Acc Referat
Acc Referat
ANEMIA APLASTIK
Oleh:
Pembimbing:
dr. Tety Yuniarty Sudiro, Sp.PD, FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
Mengetahui,
Pembimbing
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan referat yang berjudul “Paroxysmal Nocturnal
Hemoglobinuria (PNH)” dapat dirampungkan dengan baik. Shalawat dan salam
juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan laporan ini
disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini
secara khusus penulis persembahkan ucapan terima kasih dr. Tety Yuniarty
Sudiro, Sp.PD. FINASIM sebagai pembimbing referat dan laporan kasus saya.
Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini
masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan.Penulis mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Halaman
3. KLASIFIKASI
Penyakit PNH oleh beberapa ahli diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok berdasarkan gejala klinik, yaitu : 3,4
a. PNH Klasik Pasien dengan PNH klasik memiliki gambaran klinis
hemolisis intravascular (retikulositosis, konsentrasi yang meningkat
pada laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin indirect, dan konsentrasi
serum haptoglobin yang rendah), tanpa kelainan sumsum tulang.
b. PNH dengan gangguan sumsum tulang. Pasien dalam subkategori ini
memiliki gambaran klinis dan laboratorium hemolisis
tetapi juga memiliki kelainan sumsum tulang seperti anemia aplastik,
myelodysplastic syndrome (MDS), atau mielopati lainnya (misalnya
myelofibrosis).
c. PNH subklinis. Pasien tidak memiliki gejala klinis atau laboratorium
hemolisis intravaskuler tapi terdeteksi dengan flowcytometry adanya
defisiensi GPI.
4. PATOGENESIS
Pathogenesis terjadinya PNH adalah gangguan mutasi somatik
pada pluripotent haemotopoetic stem cell.1 Menurut sifat kemampuan
diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi menjadi :
1. Pluripotent (totipotent)stem cell
sel induk yang mempunyai yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
2. Committeed stem cell
sel induk yang mempunyai komitmet untuk berdiferensiasi melalui
salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk
golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.
3. Oligopotent stem cell
sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis sel.
Misalnya CFU-GM (colony forming unit-granulocytelmonocyte) yang
dapat berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel
monosit.
4. Unipotent stem cell
sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis sel saja.
Contoh CFU-E (colony forming uniterythrocyte) hanya dapat menjadi
eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte) hanya mampu
berkembang menjadi granulosit.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis
terjadi pada sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
a. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi
sel-sel darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa
sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling
primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell. Sel induk
pluripotent mempunyai sifat :
1) Self renewal yaitu kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga
tidak akan pernah habis meskipun terus membelah;
2) Proliferative merupakan kemampuan membelah atau
memperbanyak diri;
3) Diferensiatif merupakan kemampuan untuk mematangkan diri
menjadi sel-sel dengan fungsi-fungsi tertentu.
b. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang Lingkungan
mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk
tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
1) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
2) Sel-sel stroma yaitu sel endotel , sel lemak, fibroblast, makrofag
dan sel reticulum
3) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen,
dan proteoglikan.
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA
maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun
pada taraf kromosom. Mutasi somatik adalah adalah mutasi yang terjadi
pada sel somatik, yaitu sel tubuh. Mutasi ini tidak akan diwariskan pada
keturunannya. Mutasi somatik ini kemudian menyebabkan terjadinya
defisiensi berbagai jenis protein yang diperlukan bagi pembentukan
glycosylphosphatidylinositol anchored (GPI Anchored), yakni antara lain
leucocyte alkaline phospatase, acethylcholineesterase, decay accelerating
factor (DAF, CD55), membrane inhibitor of reactive lysis (MIRL, CD59),
FeganmaRIIIb, C8 binding protein, lymphocyte function associated
antigen 3, CD14, dan urokinase receotor.1
Akibat defisiensi ini, GPI anchored yaitu suatu struktur kompleks
yang berfungsi mengatur protein permukaan sel hematopoetik serta
mengatur kadar complement-mediated lysis. Juga mengalami defisiensi
absolute atau relative. Hal ini kemudian memberikan efek langsung
terhadap proses hemolisis normal lewat dua cara.
