = 10 gr/dL (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau
Inj. Dexametasone Ia/8 jam ada tanda payah jantung atau anemia
Inj. Ranitidin Ia/12 jam yang sangat simtomatik. Koreksi sampai
Inj. Vitamin K Ia/8 jam Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb
Inj. Asam traneksamat 1a/8j/iv normal, karena akan menekan
1. eritropoiesis internal.
Asam tranexamat merupakan agen yang
biasa digunakan dalam penatalaksanaan
gangguan perdarahan dan merupakan
terapi adjuvant untuk mendukung
terjadinya proses pembentukan bekuan
pada setiap gangguan perdarahan.3

Terapi untuk memperbaiki fungsi


sumsum tulang
Beberapa tindakan di bawah ini
diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang :
a. Anabolik Steroid: oksimetolon atau
atanozol. Efek terapi diharapkan

9
muncul dalam 6-12 minggu.
b. Kortikosteroid dosis rendah sampai
menengah : prednison 40- 100 mg/hr,
jika dalam 4 minggu tidak ada
perbaikan maka pemakaiannya harus
dihentikan karena efek sampingnya
cukup serius.
c. Penggunaan recombinant human
granulocyte-macrophage stimulating
factor (GM-CSF) dengan dosis 8-32
ug/kg/hari i.v yang dikombinasikan
dengan siklosponin A dan ALG dapat
meningkatkan jumlah sel-sel darah di
perifer maupun di sumsum tulang.
Dapat juga diberikan recombinat
human granulocyte colony stimulating
factor (G-CSF) yang dapat
mengaktifkan dan menstimulasi
produksi, stimulasi, migrasi dan
sitotoksisitas dan neutrofil. Dosis yang
dapat diberikan 5ug/kg berat badan
/hari subkutan.

Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat
memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi tersebut terdiri atas dua
macam pilihan :

Terapi Imunosupresif
 Anti lymphocyte globuline : anti
lymphocyte globulin (ALG) atau anti
thymocyte globuline (ATG).
Pemberian ALG merupakan pilihan
utama untuk pasien yang berusia di
atas 40 tahun.
 antithymocyte globulin (ATG) :
ATG kuda (ATGam dosis 20
mg/kg per hari selama 4 hari) /
ATG kelinci (thymoglobulin
dosis 3,5 mg/kg pr hari selama
5 hari)
 atau antilymphocyte globulin
(ALG) dan siklosporin A (CsA)

10
(12-15 mg/kg)
 Pemberian methylprednisolon dosis
tinggi
 Transplantasi sumsum tulang.

11
BAB II
PEMBAHASAN

A. DIAGNOSIS SEMENTARA
Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia
pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang
dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang1. Anemia aplastik mungkin muncul mendadak
(dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-
bulan). Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis.2 Anemia aplastik
mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan yang
dapat dtemukan sangat bervariasi. Perdarahan, badan lemah, dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering ditemukan2.
Pada kasus ini pasien memiliki keluhan dengan keluhan pusing,
lemas, dan perdarahan pada gusi. Pasien datang dengan keluhan pusing yang
dirasakan terus menerus sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh
perdarahan gusi ± 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh merasa mudah
lelah saat beraktivitas. Mual (-), muntah (-). BAK dan BAB normal. Riwayat
penyakit dahulu pernah dirawat di RSUD Konsel 1 bulan SMRS dengan
keluhan yang sama dan mendapatkan transfusi PRC 3 pack 1 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit sistemik hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit pada
ginjal dan saluran kemih disangkal, riwayat penyakit paru dan jantung juga
disangkal. Riwayat panyakit saluran pencernaan disangkal. Riwayat
kemoterapi dan terpapar radiasi disangkal. Riwayat merokok (-), riwayat
minum alkohol (-).riwayat konsumsi obat-pabtan tertentu dianggkal. Riwayat
alegi obat disangkal. Riwayat penyakit keluarga adalah asma.
Setelah dilakukan anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan konjungtiva anemis bibir pucat
dan kering. Pemeriksan pada mulut didapatkan perdarahan pada gusi. Pada
pemeriksaan darah rutin ditemukan WBC 2,4 x 103/uL, RBC 2.28 x 106/uL,

