MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan yang
Dibimbing Oleh Puri Selfi Cholifah
Disusun oleh:
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan fungsi dari ilmu pendidikan?
2. Apa saja sifat-sifat ilmu pendidikan?
3. Bagaimana hubungan ilmu pendidikan dengan ilmu-ilmu lain?
4. Apa saja macam landasan pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengatahui pengertian dan fungsi dari ilmu pendidikan.
2. Untuk mengetahui sifat-sifat ilmu pendidikan.
3. Untuk mengetahui hubungan ilmu pendidikan dengan ilmu-ilmu lain.
4. Untuk mengetahui macam landasan pendidikan.
BAB II
ISI
A. Ilmu Pendidikan
a. Pengertian dan Fungsi Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata pedagogik yaitu
ilmu menuntun anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan memberi
latihan (ajaran, pimpinan) menegenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian: proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran sertajasmani anak, agar
dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan
anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dari pengertian dan
analisis yang ada maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya
menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan
rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Menurut Nurkholis (2013), dari kajian antropologi dan sosiologi
secara sekilas dapat kita ketahui adanya tiga fungsi pendidikan:
a. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam
sekitarnya, sehingga dengannya akan timbul kemampuan membaca
(analisis), akan mengembangkan kreativitas an produktivitas.
b. Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya
sehingga keberadaannya, baik secara individual maupun sosial lebih
bermakna.
c. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat
bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup bagi individu dan
sosial.
b. Syarat Ilmu Pengetahuan
1. Mempunyai objek
Setiap Ilmu Pengetahuan harus mempunyai sasaran atau masalah
tertentu yang menjadi pokok pembahasan. Obyek dapat berbentuk
sesuatu yang berwujud misalnya, Ilmu Kimia, Fisiologi dan sebagainya
, dan kadang-kadang obyek itu dapat berbentuk sesuatu yang abstrak,
misalnya Ilmu Ketuhanan.
Kadang-kadang di dalam Ilmu Pengetahuan dikenal pula adanya
dua macam obyek yaitu, obyek materil dan obyek formil. Obyek materil
adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pebicaraan atau
penyelidikan satu Ilmu Pengetahuan misalnya, tentang manusia
ekonomi, hukum, alam dan sebagainya. Obyek formil adalah sudut
peninjauan atau penyelidikan dari sebagaian seginya saja, dari sudut
apanya, dari segi mananya, misalnya tentang manusia dari segi
prosesnya.
2. Disusun secara sistematis
Setiap Ilmu Pengetahuan harus disusun secara teratur sehingga
bagian-bagiannya tidak bertentangan dengan bagian yang lainnya,
antara bagian saling lengkap melengkapi dan merupakan satu kesatuan
yang lengkap.
Adapun sistematika satu imu pengetahuan bersifat relatif ,
subyektif , tergantung kepada permasalahannya. Dengan demikian
banyak ditemukan adanya bermaaam ragam sistematika dalam satu
Ilmu Pengetahuan yang dikarang oleh beberapaorang pengarang, atau
beberapa Ilmu Pengtahuan yang dikarang oleh seseorang pengarang.
3. Mempunyai methodologi tertentu
Setiap Ilmu Pengetahuan harus mempunyai cara-cara menyusun
yang disebut metode penyusunan yang diambil dari data-data yang
terkumpul, dimana dalam mengumpulkan data-data tersebut
memerlukan metode pula. Metode dalam arti luas meliputi segala cara
yang dipakai untuk mengumpulkan data, menganalisadan kemudian
disusun menjadi satu kesatuan.
Ukuran ilmiah dan tidaknya satu ilmu pengetahuan lebih banyak
ditentukan oleh metode-metode yang dipakai , sebab kalau metode-
metode itu dapat dipertanggungjawabkan, dikontrol , dan dapat
dibuktikan kebenarannya, maka Ilmu Pengetahuan itu adalah ilmu
pengetahuan ilmiah. Metode-metode yang banyak dipakai dan lazim di
dalam pengumpulan data, dan penyusunan Ilmu Pengetahuan , antara
lain:
a. Metode Questionaire
Yang berasal dari Quaerers artinya bertanya, dari kata ini
timbul Questio artinya pertanyaan. Dan dapat juga diartikan bahwa
Questionare adalah alat untuk mendapatkan jawaban pertanyaan
tertentu dengan mempergunakan formulir-formulir yang akan diisi
oleh responden.
b. Metode Observasi
Artinya mengamat-amati, jadi observasi adalah mencari dan
mengumpulkan data atau fakta mengenai gejala tertentu secara
langsung dengan mempergunakan alat-alat pengamatan indera, dan
mencatat fakta-fakta itu menurut tehnik tertentu, sepanjang waktu
tertentu.
c. Metode eksperimen
Metode yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan metode observasi, dimana situasi yang akan diselidiki
ditimbulkan untuk dijadikan obyek penyelidikan.
d. Metode test
Sebenarnya metode test juga merupakan eksperiment sebab
pada test, obyek yang diselidiki juga ditimbulkan dengan sengaja.
