Anda di halaman 1dari 3

Tugas Mata Kuliah Hukum Perusahaan

Nama : Jaka Yudha Asmara


NPM : 201710115187
Kelas : III C1
Tanggal : 21 November 2018

Peranan Akuisi Perusahaan Bagi Perekonomian Nasional


(Studi Kasus Akuisi PT. Inalum oleh Pemerintah Republik Indonesia)

Salah satu bentuk aksi korporasi yang sering dilakukan oleh badan usaha adalah
akuisisi/pengambilalihan. Akusisi/pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Akuisisi dapat memberikan
pengaruh positif pada perusahaan, juga pada perkembangan ekonomi jika berhasil
dilaksanakan dengan baik. Akuisi bertujuan untuk memperoleh nilai tambah dari perusahaan
yang diakuisisi, memperluas pangsa pasar, dan memperkuat bisnis. Perusahan dapat
memperoleh manfaat seperti peningkatan pertumbuhan yang lebih cepat, mengurangi
persaingan, memasuki pasar baru penjualan, serta menyediakan managerial skill dalam
pengelolaan aset-aset.
Akusisi juga dapat dilakukan oleh negara, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh
Pemerintah. Di Indonesia, hal ini pernah terjadi misalnya pada akuisisi PT. Inalum oleh
Pemerintah yang dilakukan pada than 2013 lalu. Pemerintah Indonesia melakukan suatu
langkah besar dengan melakukan akuisisi terhadap PT Inalum (Indonesia Asahan
Aluminium) per 1 November 2013. Langkah ini diambil setelah pemerintah Indonesia
memutuskan utuk melakukan termination agreement (pengakhiran kerjasama) 30 tahun
pengelolaan Inalum yang berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Jepang
dalam Master Agreement for the Asahan Hydroelectric and Aluminium Project (MA) pada 7
Juli 1975, kontrak kerjasama berakhir pada 31 Oktober 2013.
Jika kita melihat sejarah berdirinya PT Inalum, perusahaan ini merupakan joint
venture antara pemerintah Indonesia dengan Jepang yang berlokasi di Sumatera utara pada
1976. Perusahaan ini bergerak dalam bidang PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan
Pabrik Peleburan Aluminium. Penanam modal dari pihak Jepang berasal dari 12 perusahaan
penanam modal yang membentuk sebuah perusahaan dengan nama Nippon Asahan
Aluminium Co., Ltd (NAA) Perbandingan kepemilikan saham antara pemerintah Indonesia
dan PT Nippon Asahan Aluminium pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%.
Komposisi kepemilikan saham tersebut mengalami beberapa kali perubahan, dan sejak 10
Februari 1998 perbandingan kepemilikan saham menjadi 41,12% untuk pemerintah
Indonesia, dan 58,88% untuk PT Nippon Asahan Alumunium (NAA).
Dalam proses akuisisi PT Inalum pemerintah Indonesia sempat mengalami masalah,
yaitu terkait perbedaan nilai buku antara Indonesia-Jepang hingga saat ini. Menurut NAA,
nilai buku Inalum hingga Maret 2013 mencapai US$ 626,1 juta. Angka ini mencakup nilai
aset, inventaris, pembangkit listrik dan smelter. Namun, menurut pemerintah Indonesia,
berdasarkan audit akhir Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai buku
Inalum hanya sebesar US$ 424 juta. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kedua pihak
mengadakan beberapa pertemuan dan akhirnya menyepakati angka pengakuisisian PT Inalum
sebesar US$ 556,7 tuta atau senilai Rp5,5 triliun. Di samping itu, kedua pihak juga
bersepakat, jika hasil audit terhadap nilai buku Inalum berada pada angka lebih tinggi US$ 20
juta dari US$ 556 juta, atau lebih rendah US$ 20 juta dari US$ 556 juta, jalan arbitrase akan
ditempuh. Termination agreement akan dilakukan pada 9 Desember 2013. Proses
pengambilalihan saham sendiri butuh waktu 10 hari dan selesai pada 19 Desember 2013.
Setelah diakuisisi oleh pemerintah Indonesia, pengelolaan PT Inalum berada dibawah