12
HGB 6,0 g/dL, dan PLT 32 x 103/uL mengalami penurunan. Kesan dari hasil
pemeriksaan darah rutin adalah pansitopenia.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang, dokter mendiagnosis sementara kasus ini adalah anemia aplastik.
Penegakkan diagnosis secara pasti memerlukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsy
sumsum tulang. Pemeriksaan flow cytometry darah tepi dapat menyingkirkan
hemoglobinuria nocturnal paroksimal (PNH), dan karyotiping sumsum tulang
dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik. Pasien berusia
kurang dari 40 tahun perlu di skrinning untuk anemia fanconi dengan
memakai obat klastogenik diepoksibutan atau mitomisin. Riwayat keluarga
sitopenia meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun
tidak ada kelainan fisik yang tampak2.

B. PEMERIKSAAN BONE MARROW (SUMSUM TULANG)


Pemeriksaan bone marrow merujuk kepada suatu analisis patologi
terhadap sampel bone marrow yang didapat melalui bone marrow biopsy atau
yang biasa disebut dengan trephine biopsy dan bone marrow aspiration.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosa beberapa keadaan, seperti
leukemia, multiple myeloma, lymphoma, anemia dan pancytopenia. Dewasa
ini pemeriksaan bone marrow merupakan salah satu uji diagnostik paling
diperhitungkan dalam menegakkan diagnosis kelainan-kelainan hematologi.
Jaringan bone marrow yang didapat melalui proses biopsi digunakan dalam
studi mengenai selularitas keseluruhan dari marrow, deteksi lesi-lesi fokal,
dan peningkatan infiltrasi oleh berbagai sumber patologi lainnya.10,11.
Metode biopsi sumsum tulang yang umum digunakan adalah metode
biopsi trephine menggunakan jarum Jamshidi yang diameter ukuran 2–4 mm.
Tempat pengambilan sumsum tulang di tonjol tulang usus belakang (krista
iliaka posterior) atau depan (anterior) dengan kedalaman 2 cm.10
Setelah anestesi lokal dalam tulang punggung dan sayatan kulit kecil,
silinder histologi setidaknya 1,5 cm panjang diperoleh dengan menggunakan

13
jarum berlubang tajam (Jamshidi). Jarum kemudian ditempatkan melalui
saluran subkutan yang sama tetapi pada lokasi yang sedikit berbeda dari
insersi sebelumnya arahkan pada tulang belakang dan dengan lembut
didorong melalui compacta. Mandrel ditarik keluar dan badan jarum suntik 5
hingga 10 ml dengan 0,5 ml sitrat atau EDTA (heparin hanya digunakan
untuk sitogenetika) melekat pada jarum. Pasien harus diingatkan bahwa akan
ada sensasi yang menyakitkan selama aspirasi, yang tidak dapat dihindari.
Jarum kemudian perlahan ditarik, dan jika prosedur ini berhasil, darah dari
sumsum tulang terisi di jarum suntik. 10

Gambar 1. Bone marrow biopsy from the superior part of the posterior iliac
spine 10

Gambar 2. Lokasi biopsi sumsum tulang di krista iliaka posterior (A), jarum
Jamshidi (B), ujung jarum Jamshidi dan contoh sumsum tulang (C).11

14
Gambar 3. Menentukan ukuran jaringan sumsum tulang yang akan diambil dengan
menarik keluar jarum sepanjang 2 cm dan kemudian pengeluar cairan rongga
tubuh (trokar) diarahkan ke sudut lain untuk mengambil jaringan sumsum
tulang.11

Gambar 4. Jaringan sumsum tulang dikeluarkan dari trokar dan diletakkan di atas gelas
alas/benda (objek).11

Gambar 5. Pembuatan hapusan imprint jaringan sumsum tulang dengan cara


menyentuhkan ke gelas objek baru.11

Apusan, mirip dengan apusan darah, dapat disiapkan pada slide langsung
dari sisa isi jarum suntik. Persiapan contoh sumsum tulang dilakukan dengan cara
membuat preparat sentuhan (imprint) maupun dengan potongan histologis
Preparat imprint dapat segera dinilai melalui pengecatan Romanowsky maupun
sitokimia.

15
Pemotongan histologis umumnya dilakukan dengan perlekatan
menggunakan parafin yang kemudian dicat dengan haematoxylin dan eosin,
perak, serta trikrom. 10,11.

C. GAMBARAN PEMERIKSAAN BIOPSI SUMSUM TULANG

Gambar 6. Sitologi sumsum tulang normal. A). sitologi sumsum tulang dari
kepadatan sel normal di seorang dewasa muda (apusan dari spikula sumsum tulang
ditunjukkan di kanan bawah; Perbesaran 100x). B). Adiposit lebih banyak dengan
vakuola besar hadir di tulang ini persiapan sumsum dengan kepadatan sel
hematopoietik normal; biasanya ditemukan di pasien yang lebih tua. C). Sitologi
sumsum tulang normal Perbesaran 400x). walaupun gambar ini dengan jelas
erythropoiesis (padat, hitam, nuclei bulat) jumlahnya hanya sekitar sepertiga dari
semua sel.10

16
Gambar 7. Gambaran sumsum tulang normal. A).sumsum tulang normal:
Megakaryocyte (1), eritroblast (2), dan myelocyte (3). B) Pewarnaan zat besi dalam
sitologi sumsum tulang: makrofag penyimpan zat besi. C) Sumsum tulang normal
dengan sedikit dominan dari granulocytopoiesis, mis., promyelocyte (1), myelocyte
(2), metamyelocyte (3), dan pita granulosit (4). D)Sumsum tulang normal dengan
sedikit dominan erythropoiesis, mis., eritroblast basofilik (1), eritroblast polikromatik
(2), dan erythroblast ortokromatik (3). Bandingkan (diagnosis banding) dengan sel
plasma (4) dengan nukleus eksentriknya.10

Gambar 6. Gambaran selularitas sumsum tulang A. Hiposeluler, B. Normoseluler, C.


Hiperseluler 12

17
D. DIAGNOSIS BANDING
Untuk menunjang diagnosis pasti dari kasus ini harus dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang untuk mengeatahui gambaran sumsum tulang.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan adanya sumsum tulang berlemak
pada biposi menunjukkan aplasia ; namun hiposelularitas sumsum tulang dapat
terjadi pada penyakit hematologi lainnya.
Perbedaan antara anemia apalasik didapat dan hediter telah dipertajam
dengan assay spersifik untuk kelainan kromosomal dan zat kimia tertentu yang
menandai anemia fanconi.
Meskipun biasanya muncul pada anak-anak, anemia fanconi dapat
didiagnosis pada saat dewasa, walaupun tanpa kelainan skeletal atau
urogenital.
Sumsum tulang hiposeller dibutuhkan untuk diagnosis anemia
palastik. Namun, aspirasi kadang-kaang secara mengejutkan tampak seluler
meskipun secara keseluruhan sumsum tulang hiposeluler, sebab sebagian besar
pasien mempunyai sarang-sarang hemopoiesis yang masih berlangsung. Jadi,
core biopsy 1-2 cm penting untuk pengkajian selulartitas. Diseritropoiesis
ringan bukan tidak lazim pada anemia aplastik, khususnya pada pasien yang
meilikipopulasi sel-sel hemoglobinuria nocturnal paroksimal kecil sampai
sedang. Namun adanya sejumlah kecil sel-sel blas myeloid, atau gambaran
displastik seri myeloid atau megakaryosit membantu diagnosis sindrom
myelodisplatik hipoplastik.
1. Sindrom Myelodisplasia
Sindrom myelodisplasia atau myelodisplasia syndrome (MDS) adalah
kelainan neoplastik hemopoetik klonal yang disebabkan oleh transformasi
ganas sel induk myeloid sehingga menimbulkan gangguan maturasi dan
diferensiasi seri myeloid, eritriod atau megakariosit, yang ditandai dengan
hematopesis inefektif, sitopenia pada darah tepi dan sebagian akan
mengalami transformasi menjadi leukemia myeloid akut.6
Etiologi MDS tidak diketahui secara pasti, namun dapat terjadi karena
bertambahnya usia, perubahan genetik yang diwariskan atau disebabkan

