Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I PENDAHULUAN

Eksistensi Nilai Pancasila di Mata Generasi Muda

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdiri, artinya bahwa didirikannya sebuah negara adalah semata-mata untuk mewujudkan sebuah
tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Tujuan tersebut adalah perjanjian antara
negara dengan rakyatnya, dan negara sebagai organisasi yang mengatur, berkewajiban untuk
membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang
memiliki rakyat. Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang
mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal atau
kelompoknya. Negara Pancasilais adalah negara yang membangun perekonomian rakyatnya,
menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang
berpotensi untuk menjadi pemimpin, mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi
yang mandiri dan bermoral baik, mempertahankan budaya masyarakatnya, dan mewujudkan
masyarakat yang menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Ketika negara sudah
dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara baik dan benar, maka efek dominonya
adalah terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang menjiwai nilai-nilai Pancasila. Akan tetapi saat
ini Pancasila merupakan identitas negara Indonesia yang sedikit demi sedikit mulai lenyap dimakan
waktu. Pancasila adalah pedoman negara ini, dimana pedoman untuk mengarahkan negara ini
menuju masyarakat yang sejahtera. Pada kenyataannya di negeri ini, ternyata banyak sekali
masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu sendiri. Bahkan pada masyarakat umum ada juga
yang tidak tahu apa itu Pancasila. Selain itu, rangkaian pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan
oleh aparatur negara, baik maupun hak asasi manusia secara kolektif, telah ikut menyebabkan
menurunnya semangat nasionalisme bangsa, khususnya di daerah-daerah di mana telah terjadi
pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat berlarut, seperti di Nanggroe Aceh Darussalam dan
Papua (Lemhannas RI, 2012).

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan pemerintah sendiri kurang menjiwai nilai-nilai Pancasila.
Pancasila hanya sebagai simbol saja tanpa implementasi yang jelas dan kontinyu oleh segenap
masyarakat Indonesia. Untuk menghapalkan isi silanya saja sudah banyak yang lupa, apalagi
memahami inti sari tiap sila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak akan
menjadi seorang Pancasilais, jika pancasila itu sendiri tidak dirasakan keberadaannya, khususnya
bagi generasi muda sebagai penerus tongkat estafet bangsa Indonesia. Maraknya perilaku generasi
muda yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti perilaku ekstrim dari para generasi
muda, narkoba, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, individualistis, dan apatis merupakan bukti
nyata akan perilaku yang dilakukan tidak didasarkan pada prinsip ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, demokratis, dan keadilan sosial. Hal ini patut dicermati dan segera dicari solusinya.

1.2.
Maksud dan Tujuan

Maksud dalam penulisan ini adalah untuk membuka kembali pentingnya revitalisasi nilai-nilai
Pancasila dalam menghadapi tantangan era globalisasi saat ini terutama pada para generasi muda
sebagai penerus kepemimpinan bangsa. Adapun tujuannya antara lain mampu memberikan manfaat
sebagai sumber inspirasi dalam memperbaiki konsep pembentukan karakter yang kuat dan mampu
membentuk generasi yang berprestasi, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
bangsa yang tertuang dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1

Definisi Pancasila dan Revitalisasi

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata

dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan

rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum
pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Revitalisasi menurut
kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti proses, cara dan perbuatan yang menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenernya revitalisasi berarti menjadikan
sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau
perlu sekali. Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti membangkitkan kembali
vitalitas. Jadi, revitalisasi secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi
penting dan perlu sekali. Revitalisasi Pancasila dapat diartikan sebagai usaha mengembalikan
Pancasila kepada subjeknya yaitu sebagai pedoman bagi para penyelenggara pemerintahan. Untuk
merevitalisasi, maka Pancasila perlu diajarkan dalam kaitannya dengan pembuatan atau evaluasi
atas kebijakan publik selain dibicarakan sebagai dasar negara. Pancasila dapat dihidupkan kembali
sebagai nilai-nilai dasar yang memberi orientasi dalam pembuatan kebijakan publik yang pro
terhadap aspek-aspek agama, kemanusiaan, nasionalisme, demokrasi dan keadilan sebagaimana
yang termaktub dalam Pancasila.