Pertama : bahwa kekurangan satu atau lebih protein tertambat GPI
akan menimbulkan kegagalan dalam menginhibisi jalan alternatif dari
proses hemolisis yang dimediasi komplemen. Sebagai akibatnya, sel
eritrosit PNH akan mengikat lebih banyak C3 aktif dari pada eritrosit
normal dan banyaknya jumlah ikatan C3 ini selanjutnya berpengaruh
terhadap sensitifitas lysis eritrosit. Semakin besar proporsi eritrosit yang
sensitive terhadap lisis yang dimediasi kompplemen semakin berat derajat
dari hemolisisnya. Kedua : terjadinya defisiensi dari protein-protein
anchored akan menyebabkan terganggunya struktur dan kadar protein
permukaan hemopoetik serta terjadinya keruskan membrane sel
hemopoetik, yang menyebabkan eristrosit PNH lebih peka terhadap proses
lisis komplemen.1
Berdasar sensitivitasnya terhadap komplemen, secara invitrro PNH
dibagi menjadi 3 type yaitu : PNH, I, II, III. PNH I : adalah sel eritrosit
PNH yang memiliki sensitivitas normal terhadap komplemen. PNH II dan
III : secara berturur-turut memiliki sensitivitas 3-4 kali serta 15-25 kali
darin sensitivitas normal. 1
Mutasi somatik yang terjadi pada PNH tidak hanya terbatas pada
eritrosit, tetapi dapat juga mencakup trombosit, leukosit, dan sel-sel
pluripoten hematopoesis. Karena itulah, kalinan ini dapat bermanifestasi
pula sebagai kelainan dysplasia sumsum tulang seperti : anemia aplastik,
sindroma mielodisplastik dan leukimi akut.1
Mutasi genetik pada kromososn X gen PIG-A yang mengkode
protein GPI anchor, menyebabkan tidak terbentuknya GPI anchor.
Kegagalan pembentukan GPI anchor menyebabkan tidak adanya molekul
permukaan berupa DAF Decay (Acceleration Factor) dan MIRL
(Membran Inhibitor Reactive Lysis). Protein DAF (CD55) dan MIRL
(CD59) terikat pada GPI anchor yang diekspresikan pada permukaan
eritrosit sebagai pelindung terhadap komplemen homolog. Protein DAF
menghambat pembentukan regulasi C3 dan C5 convertase sedangkan
MIRL bekerja menghambat pembentukan Membran Attack Complex
(MAC). Pada PNH, sebagai akibat tidak adanya GPI anchor, CD 55 dan
CD 59 tidak terpasang pada membrane sehingga sel-sel lebih sensitif
terhadap penghancuran yang dimediasi komplemen, dan hemolisis
intravaskular spontan dan kronis terjadi. 6,7
Hemolisis intravaskuler yang terjadi pada PNH menyebabkan
pelepasan hemoglobin bebas dalam plasma. Hemoglobin kemudian diikat
dengan protein plasma yaitu haptoglobin, kompleks hemoglobin-
haptoglobin diangkut ke makrofag hati, dimetabolisme menjadi bilirubin
dan diekskresi ke usus halus melalui saluran empedu.8
Gambar. 1. Tindakan pelengkap pada subyek sehat (A) dan pasien PNH (B).
(A) Karena adanya protein membran, DAF dan MIRL, RBC normal dilindungi
dari aktivasi komplemen. (B) Kekurangan DAF dan MIRL membuat RBC
sensitif terhadap serangan komplemen, menghasilkan hemolisis. Sel darah
merah darah, kompleks serangan MAC membran.2
Hemoglobin bebas yang masih ada dalam sirkulasi akan difltrasi
oleh glomerulus dan direabsorbsi oleh tubulus proksimal. Bila kecepatan
filtrasi melebihi kemampuan reabsorbsi maka hemoglobin akan
dikeluarkan melalui urin (hemoglobinuria). Urin bisa berwarna merah
muda, merah atau kecoklatan tergantung beratnya hemoglobinuria.8
6. LABORATORIUM
a. Darah rutin : Darah rutin. Anemia normositik normokrom atau
makrositik, dapat mikrositik jika terjadi defisiensi
besi disertai retikulositosis, direct antiglobulin (Coombs) test negatif
leukopenia atau trombositopenia.4,12
b. Hapusan darah tepi : sesuai dengan gambaran anemia hemolitik, sering
disertai gambaran anemia defisiensi besi, dapat pula menyerupai
anemia aplastik.1
Gambaran apusan darah tepi dapat dijumpai eritrosit berinti dan
schistocytes. Gambaran anemia mikrositik hipokrom bila terdapat
defisiensi besi yang disebabkan oleh hemoglobinuria berat. 4,12
c. Aspirasi sumsum tulang : hyperplasia eritropoesis atau hypoplasia.1
Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan selularitas meningkat dengan
peningkatan aktivitas eritropoetik.4,12
d. Leukosit alkalin fosfatse rendah.1
e. Kimia darah. Konsentrasi haptoglobin serum rendah dan konsentrasi
LDH meningkat secara nyata, mencerminkan hemolisis intravaskular
kronis. Kadar bilirubin indirect meningkat. 4,12
f. Sucrose waters test dan Acid Hams Test : positif
Uji hemolisis sukrosa, sel diinkubasikan dalam larutan isotonik dengan
kekuatan ion rendah dengan sedikit jumlah serum yang ada dalam
campuran. Hemolisis <5% negatif, hemolisis 5-10% borderline, > 10%
konsisten dengan PNH.9 Pada Ham’s test, sel-sel PNH dilisiskan pada
keadaan asam (pH 6,5– 7,0) pada suhu 37 ̊ C. Sensitivitas membran
eritrosit akan mengalami lisis oleh komplemen, terutama dalam batas
pH lebih rendah. Eritrosit pasien PNH sangat sensitif terhadap
komplemen pada suhu 37 ̊ C pada lingkungan asam lemah.9
g. Pada pemeriksaan urin didapatkan : hemoglobinuria, hemosiderinuria.