Kementerian BUMN sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, DPR juga menerima
keinginan pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta 10 Kabupaten dan Kotamadya di
daerah strategis Proyek Asahan untuk berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum (Persero),
dengan catatan kepemilikam Pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen.
Ada beberapa alasan yang mendorong pemerintah untuk melakukan akuisisi PT
Inalum. Alasan yang pertama adalah industri aluminium mempunyai prospek yang baik.
Estimasi pertumbuhan permintaan atas aluminium di pasar domestik akan meningkat secara
signifikan selama periode 2010-2030 hingga lebih dari tiga kali lipat. Selain itu, PT Inalum
merupakan satu-satunya industri penghasil aluminium ingot di dalam negeri. Disamping itu,
akuisisi PT Inalum diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan bahan baku
alumunium di dalam negeri dengan baik, karena pasokan produksi Inalum yang selama ini
dikirim ke Jepang sebesar 70%, akan dialihkan ke dalam negeri. Kebutuhan alumunium
untuk industri di Indonesia rata-rata per tahun sekitar 700 ribu ton, sementara hasil produksi
Inalum yang didistribusikan untuk kebutuhan lokal ‘hanya’ sekitar 100 ribu ton, sehingga
Indonesia masih harus impor sekitar 600 ribu ton. Sementara itu, kemampuan produksi
Inalum rata-rata per tahun sebesar 240 ribu ton, sehingga Indonesia masih harus melakukan
impor alumunium, diantaranya dari Jepang.
Alasan kedua adalah industri aluminium smelting memiliki profitabilitas baik. Saat ini
Inalum berada di industri aluminium smelting dengan profitabilitas cukup tinggi untuk
industri aluminium secara keseluruhan. Peleburan alumina menjadi aluminium ingot dinilai
mempunyai peningkatan nilai tambah yang signifikan, yaitu dari US$ 350 per ton alumina
menjadi US$ 2.500 per ton aluminium ingot. Alasan yang ketiga adalah PT Inalum
merupakan satu-satunya perusahaan peleburan aluminium di Asia Tenggara yang memiliki
fasilitas lengkap seperti pabrik carbon plant, reduction plant dan casting plant dan siap
dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, PLTA Siguragura adalah pemasok tenaga listrik untuk
kebutuhan kurang lebih 14 ribu kilowatt per hour (kWh) per ton aluminium cair. Alasan yang
keempat adalah akuisisi PT Inalum merupakan langkah menuju Intergrasi Industrialisasi
Indonesia. Pengambilalihan Inalum merupakan inisiasi dari pertumbuhan industri aluminium
nasional secara terintegrasi yang meliputi pengembangan industri untuk bahan baku, smelter,
power plant dan pemrosesan menjadi produk bernilai tambah
Untuk pengembangan PT Inalum, pemerintah rencananya akan menaikkan kapasitas
produksi hingga 450.000 ton per tahun. Untuk melakukan hal itu, diperlukan penambahan
jumlah tungku peleburan dan pembangunan pembangkit listrik baru untuk kebutuhan energi
pabrik. Dana yang dibutuhkan diperkirakan sebesar US$ 1 milyar atau sekitar Rp 11 trilyun.
Langkah pemerintah Indonesia untuk mengakuisisi PT Inalum patut diapresiasi. Akan
tetapi, pada saat yang bersamaan hal ini menghadirkan sebuah tantangan bagi pemerintah
untuk dapat mengelola PT Inalum dengan baik. Dibutuhkan keseriusan dari Kementerian
BUMN selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan PT Inalum untuk bisa
mengembangkan PT Inalum kedepannya. Selain itu, jangan sampai akuisisi PT Inalum
sebagai dimanfaatkan untuk kepentingan segolongan pihak dan menjadi lahan korupsi.
Pemerintah juga harus bisa membuktikan bahwa akusisi PT Inalum dapat memberikan
kebermanfaatan bagi bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai