Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masuknya benda asing pada jalur aerodigestive dapat berakibat fatal pada

seseorang, Hal ini dapat mengakibatkan sumbatan pada saluran aerodigestive.

Kasus ini biasa diklasifikasikan menjadi tersedak yang berarti masuk ke saluran

pernafasan dan tertelan yang berarti masuk ke saluran pencernaan.1-4

Berdasarkan definisinya tersedak merupakan suatu kondsi masuknya

benda asing ke saluran pernafasan sehingga menyumbat jalan nafas dan

mengakibatkan asfiksia, selanjutnya dapat menyebabkan kematian.2 Sumber lain

menyebutkan bahwa apabila benda asing masuk ke saluran pernapasan dapat

menyebabkan masalah pernapasan, inflamasi, dan infeksi.3 Benda dapat juga

masuk ke saluran digestive seperti esofagus, gaster, dan intestine sehingga dapat

menimbulkan masalah menelan, infeksi, dan pendarahan.5

Data tentang kejadian ini belum banyak didapatkan di Indonesia. Untuk

angka kejadian di negara lain seperti Jerman, berdasarkan penelitian retrospektif

pada tahun 1997-2002 yang dilakukan pada 78 pasien anak-anak dan mengambil

tempat di Rumah Sakit Universitas Berlin. Dari seluruh kasus didapatkan 89,5%

pasien yang berumur dibawah 3 tahun terdapat benda asing di laring,trachea atau

bronkus. Pada saat tersedak 41,1% pasien sedang makan dan 50% pasien sedang

bermain. Meskipun demikian, diatas 50% pasien yang menderita tersedak benda

asing ternyata dalam pengawasan orang dewasa. Hasil dari penelitian itu pun
2

menyebutkan bahwa benda yang tersedak paling sering ditemukan di bronkus dan

trakea.6

Penelitian retrospektif di Republik Rakyat Cina yang melibatkan 400

pasien anak-anak dengan kasus tersedak benda asing menggambarkan bahwa

setiap tahunya terdapat peningkatan dengan kondisi yang berbeda-beda.

Kebanyakan dari penderita adalah anak-anak yang tinggal di pedesaan dengan

prosentase sekitar 58% dan perkotaan dengan prosentase 42%. Sekitar 90% pasien

adalah anak-anak dibawah 3 tahun, dengan kejadian terbanyak pada usia 1-2

tahun yaitu sekitar 57,8%. Kebanyakan benda asing tersebut ditemukan di

bronkus (46%).1

Kondisi pasien dengan masuknya benda asing ke saluran pernafasan juga

pernah diteliti di Australia. Penelitian tersebut dilakukan pada Juli 1987 hingga

juni 1995 di Rumah Sakit Umum Victoria dengan pasien anak-anak dibawah 15

tahun. Hasilnya adalah 15,1 dari 100.000 menderita sesak nafas. Makanan yang

paling sering masuk ke saluran pernafasan adalah kacang, wortel, apel, permen,

dan koin.7

Selain pada anak-anak, tersedak benda asing juga dapat terjadi pada

dewasa. Tingkat kejadian pada orang dewasa atau orang tua ini dijelaskan pada

penelitian yang dilakukan di Taiwan. Pada penelitian itu dijelaskan bahwa

terdapat 47 pasien dengan kondisi tersedak benda asing pada bronkus tanpa

adanya sesak nafas. Pada pasien kondisi akut, terdapat gejala batuk yang

merupakan fisiologis untuk mengeluarkan benda yang ada di dalam bronkus.

Untuk pasien kronis, apabila masih ada gejala batuk maka harus diwaspadai
3

apakah terdapat lesi atau tidak. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan bronchoscopy

untuk mengetahui besaran benda dan letak benda.8

Pada beberapa pasien yang tersedak benda asing akan menimbulkan

refleks batuk. Refleks batuk ini dihasilkan karena benda tersebut menyentuh

jaringan di laring,trakea, dan bronkus. Ketiga tempat itu sangan sensitif terhadap

benda asing yang masuk, terutama di bagian karina. Apabila terdapat benda asing

maka akan merangsang rangsang saraf afferent dan ke saraf vagus untuk

dilanjutkan ke medulla sehingga timbul refleks batuk.9

Definisi tertelan benda asing adalah masuknya benda ke saluran digestive

seperti esofagus, gaster, dan intestine sehingga dapat menimbulkan masalah

menelan, infeksi, dan pendarahan.5 Ketika benda asing tersebut masuk saluran

digestive, hal ini dapat merangsang refleks muntah. Refleks muntah ini

ditimbulkan karena ada iritasi dan distensi yang disebabkan oleh obstruksi.9

Kasus tertelan benda asing di Indonesia belum banyak dilaporkan.

Terdapat beberapa penelitian di negara lain yang dapat dijadikan acuan untuk

mengetahui gambaran apa yang terjadi pada pasien tertelan benda asing. Pada

penelitian di Cina tercatat bahwa dari 1265 anak-anak yang datang ke Rumah

Sakit Pusat Kesehatan Hongkong ditemukan 552 pasien dengan tertelan benda

asing. Umur dari pasien tersebut berkisar antara 6 bulan hingga 16 tahun. Anak-

anak usia 3,8 tahun cenderung lebih sering menelan benda asing. Benda yang

sering di telan adalah koin (49%), benda tajam bukan logam (31%). Untuk benda

bukan logam ini terdiri dari kaca (86%) dan tulang (26%). Kesimpulan dari

penelitian yang dilakukan di hongkong ini adalah, bahwa tindakan pencegahan


4

harus dilakukan pada masa prasekolah karena pada masa itu sangat rawan terjadi

tertelan benda asing.10

Untuk kasus tertelanya benda asing di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa

terjadi kematian pada 1500 pasien tiap tahunya. 1500 pasien ini dibandingkan

dengan 120 per juta populasi di Amerika Serikat yang menderita tertelan benda

asing. Morbiditas pada pasien dikarenakan benda asing yang memasuki esofagus

menyebabkan infeksi atau reaksi alergi. Contoh benda asing yang memasuki

esofagus adalah kancing, koin, dan pecahan balon. Beradasarkan data penilitian,

tertelanya benda asing biasanya terjadi pada pasien dibawah umur 40 tahun dan

paling banyak terjadi pada anak-anak. Tertelan benda asing juga banyak pada

pasien yang mengalami gangguan jiwa atau masalah kognitif. Pada pasien diatas

60 tahun, juga terdapat kasus tertelan makanan dan terjadi obstruksi. Kasus

tertelan benda asing adalah kasus gawat dan mendesak namun tidak mengancam

jiwa.11

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa tersedak dan tertelan benda

asing merupakan dua kondisi yang dapat berlanjut ke keadaan yang serius,

terutama untuk tersedak benda asing karena dapat mengakibatkan henti nafas dan

berakhir kepada kematian. Namun, seperti yang dijelaskan bahwa data tentang

kasus ini belum banyak terdapat di Indonesia terutama di Bandung. Oleh karena

itu dilakukan penelitian untuk meneliti tentang gambaran masuknya benda asing

pada saluran aerodigestive pasien yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-

KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011.


5

1.2 Rumusan Masalah

Saat ini belum didapatkan data tentang kasus masuknya benda asing ke

saluran aerodigestive di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan

Sadikin Bandung pada periode 2007-2010. Dengan memperhatikan latar belakang

di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr.

Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011 ?

2. Bagaimana gambaran rata-rata umur, keluhan utama, jenis benda, lokasi

benda, dan manajemen kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien anak di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr.

Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011 ?

3. Bagaimana gambaran rata-rata umur, keluhan utama, jenis benda, lokasi

benda, dan manajemen kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien dewasa di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS

Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011 ?


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus masuknya

benda asing ke saluran aerodigestive pasien di Departemen Ilmu Kesehatan THT-

KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr.

Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011.

2. Gambaran rata-rata umur, keluhan utama, jenis benda, lokasi benda, dan

manajemen kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien

anak di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin

Bandung pada periode 2007-2011.

3. Gambaran rata-rata umur, keluhan utama, jenis benda, lokasi benda, dan

manajemen kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien

dewasa di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin

Bandung pada periode 2007-2011.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil data penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, menjadi

acuan data, dan informasi dasar mengenai gambaran kasus masuknya benda asing

pada saluran aerodigestive. Kegunaan penelitian ini juga dapat ditinjau dalam hal

akademis dan praktis.


