Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No.

2, Agustus 2017

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINDAKAN BULLYING PADA


ANAK KELAS 4 DAN 5 DI SDN RANCALOA BANDUNG TAHUN 2017

Arafah Urfatania Ifa1, Nunung Nurjanah2, Chatarina Suryaningsih3


Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Bullying merupakan fenomena yang dianggap biasa terjadi disekolah. Pola asuh orang tua kemungkinan
dapat mempengaruhi kerentanan anak melakukan tindakan bullying. KPAI mencatat dari tahun 2011
hingga 2014 terdapat 369 pengaduan terkait masalah bullying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa
Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional
yaitu mempelajari hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak sekolah dasar.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 dan kelas 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung,
dengan sampel sebanyak 83 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pola
asuh dan kuesioner tindakan bullying. Analisa data melalui dua tahapan, yaitu univariat untuk melihat
distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat adanya hubungan menggunakan uji chi square. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari total responden, pola asuh pada anak yaitu pola asuh demokratis
sebanyak 26 anak (31,3%), dan anak yang melakukan tindakan bullying sebanyak 44 anak (53%), serta
didapatkan 14 anak (53,8%) dengan pola asuh demokratis melakukan tindakan bullying. Berdasarkan pada
nilai pengujian statistik dengan nilai p Value = 0,406, ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara
pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bandung. Peneliti
menyarankan adanya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua untuk memberikan pengawasan
disekolah seperti dibuatnya program anti-bullying.

Kata kunci : Anak usia sekolah, bullying, pola asuh orang tua

48
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

ABSTRACT

Bullying is a common phenomenon that happen in schools. Parenting styles is probably would affect a
child’s vulnerability to do bullying. KPAI records that from 2011 to 2014 there are 369 complaints
according to bullying issues. This study aims to determine the correlation between parenting styles
with the act of bullying in children grade 4 and 5 at Rancaloa Elementary School Bandung. This
research using analytical survey method with cross sectional approach which is studying about
relation between parenting styles with bullying action on elementary school children. The population
on this research were all students start from grade 4 and grade 5 at Rancaloa Elementary School
Bandung, with 83 respondents. Sampling was done by using stratified random sampling technique
with parenting styles questionnaires and bullying action questionnaires as a method to collect data.
The analysis divided into two stages, they are univariate to see the frequency distribution and
bivariate to see the correlation using chi square test. The result of the research showed that from the
total of all respondents, the parenting style with democratic style consist of 26 children (31,3%), and
the children who do the bullying act are 44 children (53%), and 14 children (53,8%) with a
democratic style and do bullying. Based on the statistical test with the Value of p = 0,406. This means
that there is no significant correlation between parenting styles with bullying in children grade 4 and
5 at Rancaloa Elementary School Bandung. Researcher suggest if there is existence of cooperation
between the school and parents to provide supervision in school such as anti-bullying program.