18
oleh paparan zat berbahaya. Faktor risiko meliputi pemaparan terhadap
pelarut benzena atau bahan lainnya, halogenated hydrocarbon, tembakau
dan asap rokok serta penurunan sistem imun. Kemoterapi dan radiasi yang
berhubungan dengan terapi juga dapat terkait dengan MDS.7
Gejala MDS sering tidak jelas dan spesifik, dan diagnosis sering
dibuat selama pemeriksaan untuk anemia, trombositopenia, atau neutropenia
pada pemeriksaan darah rutin. Jika tampak tanda-tanda dan gejala, biasanya
tergantung pada jenis sel yang terpengaruh. Ketika eritrosit terpengaruh
(situasi yang paling umum), pasien datang dengan tanda-tanda anemia,
termasuk pucat, konjungtiva anemis, takikardi, hipotensi, kelelahan, sakit
kepala, dan intoleransi latihan, atau dengan tanda dan gejala memburuknya
kondisi atau penyakit yang mendasari seperti angina pectoris, gagal jantung,
atau emfisema.
Ketika trombosit yang terpengaruh, kurang dari 20% dari pasien
datang dengan gejala trombositopenia terisolasi sebagai perdarahan kecil
(misalnya, perdarahan mukosa, petechie, mudah memar, epistaksis) atau
perdarahan besar (misalnya, perdarahan gastrointestinal, perdarahan
intrakranial). Ketika neutrofil yang terpengaruh, terjadi neutropenia
terisolasi misalnya infeksi bakteri yang sering terjadi pada sistem organ
yang berbeda. Infeksi merupakan keluhan utama dari 10% kasus dan
penyebab kematian dari 21% kasus. Splenomegali dan limfadenopati jarang
terjadi pada MDS. Jika terdeteksi, maka harus curiga terhadap adanya
neoplasma myeloproliferatif atau limfoproliferatif.8
Membedakan anemia aplastik dari sindrom myelodisplastik
hipoplastik dapat menjadi tantangan, khususnya pada pasien lebih tua,
karena sindrom ini lebih banyak terjadi. Proporsi sel-sel CD34+ disumsum
tulang mungkin membantu pada beberapa kasus. CD34 diekspresikan pada
sel-sel asal/induk hemipoietik dan bersifat fundamental untuk patofisiologi
kedua kelainan ini. Proporsi sel-sel CD34+ adalah ≤ 0,3 % pada anemia
aplastik, sedangkan proporsinya normal (0,5-1,0%) atau lebih tinggi pada
sindrom myelodisplasik hipoplastik.2

19
Pemeriksaan sitogenik sel-sel sumsum tulang sekarang sudah rutin
dilakukan, tetapi interpretasi hasil dapat kontroversial. Kromosom umunya
normal pada anemia palastik, tetapi aneuploidi atau abnormalitas structural
relative sering pada sindrom myelodisplastik. Jika sumsum tulang normal
atau hiperseluler dan sel-sel hematopoietik jelas-jelas dismorfik, maka
meylodisplasia mudah dibedakan dari anemia aplastik. Namun, mungkin
pada sekitar 20 % kasus, sumsum tulang tampak hiposeluler. Selain itu,
morfologinya mungkin ringan atau meragukan, dan uji kromosom
memberikan hasil normal atau tidak berhasil. Diagnosis banding lebih
dipersulit dengan evolusi anemia aplastik yang telah diobati menjadi
myelodisplasi.2
2. Leukemia Limfositik Granula Besar / LGL (Leukimia Granular Large)
Penyakit LGL sel-T dan leukemia ditemukan pada orang tua, dengan
usia rata-rata pada pemeriksaan awal sekitar 60 tahun, meskipun telah
dilaporkan pada semua usia. kelompok, termasuk anak-anak. Pria dan
wanita sama-sama terpengaruh. Waktu rata-rata mulai dari munculnya
gejala hingga diagnosis leukemia T-LGL adalah 37 bulan. Kelangsungan
hidup rata-rata lebih dari 10 tahun adalah tipikal untuk pasien dengan
leukemia TLGL.9
Gejala klinis yang khas dan tanda-tanda pasien dengan leukemia
TLGL termasuk demam, infeksi bakteri berulang, kelelahan, dan penurunan
berat badan. Splenomegali ringan sampai sedang adalah terlihat pada
banyak pasien (20% -60%), dan hepatomegali kurang umum (<20%).
Neutropenia, hadir dalam 60% hingga 85% dari gejala pasien pada
pemeriksaan awal. Limfadenopati jarang terjadi. Salah satu temuan utama
dalam leukemia T-LGL adalah adanya limfositosis. Biasanya berada di
kisaran 2.000 hingga 20.000/μL (2-20 × 109/L; median, 4.000-8.000 / μL [4-
8 × 109/L]) pada diagnosis awal. Sebaliknya, jumlah normal LGL dalam
darah tepi (PB) adalah 0,1 hingga 0,3 × 109/L. Untuk diagnostik,
limfositosis leukemia T-LGL terjadi setidaknya selama 6 bulan.9

20
Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang
kosong atau displastik. Lomfosit granula besar dapat dikenali dari
fenotipnya yang berbeda pada pemeriksaan mirkoskopik darah, yaitu pola
pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry dan ketidakteraturan reseptor sel
T yang membuktikan adanya ekspansi monoclonal populasi sel T.9
Anemia aplastik dan sindrom myelodysplastic (MDS) telah
dilaporkan pada pasien dengan penyakit LGL sel T dan leukemia.9

Gambar 2. Temuan sumsum tulang pada leukemia granular limfosit (LGL)


besar. A, temuan sumsum tulang pada biopsi H&E bagian seringkali halus.
Limfosit neoplastik infiltrasi individu sulit dikenali (× 500). Imunohistokimia
hasil untuk CD8 (B, × 500), antigen intraseluler sel-1 (C, × 500), dan granzyme B
(D, × 500) menyoroti infiltrasi halus dari sumsum tulang oleh leukemia LGL sel-
T. Noda ini juga menyoroti pola infiltrasi sinusoidal yang tidak biasa menemukan
leukemia LGL.9

21
Gambar 1. Apusan darah tepi dalam kasus sel-T besar leukemia limfosit granular
(T-LGL) (Wright-Giemsa, × 1.000).9

3. PNH (Paroksismal Nokturnal Hemoglobinuria)


Terdapat hubungan klinis yang sangat kuat antara anemia palstik dan
PNH. Pada PNH, sel asal hematopirtik abnormal menurunkan sel darah
merah, granulosit, dan trombosit yang semuanya tidak mempunyai
sekelompok protein permukaan sel. Dasar genetic PNH adalah mutasi
didapat pada gen PIG-A di kromosom X yang menghentikan sintesis
struktur jangkar glikosilfostati dilinoditol. Defiiensi protein ini
menyebabkan hemolisis intravascular, yang mengakibatkan
ketidakmampuan eritrosit untuk menginaktivasi komplemen permukaan.
Tidak adanya protein tersebut mudah dideteksi dengan flow cytometry
eritrosit dan leukosit. Tes Ham dan sukrosa sekarang sudah obsolete
(ketinggalan jaman).2
Telah lama diketahui bahwa bebeapa pasien PNH akan mengalami
kegagalan sumsum tulang dan sebaliknya, PNH dapat ditwmukan sebagai
“peristiwa klonal lanjut” bertahun-tahun setelah diagnosis anemia aplastik.
Pemeriksaan flow cytometry memperlihatkan bahwa sejumlah besar pasien
dengan kegagalan sumsum tulang megalami ekspansi klon PNH
hematopoietik pada saat datang.2