7

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam hal ilmiah sehingga

membantu dalam mempelajari kasus masuknya benda asing pada saluran

aerodigestive. Selain itu, dapat memberikan informasi dan acuan dasar dalam hal

kasus masuknya benda asing pada saluran aerodigestive. Informasi tersebut dapat

berupa angka kejadian, keluhan utama, umur, jenis benda, lokasi benda, dan

manajemen kasus masuknya benda asing pada saluran aerodigestive.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam proses praktis dan menjadi

informasi dasar mengenai gambaran kasus masuknya benda asing pada saluran

aerodigestive. Selain itu dapat digunakan sebagai data acuan tingkat kejadian dan

manajemen kasus masuknya benda asing pada saluran aerodigestive.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut

Daerah mulut merupakan daerah yang terdiri dari rongga mulut, gigi,

gingiva, lidah, palatum, dan daerah palatine tonsil.12 Untuk anatomi rongga mulut

atau disebut juga dengan rongga bukal meliputi dagu, hard palate, soft palate, dan

lidah.13 Rongga mulut merupakan tempat masuk dan menampung makanan dan

minuman. Pada rongga mulut akan terjadi proses mengunyah, dan menelan

makanan. Ketika mulut menutup, terutama pada saat istirahat, rongga mulut

terpenuhi oleh lidah.12

Gambar 2.1 Rongga Mulut Lateral


Sumber : Moore 201012
9

Palatum merupakan dinding yang membagi rongga mulut dan rongga

hidung, membentuk atap pada rongga mulut. Struktur ini sangat penting karena

mempengaruhi pernapasan dan mengunyah. Hard palate berada pada bagian

anterior dari atap rongga mulut, dibentuk oleh maxila, tulang palatum, dan

dilapisi oleh membran mukus. Hard palate berfungsi untuk memisahkan rongga

mulut dan rongga hidung. Soft palate dibentuk oleh atap bagian posterior dari

mulut, bentuknya arch-shaped muscular partition antara orofaring dan nasofaring

dengan dikelilingi mucous membrane.12, 13

Terdapat uvula yang menggantung di bagian soft palate. Uvula ini

merupakan conical muscular process. Ketika menelan, soft palate dan uvula

tertarik keatas dan menutup nasofaring, sehingga menjaga makanan yang ditelan

memasuki rongga hidung. Bagian lateral uvula terdapat 2 lipatan otot yaitu

palatoglossal arch dan palatopharyngeal arch. Palatine tonsil terletak diantara ke

dua arch tersebut, dan lingual tonsil terletak di dasar lidah. Pada batas posterior

soft palate, mulut terbuka ke orofaring melewati fauces. Soft palate terdiri dari 5

otot yang terdapat dari dasar cranium dan ke palatum. Otot soft palate adalah

tensor veli palatine yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan soft palate

ketika menelan dan menguap, levator vli palatine yang berfungsi untuk elevasi

soft palate ketika menelan, Palatoglossu yang berfungsi untuk elevasi bagian

posterior lidah sehingga menarik soft palate mendekati lidah, palatopharyngeus

yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan soft palate dan menarik dinding

faring bagian superior, dan musculus uvulae yang berfungsi untuk memperpendek
10

uvula dan menariknya ke bagian superior. Suplai darah utama pada palatum

berasal dari greate palatine artery. Terdapat lesser palatine artery yang

merupakan percabangan descending palatine artery. Palatum dipersarafi oleh

greater palatine nerve, nasopalatine nerve yang mensuplai anterior hard palate,

dan lesser palatine nerve yang mensuplai soft palate.12, 13

Gambar 2.2 Rongga Mulut Anterior


Sumber : Tortora GJ 200913

2.2 Anatomi Hidung

Hidung dapat dibagi menjadi bagian internal dan external. Hidung bagian

external merupakan bagian hidung yang dapat dilihat oleh mata dan terdiri dari

tulang keras dan tulang rawan dengan dilapisi oleh kulit, otot, dan mukosa.

Tulang rawan hidung terdiri dari dua alar cartilage, satu septal nasal cartilage,

dan dua lateral nasal cartilage. Tulang keras hidung terdiri dari frontal bone,
11

nasal bone, dan maxillae. Hidung bagian external memiliki dua nostril yang

merupakan bukaan untuk masuknya udara.12, 13

Hidung bagian internal terdiri dari rongga yang besar, terdapat nasal

vestibule dan choana. Nasal vestiuble terletak di bagian anterior sedangkan

choana terletak di bagian posterior yang berhubungan dengan nasofaring. Ketika

udara memasuki hidung, udara akan melewati vestibule yang dilapisi oleh kulit

dengan rambut yang berfungsi untuk menyaring partikel debu. Pada hidung

bagian dalam terdapat superior, middle, dan inferior nasal conchae dengan

rongganya disebut meatus dan terdiri dari superior, middle, dan inferior meatus

yang berfungsi untuk turbinasi, melembabkan, dan menghangatkan udara yang

masuk.12, 13

Hidung disuplai oleh anterior ethmoidal artery, posterior ethmoidal

artery, sphenopalatine artery, greater palatine artery, dan septal branch of the

superior labial artery. Dipersarafi oleh ophthalmic nerve dan infra orbital

nerve.12

2.3 Anatomi Faring

Faring merupakan perluasan pada bagian superior dari rongga hidung dan

mulut. Faring memanjang dari dasar cranial ke batas inferior dari cricoid

cartilage pada bagian anterior dan batas inferior dari C6 pada bagian posterior.

Diameter faring sekitar 5 cm dan mengecil ketika melewati hyoid hingga menjadi

1,5 cm, dan dilanjutkan oleh esofagus. Dinding yang datar pada bagian posterior

faring terletak pada prevertebral layer dari deep cervical fascia.12


12

Faring terdiri dari nasofaring yang terletak di bagian posterior hidung dan

superior dari soft palate, orofaring yang terletak di posterior mulut, dan

laringiofaring terletak di bagian posterior dari laring. Nasofaring memiliki fungsi

pernapasan dan merupakan perpanjangan dari rongga hidung. Hidung akan

terbuka ke nasofaring melewati 2 choanae. Atap dan dinding posterior dari

nasofaring membentuk permukaan yang terletak pada inferior terhadap tulang

spenoid dan bagian basilar dari tulang oksipital. Pada bagian posterior nasofaring

terdapat faringeal tonsil yang disebut juga sebagai adenoid.12

Orofaring terletak di posterior mulut dan memiliki fungsi digestive.

Dibatasi oleh soft palate pada bagian superior, dibatasi oleh dasar lidah pada

bagian inferior, dan palatoglossal dan palatopharyngeal arch pada bagian lateral.

Memanjang dari soft palate ke batas superior dari epiglotis. Terdapat palatin

tonsil yang merupakan kumpulan dari jaringan lymphoid dan terletak di sisi

lateral dari orofaring, dalam interval palatine arch.12

Laringio-faring terletak pada posterior dari laring, memanjang dari batas

superior epiglotis dan lipatan faringo epiglotis ke batas inferior dari cricoid

cartilage, dimana akan terjadi penyempitan dan dilanjutkan menjadi esofagus.

Pada bagian posterior dari laringio-faring adalah C4-C6 vertebra, dan pada bagian

anterior terdapat laring. Bagian dinding posterior dan lateral dibentuk oleh

middle dan inferior faringeal constrictor muscle. Secara internal, dindingnya

dibentuk oleh palatopharyngeal dan stylopharyngeus muscle. Laringiofaring

berhubungan dengan laring pada dinding anterior, dan terdapat laringeal inlet.12
13

Faring disuplai oleh percabangan dari facial artery, yaitu tonsillar artery.

Melewati superior pharyngeal constrictor muscle dan memasuki inferior pole of

the palatine tonsil. Darah yang melewati faring akan menuju ke external palatine

vein. Faring dipersarafi oleh pharyngeal plexus of nerves.12

Gambar 2.3 Faring


Sumber : Moore 201012

2.4 Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan tabung fibromuscular yang memanjang dari faring ke

stomach. Esofagus memasuki superior mediastinum antara trakea dan vertebral

column, dimana esofagus terletak di anterior pada T1-T4 vertebrae. Esofagus

bentuknya datar anteroposterior. Tertekan pada bagian anterior oleh percabangan


14

paru-paru. Pada bagian superior mediastinum, thoracic duct terletak pada bagian

kiri dari esofagus. Terdapat tiga penyempitan pada lumen esofagus :

1. Setinggi kartilago krikoid dan vertebra C6 dengan diameter lebih

kurang sekitar 14 mm, dan jarak dari insisivus lebih kurang 15 cm.

2. Pada setinggi persilangan esofagus dan arkus aorta dan bronkus

kiri dengan diameter lebih kurang 15-17 mm, jarak dari insisivus

lebih kurang 25 cm.

3. Setinggi hiatus diafragmatika dengan diameter lebih kurang 16-19

mm, dan jarak dari insisivus lebih kurang 40 cm.