Hanya saja eksperimen pada mumnya untuk membentuk hukum-
hukum dan menentukan sifat-sifat umum, sedangkan test untuk
penyelidikan sifat-sifat seseorang atau golongan tertentu guna
kebutuhan praktis.
e. Metode induksi atau deduksi ( dalam penyusunan)
Induksi adalah dari masalah yang khusus menuju masalah
yang umum atau bagian kepada keseluruhan. Deduksi adalah dari
masalah yang umum menuju masalah khusus atau dari keseluruhan
kepada bagian-bagian.
Kalau syarat-syarat ilmu pengetahuan sebagaimana yang tersebut
dapat dipenuhi atau ada terdapat dalam ilmu pendidikan maka ilmu
pendidikan dapat disebut ilmu pengetahuan untuk itu sampai dimana kah
pemenuhan persyaratan itu dalam ilmu pendidikan maka dapat ditemukan
sebagai berikut:
a. Syarat pertama, bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai objek.
Dalam ilmu pedidikan yang menjadi objek pembahasan yaitu yang
menyangkut problema pendidikan secara umum, atau hal-hal yang
terlibat langsung maupun tidak langsung maupun tiidak langsung dalam
proses pendidikan.
b. Syarat kedua, ilmu pengetahuan harus disusun secara sistenmatis.
Sistematika dalam ilmu pengetahuan sangat relatif dan subyektif ,
maksudnya tidak ada keharusan sistematikan yang harus dipakai dan hal
itu tergantung kepada kecenderungan ahli-ahli itu sendiri dala
mempergunakannya. Begitu juga dalam ilmu pendidikan, maka
sistematika yang dipakai seperti halnya pada ilmu-ilmu lainnya bersifat
relatif dan subyektif.
c. Syarat ketiga, bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai metodelogi
tertentu. Ilmu pendidikan sebagaimana ilmu-ilmu pengetahuan ilmiah
lainnya mengalami proses, dimana setiap proses untuk mejadi satu
kebulatan susunan, lebih dahulu dipakai metode-metode yang sesuai
dengan kondisi ilmu pendidikan itu sendiri yang bersifat dinamis dan
praktis.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu
pendidikan termasuk ilmu pengetahuan, sebab persyaratan-persyaratan
yang ada sudah terpenuhi antara lain mempunyai objek yang jelas,
disusun menurut sistematika dan penyusunannya memakai metode-
metode yang dapat dipertanggungjawabkan, dapat dikontrol, kemudian
dapat dibuktikan kebenarannya (Anshari, H., 1983).
D. Landasan Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk membimbing manusia untuk
menghindari suatu ketidakpahaman, baik itu secara teori belajar maupun secara
moral. Pendidikan diselenggarakan berdasarkan pandangan hidup dan dalam
suatu keterbelakangan tertentu. Oleh karena itu, terjadi perbedaan tertentu yang
menyesuaikan pandangan hidup setiap individu dan latar sosiokultural.
Landasan pendidikan sangat diperlukan dalam suatu negara, dimana dalam
dunia sistem dari pendidikan digunakan sebagai landasan atau pondasi yang
berkaitan dengan pengimplementasian pendidikan masa depan.
E. Landasan Filosofi
a. Pengertian
Landasan filosofis adalah landasan yang mempelajari mengenai
makna atau hakikat dari pendidikan. Landasan filosofis merupakan
landasan yang bersifat filsafat. Pendidikan memiliki keterkaitan erat
dengan filsafat, yang mana filsafat merumuskan mengenai citra tentang
manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusaha untuk
mewujudkan citra tersebut. Filsafat sangat berperan dalam bidang
pendidikan, seperti pendapat dari Wayan Ardhana (dalam Tirtarahardja,
U&La Sulo,2010) peran filsafat antara lain: keberadaan dan kedudukan
manusia sebagai makhluk di dunia seperti yang dicantumkan dalam zoon
politicon, Homo sapiens. Keterkaitan yang lain seperti kebudayaan dan
masyarakatnya, keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak
menghadapi tantangan dan pentingnya landasan dalam filsafat pendidikan.
b. Mazhab Landasan Filosofi
Dalam filsafat dikenal adanya madzab pendidikan yang sangat
berpengaruh terhadap pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan, 4
madzab itu antara lain :
1. Esensialisme
Esensialisme adalah madzab filsafat pendidikan yang
mengemukakan mengenai prinsip idealisme dan realisme yang eklektis
atau memilih dari beberapa sumber terbaik. Filsafat idealisme
memberikan tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan
untuk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berdasarkan pada tinjauan yang
realistik. Esensialisme bermakna bahwa suatu paham budaya pendidikan
tidak menerima perubahan-perubahan dan berpijak pada nilai yang tahan
lama (Sultoni, S.D., 2018).
