Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR TUGAS KELOMPOK

ANATOMI FISIOLOGI KULIT & PROSES PENYEMBUHAN LUKA DAN


PERBAIKAN LUKA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Elektif

Dosen Pembimbing :
Farida. S.Kep., Ns.

Oleh Kelompok 2 :
1. Achmad Syariful Rizal NIM. 161.0002
2. Amelia Khairani NIM. 161.0012
3. Hernindya Diajeng A. NIM. 161.0042
4. Ni Putu Gita W. NIM. 161.0072

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan Lembar Tugas Kelompok yang berjudul “Anatomi Fisiologi
Kulit & Proses Penyembuhan Luka Dan Perbaikan Luka”. Tugas ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat dalam penilaian tugas mata kuliah Elektif. Penulis
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian tugas ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ketua STIKES Hang Tuah Surabaya, Ibu Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep.,
atas kesempatan untuk menimba ilmu di Stikes Hang Tuah Surabaya
2. Kepala Prodi S1 Keperawatan, Ibu Puji Hastuti, S.Kep., Ns., M.Kep., atas
kesempatan untuk menimba ilmu di Stikes Hang Tuah Surabaya
3. Dosen Pembimbing, Imroatul Farida., S.Kep., Ns., M.Kep., atas bimbingan,
inspirasi, serta memfasilitasi demi sempurnanya lembar tugas kelompok ini.
4. Rekan – rekan satu kelompok dan seangkatan, atas kerjasamanya dalam
menyelesaikan lembar tugas kelompok ini.
Penulis menyadari bahwa Lembar Tugas Kelompok ini memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sebagai perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis
berharap Lembar Tugas Kelompok ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 12 September 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................i


Daftar Isi ...................................................................................................................ii
Bab 1 : Pendahuluan ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan .......................................................................................................2
1.4 Manfaat .....................................................................................................3
Bab 2 : Tinjauan Pustaka ........................................................................................4
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit .................................................................... 4
2.1.1 Lapisan Kulit ................................................................................... 4
2.1.2 Fungsi Kulit ..................................................................................... 8
2.2 Penyembuhan Luka dan Perbaikan Luka ................................................. 9
2.2.1 Riwayat Penyembuhan Luka dan Moist Wound Healing ............... 9
2.2.2 Proses Penyembuhan Luka ............................................................. 11
2.2.3 Tujuan Utama dari Penyembuhan Luka Serta
Keterlambatan Penyembuhan ..........................................................15
Bab 3 : Penutup ........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................16
3.2 Saran ..........................................................................................................16
Daftar Pustaka ..........................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian
tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit
pada manusia rata-rata +2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang
dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari
berat badan seseorang. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari
berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi
melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk
secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah
mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti
jaringan tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih
banyak dari aliran darah, begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida.
Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran karbondioksida
dari kulit tergantung pada banyak faktor di dalam maupun di luar kulit, seperti
temperatur udara atau suhu, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara,
kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-
penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam
metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada kulit.
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh berbeda.
Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali
yang berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak
tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan
pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya di masing-masing tempat. Kulit

1
di daerah-daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan
lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa
yang ada di dalam lapisan kulitnya. Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-
alur atau garis-garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai
daerah tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari
tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari
(dermatoglifi).
Kulit mempunyai fungsi utama sebagai barrier pelindung dari lingkungan.
Luka pada kulit adalah terdapatnya kerusakan morfologi jaringan kulit atau
jaringan yang lebih dalam. Penyembuhan luka adalah kembalinya integritas kulit
menjadi normal dan jaringan yang berada dibawahnya (Winarsihet al., 2012).
Proses penyembuhan luka terjadi pada jaringan yang rusak dapat dibagi dalam
tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi yang merupakan
pemulihan kembali (remodelling) jaringan (Sjamsuhidajat, 2010). Luka
merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat
keparahan ringan, sedang atau berat.Luka adalah hilangnya atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam
atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan
hewan (Sjamsuhidajat, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja anatomi dan fisiologi kulit ?
1.2.2 Bagaimana proses penyembuhan luka dan perbaikan luka ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Memberikan penjelasan tentang Anatomi Fisiologi Kulit, Proses
Penyembuhan Luka dan Perbaikan Luka
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menjelaskan tentang anatomi fisologi kulit
2. Menjelaskan tentang proses penyembuhan luka
3. Menjelaskan tentang proses perbaikan luka