Diameter dan panjang esofagus pada bayi dan dewasa berbeda. Panjang pada bayi

8-10 cm dengan diameter 0,5 cm. Panjang pada dewasa sekitar 25 cm dengan

diameter 2 cm saat kosong dan 3-4 cm saat terisi makanan. 12-15

Arteri pada esofagus merupakan percabangan dari inferior thyroid artery.

Setiap artery memberikan ascending dan descending branch yang akan

beranastomosis dengan satu sama lain dan menyilang di bagian tengah. Vena pada

esofagus adalah inferior thyroid vein. Esofagus dipersarafi oleh somatic motor

dan sensory terhadap upper half dan parasimpatetis atau vagal.12

2.5 Anatomi Laring

Laring adalah organ yang terletak di anterior leher dan salah satu

fungsinya adalah untuk memproduksi suara. Terdiri dari sembilan tulang yang

dihubungkan oleh membrane dan ligament, serta terdapat vocal fold. Tulang-
15

tulang tersebut adalah tiga tulang tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan epiglotic

cartilage, serta 3 berpasangan yaitu arytenoid, corniculate, dan cuneiform. Di

bagian interior laring terdapat rongga yang memanjang dari laringeal inlet ke

batas cricoid, kemudian dilanjutkan oleh trakea. Rongga laring terdiri dari

laringeal vestibule yang berada diantara laringeal inlet dan vestibular fold, bagian

tengah dari rongga laring yang terletak di antara vestibular dan vocal fold,

laringeal ventrikel yang memanjang secara lateral di bagian tengah rongga laring,

dan rongga infraglotic yang terletak di bagian batas inferior dari tulang cricoid.12

Arteri pada laring merupakan percabangan dari superior dan inferior

thyroid artery. Vena pada laring adalah superior dan inferior laryngeal vein.

Laring dipersarafi oleh percabangan dari vagus neve.12

Gambar 2.4 Laring


Sumber : Moore 201012
16

Vocal fold berfungsi untuk mengatur pembentukan suara. Bagian apex


dari tiap wedge-stage berlipat dan terporyeksi pada bagian medialnya ke arah
rongga laring. Setiap vocal fold terdiri dari :

 Vocal ligament, terdiri dari jaringan elastis yang tebal dan merupakan bagian
bebas dari conus elasticus

 Vocalis muscle, terbentuk dari fine muscle fiber.


Vocal fold merupakan organ pembentuk suara. Lipatanya membentuk suara ketika
vocal fold menutup tidak sempurna dan menghasilkan getaran. Vocal folds juga
terdapat sphincter yang berfungsi untuk mengatur keluar masuknya udara pada
saat bernafas.12, 13
Vestibular fold atau yang disebut juga false vocal fold, memanjang
diantara tiroid dan arytenoid cartilage, memberikan pengaruh kecil terhadap
pembentukan suara. Vestibular fold memiliki fungsi pertahanan terhadap sesuatu
yang memasuki laring dan menjaga vocal fold tetap dalam posisinya. Terdiri dari
dua lipatan besar dari mucous membran yang menutupi vestibular ligament.
Ruang antara vestibular ligament disebut rima vestibuli. Lateral recesses antra
vocal dan vestibular fold adalah laringeal ventricle.12

Gambar 2.5 Vocal fold


Sumber : Moore12
17

2.6 Anatomi Trakea dan Bronkus

Trachea terletak di anterior esofagus dan memasuki superior

mediastinum. Letaknya sedikit ke kiri pada saat dilihat dari median plane.

Permukaan posterior trakea bentuknya datar dan berbatasan dengan esofagus.

Trakea berakhir pada daerah sternal angle, ditandai dengan terbaginya trakea

menjadi bronkus kanan dan kiri.12

Bronkus utama dibagi menjadi bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus

kanan lebih lebar, pendek, dan bentuknya lebih vertikal dibanding bronkus kiri.

Bronkus kanan terletak di inferior arch of aorta dan anterior terhadap esofagus

dan thoracic aorta. Bronkus utama ini akan terbagi menjadi lobar bronchi¸ 2 pada

paru kiri dan 3 pada paru kanan. Lobar bronchi akan terbagi lagi menjadi

beberapa segmental bronchi yang nantinya akan mensuplai bronchopulmonary

segments.12

Ukuran trakea dan bronkus pada orang dewasa pria, dewasa wanita, anak, dan

bayi berlainan. Ukuran ini mendasari tindakan dan gejala pada suatu penyakit. Semakin

kecil ukuranya maka akan menyebabkan gejala yang lebih parah dan penanganan yang

lebih sulit.16

Tabel 2.1 Ukuran trakeobronkial

Dewasa Dewasa Anak-anak Bayi


pria wanita
Diameter trakea (mm) 14 × 20 12 × 16 5 × 10 6×7
Panjang trakea (cm) 12 10 6 4
Panjang bronkus kanan 2,5 2,5 2 1,5
(cm)
Panjang bronkus kiri (cm) 5 5 3 2,5
Sumber : Ballenger16
18

Arteri pada bronkus terdiri dari right superior posterior intercostal artery

dan bronchial artery. Vena pada bronkus adalah intercostal vein dan ada yang

beranastomosis sehingga masuk ke jantung mengikuti aliran paru-paru. Dipersrafi

oleh presynaptic fibers of vagus nerve.12

Gambar 2.5 Trakea dan Bronkus


Sumber : Moore12

2.7 Fisiologi Mengunyah dan Menelan

Mengunyah merupakan suatu mekanisme memasukan makanan atau

benda ke esofagus dengan kondisi yang rumit. Proses menelan ini berhubungan

dengan fungsi respirasi yang seharusnya dihentikan terlebih dahulu agar makanan

tidak masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada saat menelan, faring dirubah

dalam waktu beberapa detik untuk menjadi jalur lewatnya makanan.12

 Volutary Stage of Swallowing : ketika makanan sudah siap untuk ditelan, akan

terjadi proses menelan secara sadar, makanan akan di tekan ke arah posterior
19

hingga ke faring. Tekanan ini dibentuk oleh tekanan keatas dari lidah dan

belakang melawan palatum. Sejak dari sini, proses menelan menjadi otomatis

dan tidak dapat dihentikan.

 Pharyngeal Stage of Swallowing : ketika bolus makanan memasuki mulut

bagian posterior danf faring, hal itu akan menstimulasi epithelial swallowing

receptor areas di daerah pembukaan faring, terutama pada bagian tonsillar

pillars, dan impuls dari daerah ini akan diteruskan ke batang otak untuk

menginisasi rentetan kejadian kontraksi otot faring.

o Soft palate tertarik ke atas untuk menutup posterior nares, menjaga

masuknya makanan ke cavum nasal.

o Palatopharyngeal folds pada setiap sudut dari faring tertarik medial,

sehingga terbentuk celah untuk masuknya makanan ke bagian

posterior faring. Celah ini memberikan fungsi selektif terhadap

makanan yang sudah dikunyah dengan baik. Proses ini hanya

memakan waktu 1 detik.

o Vocal cords laring akan tertutup, dikarenakan laring tertarik ke atas.

Aksi ini didukung oleh ligamen yang menjaga bergeraknya epiglotis,

sehingga epiglotis terletak di bawah pembukaan laring. Kondisi ini

menjaga agar makanan tidak masuk ke hidung dan trakea.

o Bergeraknya laring ke atas juga memberikan kesempatan untuk

terbukanya esofagus. Upper esophageal sphincter akan relaksasi

sehingga makanan dapat berpindah dengan mudah dan bebas dari

posterior faring ke esofagus.


20

o Sekali laring tertarik ke atas, pharyngesophageal sphincter akan

relaksasi, seluruh otot faring kontraksi, kontraksi ini dimulai dari

bagian superior faring, kemudian merambat kebawah sehingga

mendorong makanan ke esofagus.

 Inisiasi saraf pada pharyngeal stage of swallowing : daerah yang paling

sensitif adalah daerah pembukaan faring terutama pada tonsillar pillars.