2. Perenialisme
Perenialisme adalah madzab filsafat pendidikan yang menekankan
pada keabadian teori kehikmatan berupa pengetahuan yang benar,
keindahan, serta kecintaan kepada kebaikan yang mana isi dari
kurikulumnya berisi dari materi yang konstan atau perennial. Prinsip
pendidikan perenialisme antara lain :
a. Konsep pendidikan bersifat abadi seiring dengan hakikat manusia
yang tidak pernah berubah.
b. Tujuan belajar untuk mengenal kebenaran abadi dan universal.
c. Pendidikan berguna untuk persiapan kehidupan sebenarnya.
d. Inti pendidikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
(Tirtahardja, U. & La Sulo, S.L.,2010).
3. Pragmatisme dan Progressivisme
Pragmatisme mengedepankan pemikiran filosofis yang mengarah
pada penggunaan instrumental, sedangkan pada progresivisme
mengedepankan mengenai masyarakat dapat mencapai kemajuan yang
optimal. Progresivisme mengembangkan teori pendidikan yang berdasar
pada beberapa prinsip, antara lain ;
a. Anak bebas untuk dapat berkembang.
b. Belajar dari pengalaman yang terjadi untuk merangsang minat belajar.
c. Guru menjadi pembimbing dan peneliti dalam setiap kegiatan belajar.
d. Adanya laboratorium untuk melakukan suatu eksperimen dalam
menuju sekolah yang progresif.
4. Rekonstruksionisme
Madzab rekonstruksionisme yaitu suatu kelanjutan dari cara berpikir
progresif dalam pendidikan. Dalam madzab ini peranan guru cukup besar
dalam proses pendidikan dimana guru sebagai pemimpin dalam suatu
metode proyek dan harus menguasai sejumlah pengetahuan maupun ilmu
esensial demi kepahaman peserta didiknya.
c. Pancasila sebagai Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas)
Indonesia adalah negara hukum, yang mana setiap aturan dan
ketentuan dalam menjalankan ketatanegaraan diatur dalam suatu landasan
dan konstitusi. Begitu juga dengan pendidikan terdapat beberapa peraturan
maupun pasal mengenai pendidikan. Seperti disebutkan dalam Pasal 2
UU-RI No. 2 Tahun 1989 yang menegaskan bahwa pembangunan nasional
termasuk di bidang pendidikan berupa pengamalan Pancasila. dalam
Ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila merupakan jiwa
seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau
Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengalaman
Pancasila dalam kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan.
F. Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua
individu bahkan dua generasi, yang memungkinkan dari generasi kegenerasi
berikutnya mengembangkan diri searah dengan perkembangan dan kemajuan
masyarakat pada zamannya (Tirtaraharja, U., 2008). Oleh karena itu dalam
mengahdapi kondisi seperti itu, lembaga pendidikan harus diberdayakan
bersama dengan lembaga sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan
dengan lembaga ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan,
pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana
rekonstruksi sosial. Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan
masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi.
Hasrat masyarakat untuk belajar semakin meningkat. Sistem pendidikan
nasional hendaknya melibatkan berbagai elemen masyarakat, meskipun
pemerintah telah menyiapkan dana khusus untuk pembangunan dibidang
pendidikan, namun jika pendidikan akan ditingkatkan mutu atau kualitasnya,
maka otomatis peran serta masyarakat sangat dibutuhkan bahkan menentukan.
Demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran
murni pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan kepentingan
sosial, politik dan upaya pemecahan problem bangsa, maka pendidikan tidak
akan mampu dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial.
Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka
diperlukan pengembangan sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas
kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial.
Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial
ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan
tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi
yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir
melalui pendidikan (Junaidi, H., 2012) .