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui tentang anatomi fisiologi luka
1.4.2 Mengetahui tentang proses penyembuhan luka
1.4.3 Mengetahui tentang proses perbaikan luka

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit


2.1.1 Lapisan Kulit
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari
jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfe, oleh
karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada
lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh
banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap
diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam apis basal yang secara
berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel
ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin
dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel sel ini mati dan
secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur
selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis.
Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus
terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari
dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lusidum, dan stratum korneum.
1. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang
tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada
dermis di bawahnya. Selselnya kuboid atau silindris. Intinya besar,
jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada
lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya

4
berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini
bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan
yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka,
dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.
2. Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar
berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan.
Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka
pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan
terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu
dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom yang
melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas
bentuk sel semakin gepeng.
3. Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung
banyak granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang
dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf
tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat
pada permukaan granula.
4. Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus
cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-
sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan
ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis
celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di
bawahnya.
5. Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak
berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang

5
paling permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi
yang selalu terkelupas.
Sel-sel epidermis Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu:
keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel.
1. Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari
ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami
keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung
tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari
proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan
(deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan
sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya.
Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan
derivat kulit lain.
2. Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil
dengan cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit
di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum
basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan
rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4dihidroksi-
fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin
terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang
mengandung asam amino tirosin dan enzim tirosinase. Melalui
serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang
berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
3. Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,
ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum.
Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon

6
imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang
reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.
4. Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan
ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan
membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang
sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran
basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel
Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan
mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh.
b. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas
antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
Stratum papilaris Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh
adanya papila dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2.
Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan
paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila
mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada
epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf
sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-serat
kolagen tersusun rapat. Stratum retikularis Lapisan ini lebih tebal dan
dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah kecil serat elastin
membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam,
jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak,
kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos
juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut,
skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher,
serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini
berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan

7
hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar
yang banyak mengandung sel lemak.
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-
sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel
mast.
c. Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut
hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen
halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan
beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah
tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit
di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke
dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak
lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis
kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul
di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam
jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha,
dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak
ini disebut pannikulus adiposus.
Warna kulit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin
berwarna coklat dalam stratum basal, derajat oksigenasi darah dan
keadaan pembuluh darah dalam dermis yang memberi warna merah
serta pigmen empedu dan karoten dalam lemak subkutan yang
memberi warna kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan
dengan jumlah melanosit tetapi disebabkan oleh jumlah granul-granul
melanin yang ditemukan dalam keratinosit.
2.1.2 Fungsi Kulit
Secara umum kulit mempunyai fungsi. Fungsi kulit adalah sebagai
berikut:

8
a. Fungsi Proteksi. Kulit berfungsi dalam menjaga bagian dalam tubuh
terhadap gangguan fisik yang berada diluar tubuh. Seperti gesekan,
tekanan, tarikan, dan zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan.
Gangguan yang bersifat panas seperti sengatan UV, radiasi, gangguan
infeksi luar terutama kuman maupun jamur.
b. Fungsi Absorbsi. Kulit lebih mudah menyerap yang menguap dari
pada benda cair atau padat, begitu pun yang larut seperti lemak.
c. Fungsi Ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat
yang tidak berguna sebagai hasil dari metabolisme dalam tubuh yang
berupa asam urat, NaCl, ammonia dan urea.
d. Fungsi Persepsi. Kulit yang mengandung ujung-ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas yang diperankan oleh
badan-badan ruffini didermis dan subkutis
e. Fungsi Pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi Pembentukan Pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosoit
yang terletak pada lapisan basal dan sel yang berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi Keratinisasi. Pada lapisan epidermis dewasa terdapat tiga
lapisan yaitu lapisan melanosoit, keratinosit, dan sel langerhans.

2.2 Penyembuhan Luka dan Perbaikan Luka


2.2.1 Riwayat Penyembuhan Luka dan Moist Wound Healing
Pada tatanan pelayanan keperawatan, khususnya dalam perawatan
luka, banyak diteliti metode – metode penyembuhan luka, baik
penyembuhan secara medis, maupun secara komplementer dengan
menggunakan media yang ada di alam untuk mempercepat penyembuhan
luka. Semua hasil penelitian memiliki evidence based yang cukup kuat
dan bisa dibuktikan. Perawatan luka dewasa, cenderung menggunakan
metode balutan kasa ”wet-to-dry”, digunakan khusus untuk debridemen
pada dasar luka, normal salin digunakan untuk melembabkan kasa,
kemudian dibalut dengan kasa kering. Ketika kasa lembab menjadi

9
kering, akan menekan permukaan jaringan, yang berarti segera harus
diganti dengan balutan kering berikutnya. Hal ini mengakibatkan tidak
hanya pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu, tetapi juga
menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan, metode wet to dry dianggap
sebagai metode debridemen mekanik dan diindikasikan bila ada sejumlah
jaringan nekrotik pada luka.
Dari metode perawatan luka saat ini, banyak prinsip-prinsip yang
terlupakan atau tidak menjadi pertimbangan bagi perawat dalam merawat
luka, seperti proses fisiologis pertumbuhan jaringan luka, bagaimana
mengoptimalkan perbaikan jaringan, meningkatkan aliran darah ke
permukaan luka, bagaimana cara balutan ideal, jenis balutan yang dipakai
tanpa merusak jaringan yang sehat, tidak menimbulkan nyeri/trauma baru
serta bagaimana agar dapat mempercepat proses penyembuhan luka
hingga dapat menekan biaya perawatan. Karena itulah perlu dilakukan
metode perawatan luka yang telah mempertimbangkan berbagai aspek
tersebut demi mencapai perawatan luka yang efektif, proses
penyembuhan yang cepat, outcome yang berkualitas dan biaya yang lebih
murah.
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan
luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-
kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini
digemari terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure
ulcers, dan diabetic foot ulcers”. Dan metode moist wound healing adalah
metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan
balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Bertambahnya produksi
eksudat adalah bagian dari fase inflamasi yang normal pada proses
penyembuhan luka. Peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah,
menyebabkan cairan yang kaya akan protein masuk ke rongga interstitial.
Hal ini meningkatkan produksi dari cairan yang memfasilitasi

10
pembersihan luka dari permukaan luka dan mempertahankan kelembaban
lingkungan lokal yang maksimal untuk memaksimalkan penyembuhan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor
kunci dalam mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat
dari luka yang berlebihan pada luka kronik yang merupakan bagian
penting untuk permukaan luka. Substansi biokimia pada cairan luka
kronik berbeda dengan luka akut. Produksi cairan kopious pada luka
kronik menekan penyembuhan luka dan dapat menyebabkan maserasi
pada pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini juga menghancurkan
matrik protein ekstraselular dan faktor-faktor pertumbuhan, menimbulkan
inflamasi yang lama, menekan proliferasi sel, dan membunuh matrik
jaringan. Dengan demikian, untuk mengefektifkan perawatan pada dasar
luka, harus mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari
permukaan luka untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat
negatif/merugikan.
2.2.2 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu proses dinamik kompleks yang
menghasilkan pemulihan terhadap kontinuitas anatomik dan fungsi
jaringan setelah terjadi perlukaan. Penyembuhan luka dibagi dalam tiga
tahap yang saling berhubungan dan tumpang tindih dalam waktu
terjadinya, yaitu: 1) peradangan; 2) pembentukan jaringan (proliferasi);
dan 3) remodeling jaringan. Salah satu tujuan utama tubuh pada proses
perbaikan luka kulit ialah mengembalikan fungsi kulit sebagai sawar
fungsional. Reepitelisasi luka kulit dimulai 24 jam setelah luka melalui
pergerakan selsel epitel dari tepi bebas jaringan melintasi defek dan dari
struktur folikel rambut yang masih tersisa pada dasar luka partial
thickness. Sel-sel epitel berubah bentuk baik secara internal dan eksternal
untuk memudahkan pergerakan. Metamorfosis selular ini meliputi
retraksi tonofilamen intrasel, disolusi desmosom intersel dan hemi-
desmosom membran basal, serta pembentukan filamen aktin sitoplasma

11
perifer. Sel-sel epidermis pada tepi luka cenderung kehilangan polaritas
apiko-basal dan menjulurkan pseudopodia dari tepi basolateral bebas ke
dalam luka. Pola pasti dari migrasi epidermis yang mengalami regenerasi
ini belum diketahui, tetapi kemungkinan berupa migrasi sel tunggal
melintasi permukaan luka dengan mekanisme “lompat-katak” (leap-
frogging) atau “jejak-traktor” (tractor tread).
Penelitian pada luka akut menunjukkan ada empat fase
penyembuhan luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga
melalui fase yang sama. Fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hemostasis
Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup.
Pada proses penyembuhan luka platelet akan bekerja untuk menutup
kerusakan pembuluh darah tersebut. Pembuluh darah sendiri akan
konstriksi dalam berespon terhadap injuri tetapi spasme ini biasanya
rilek. Platelet mensekresi substansi vasokonstriktif untuk membantu
proses tersebut. Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP)
kebocoran dari kerusakan jaringan akan menimbulkan agregasi platelet
untuk merekatkan kolagen. ADP juga mensekresi faktor yang
berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik melalui
produksi trombin, yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen.
Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi hemostatik
yang stabil. Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti ”platelet-
derived growth factor”. Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa
menit setelah injuri kecuali ada gangguan faktor pembekuan.
2. Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan
yang menampilkan eritema, pembengkakan dan peningkatan
suhu/hangat yang sering dihubungkan dengan nyeri, secara klasik
”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap ini biasanya berlangsung
hingga 4 hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya

12
terjadi proses pembersihan debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari
PMN’s (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan
pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke
sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan
mikroorganisme dan merupakan pertahanan awal terhadap infeksi.
Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai
bagian dari pembersihan ini. Tugas selanjutnya membangun kembali
kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel yang berperan
sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag.
Makrofag mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan
kedua. Makrofag juga mensekresi komotaktik yang bervariasi dan
faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF),
faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta
trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-1).
3. Proliferasi atau granulasi
Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan
biasanya berlangsung hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung
pada ukuran luka. Secara klinis ditandai oleh adanya jaringan yang
berwarna merah pada dasar luka dan mengganti jaringan dermal dan
kadang-kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik untuk
kontraksi luka. Pada penyembuhan luka secara analoginya satu kali
pembersihan debris, dibawah kontraktur langsung terbentuk jaringan
baru. Kerangka dipenuhi oleh fibroblas yang mensekresi kolagen pada
dermal yang kemudian akan terjadi regenerasi. Peran fibroblas disini
adalah untuk kontraksi. Serat-serat halus merupakan sel-sel perisit
yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel endotelial yang
akan membentuk garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel
”roofer” dan ”sider” adalah keratinosit yang bertanggungjawab untuk
epitelisasi. Pada tahap akhir epitelisasi, terjadi kontraktur dimana

13
keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan protektif luar atau
stratum korneum.
4. Remodeling atau maturasi
Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses
penyembuhan luka jaringan dermal mengalami peningkatan
tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh fibroblast. Remodeling
dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.
Tabel 1. Fase penyembuhan luka
Analogi
Fase Sel-sel yang
Waktu membangun
penyembuhan berperan
rumah
Hemostasis Segera Platelets Capping off
Inflamation Hari 1-4 Neutrophils conduits
Unskilled laborers
to clean uap the site

Proliferation Hari 4 – 21 Macrophages Supervisor Cell


Granulation Lymphocytes Specific laborers at
Angiocytes the site:
Neurocytes Plumber
Electrician