Impuls saraf ditransmisikan dari daerah ini ke bagian sensori dari trigeminal

dan glosofaringeal hingga menuju ke medulla oblongata.12

2.8 Fisiologi Bernafas

Bernafas disebut juga inhalasi atau inspirasi. Sebelum terjadi inhalasi,

tekanan udara pada paru-paru sama dengan tekanan udara pada lingkungan luar,

dengan tekanan 760 mmHg. Agar udara dapat pindah ke paru-paru, tekanan di

dalam alveoli harus lebih rendah dari tekanan pada atmosfir. Kondisi ini dicapai

dengan meningkatkan ukuran atau volume paru-paru.13

Perbedaan tekanan pada volume paru-paru akan memaksa memasuki paru-

paru ketika inhalasi dan keluar ketika exhalasi. Untuk terjadi inhalasi, paru-paru

harus ekspansi, untuk meningkatkan volume parunya dan menurunkan tekanan

pada paru sehingga lebih rendah daripada atmosfir.13

Otot-otot yang berpengaruh dalam inhalasi adalah otot diafragma, yang

merupakan otot skeletal dan terletak di dasar rongga thorax. Diafragma diinervasi

oleh serat-serat saraf phrenic, yang menyatu dari spinal cord pada cervical 3,4,

dan 5. Pada saat diafragma berkontaksi, bentuknya akan menjadi datar. Akan
21

mengakibatkan perubahan bentuk pada paru-paru sehingga terjadi perubahan

tekanan menjadi lebih rendah 1-3 mmHg.13

Terdapat beberapa otot yang menunjang terjadinya proses bernafas ini

yaitu external intercostal. Ketika otot kontraksi, akan menyebabkan elevasi tulang

rusuk. Sebagai hasilnya, terjadi peningkatan anteroposterior dan diameter lateral

dari rongga dada. Kontraksi dari external intercostal berpengaruh pada 25% udara

yang memasuki paru-paru selama proses bernafas.13

Menghembuskan nafas disebut ekshalasi atau ekspirasi. Ekspirasi juga

dipengaruhi oleh perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan pada ekspirasi berbeda

dengan inhalasi, pada ekspirasi tekanan di dalam paru-paru lebih besar ketimbang

atmosfir. Ekspirasi merupakan hal yang pasif karena tidak ada otot yang

berkontraksi. Ekspirasi dihasilkan karena elastic recoil dari dinding dada dan

paru-paru.13

Ekpirasi dimulai ketika otot-otot insparasi relaksasi. Ketika diafragma

relaksasi, akan bergerak ke arah superior dan bentuknya menjadi tidak datar.

Ketika otot intercostal relaksasi, tulang rusuk tidak merenggang. Pergerakan ini

mengakibatkan menurunya volume paru. Terjadi peningkatan tekanan alveolus

menjadi 762 mmHg. Udara akan keluar menuju atmosfir dikarenakan tekanan

dalam paru menjadi lebih tinggi.13

2.9 Fisiologi Muntah

Muntah merupakan kondisi ketika upper gastrointestinal tract

mengeluarkan isinya dikarenakan adanya iritasi, overdistensi, dan overexcitable.

Selain itu distensi berlebih dan iritasi pada duodenum juga dapat menyebabkan
22

stimulus yang sangat kuat terhadap muntah. Untuk sinyal sensori yang

menginisasi muntah berasal dari faring, esofagus, stomach, dan upper portion of

the small intestine. Impuls saraf akan ditransmisikan melewati vagus ke pusat

muntah yaitu medula dan pontile reticular. Impuls motorik yang menyebabkan

muntah ditransmisikan dari pusat muntah dengan jalur 5,7,9,10, dan 12 saraf

kranial ke upper gastrointestinal tract, melewati vagal dan simpatetik ke lower

tract, dan melewati spinal nerves ke difragma dan otot abdomen.12

Ketika stimulus pusat muntah sudah terjadi, dan terdapat transmisi

rangsang muntah, efek utama pada muntah adalah :

 Mengambil nafas dalam

 Meningkatnya hyoid bone dan laring untuk menarik hingga terbukanya upper

esophageal sphincter

 Menutup glotis untuk menjaga agar muntah tidak masuk ke saluran pernafasan

 Mengangkat soft palate untuk menutup posterior nares.

Selain itu ada juga tekanan yang kuat dan mengarah ke bawa dari diafragma dan

kontraksi juga dari otot abdomen. Proses ini menekan perut disekitar diafragma

dan dinding abdomen, membentuk intragastric pressure yang sangat kuat.

Sfingter esofagus bagian bawah akan relaksasi dan makanan akan keluar.12

2.10 Fisiologi Batuk

Bronkus dan trakea sangan sensitif terhadap sentuhan oleh benda asing

atau zat lain yang dapat menyebabkan iritasi. Laring dan carina juga sangan

sensitif, selain itu terminal bronchiole dan alveoli juga sensitif terhadap zat kimia
23

korosif seperti sulfur dioxide atau chlorine gas. Serabut saraf aferen memberikan

rangsang saraf dari jalur pernafasan melewati vagus ke medulla dan otak. Ini

merupakan tahap automatis yang di triger oleh neuronal circuits dari medulla

sehingga menyebabkan batuk.12

Proses terjadinya batuk dimulai dengan terhirupnya 2,5 liter udara.

Epiglotis menutup dan vocal cords tertutup dengan kuat sehingga menjebak udara

di paru-paru. Otot abdomen kontraksi dan menekan diafragma ketika otot

ekspirasi juga kontraksi dan menekan paru. Hal ini menyebabkan tekanan pada

paru-paru meningkat sekiar 100mmHg atau lebih. Kemudian, vocal cords dan

epiglotis secara tiba-tiba terbuka dengan lebar, sehingga udara keluar dengan

cepat dengan kecepatan sekitar 75 hingga 100 mil per jam.12

2.11 Masuknya Benda Asing pada Saluran Aerodigestive

Benda asing yang masuk ke saluran aerodigestive dapat diklasifikasian

berdasarkan lokasinya menjadi hidung, mulut, glotis, trakea, bronkus, faring, dan

esofagus. Pada pasien anak, benda yang tersangkut pada glotis dan trakea

merupakan keadaan yang darurat, harus ditangani dengan cepat atau dapat

meninggal dunia. Pada kondisi ini, Heimlich maneuver dapat membantu

menyelamatkan hidup pasien. Sebaliknya, benda asing yang berada pada bronkus

tidak termasuk dalam kondisi darurat, dikarenakan salah satu bronkus tetap dapat

dilalui udara. Benda asing yang memasuki saluran pencernaan dapat mempersulit

pasien menelan makanan karena terjadi obstruksi pada saluran. Pada pasien
24

dewasa, benda asing yang memasuki saluran pernafasan dapat menimbulkan

gejala batuk atau sesak nafas. Pada kondisi benda asing yang memasuki esofagus,

benda ini akan mengahalangi makanan yang masuk sehingga makanan akan

dimuntahkan kembali. Selain itu, benda asing dapat menyebabkan iritasi dan

inflamasi mukosa. Inflamasi mukosa ini dapat berakibat pada tekanan pada trakea

sehingga saluran trakea menyempit dan berpengaruh pada proses pernafasan. 9, 17

Di United States, benda yang paling sering memasuki saluran pernafasan

adalah kacang. Selain kacang, benda yang sering masuk ke dalam saluran

pernafasan adalah permen, mainan, jarum, dan baut. Benda yang masuk ke saluran

pernafasan dapat menyebabkan iritasi mukosa sehingga terjadi inflamasi dan

obstruksi. Untuk benda yang sering masuk ke saluran pencernaan adalah koin,

tulang, benda terbuat dari metal, dan yang terbuat dari kaca. Benda yang masuk ke

saluran pencernaan ini dapat merusak mukosa. Selain itu, seperti halnya pada

saluran pernafasan, benda juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi.9, 10, 17, 18

Pada kasus masuknya benda asing ke saluran pernafasan, berdasarkan

jurnal Bronchoscopic removal of aspirated foreign bodies in children, jumlah

kasus di bronkus kanan adalah yang terbanyak yaitu 49%, bronkus kiri 44%, dan

trakea-nasofaring 4%.19 Presentase kejadian pada pasien anak, paling banyak pada

anak usia dibawah 3 tahun sekitar 89,5% Berdasarkan jurnal foreign body in the

esophagus benda yang masuk ke saluran pencernaan paling banyak ada pada

esofagus dengan presentase 68%.20


25

2.12 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala benda asing yang berada di esofagus adalah

mengeluarkan air liur, tidak dapat menelan, muntah, dan sakit pada dada. Benda

asing pada jalur pernafasan dapat disertai dengan batuk, wheezing, mengorok,

sianosis, atau suara nafas yang tidak simetris. Pada anak-anak, benda asing yang

terletak di esofagus dapat menyebabkan masalah pernafasan. Kecurigaan pada

kondisi ini dapat ditingkatkan dengan adanya croup, asma, atau penumonia yang

tidak sembuh setelah dilakukan tindakan.4

2.13 Patogenesis dan Patofisiologi

Anak-anak dibawah 3 tahun memiliki potensi yang besar untuk menelan

benda asing karena mereka sering memasukan benda ke dalam mulut.

Meningkatnya mobilitas dan pengenalan terhadap makanan dewasa akan

meningkatkan resiko masuknya benda asing ke saluran pernafasan atau ke saluran

pencernaan. Tidak tumbuh gigi dan kurang bisa menelan dapat juga berperan

dalam meningkatkan resiko. Uang logam adalah benda yang paling sering tertelan

dan makanan merupakan materi yang sering masuk ke saluran pernafasan. Kacang

dan biji adalah makanan yang paling sering masuk ke saluran pernafasan.