2.2

Keterkaitan Pancasila Dengan Karakter Bangsa

Jatidiri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh kembang selama mata
hati manusia bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang dipengaruhi lingkungan akan tumbuh
menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku manusia.
Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri
menjadi karakter yang baik, sehingga perilaku yang dihasilkan juga baik. Jatidiri bangsa akan nampak
dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa
Indonesia nilai-nilai luhur bangsa terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia
yakni Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri
setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila. Karakter pribadi-
pribadi akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi karakter bangsa.
Untuk kemajuan Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan
berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima
sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Bangsa yang Ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia
sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang
tercermin antara lain hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan,
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu;
tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain. Bangsa yang Menjunjung
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang
adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai
karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam
pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak
semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari
seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap hormat-menghormati.

Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, adalah bangsa yang memiliki
komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia.
Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air
Indonesia serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi
Hukum dan Hak Asasi Manusia, yaitu sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan
semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin
dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan
keputusan bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah;
berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan
Kesejahteraan, yaitu bangsa yang memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial
seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban;
hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap
orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang
lain. Jadi, antara karakter bangsa dengan pancasila tidak dapat terpisahkan. Karena sebagai warga
negara Indonesia yang berpedoman kepada pancasila dan setiap kegiatan harus memuat nilai-nilai
yang ada dalam pancasila dari itulah diharuskan pula tumbuh nilai-nilai pancasila dalam pribadi
setiap masyarakat dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah
harga mati bagi setiap warga negara Indonesia, yang harus dipatuhi dan tidak boleh bertentangan
dengan pancasila

BAB III PEMBAHASAN

3.1.

Penyebab Lunturnya Nilai-Nilai Pancasila Pada Generasi Muda

Permasalahan utama yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai pancasila pada generasi muda adalah
kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan, baik disampaikan melalui pendidikan formal
(Pendidikan dasar, menengah, hingga Pendidikan tinggi), nonformal (lembaga kursus/pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan, majelis) serta pendidikan informal (dilakukan dalam suasana
keluarga, sekolah rumah/

home schooling

, dan pergaulan dalam masyarakat. Pembinaan yang dilakukan oleh ketiga jenis institusi ini tidak
berjalan menurut semestinya. Tugas utama pendidikan seyogyanya ialah menanamkan nilai-nilai,
dan nilai itu merupakan isi kebudayaan, tentu langkah pertamanya adalah memilih kebudayaan
mana yang harus ditanamkan. Bila kita memilih kebudayaan tentu kita harus menilai kebudayaan.
Alih-alih sekolah menjadi lembaga untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
tetapi yang tejadi malah ada kenakalan-kenakalan yang dilakukan intelktual muda yang notabene
mereka dibina, dibentuk, di didik, diarahkan untuk menjadi manusia yang berguna buat bangsa dan
Negara, yang terjadi malah sebaliknya, kenyataan sekarang terlihat kenakalan remaja yang berupa
tawuran antar pelajar, dahulu mungkin para pelajar (baik itu smp, sma, maupun mahasiswa)
mengatakan kepada orang-orang yang tawuran itu dengan mebuat jargon

“ngapain kalian tawuran kaya abang becak saja” (bukan bermaksud melecehkan profesi tukang
becak), tetapi sekarang jargon itu berbalik, tukang becak bilang sama kawannya, “mengapa

kalian tawuran kaya mahasiswa a

ja”.

Sungguh miris memang ketika nilai-nilai luhur bangsa kita telah terkikis dalam kehidupan ini, yang
semula pancasila dijadikan pandangan hidup dalam mengatur kehidupan

ini tetapi sekarang kenyataannya degradasi itu terjadi. Dahulu orang mengatakan “Ket

uhanan
Yang Maha Esa” tetapi sekarang banyak selentingan orang yang menyatakan “Keuangan yang maka
kuasa”. Sungguh ironi memang segala sesuatu sekarang diukur dengan dunia materialsis