22
C. ANEMIA APLASTIK
1. DEFENISI
Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia
pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang
dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang1. Anemia aplastik mungkin muncul mendadak
(dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau
berbulan-bulan). Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis.2
2. EPIEMIOLOGI
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh
dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun
dengan variasi geografis. Penelitian The International Aplastic Anemia and
Agranulolytosis Study di awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di
Eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk. Penelitian di
Perancis menemukan angka insidensi sebesar 1,5 kasus per 1 juta penduduk
per tahun. Di China, Insidensi dilaporkan 0,74 kasus per 100.000 penduduk
per tahun. Ternyata penyakit ini lebih banyk ditemukan di belahan dunia
Timur daripada belahan Barat2.
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25
tahub, puncak insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60
tahun. Cina melaporkan sebagian besar kasus anemia aplastik pada
perempua berumur diatas 50 tahun dan pria diatas 60 tahun2.
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada perempuan.
Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko
pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh
pengaruh lingkungan2.
3. ETIOLOGI
Anemia aplstik dianggap disebabkan oleh paparan terhadap bahan-
bahan toksik seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan ata senyawa kimia
tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan fasciitis
eosinofilik. Jika pada seorang pasien tidak diketahui faktor penyebabnya,

23
maka pasien digologkan anemia aplastik idiopatik. Beberapa etiologi
abemia palastik tercantum pada tabel berikut2.
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Anemia Aplastik
Toksisitas langsung
 Iatrogenik : Radiasi dan Kemoterapi
 Benzena
 Metabolic Intermediate beberapa jenis obat
Penyebab yang diperantarai imun
 Iatrogenik : Transfusion-associated graft versus host disease
 Fasciitis eosinofilik
 Penyakit terkait hepatitis
 Kehamilan
 metabolit intermediet beberpa jenis obat
 anemia apalstik idiopatik

Anemia aplastik terkait obat tejadi karena hipersensitivitas atau dosis


obat yang berlebihan. Obat yang banyaj menyebabkan anemia aplastik
adalah kolramfenikol. Obat-obatan lain juga yang sering dilaporkan adalah
fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan antikonvulsan, obat-obatan
sitotoksik misalnya mileran atau nitrosurea. Bahan kimia terkenal yang
dapat menyebabkan anemia aplastik ialah senyawa benzena2.
Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik sementara
atau permanen, misalnya virus Epstein-Barr, Influenza A, dengue,
Tuberkulosis (milier). Sitomegalovirus dapat menenkan produksi sel sum-
sum tulang, melalui gangguan pada sel-sel stroma smsung tulang. Infeksi
HIV yang dapat berkembang menjadi AIDS dapat menyebabkan
pansitopenia. Infeksi kronik oleh Parvovirus pada pasien dengan defisiensi
imun juga dapat menimbulkan pansitopenia2.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia palastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko
morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan
sitopenia ketimbang selularitas sumsung tulang. Angka kematian setelah

24
dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasin anemia aplastik berat
atau sangat berat mencapai 80 %.
Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian
utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian
besar tidak membutuhkan terapi. Akhir-akhir ini sindrom anemia aplastik
dikaitkan dengan hepatitis walaupun merupakan kasus yang jarang.
Meskipun telah banyak studi dilakukan, virus yang pasti belum diketahui
namun diduga hepatitis virus non-A, non-B, non-C.2.
Table 2. klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik berat
a. Selularitas sumsum tulang :
< 25 % ata selularitas < 50 % dengan
< 30 % sel-sel hematopoietic.
b. Sitopenia : sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah :
 granulosit < 0,5 x 10 9/L
 Trombosit < 20 x 109/L
 Corrected reticulosite < 1 %
Anemia Aplastik sangat berat :
sama seperti diatas kecuali hitung neutrofil < 200/µL
Anemia Aplastik tidak berat :
sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteri berat

5. GEJALA KLINIS
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari)
atau perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung
jenis darah menentukan manifestasi klinis.
Anemia menyebabkan fatigue, dipsnea dan jantung berdebar-debar.
Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa.
Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Pasien juga
mungkin mengeluh sakit kepala dan demam2.
Penegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsy
sumsum tulang.