Kejadian yang jarang namun mematikan adalah terhisapnya balon karet sehingga

menghambat pernafasan. Pada anak-anak yang lebih dewasa, tulang ikan atau

ayam dapat menyangkut di orofaring. Masuknya benda asing dapat merusak

mukosa jalur aerodigestive. Terjadi pembentukan jaringan granulasi, luka erosi,

dan infeksi.4
26

2.14 Diagnosis

Pasien di diagnosis berdasarkan sejarah pasien, pengakuan benda asing

yang tertelan atau tersedak, gejala tersedak, tingkat kecurigaan klinis yang besar,

gejala pada pernafasan dan menelan, dan dilakukan x-rays pada posteroanterior

dan lateral leher.4

2.15 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada kasus masuknya benda asing di jalur

aerodigestive dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi awal dan akhir. Gejala

dan tanda pada benda asing yang masuk ke laring atau bronkus dapat menjadi

parah dan mengakibatkan sianosis, respiratory distress, dan henti nafas. Obstruksi

pada bronkus dapat menyebabkan hyperexpansion pada paru-paru. Apabila terjadi

obstruksi total akan menybabkan total atau parsial lung collapse. Pada kasus

benda asing yang teletak di esofagus, komplikasi akhirnya adalah granulasi

jaringan, erosi mukosa, perforasi esofagus, tracheoesophageal fistula,

esophageal-aortic fistula, dan radang mediastinum. Komplikasi akhir dari benda

asing yang ada di bronkus adalah pneumonia, empyema, bronchial fistula, dan

pneumothorax.4

2.16 Prinsip Tindakan dan Pencegahan

Jika benda asing memasuki saluran pernafasan maka dapat didiagnosa

dengan menggunakan radiologi dan endoskopi serta pengambilan benda tersebut

disarankan dengan menggunakan anestesi umum. Pada suatu kasus benda asing
27

yang singgah di laring atau trakea, harus dilakukan prosedur gawat darurat,

terutama bila menggangu pernafasan. Prosedur seperti endoscopy atau

tracheostomy harus dilakukan segera pada kasus gawat darurat ketika benda

asing menghambat jalur pernafasan. Selain dilakukan operasi, pasien harus

diberikan antibiotik, antiinflamasi dan analgesik. Fungsinya adalah agar terhindar

dari infeksi, tidak terjadi inflamasi sehingga memperburuk keadaan, dan

meringankan rasa sakit yang diderita pasien.21, 22

Benda asing yang berada di laring akan diambil dengan metode direct

laryngoscopy. Kebanyakan kasus tidak mengalami kesulitan ketika melakukan

metode ini dan metode ini menggunakan anestesi. Terkadang, benda asing yang

besar dapat menyebabkan obstruksi total pada saluran pernapasan ketika

dilakukan induksi anestesi, maka harus dilakukan tracheostomy.22

Benda asing yang terletak di trakea dan bronkus akan lebih baik diambil

dengan menggunakan rigid bronchoscope. Apabila tidak mengganggu pernafasan,

maka operasi pengambilan benda asing harus dilakukan dalam 1 tim. Tingkat

keberhasilan operasi ini harus mencapai 99%. Dengan menggunakan bronkoskopi,

operator bisa mengkondisikan jalan nafas, pemberian oksigen, dan memasukan

alat lain yang berguna untuk pengambilan benda asing. Harus dilakukan kontrol

pasca operasi dengan melihat ada tidaknya respiratory distress dan pemeriksaan

chest radiograph. Walaupun tindakan ini tergolong aman, namun ada sedikit

faktor resiko terhadap morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh

bronkoskopi. Kematian biasanya disebabkan oleh aspiksia akibat penggunaan

rigid bronchoscopy. 4, 21, 23


28

Apabila dicurigai terdapat benda asing di esofagus, maka dapat dilakukan

intubasi sebelum esophagoscopy. Esophagoscope dapat dilakukan dengan

bantuan laryngoscope atau dengan direct vision. Ketika benda asing sudah di

identifikasi, ekstraksi mungkin diperlukan untuk menghilangkan seluruh

telescopic forceps dan esophagoscope complex. Perawatan harus dilakukan untuk

menghindari accidental extubation dengan menggunakan anestesi pada

endotracheal tube selama dilakukan pengambilan esophagoscope. Kegunaan dari

menggunakan esophagoscope adalah untuk memastikan benda asing atau

kerusakan mukosa. Esophagoscope harus dilakukan dengan hati-hati sehingga

tidak merusak jaringan mukosa. 4


29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam

medik pasien. Rekam medik yang diambil adalah kasus masuknya benda asing

pada saluran aerodigestive di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan

Sadikin Bandung dalam periode 1 Januari 2007- 31 Desember 2011.

3.2 Kriteria Seleksi

Kriteria seleksi ini meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

3.2.1 Kriteria Inklusi

Sampel penitian adalah penderita dengan kasus masuknya benda asing

pada saluran aerodigestive di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan

Sadikin Bandung dalam periode 1 Januari 2007- 31 Desember 2011.

3.2.2 Kriteria Eksklusi

Penelitian ini akan mengeksklusi sampel dengan rekam medis yang tidak

lengkap, hilang atau tidak jelas.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional dengan

rancangan crossectional retrospektif. Data yang diambil adalah data sekunder dari
30

rekam medik pasien dengan kasus masuknya benda asing pada saluran

aerodigestive di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin

Bandung dalam periode 1 Januari 2007- 31 Desember 2011. Selanjutnya data ini

akan di evaluasi dan disajikan dengan memperlihatkan frekuensi dan prosentase

dari masing-masing data.

3.4 Variabel Penelitian dan Operasional

Variabel penelitian adalah gambaran masuknya benda asing pada saluran

aerodigestive.

3.4.1 Data Umum

1. Usia

2. Jenis kelamin

3.4.2 Data Khusus

1. Tahun tercatat masuknya benda asing pada saluran aerodigestive

2. Keluhan utama

3. Jenis benda

4. Lokasi benda

5. Manajemen
31

3.4.3 Operasional

Data yang diambil dari rekam medik, akan dilakukan pendataan sebagai berikut :

1. Nomor urut rekam medik

Nomor urut penderita yang datang ke Departemen THT-KL RS Dr. Hasan


Sadikin Bandung.
2. Penderita dengan masuknya benda asing pada saluran aerodigestive
Penderita yang didagnosis terdapat benda asing pada saluran
aerodigestive.
3. Umur
Umur penderita yang tercatat pada rekam medis pada saat didiagnosis
masuknya benda asing pada saluran aerodigestive.
4. Jenis kelamin
Perbedaan karakteristik fisik pada manusia berdasarkan organ reproduksi
dan tertulis di dalam rekam medis.
5. Waktu masuknya benda asing pada saluran aerodigestive
Waktu pada saat pasien tersedak atau tertelan benda asing yang
dikelompokan berdasarkan tahun pada waktu itu, bertujuan untuk
menghitung frekuensi dan variasi tiap tahunya.
6. Keluhan utama
Keluhan utama yang diutarakan pasien ketika datang ke Departemen THT-
KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.
7. Jenis benda
Jenis benda yang masuk pada saluran aerodigestive dan menyebabkan
pasien datang ke Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan
Sadikin Bandung
8. Lokasi benda
32

Tempat benda bersarang, pada saluran pernafasan atau saluran pencernaan.

9. Manajemen

Tindakan yang dilakukan untuk mengobati pasien dengan diagnosa

masuknya benda asing pada saluran aerodigestive.

3.5 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari rekam medik dikumpulkan dan dikelompokan


dalam bentuk tabel, selanjutnya dihitung frekuensi dan prosentase masing-masing
karakteristik berdasarkan umur, jenis kelamin, keluhan utama, jenis benda, dan
lokasi benda.
Gambar 3.1 Skema alur kerja

Data sekunder yang didapatkan


dari rekam medis Departemen
THT-KL Rumah Sakit Hasan
Sadikin Periode 2007-2011

Pasien dengan diagnosis


kerja masuknya benda asing
pada saluran aerodigestive

Data rekam medik Data rekam medik


Inklusi
lengkap tidak lengkap, tidak
jelas, dan hilang

Mengumpulkan data
berdasarkan usia, jenis
kelamin, waktu Eksklusi
masuknya benda asing
pada aerodigestive, Penghitungan
keluhan utama, jenis distribusi dalam
Penyajian Data
benda, lokasi benda frekuensi dan
dan manajemen. prosentase
33

3.6 Analisis Data

Variabel akan di proses dengan analisis data univariat. Data yang

didapatkan akan dikelompokan menggunakan spss untuk dihitung frekuensi dan

prosentase berdasarkan karakteristik dari data yang ada. Data dalam bentuk

kategorik akan disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase. Data dalam

bentuk numerik akan disajikan dalam bentuk rerata, median, simpang baku, nilai

minimum, dan nilai maksimum. Data yang disajikan akan dibagi berdasarkan

tahun dan terhitung dari tahun 2007-2011.