yang melahirkan hedonis dalam hidupnya. Tentu praktek budaya-budaya yang demikian ini
disebabkan lunturnya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, sehingga hari kehari degradasi itu
semakin nyata terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Permasalahan tersebut muncul dan bermula dari kiprah pendidikan nasional yang cenderung lebih
menonjolakan dimensi teknisnya yang lebih banyak ketimbang aspek kemanusiaannya.
Permasalahan tersebut disebabkan oleh mutu pendidikan yang sampai saat ini belum mampu
menghasilkan manusia terdidik sebagai sumber penggerak pembangunan masyarakat menuju
kedewasaan. Keluaran pendidikan sering menjadi beban masyarakat atau pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan mereka akan pelayanan sosial yang lain. Mereka lulus dan muncul sebagai
warga Negara baru yang tidak mampu menawarkan solusi justru sebaliknya mereka menjadi sumber
kegelisahan masyarakat. Masalah ini telah berlangsung sejak orde baru, pemerintah telah berupaya
menangani permasalahan moral dan karakter dengan berbagai cara, seperti dengan mengadakan
pelatihan, pendidikan kepribadian, pendidikan moral pancasila dalam kurikulum sekolah dan
sebagainya. Namun degradasi moral makin marak akhir-akhir ini karena program pendidikan belum
berdampak positif terhadap pembentukan karakter. Selain kurang efektifnya pembinaan moral,
munculnya budaya globalisasi termasuk di Indonesia secara tidak langsung mendapatkan. Arus
globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh
globalisasi terhadap generasi muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat
banyak generasi muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala

gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari generasi muda sekarang. Dari cara berpakaian
banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat.
Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tidak banyak
remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai
dengan kepribadian bangsa. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi
tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja terutama generasi muda. Jika digunakan secara
semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna tetapi jika tidak, kita akan mendapat
kerugian. Banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Seperti tindakan
kriminalitas dan lain-lain. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih
memilih sibuk dengan menggunakan

handphone

. Lebih bangga memakai produk luar negeri, pola hidup bebas yang tidak terikat norma agama dan
penyelesaian masalah yang tidak berdasarkan musyawarah mufakat8

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan
anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme dan nilai

nilai Pancasila akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa
peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa.
Seharusnya penerus bangsa mempuyai sikap nasionalisme yang kuat demi mempertahankan
budaya dan nilai-nilai Pancasila yang dijadikan landasan dalam berbangsa dan bernegara dalam
rangka memupuk serta membudayakan rasa semangat dan jiwa nasionalisme bangsa. Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia.
Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.

3.2.

Upaya Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila pad Generasi Muda

Harus kita sadari bahwa pembangunan karakter generasi muda bukan merupakan tindakan
sederhana dan mudah dilaksanakan. Keterbukaan informasi tidak hanya membawa nilai positif bagi
kehidupan bangsa, tetapi juga negatif. Perilaku penyimpangan tidak akan terjadi apabila seseorang
memiliki kepribadian dan karakter kuat yang mampu menjadi penyaring terhadap stimulan nilai-
nilai negatif yang tidak atau kurang sesuai dengan nilai luhur yang didukung oleh masyarakat
Indonesia. Dari permasalahan diatas banyak pihak yang mulai sadar tentang pentingnya pendidikan
karakter, agar mendidik anak bangsa menjadi pribadi yang berkarakter baik. Dari pemerintah pun
mulai menata kembali kehidupan bangsa ini dengan dikeluarkannya kurikulum-kurikulum terbaru
yang tentunya menitikberatkan kepada pengembangan karakter dan nilai moral generasi muda di
dunia pendidikan. Selain itu pemerintah dalam hal ini juga dituntut untuk lebih peka terhadap
generasi muda di dunia pendidikan, baik itu melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan
yang membangun dan membentuk norma-norma serta karakter Pancasila dalam diri mereka Konsep
pancasila harus mampu menjadi landasan dalam berpikir, serta nilai moralnya dapat meresap dalam
kalbu generasi muda sebagai perbekalan. Tatanan/sistem nilai diri, dan mantap mempribadi menjadi
sistem keyakinan, sehingga akan menjadi pola pikir dalam menilai suatu hal. Dari pola pikir yang
demikian inilah akan melahirkan kesiapan diri untuk berperilaku sesuai dengan konsep dan nilai
moral yang di emban oleh nilai-nilai pancasila sihingga tampak sosok manusia yang bermoral
pancasila. Sehingga dengan ditanamkan konsep nilai norma-norma pancasila tersebut akan
mejadikan dan membentuk jati diri generasi mudayang sesuai dengan norma dan konsep yang
diemban oleh Pancasila.