Secara makroskopik tampak merah coklat, tes darah samar positif,
ekskresi urobilinogen meningkat,hemosidenuria positif. 4,12
h. Flow cytometry. Diagnosis PNH ditegakkan apabila ditemukan
defisiensi GPI linked protein pada permukaan sel darah yang dapat
dideteksi dengan antibodi monoklonal CD55 dan
CD59 dengan flowcytometer. Flowcytometry merupakan mertode
utama untuk mendeteksi PNH setelah Ham test dilakukan sebagai
skrining awal. 6,7
7. DIAGNOSIS
a. Gejala: Anemia, hemoglobinuria.
b. Hapusan darah tepi : sesuai dengan gambaran anemia hemolitik, sering
disertai gambaran anemia defisiensi besi, dapat pula menyerupai anemia
palastik
c. Retikulositosis
d. Aspirasi sumsum tulang : hyperplasia eritropoiesis atau hyplopasia.
e. Leukosit alkalin fosfatase rendah
f. Sucrose waters test dan acid hans test : positif
g. Pada pemeriksaan urin didapatkan : hemoglobinuria, hemosiderinuria.1
10. PROGNOSIS
a. Pasien PNH rata-rata hidup 10-50 tahun
b. Kematian biasanya disebabkan oleh karena komplikasi ; thrombosis;
pansitopenia
c. Pasien PNH dapat mengalami perubahan menjadi : leukemia akuut ;
sindrom mielodisplasia; mielofibrosis; leukemia limfositik kronik;
leukemia mielositik kronik; polisitemia vera dan eritroleukimia
d. Prognosis buruk bila : usia diatas 55 tahun saat diagnosis ditegakkan;
adanya thrombosis; perubahan menjadi : pansitopenia, sindrom
mielodisplasia atau leukemia akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, P.R., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Interna
Publishing. Jakarta.
2. Devalet, B.R.R., Mullier, F.O., Chatelain, B., Dogne, J.M., Chatelain, S.
2014. The central role of extracellular vesicles in the mechanisms of
thrombosis in paroxysmal nocturnal haemoglobinuria: a review. Journal of
Extracellular Vesicles. 3 : 23304
3. Parker Charles, Omine Mitsuhiro et al. 2005. Diagnosis and management
of paroxysmal nocturnal hemoglobinuria.106 (12), p 3699-3709.
Available at : www.bloodjournal.org.
4. Parker CJ, Ware RE. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria. 2014.
Wintrobe’s Clinical Hematology, 13th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Philadelphia.
5. Weitz Ceil Ilene. 2015. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria: new
concepts in pathophysiology and treatment. Orphan Drugs: Research and
Reviews; 5, 75–81.
6. Bessler Monica, Hiken Jeffrey. 2008. The Pathophysiology of Disease in
Patients with Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria. American Society of
Hematology. p 104-110
7. Sharma R Vivek, MD. 2013. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:
Pathogenesis, Testing, and Diagnosis, Clinical Advances in Hematology &
Oncology. 11, (9), p 1-11.
8. McKenzie B Shirlyn. 2016. Hemoglobin in Clinical Laboratory
Hematology, Pearson Education Limited. England. Third Edition
9. Blann Andrew, Ahmed Nessar. 2014. The Pathology of the Red Blood
Cell in Blood Science Principles and Pathology, John Wiley & Sons, Ltd
firstth edition West Sussex.
10. Schubert Jorg, Roth Alexander. 2015. Update on paroxysmal nocturnal
haemoglobinuria: on the long way to understand the principles of the
disease. European Journal of Haematology. p 1-9.
11. (paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH) dengan hypercoagulable
state Desfiyanda, F & Wahid, R. Laporan Kasus.
12. Kaushansky K, MD, Beutler E, MD, et al. 2010 Paroxysmal Nocturnal
Hemoglobinuria in: Williams Hematology, 8th ed. New York: McGraw-
Hill.