Contracture Fibroblasts Framers


Keratinocytes Roofers and Siders

Remodeling Hari 21 – 2 Fibrocytes Remodelers


tahun

14
2.2.3 Tujuan Utama dari Penyembuhan Luka Serta Keterlambatan
Penyembuhan
Tujuan utama manajemen luka adalah mendapatkan penyembuhan
yang cepat dengan fungsi dan hasil estetik yang optimal.Tujuan ini
dicapai dengan pencegahan infeksi dan trauma lebih lanjut serta
memberikan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.
Keterlambatan penyembuhan luka dapat diakibatkan oleh
penatalaksanaan luka yang kurang tepat, seperti :
1. Tidak mengidentifikasi masalah-masalah pasien yang dapat
mengganggu penyembuhan luka.
2. Tidak melakukan penilaian luka (wound assessment) secara tepat.
3. Pemilihan dan penggunaan larutan antiseptik yang kurang tepat.
4. Penggunaan antibiotika topikal dan ramuan obat perawatan luka yang
kurang tepat.
5. Teknik balutan (dressing)kurang tepat, sehingga balutan menjadi
kurang efektif atau justru menghalangi penyembuhan luka.
6. Pemilihan produk perawatan luka kurang sesuai dengan kebutuhan
pasien atau justru berbahaya.
7. Tidak dapat memilih program penatalaksanaan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien dan kondisi luka.
8. Tidak mengevaluasi efektifitas manajemen luka yang diberikan

15
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti
jaringan tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih
banyak dari aliran darah, begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida. Bagian
bagian kulit yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Kulit memiliki fungsi yaitu
fungsi proteksi, fungsi absorbsi, fungsi ekskresi, fungsi persepsi, fungsi
pengaturan suhu tubuh, fungsi pembentukan pigmen dan fungsi keratinisasi.
Penyembuhan luka adalah suatu proses dinamik kompleks yang
menghasilkan pemulihan terhadap kontinuitas anatomik dan fungsi jaringan
setelah terjadi perlukaan. Penyembuhan luka dibagi dalam tiga tahap yang saling
berhubungan dan tumpang tindih dalam waktu terjadinya, yaitu: 1) peradangan;
2) pembentukan jaringan (proliferasi); dan 3) remodeling jaringan. Salah satu
tujuan utama tubuh pada proses perbaikan luka kulit ialah mengembalikan fungsi
kulit sebagai sawar fungsional. Reepitelisasi luka kulit dimulai 24 jam setelah
luka melalui pergerakan selsel epitel dari tepi bebas jaringan melintasi defek dan
dari struktur folikel rambut yang masih tersisa pada dasar luka partial thickness.
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca agar mempelajari dan menelaah
makalah ini sebagai referensi dalam belajar. Untuk teman-teman mahasiswa
supaya lebih giat dalam belajar dan semoga makalah ini dapat menjadi sumber
ilmu yang baru bagi yang mempelajari ilmu keperawatan serta semoga
mahasiswa mampu memahami dan mempelajari lebih dalam lagi tentang anatomi
fisiologi kulit & proses penyembuhan luka dan perbaikan luka dan turut serta
mengaplikasikannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ariningrum Dian, Subandono Jarot. 2018. Fakultas kedokteran Universitas Sebelas


Maret. Manajemen Luka. Surakarta.
Bergman RA, Afifi KA, Heidger Jr PM. Histology. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 1996.
Calvin M. Cutaneous wound repair. Wounds 1998;10:12-32.
Clark RAF. Cutaneous tissue repair: Basic biologic considerations. I. J Am Acad
Dermatol. 1985;13:701-25.
Cormack DH. Ham’s Histology (Ninth Edition). Philadelphia: JB Lippincott
Company; 1987.
Fawcett DW. Bloom and Fawcett: A Textbook of Histology (Twelfth Edition). New
York: Chapman & Hall; 1994.
Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology (Third Edition). Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.
Kessel RG. Basic Medical Histology. The biology of Cells, Tissues, and Organs.New
York: Oxford University Press; 1998.
Kirsner RS, Eaglstein WH. The wound healing process. Dermatol Clin. 1993;11:629-
40.
Lazarus GS, Cooper DM, Knighton DR, Margolis DJ, Pecoraro RE, Rodeheaver G,
et al. Definition and guiedelines for assessment of wounds and evaluation of
healing. Arch Dermatol. 1994;130:489-93.
McKenzie JC, Klein RM. Basic Concepts in Cell Biology and Histology. A Student’s
Survival Guide. New York: McGraw-Hill; 2000.
Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw Hill
Medical; 2010.
Purnama Handi, Sriwidodo, Ratnawulan Soraya.Fakultas Farmasi, Universitas
Padjadjadran. Review Sistematik Proses Penyembuhan Dan Perawatan Luka.
Bandung.

17
Ross MH, Pawlina W. Histology a Text and Atlas (Sixth Edition). Philadelphia:
Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
Singer AJ, Clark RAF. Cutaneous wound healing. N Engl J Med. 1999;34

18
xix

Anda mungkin juga menyukai