Mengingat ketika kita mendidik seseorang, sering kali yang kita didik adalah otak atau akalnya tetapi
belum tentu kita mendidik manusianya seringkali kita mendidik tangannya atau keterampilan fisik,
tetapi belum tentu kita mendidik manusianya, karenannya pendidikan yang kita lakukan itu tidak
menghasilkan manusia, tetapi pendidikan yang kita lakukan itu hanya menghasilkan kecerdasan
manusia yang belum tentu manusia yang cerdas, pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilakn
keterampilan manusia. Yang belum tentu manusia yang terampil, Tafsir (2008: 27). Pembinaan
generasi muda secara terus menerus untuk dapat memahami dan ikut serta dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara secara baik dan benar serta mampu menghadapi dan memecahkan
masalah yang dihadapi diri berlandaskan nilai-nilai pancasila. Bukan menyelesaikan masalah diri
dengan kekerasan dan tindakan kriminalitas. Pancasila bukan hanya menjadi bekal dan pengetahuan
atau keyakinan diri semata, melainkan ditampilkan dan diupayakan terlaksana serta terwujudkan
dalam kehidupannya. Pancasila yang sudah mempribadi bagi dirinya menjadi barometer dan
tonggak-tonggak acuan hidup sehigga menjadi norma pengarah dan pengendali, dengan demikian
pancasila terwujud menjadi dasar ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan
dengan pembelajaran karakter yang menjadikan generasi muda mempunyai karakter yang baik,
karakter yang dapat membangun negeri ini menjadi lebih baik, dan tidak dapat secara mudah
terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia
10

BAB IV KESIMPULAN

Karakter bangsa Indonesia harus tercerminkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di
era arus globalisasi yang semakin maju akan menjadi tantangan tersendiri untuk membentuk
karakter bangsa ini, harus dengan bertahap dan di dukung oleh semua elemen agar pembentukan
karakter dapat berjalan dengan baik. Salah satunya dapat dilakukan dengan pendidikan. Saat ini
banyak pihak yang menuntut untuk meningkatkan pelaksanaan dan intensitas pendidikan karakter.
Karena kenyataanya banyak generasi muda sekarang ini mulai melupakan karakter yang menjadi ciri
khas bangsa Indonesia, mereka terseret oleh kebudayaan asing yang semakin merajalela. Jika
perkembangan budaya asing yang terus memasuki Indonesia tanpa didampingi perkembangan
karakter budaya Indonesia, maka secara perlahan budaya Indonesia itu sendiri akan tergeserakan
dan dilupakan. Peran lembaga pendidikan selayaknya mampu untuk dapat berupaya menghasilkan
lulusan yang berakhlak mulia dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa, alih-alih
berakhlak mulia dalam keperibadiannya, yang ada malah menjurus kearah kenakalan remaja,
katakana sebagai contoh tawuran pelajar yang marak belakangan ini terjdi di bangsa kita ini, bahkan
bukan hanya sekedar kenakalan remaja, tetapi sudah menjurus kearah kriminalitas, karena
terjadinya pembunuhan dan jatuh korban. Tentu sekolah dan undang-undang serta kurikulum tidak
dibuat untuk menciptakan remaja yang demikian itu. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan
tersebut adalah kesalahan dalam mendesain kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan dinegara
kita tidak bisa dipungkiri sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup pembuat kebijakan dalam
mendisain pendidikan, diantara pandangan itu ialah rasionalisme dalam pendidikan. Rasionalisme
ialah paham yang mengatakan bahwa kebenaran diperoleh melalui akal dan diukur dengan akal, akal
itulah yang digunakan sebagai alat pencari dan pengukur kebenaran. Pendidikan hanya difokuskan
pada hal yang realistis, tentu dampaknya dapat kita lihat dalam kehidupan sekarang, kenakalan
remaja tak dapat lagi dihindari, dari mulai penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan,
pengrusakan, perpeloncoan, geng motor, kekerasan sexsual, dan tawuran antar pelajaran. Hal ini
salah satunya disebabkan lunturnya nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan dalam diri mereka, yang
disebabkan adanya pandangan rasionalisme yang telah memberikan warna dalam dunia pendidikan

11

Dengan merivitalisasi nilai-nilai pancasila dalam dunia pendidikan diharapkan dalam diri peserta
didik akan tertanam nilai-nilai luhur pancasila, seperti saling mengormati perbedaan, saling
toleransi, saling berempati, menanamkan persatuan dan kesatuan, menanamkan keadilan, dan lain
hal yang terkandung dalam nilai-nilai pancasila akan teraplikasi dalam kehidupan sehari-harinya,
sehingga kenakalan remaja berupa tawuran antar pelajar dapat dihilangkan.

Anda mungkin juga menyukai