𝑓
Rumus = X = 𝑛 x100%

X : hasil presentase

f : frekuensi hasil pencapaian

n : total seluruh observasi

Table 3.1 Contoh kurva tabel pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing
pada saluran aerodigestive pasien

120

100
Angka Kejadian

80

60

40

20

0
2007 2008 2009 2010 2011
Tahun
34

Tabel 3.2 Contoh penyajian data kategorik dalam bentuk tabel pada pasien.

Variabel n %
Keluhan utama
Sesak nafas
Tidak bisa menelan
Umur
1-3
4-6
7-9
10-12
13-15
16-18
Jenis benda
Bakso
Peniti
Kelereng
Biji
Tulang
Lokasi benda
Trakea
Bronkus
Esofagus
Manajemen kasus
Suction
Laryngoscopy
Operasi

3.7 Waktu dan Tempat

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah di

Departement Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung dalam

periode 1 Januari 2007- 31 Desember 2011.

3.8 Etika Penelitian

 Meminta izin kepada Direktur RSHS, komite etik RSHS, dan bagian rekam

medis untuk menggunakan rekam medis sebagai bahan penelitian.


35

 Menjaga kerahasiaan data pasien yang didapatkan dari rekam medis. Jika akan

dipublikasikan di luar fakultas kedokteran, penulis akan menggunakan prinsip

anonimitas.

 Menggunakan prinsip kejujuran, objektivitas, integritas, ketelitian,

keterbukaan, penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI),

penghargaan terhadap kolega, tidak melakukan diskriminasi dan

menggunakan prinsip legalitas dalam mengambil dan memproses data.


36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan data hasil penelitian terhadap 185 pasien
penderita masuknya benda asing pada saluran aerodigestive pasien di Departemen
Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2007-2011.
Tujuan dalam penelitian ini dimaksudkan gambaran kasus masuknya benda asing
ke saluran aerodigestive dan gambaran keluhan utama, rata-rata umur, presentase
jenis benda, presentase lokasi benda asing, dan manajemen kasus masuknya benda
asing.

Penyajian data hasil penelitian akan menggambarkan atau mengidentifikasi


keluhan utama, rata-rata umur, presentase jenis benda, presentase lokasi benda
asing, dan manajemen kasus masuknya benda asing. Hasil analisa ditampilkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase yang berupa data kategori
yang berasal dari data hasil observasi dari tahun 2007 hingga tahun 2011.

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karateristik Dasar Pasien penderita masuknya benda asing pada
saluran aerodigestive
Untuk mengetahui karateristik dasar pasien penderita masuknya benda
asing pada saluran aerodigestive dilakukan perhitungan distribusi pasien
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tahun masuk pasien yang ditampilkan dalam
tabel 4.1
37

Pada tabel 4.1 terlihat dari segi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dengan perbandingan (7:3). Proporsi pasien yang terbesar
pada penelitian ini adalah pasien dengan usia anak-anak yaitu sebesar 122 orang
dan tanggal masuk pasien terjadi paling banyak pada tahun 2011 yaitu sebanyak
58 orang.

Tabel 4.1 Karateristik Dasar Pasien berdasarkan jenis kelamin dengan usia

Karakteristik N= 185 (%)

Jenis Kelamin

120 (64,9%)
 Laki-laki
65 (35,1%)
 Perempuan

Usia

122 (65,9%)
 Anak-anak ( 0-20 tahun)
63 (34,1%)
 Dewasa ( >20 tahun)

Tanggal Masuk
20 (10,8%)
 2007
38 (20.5%)
 2008
25 (13.5%)
 2009
44 (23.8%)
 2010
58 (31.4%)
 2011
38

4.1.2 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien anak berdasarkan umur

Tabel 4.2 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Anak Berdasarkan Umur

Usia Frekuensi (orang) Persentase (%)

0-6 62 50,82%

7-13 41 33,61%

14-20 19 15,57%

Total 122 100,0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 122 pasien anak-anak yang

diteliti, ternyata ditemukan kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive

pasien paling banyak terjadi pada usia 0-6 tahun yaitru sebanyak 62 orang dengan

persentase 50,82 %.
39

4.1.3 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien dewasa berdasarkan umur

Tabel 4.3 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


dewasa Berdasarkan Umur

Usia Frekuensi (orang) Persentase (%)

20-40 14 22,2 %

41-60 36 57,1%

>60 13 20,7%

Total 63 100,0%

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 63 pasien dewasa yang diteliti,

ternyata ditemukan kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien

paling banyak terjadi pada usia 40-69 tahun dengan persentase 57,1 %. Untu lebih

jelas dapat dilihat pada gambar 4.2

Berdasarkan literatur didapat bahwa angka kejadian lebih sering pada pasien

berumur 60 tahun. Benda yang masuk ke saluran pernafasan sering terjadi

komplikasi berupa atelektasis paru.

4.1.4 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien berdasarkan keluhan

Untuk Mengetahui pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke

saluran aerodigestive pasien anak berdasarkan keluhan, maka dilakukan

pengkategorian dari keluhan pasien tersebut. Peneliti mengkategorikan keluhan

menjadi 5 kategori yaitu


40

1. Gangguan pernafasan (nyeri saat bernafas, sesak nafas, membiru, batuk, nafas

berbunyi, batuk berdarah, nyeri dada, batuk berdahak, bau tidak sedap, neri

hidung, benda masuk ke dalam hidung),

2. Gangguan menelan (nyeri menelan, mengganjal di tenggorok, muntah, sulit

menelan, tidak bisa makan dan minum, tertusuk),

3. tersedak benda asing,

4. Tertelan benda asing,

5. infeksi (demam).

Berikut tabel Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive

Pasien Berdasarkan keluhan

Tabel 4.4 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Berdasarkan keluhan

Anak-Anak Dewasa
No Keluhan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1 Gangguan Pernafasan 62 28,31% 5 4,27%

2 Gangguan Menelan 42 19,18% 52 44,44%

3 Tersedak 61 27,85% 2 1,71%

4 Tertelan 52 23,74% 58 49,57%

5 Infeksi 2 0,91% 0 0,00%

Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 122 pasien anak yang diteliti,

ternyata pada kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien

terdapat 219 keluhan utama pada pasien anak dan berdasarkan keluhan paling
41

banyak ditemukan pada pasien anak adalah keluhan ganguan pernapasan yaitu

sebanyak 62 orang atau dengan persentase 28,31% diikuti dengan keluhan tertelan

yaitu sebanyak 61 atau dengan persentase 27,85%

Sementara dari 63 pasien dewasa yang diteliti, ternyata pada kasus

masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien terdapat 117 keluhan

utama pada pasien dan berdasarkan keluhan paling banyak ditemukan pada pasien

dewasa adalah keluhan tersedak yaitu sebanyak 58 orang atau dengan persentase

49,57% diikuti dengan keluhan ganguan menelan yaitu sebanyak 52 atau dengan

persentase 44,44%

4.1.5 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien berdasarkan Jenis Benda

Untuk Mengetahui pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke

saluran aerodigestive pasien berdasarkan jenis benda, maka dilakukan

pengkategorian dari keluhan pasien tersebut. Peneliti mengkategorikan keluhan

menjadi 6 kategori yaitu benda padat (kelereng, baterai, mutiara, cincin), gigi

palsu, Makanan (bakso, kacang, tulang ayam, tulang ikan, daging sapi), plastik

(strerofoam, peluit, mainan anak), benda tajam (jarum, peniti, kawat, paku), dan

uang logam. Berikut tabel Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran

Aerodigestive Pasien Berdasarkan jenis benda


42

Tabel 4.5 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Berdasarkan Jenis Benda

Anak-Anak Dewasa
No Jenis benda Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1 Benda Padat 16 13,11% 1 1,59%

2 Gigi Palsu 0 0,00% 43 68,25%

3 Makanan 26 21,31% 15 23,81%

4 Plastik 25 20,49% 2 3,17%

5 Benda Tajam 34 27,87% 2 3,17%

6 Uang Logam 21 17,21% 0 0,00%

Total 122 100,00% 63 100%

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 185 pasien yang diteliti, ternyata

pada kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien berdasarkan

jenis benda paling banyak ditemukan pada pasien anak dengan jenis benda benda

tajam yaitu sebanyak 34 orang atau dengan persentase 27,87% diikuti dengan

jenis benda makanan yaitu sebanyak 26 atau dengan persentase 21,31% dan pada

pasein dewasa dengan jenis benda gigi palsu yaitu sebanyak 43 atau dengan

persentase 68,25% diikuti dengan jenis benda makanan yaitu sebanyak 15 atau

dengan persentase 23,81%


43

4.1.6 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien berdasarkan Lokasi Benda