25
Pemeriksaan flow cytometry darah tepi dapat menyingkirkan
hemoglobinuria nocturnal paroksimal (PNH), dan karyotiping sumsum
tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik. Pasien
berusia kurang dari 40 tahun perlu di skrinning untuk anemia fanconi
dengan memakai obat klastogenik diepoksibutan atau mitomisin. Riwayat
keluarga sitopenia meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan
walaupun tidak ada kelainan fisik yang tampak2.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutin. Keluhan yang dapat dtemukan sangat bervariasi. Pada
table berikut ini terlihat bahwa perdarahan, badan lemah, dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering ditemukan2.
Tabel 3. Keluhan Pasien Anemia Aplastik 2
Jenis Keluhan Presentasi (%)
Perdarahan 83
Badan Lemah 30
Pusing 69
Jantung Berdebar 36
Demam 33
Nafsu Makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak Napas 23
Penglihatan Kabur 19
Telinga Berdenging 13

6. PEMERIKSAAN FISIS
Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik bervariasi. Tabel
berikut ini menunjukkan bahwa pucat ditemykan pada lebih dari setengah
jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam,
ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak
ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati
justru meragukan diagnosis2.

26
Tabel 4. Pemeriksaan fisis pada anemia aplastik 2
Jenis pemeriksaan fisis Presenstase (%)
Pucat 100
Perdarahan 63
 Kulit 34
 Gusi 26
 Retina 20
 Hidung 7
 Saluran cerna 6
 Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0

Gambar 1. Pemeriksaan fisis pada pasien Tn. A.A terlihat konjungtiva anemis
dan kulit tampak pucat.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik


adalah1:
a. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia
b. Anemia sering berat dengan kadar Hb <7 g/dL
c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi
d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

27
e. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang
yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan
diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
f. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
g. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit)
h. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer

Gambar 2. Gambaran hapusan darah tepi

i. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya


mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi
lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma,
makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan
elemenelemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang
ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan,
beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler,
akan tetapi megakariosit rendah. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang
kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

28
Gambar 3. Gambaran sumsum tulang belakang pada orang normal (kiri)
dan pada anemia aplastik (kanan)
j. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ
Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya
untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di sumsum
tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetik atau
tidak.
k. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3 bulan
setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika
mempertimbangkan dilakukannya bone marrow transplantasion.
l. Level Vitamin B-12 dan Folat : menyingkirkan anemia megaloblastik
m. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis umumnya tidak
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal
khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang
diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas
skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler
dan digantikan oleh jaringan lemak.

8. DIAGNOSIS
Diagnosis anemia aplastik ditegakkan berdasarkan keadaan
pansitopenia yang ditandai oleh anemia, leukopenia dan trombositopenia
pada darah tepi. Keadaan inilah yang menimbulkan keluhan pucat,
perdarahan dan demam yang disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan

29
fisik, tidak ditemukan hepatosplenomegali atau limfadenopati. Di samping
keadaan pansitopenia, pada hitung jenis juga menunjukan gambaran
limfositosis relatif. Diagnosis pasti anemia aplastik ditentukan berdasarkan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang menunjukkan gambaran sel yang
sangat kurang, terdapat banyak jaringan ikat dan jaringan lemak, dengan
aplasi sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik.
Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International
Agranulocytosisand Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah1:
a. Satu dari tiga sebagai berikut :
 Hb <10 g/dl atau Hct < 30%
 Trombosit < 50 x109/L
 Leukosit < 3,5 x109/L
b. Retikulosit < 30 x109/L
c. Gambaran sumsum tulang :
 Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya
semua sel hematopoeitik atau selularitas normal oleh
hiperplasiaeritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan
megakariosit.
 Tidak adanya fobrosis yang bermaknaatau infiltrasi neoplastik
d. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus
dieksklusi

9. DIAGNOSIS BANDING
Anemia aplastik perlu dibedakan dengan kelainan yang disertai
pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi, antara lain1:
1. Sindroma mielodisplastik
2. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
3.Leukimia Limfoma Granula Besar
4. Fanconi Anemia 3.

30
10. PENATALAKSANAAN
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas1:
1. Terapi kausal Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen
penyebab. Tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang
tidak jelas atau penyebabnya yang tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat
pansitopenia.
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :
 Higiene mulut
 Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat. Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik yang
biasa diberikan adalah ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin
generasi ketiga.
 Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak
memberikan respon pada antibiotika adekuat.
b. Untuk mengatasi anemia Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb <
7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat
simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb
normal, karena akan menekan eritropoiesis internal.
c. Untuk mengatasi perdarahan Tranfusi konsentrat trombosit jika
terdapat perdarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas
trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid
dapat mengurangi perdarahan kulit.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang :
a. Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi
diharapkan muncul dalam 6-12 minggu.

31
b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40- 100
mg/hr, jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka
pemakaiannya harus dihentikan karena efek sampingnya cukup
serius.
c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
neturofil.
4. Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi tersebut terdiri atas dua macam pilihan :
a. Terapi Imunosupresif
 Anti lymphocyte globuline : anti lymphocyte globulin (ALG)
atau anti thymocyte globuline (ATG). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk pasien yang berusia di atas 40
tahun.
 Pemberian methylprednisolon dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang
merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan,
tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan yang canggih,
serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang
kompatibel. Transplantasi sumsum tulang yaitu : Merupakan
pilihan untuk pasien usia < 40 tahun. Diberikan siklosporin A
untuk mengatasi GvHD (graft versus host disease). Memberikan
kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus.
11. PROGNOSIS
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat
bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis
yang buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu1:
1. kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15%
kasus)
2. pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse
dapat meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)

32
3. pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil
pasien).

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I.M. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. EGC:


Jakarta. 2003. P: 98-109
2. Adi, P.R., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Interna
Publishing. Jakarta
3. Nelonda, R., Munthe, E.K., Setiadhi, R. 2019. Terapi Imunosupresan Pada
Pasien Anemia Aplastik Dengan Perdarahan Gusi: Menyembuhkan Atau
Memperparah?. Odonto Dental Journal. Volume 6. Special Issue 1. April
2019.
4. Hayat, A.S., Khan, A.H., Baloch,G.H., Shaikh,N . Pancytopenia. 2014.
Study For Clinical Features And Etiological Pattern At Tertiary Care
Settings In Abbottabad. The Professional Medical Journal. 21(1): 060-
065.
5. Thaha , Lestari, A.W., Yasa , I.W.P.S. Diagnosis, Diagnosis Differensial
dan Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang pada
Pasien Anemia Aplastik. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
6. Rami SK and Alan F. 2011. Management of MyelodiaplasiaSyndromes:
Starting a New Decade. American Society of Clinical Oncology : 262-8.
7. Steensma DP. 2007. The spectrum of molecular aberrations in
myelodiaplasiasyndromes : in the shadow of acute myeloid leukemia.
Haematologica (92):723-727.
8. Barzi A and Sekkeres MA. 2010. Myelodiaplasiasyndromes: A practical
approach to diagnosis and treatment. Cleveland Clinical Journal of
Medicines 77 (1):37-44.
9. Dennis P. O’Malley, MD. 2007. Am T-Cell Large Granular Leukemia and
Related Proliferations. J Clin Pathol 2007;127:850-859.
10. Theml, H. M.D., Diem, H. M.D, Haferlach, T. M.D. 2004. Theml, Color
Atlas of Hematology. 5th German edition.
11. Hajat. J.A. 2011. Patogenesis dan pemeriksaan laboratoprium
mielofibrosis primer . Indonesian journal of clinical pathology and
medical laboratory. Vol 17( 2 ).

34
12. Bates Imelda. 2006. Bone marrow biopsy. In: Dacie and Lewis
Practical Haematology, 10 th ed. Churchill Livingstone, Elsevier. Pg 116-
124

35

Anda mungkin juga menyukai