G. Landasan Kultural
a. Pengertian
Menurut Koentjaraningrat (1975) dalam Tirtahardja dan Sulo (2010),
Budaya dalam artian luas adalah:
1. Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya
2. Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Hasil karya manusia
Kebudayaan dapat dibentuk, dilesatarikan dan dikembangkan
melalui proses pendidikan. Baik budaya yang berwujud ideal, kelakuan, dan
teknologi. Sebagai contoh adalah bahasa, norma dalam masyarakat, dan
tingkah laku yang harus diajarkan kepada anak. Sehingga, dapat dikatakan
sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola tingkah laku
yang sesuai.
Budaya yang baik memang seharusnya diwariskan kepada generasi
baru. Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2010: 101), ada 3 cara umum yang
dapat digunakan untuk mewariskan budaya, yaitu:
1. Infromal
2. Nonformal
3. Formal
Cara informal terjadi dalam kehidupan keluarga, nonformal terjadi
dalam masyarakat secara berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari. Cara formal melibatkan suatu lembaga khusus yang sengaja
dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal dirancang untuk
membantu mengembangkan pola tingkah laku anak sebagai usaha untuk
membentuk nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai dalam masyarkat.
Usaha ini disebut alat transmisi dan transformasi kebudayaan. Alat
transmisi dan transformasi kebudayaan ini mencakup lembaga pendidikan,
terutama sekolah dan keluarga (Tirtarahardja dan Sulo, 2010). Sehingga,
dapat dikatakan pendidikan turut berfungsi untuk mentransformasi
kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman.
Sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda dari
pendidikan, yaitu sebagai proses sosialisasi dan agen pembaruan. Namun,
kadang kedua fungsgi tersebut sering dipertentangkan. Yang pertama
mengutamakan pelestraian dengan jalan sosialisasi (teaching a conserving
activity), bahkan bisa juga domestikasi, sedangkan yang kedua
mengutamakan pengembangan atau agen pembaruan (teaching as a
subversive activity) (Tirtarahardja dan Sulo, 2010:102). Pendidikan di
Indonesia mengutamakan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam
pelestarian nilai-nilai luhur, sosial, dan pengembangan. Hal tersebut
semakin penting dilihat dari faktor-faktor yang semakin hari memberi
pengaruh kebudayaan.
b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas)
Menurut UU-RI No. 2/1989 pasal 1 ayat 2, Sisdiknas adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (Tirtarahardja
dan Sulo, 2010:102). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk, sehingga kebudayaan bangsa Indonesia disebut sebagai
kebudayaan nusantara yang beragam atau kebudayaan nasional.
Kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang
dinamis seiring dengan kukuhnya persatuan dan kesatuan Indonesia.
Salah satu upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah adalah
dengan memberlakukan muatan lokal dalam kurikulum sekolah, terutama
sekolah dasar. Keanekaragam sosial budaya terwujud dalam keragaman
adat istiadat, tata cara, dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa, dan
sastra daerah dalam suatu daerah tertentu. Dengan diberlakukannya muatan
lokal yang sesuai dengan daerah masing-masing turut menyumbang usaha
pelestarian dan pengembangan kekayaan dari setiap daerah sebagai upaya
pendidikan dalam mempertahankan kebhinnekaan Indonesia. Muatan lokal
dalam kurikulum tidak hanya sekedar meneruskan minat akan keamahiran
pada daerah tertentu namun juga untuk memperbaiki atau meningkatkan
budaya yang ada. Jadi, kurikulum turut memutakhirkan kemahiran lokal ,
sehingga sesuai dengan kemajuan zaman dan membuka peluang tersedianya
lapangan kerja dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di
lingkungan sekitar (Tirtarahardja dan Sulo, 2010:103).
H. Landasan Psikologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua
individu bahkaN dua generasi, yang memungkinkan dari generasi kegenerasi
berikutnya mengembangkan diri searah dengan perkembangan dan kemajuan
masyarakat pada zamannya (Tirtaraharja, U., 2008). Oleh karena itu dalam
mengahdapi kondisi seperti itu, lembaga pendidikan harus diberdayakan
bersama dengan lembaga sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan
dengan lembaga ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan,
pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana
rekonstruksi sosial. Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan
masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi. Hasrat
masyarakat untuk belajar semakin meningkat. Sistem pendidikan nasional
hendaknya melibatkan berbagai elemen masyarakat, meskipun pemerintah
telah menyiapkan dana khusus untuk pembangunan dibidang pendidikan,
namun jika pendidikan akan ditingkatkan mutu atau kualitasnya, maka
otomatis peran serta masyarakat sangat dibutuhkan bahkan menentukan.
Demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran
murni pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan kepentingan
sosial, politik dan upaya pemecahan problem bangsa, maka pendidikan tidak
akan mampu dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial.
Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka
diperlukan pengembangan sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas
kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial.
Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial
ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan
tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi
yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir
melalui pendidikan (Junaidi, H., 2012) .
I. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Keterkaitan antara IPTEK dan pendidikan sangat erat, seperti yang terjadi
pada era sekarang bahwa IPTEK menjadi bagian dari pembelajaran. Dengan
berkembangnya iptek dan kebutuhan masyarakat yang kompleks maka
pendidikan harus dapat mengakomodasi perkembangan IPTEK.
a. Pengertian
Pengetahuan adalah suatu hal yang akan diperoleh melalui
pengindraan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu.
Sedangkan, ilmu pengetahuan yaitu suatu pengetahuan yang memenuhi
kriteria dari segi ontologis, epistemologis, dan aksiologis secara
konsekuen dan disiplin. Dalam landasan ontologis berhubungan dengan
objek yang ditelaah, landasan epistemology berkaitan dengan proses
dalam mendapatkan suatu pengetahuan ilmiah, landasan aksiologis
berkaitan dengan manfaat atau kegunaan dari pengetahuan ilmiah itu
sendiri. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring perkembangan
zaman. Perkembangan ataupun tindak lanjut dari suatu hasil kegiatan
disebut teknologi.
b. Perkembangan Iptek Sebagai Landasan Ilmiah
IPTEK merupakan suatu hasil dari usaha manusia demi
kelangsungan hidup yang lebih baik yang telah dimulai pada permulaan
awal kehidupan manusia. Bukti sejarah mengani pengembangan
pendidikan dimulai dari bangsa Mesir Purba yang terjadi fenomena banjir
tahunan Sungai Nil yang meyebabkan berkembangnya sistem alamanak,
geometri, dan kegiatan survei lainnya. Dilanjutkan dengan pengembangan
ilmu oleh bangsa Babylonia, Hindu, Yunani Kuno, Arab, dan bangsa-
bangsa Eropa lainnya. Lembaga pendidikan di Indonesia khusunya harus
mampu menakomodasi dan mengantisipasi perkembangan IPTEK dalam
berbagai aspek. Dalam pendidikan perlu dibentuknya suatu keterampilan
yang mulai diberikan sejak tingkat dasar. Dengan demikian, pembentukan
keterampilan akan menjadi cikal bakal masyarakat yang sadar IPTEK.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk
mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta
lingkungannya. Fungsi pendidikan antara lain mengembangkan wawasan
subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga dengannya
akan timbul kemampuan membaca (analisis), akan mengembangkan
kreativitas an produktivitas. Melestarikan nilai-nilai insani baik secara
individual maupun sosial, membuka pintu ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan
hidup bagi individu dan sosial. Dalam dunia ilmu pendidikan sifat-sifat yang
perlu ada dalam penyampaian yaitu teoritis, praktis, dan normative. Ilmu
Pendidikan saling berhubungan dengan ilmu lain dan juga memerlukan
bantuan ilmu pengetahuan yang lain untuk mendukung tercapainya tujuan
ilmu pendidikan. Ada 5 landasan pendidikan, antara lain filososfi,
sosiologis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi.
DAFTAR RUJUKAN
Anshari, Hafi. 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Junaidi, H. 2012. Sumber, Azaz dan Landasan Pendidikan (Kajian Fungsionalisasi
Secara Makro dan Mikro Terhadap Rumusan Kebijakan Pendidikan
Nasional). Sulesana, 7(2), 84-102. Dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/sls/article/viewFile/1380/1342.
Nurkholis. 2013. Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal
Pendidikan, 1(1), 24-44. Dari
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/article/do
wnload/530/473/.
Sultoni, S.D., 2018. Ontologi Pendidikan Islam. Sleman: CV Budi Utama
Tirtarahardja, U & S,L.La Solo. 2010. Pengantar Pendidikan, Cet. 2. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan Sulo, La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Parwati, N. W. Y. 2015. Landasan Psikologi Pendidikan. Tesis tidak diterbitkan.
Denpasar : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Noviati. 2015. Peranan Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar.
JUPENDAS, ISSN 2355-3650, 2(2), 55-59. Dari
https://media.neliti.com/media/publications/71106-ID-peranan-psikologi-
pendidikan-dalam-prose.pdf
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
Nora, yulfia. 2015. Peranan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Pendidikan Karakter
di Sekolah Dasar. Artikel tidak diterbitkan. Padang : Univeristas Bung Hatta
Nurfarhanah. 2018. Hakikat dan Konsep- Konsep Dasar Psikologi Pendidikan,
Belajar dan Pembelajaran, serta Faktor Faktor yang Mempengaruhinya.
Researchgate. DOI: 10.13140/RG.2.2.30139.67368