Tabel 4.6 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Berdasarkan Lokasi Benda

Anak-Anak Dewasa
No Lokasi benda Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1 Bronkus kanan 41 33,61% 1 1,59%

2 Bronkus kiri 18 14,75% 1 1,59%

3 Epiglotis 11 9,02% 3 4,76%

4 Hipofaring 3 2,46% 0 0,00%

5 Karina 1 0,82% 0 0,00%

6 Laring 2 1,64% 1 1,59%

7 Rongga hidung 8 6,56% 0 0,00%

8 Esofagus 36 29,51% 55 87,30%

9 Saluran pernafasan 1 0,82% 1 1,59%

10 Trakea 1 0,82% 1 1,59%

Total 122 100,00% 63 100,00%

Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 185 pasien yang diteliti, ternyata

pada kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien berdasarkan

lokasi benda paling banyak ditemukan pada pasien anak dengan lokasi benda di

broncus dextra yaitu sebanyak 41 orang atau dengan persentase 33,61% diikuti

dengan lokasi benda di Oesophagus yaitu sebanyak 36 orang atau dengan

persentase 29,51% dan pada pasein dewasa dengan lokasi benda di Oesophagus

yaitu sebanyak 55 atau dengan persentase 87,30%.


44

4.1.7 Pola tingkat kejadian kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien anak berdasarkan Komplikasi

Tabel 4.7 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Berdasarkan Komplikasi

Anak-Anak Dewasa
No Komplikasi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1 Tidak Ada 106 86,89% 56 88,89%

2 Laserasi 15 12,29% 6 9,52%

3 Infeksi 1 0,82% 0 0,00%

4 Edema 0 0% 1 1,59%

Total 122 100,00% 63 100%

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 185 pasien yang diteliti, ternyata

pada kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien berdasarkan

jenis benda paling banyak ditemukan pada pasien anak dengan tidak ada

komplikasi yaitu sebanyak 106 orang atau dengan persentase 86,89% dan pada

pasein dewasa dengan tidak ada komplikasi yaitu sebanyak 56 atau dengan

persentase 88,89%
45

4.1.8 Pola Tingkat Kejadian Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran

Aerodigestive Pasien Berdasarkan Manajemen

Tabel 4.8 Kasus Masuknya Benda Asing Ke Saluran Aerodigestive Pasien


Berdasarkan Treatment

Anak-Anak Dewasa
No Treatment
F (%) F (%)
1 Rigid esophagoscopy 36 29,51% 53 84,13%

2 Faringoskopi 1 0,82% 0 0,00%

3 Laringoskopi 3 2,46% 0 0,00%

4 Endoskopi nasal 1 0,82% 0 0,00%

5 Bedah Toraks 3 2,46% 0 0,00%

6 Rigidn bronchoscopy 62 50,82% 4 6,35%

7 Eksplorasi dan ekstraksi 16 13,11% 6 9,52%

Total 122 100,00% 63 100,00%

Dari tabel 4.8, menunjukkan bahwa dari 185 pasien yang diteliti, ternyata pada

kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien berdasarkan

treatment paling banyak ditemukan pada pasien anak adalah eksplorasi dan

ekstraksi melalui bronkoskopi yaitu sebanyak 62 orang atau dengan persentase

50,82%.

Sementara pada pasein dewasa, kasus masuknya benda asing ke saluran

aerodigestive pasien berdasarkan treatment paling banyak ditemukan pada

eksplorasi dan ekstraksi melalui esofagoskopi, yaitu sebanyak 53 dengan

persentase 84,13%
46

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini ternyata kasus masuknya benda asing pada saluran

aerodigestive lebih sering terjadi pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian

di Los Angeles yang menyatakan bahwa tingkat kejadian masuknya benda asing

pada saluran pernafasan pasien anak lebih sering pada laki-laki dengan rasio

1,4:1.24 Penelitian lain yang dilakukan di Yordania menyatakan bahwa tingkat

kejadian masuknya benda asing pada esofagus lebih sering terjadi pada laki-laki

dengan rasio 1,1:1.25

Pada penelitian ini, benda asing yang masuk ke saluran aerodigestive

paling sering terjadi pada anak dengan persentase 64,9%. Anak dengan umur

dibawah enam tahun memiliki persentase tertinggi yaitu 50,82%. Sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa angka kejadian masuknya benda asing pada

saluran pernafasan pasien anak di Meir General Hospital paling banyak diderita

oleh anak berumur dibawah 3 tahun dengan persentase 81%.26 Penelitian

masuknya benda asing pada esofagus pasien anak yang dilakukan di Children

Mercy Hospital menyatakan bahwa rata-rata umur pasien adalah 3 tahun.27 Hal

ini dikarenakan sifat bayi yang ingin tahu dan suka memasukan tangan atau benda

ke dalam mulut. 28

Persentase kejadian masuknya benda asing pada saluran aerodigestive

pasien dewasa memiliki persentase 34,1%. Persentase terbanyak adalah pada

pasien berumur 41-60 tahun yaitu 57,1%. Hal ini sesuai dengan literatur yang

menyatakan bahwa puncak kejadian masuknya benda asing ke saluran pernafasan


47

adalah pada umur 60 tahun.29 Hal ini diakibatkan tingginya penggunaan gigi

palsu pada pasien dengan umur 41 hingga 60 tahun. Gigi palsu tersebut sering

tertelan sehingga terjadi obstruksi pada esofagus.

Pada penelitian ini, pasien yang didiagnosis masuknya benda asing ke

saluran aerodigestive, sering datang langsung dengan keluhan bahwa mereka

tertelan atau tersedak benda asing, baru diikuti dengan keluhan lainya. Pada

pasien anak, keluhan yang paling sering adalah gangguan pernafasan yaitu

28,31%. Keluhan gangguan pernafasan pada pasien anak memang banyak

ditemukan terutama bila benda masuk ke saluran pernafasan.30 Pada anak, benda

yang masuk ke esofagus dapat menimbulkan gangguan pernafasan, hal ini

disebabkan adanya inflamasi jaringan sehingga menekan trakea di bagian

posterior.18, 31 Pada dewasa, keluhan yang sering didapat adalah pasien tidak

sengaja menelan benda asing dengan persentase 49,57%. Hal ini diikuti dengan

keluhan gangguan menelan sebanyak 44,44%. Gangguan menelan ini meliputi

nyeri menelan, mengganjal di tenggorok, muntah, sulit menelan, tidak bisa makan

dan minum, dan tertusuk. Gangguan menelan ini umumnya diakibatkan oleh

benda asing yang memasuki saluran pencernaan, dan tertahan di saluran

pencernaan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa benda asing yang memasuki

dan tertahan di saluran pencernaan akan mengakibatkan gejala berupa sulit

menelan makanan, nyeri menelan, rasa mengganjal, dan muntah. 4

Pada penelitian ini, didapatkan benda yang sering memasuki saluran

aerodigestive anak adalah benda tajam dengan persentase 34%. Benda tajam ini

berupa jarum, peniti, kawat, dan paku. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
48

dilakukan di Hongkong. Penelitian itu menyatakan bahwa 41% adalah uang

logam dan 39% adalah benda tajam. Sedangkan pada penelitian ini uang logam

memiliki persentase 17,21%. Pada orang dewasa, benda asing yang sering

memasuki saluran aerodigestive adalah gigi palsu dengan persentase 68,25%.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RS M Djamil Padang. Pada

RS M Djamil Padang ditemukan 46,43% kasus masuknya gigi palsu di esofagus.32

Benda asing yang masuk ke saluran aerodigestive anak paling banyak

ditemukan di bronkus kanan (33,61%). Hasil ini sesuai dengan literatur pada

penelitian yang dilakukan di amerika yang menyatakan bahwa benda asing yang

masuk ke saluran pernafasa paling banyak terdapat di bronkus kanan (49%).30

Seringnya benda masuk pada bronkus kanan dikarenakan bronkus kanan lebih

lebar, pendek, dan bentuknya lebih vertikal dibanding bronkus kiri.12 Pada orang

dewasa, tempat yang paling sering terdapat benda asing adalah esofagus

(87,30%). Tertahanya benda asing dikarenakan esofagus memiliki tiga

penyempitan.14

Pada penelitian ini, ditemukan pasien tanpa komplikasi sebanyak 86,89%

pada anak dan 88,89% pada dewasa. Hasil ini seusai dengan penelitian yang

dilakukan di New York. Penelitian tersebut menyatakan hanya 4,8% dari 208

pasien anak umur dibawah 10 tahun dan 12,6% dari 119 pasien yang lebih tua

mengalami komplikasi. Hal ini dikarenakan pasien yang menelan atau tersedak

benda asing dengan cepat mendatangi rumah sakit sebelum terjadi komplikasi.

Pada penelitian ini, tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien

anak adalah ekstraksi dan eksplorasi melalui rigid bronchoscopy (50,82%). Hal
49

ini dikarenakan benda asing paling banyak memasuki bronkus terutama bronkus

kanan. Tindakan yang paling sering dilakukan untuk mengambil benda asing yang

masuk ke saluran pernafasan adalah rigid bronchoschopy. 21, 23 Pada pasien

dewasa, tindakan yang sering dilakukan adalah rigid esofagoscopy (84,13%). Hal

ini dikarenakan banyanknya benda asing yang masuk ke esofagus pada orang

dewasa. Benda yang sering memasuki esofagus tersebut adalah gigi palsu

(68,25%). Berdasarkan literatur, tindakan yang paling sering dilakukan untuk

mengambil benda asing yang memasuki esofagus adalah rigid esofagoscopy.4

4.3 Keterbatasan Penelitian

Terdapat keterbatasan pada penelitian ini, keterbatasan tersebut adalah :

1. Penulisan status pasien di data rekam medik yang kurang lengkap atau

kurang jelas.

2. Status pasien yang hilang

3. Waktu dan tenaga penulis yang terbatas


50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, olah data, dan pembahasan yang dilakukan pada

kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive pasien di Departemen Ilmu

Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 2007-2011

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigstive pasien

periode 2007-2011 sebanyak 185 penderita dengan yang terbanyak adalah

pada tahun 2011 (31,4%)

2. Berdasarkan gambaran demografi

a. kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive paling

banyak diderita oleh laki-laki (64,9%)

b. kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive paling

banyak diderita pada anak (65,9%).

c. kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive paling

banyak pada pasien anak umur 0-6 tahun (50,82%)

d. kasus masuknya benda asing ke saluran aerodigestive paling

banyak pada pasien dewasa umur 41-60 tahun (57,1%)

3. Berdasarkan karakteristik klinis

a. Sebagian besar pasien anak yang datang dengan benda asing di

saluran aerodigestive mengeluhkan gangguan pernafasan


51

(28,31%). Sedangkan pada pasien dewasa mengeluhkan bahwa

mereka tertelan benda asing (49,57%)

b. Benda asing yang paling banyak masuk ke saluran aerodigestive

pada anak adalah benda tajam (27,87%) dan pada orang dewasa

adalah gigi palsu (68,25%)

c. Lokasi yang paling banyak terdapat benda asing pada anak adalah

bronkus kanan (33,61%) dan pada dewasa adalah esofagus

(87,30%)

d. Pada anak yang didiagnosis terdapat benda asing di saluran

aerodigestive lebih banyak dengan tidak adanya komplikasi

(86,89%) dan pada dewasa juga lebih banyak dengan tidak adanya

komplikasi (88,89%).

e. Penanganan pada kasus masuknya benda asing di saluran

aerodigestive paling banyak pada anak adalah rigid bronchoscopy

(50,82%) dan pada dewasa adalah rigid esophagoscopy (84,13%)

5.2 Saran

1. Diharapkan untuk melengkapi pengisian status pasien dengan diagnosis

masuknya benda asing ke saluran aerodigestive agar pada saat

pengambilan data didapatkan angka yang akurat

2. Perlu diinformasikan pada kalangan medis :


52

a. Pada penderita masuknya benda asing ke esofagus yang

disebabkan oleh gigi palsu, agar pemberian gigi palsu disertai

dengan edukasi kepada pasien terlebih dahulu.

b. Pada anak-anak yang terdapat benda asing di saluran pernafasan

harus ditangani dengan cepat agar tidak mengalmi komplikasi

nafas.

3. Perlu diberikan penyuluhan pada orang tua agar mencegah anaknya

memasukan benda berbahaya kedalam mulut.


53

DAFTAR PUSTAKA

1. Mu L, He P, Sun D. Inhalation of foreign bodies in chinese children: A review of


400 cases. 2009.
2. Warshawsky ME. Foreign Body Aspiration. 2010 [updated 10 Jun 2010];
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/298940-overview.
3. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: the biologic basic for disease in
adults and children. 5 ed: elsevier mosby; 2006. 1780 p.
4. Lalwani A. CURRENT Diagnosis & Treatment Otolaryngology--Head and Neck
Surgery, Second Edition. 2 ed: McGraw Hill Medical; 2007.
5. SH T, BA W. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 7 ed:
Mosby Elsevier; 2009.
6. Göktas Ö, Snidero S, Jahnke V, Passali D, Gregori D. Foreign body aspiration in
children: Field report of a German hospital. 2009.
7. Altmann AE, Ozanne-Smith J. non-fatal asphyxiation and foreign body ingestion
in children 0-14 years. 1997.
8. Lan R. Non-asphyxiating tracheobronchial foreign bodies in adults. 1994;7.
9. Guyton AC, Hall JE. Medical Physiology. 11 ed: Elsevier Saunders; 2006.
10. Cheng W, Tam PKH. foreign-body ingestion in children: experience with 1265
cases. 1999.
11. Ratcliff KM. American Family Physician: Esophageal Foreign Bodies 1991.
Available from: http://helsenet.info/pdf/foreignbody/5.pdf.
12. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 6 ed: Lippincott
Williams and Wilkins; 2010. 1134 p.
13. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 12 ed: Wiley;
2009. 1174 p.
14. soekirman h. pengambilan benda asing di esofagus dengan menggunakan
laringoskop dan bronkhoskop. 1996;9.
15. mariana y. benda asing di esofagus. 6 ed: fkui; 2007.
16. Ballenger jj. bronkologi jakarta: binarupa aksara; 1997.
17. Snow JB, Wackym PA, Ballenger JJ. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery 2009.
18. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions: lippincott wiiliams & wilkins; 2008.
19. Black R, Johnson D, Matlak M. Bronchoscopic removal of aspirated foreign
bodies in children. 1994.
20. ashraf o. Foreign body in the esophagus. 2006.
21. Bailey BJ. Atlas of Head and Neck Surgery -- Otolaryngology: lippincott williams
and wilkins

2001.
22. Scott-Brown WG, Kerr AG. Scott-Brown's otolaryngology: Butterworth-
Heinemann; 1997.
23. Perkin RM, Newton DA, D J, Swift. Pediatric Hospital Medicine: Textbook of
Inpatient Management: lippincott williams and wilkins; 2008.
54

24. Cohen SR, Herbert WI, Lewis GB, Geller KA. Foreign bodies in the airway. Five-
year retrospective study with special reference to management. The Annals of
otology, rhinology, and laryngology. 1980;89(5 Pt 1):437-42.
25. Mahafza T, Batieha A, Suboh M, Khrais T. Esophageal foreign bodies: a Jordanian
experience. International journal of pediatric otorhinolaryngology.
2002;64(3):225-7.
26. Wolach B, Raz A, Weinberg J, Mikulski Y, Ari JB, Sadan N. Aspirated foreign
bodies in the respiratory tract of children: eleven years experience with 127
patients. International journal of pediatric otorhinolaryngology. 1994;30(1):1-10.
27. Little DC, Shah SR, Peter SDS, Calkins CM, Morrow SE, Murphy JP, et al.
Esophageal foreign bodies in the pediatric population:

our first 500 cases. 2006:914 – 8.


28. Kliegman R. Nelson Textbook of Pediatrics: Expert Consult Premium Edition -
Enhanced Online Features and Print: Elsevier Limited, Oxford; 2011.
29. Baharloo F, Veyckemans F, Francis C, Biettlot M-P, Rodenstein DO.
Tracheobronchial Foreign Bodies*Presentation and Management in Children
and Adults. CHEST Journal. 1999;115(5):1357-62.
30. Black RE, Johnson DG, Matlak ME. Bronchoscopic removal of aspirated foreign
bodies in children. Journal of Pediatric Surgery. 1994;29(5):682-4.
31. Macpherson RI, Hill JG, Othersen HB, Tagge EP, Smith CD. Esophageal foreign
bodies in children: diagnosis, treatment, and complications. American Journal of
Roentgenology. 1996;166(4):919-24.
32. Fitri F, Azani S. Kesulitan Ekstraksi Benda Asing Gigi Palsu

Di Esofagus. 2011.

Anda mungkin juga menyukai