Keyword : Bullying, parenting styles, school-aged children

49
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

PENDAHULUAN dan perkembanagan berpeluang memiliki


Tahap perkembangan manusia dimulai konsep diri maladaptif, anak selalu harus
dari tahap konsepsi dan terus berlanjut hingga merasa berkuasa, emosinya cepat meledak,
kurang menunjukkan empati pada orang lain,
akhir kehidupan. Salah satu tahapan
dan melakukan tindakan agresif yang
perkembangan yang dilalui manusia adalah berdampak timbulnya perilaku kenakalan anak.
masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak dimulai masalah kenakalan anak itu biasanya terpusat
pada 4 hal dasar yaitu, malas belajar, senang
sejak usia satu tahun hingga usia dua puluh satu
melanggar peraturan, putus sekolah, dan
tahun yang dibagi menjadi tiga periode yaitu bullying (Latifah, 2012).
masa kanak-kanak awal (1-6tahun), Bullying dikarakteristikkan sebagai
pertengahan (6-12tahun), dan akhir (12- perilaku agresif baik fisik, verbal, dan
relasional yang bersifat merusak dan dilakukan
21tahun) (Wong, 2009). dengan sengaja dan berulang-ulang. Bullying
Anak usia sekolah adalah anak dengan usia dilakukan dengan tujuan untuk merugikan
6-12 tahun. Periode usia sekolah akan menjadi korbannya serta dapat disertai dengan adanya
perbedaan atau ketidakseimbangan kekuatan
pengalaman inti anak karena anak-anak
antara pelaku dan korban (Latifah, 2012). Aksi
dianggap mulai bertanggung jawab atas bully dapat terjadi dimana saja namun dalam
perilakunya sendiri, dalam hubungan dengan kelompok usia anak-anak, biasanya terjadi di
lingkungan rumah atau di sekolah. Salah satu
orang tua, teman sebaya, dan orang lain (Wong,
faktor yang mempengaruhi perilaku bullying
2009). Anak pada usia sekolah dasar umumnya adalah banyak anak-anak sekolah yang terseret
memiliki karakteristik perilaku yang khas dan menjadi bagian dari kelompok pelaku bullying
untuk menghindar dari dijadikan korban
hanya ditemukan pada periode usia tersebut
(Meggit, 2013).
meliputi perilaku tidak jujur atau berbohong, Prevalensi bullying di sekolah yang terjadi
perilaku curang, ketakutan, dan stress (Wong, di beberapa negara Asia, Amerika, dan Eropa
diperkirakan sekitar 8-50% (Soedjatmiko, 2011).
2009).
Selain itu, Telljohann (2003), menyatakan bahwa
Pada masa anak usia sekolah, terjadi 11,3-49,8% bullying terjadi khususnya di sekolah
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif dasar (SD). Di Indonesia, KPAI mencatat dari
seragam. Beberapa aspek dari pertumbuhan fisik tahun 2011 hingga Agustus 2014, terdapat 369
yang terjadi diantaranya berat badan, tinggi pengaduan terkait masalah bullying (Diyantini,
badan, kerentanan terhadap penyakit, dan status Yanti, & Lismawati, 2016). Berdasarkan hasil
kesehatan. Pada perkembangan dilihat dari penelitian yang dilakuakan oleh Yayasan Semai
beberapa aspek antara lain perkembangan Jiwa Amini (SEJIWA) pada tahun 2006
kognitif yaitu kemampuan anak dalam penalaran menyebutkan bahwa selama periode tahun 2002-
berubah dari secara naluriah menjadi lebih logis 2005 telah terjadi 30 kasus bunuh diri yang
dan rasional, perkembangan moral yang menimpa korban bullying pada rentang usia 6-15
berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, tahun (Latifah, 2012). Penelitian SEJIWA lainnya
perkembangan emosional dan psikologis yang juga menyebutkan kejadian bullying di tiga kota
dipengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, dan besar di Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya,
lingkunagn sekolah, perkembangan psikososial, dan Jakarta, tercatat telah terjadi tindak bullying
serta perkembangan sosial (Latifah, 2012). Anak sebesar 66,1% pada tingkat SMA dan 41,2%
usia sekolah yang mengalami keterlambatan pada tingkat SMP.
dalam pertumbuhan

50
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Perilaku bullying merupakan masalah Menurut Wahyuni (2011) faktor keluarga


serius yang terjadi pada anak, hasil survey yang merupakan salah satu pemicu terjadinya
dilakukan oleh C. S Mott Children’s Hospital tindakan bullying. Faktor interaksi dalam
diketahui bahwa bullying termasuk kedalam 10 keluarga yang berperan penting dalam
masalah kesehatan yang mengkhawatirkan perkembangan psikososial anak adalah pola
pada anak (Davis, 2010). Masalah tersebut asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap
dikategorikan mengkhawatirkan karena anak (Azizah, Hawanti, & Winarsih, 2016).
mengingat tingginya angka kejadian bullying Psikolog Wriswanto dari Jagadnita Counseling
pada anak. menurut Baumeister & Kessler mengatakan bahwa salah satu penyebab
(1991 dalam Sari, 2010) tindakan bullying seseorang menjadi pelaku bullying adalah
menempati peringkat pertama dalam daftar hal- orang tua yang terlalu memanjakan anaknya
hal yang menimbulkan ketakutan di sekolah. atau menerapkan pola asuh permisif.
Hasil riset yang dilakukan oleh National Pola asuh permisif ini memberikan
Association of School Psychologist keleluasaan kepada anak sementara orang tua
tidak terlibat didalamnya, dampaknya anak
menunjukkan bahwa lebih dari 160.000 remaja
cenderung kurang memiliki kontrol diri
di Amerika Serikat bolos sekolah setiap hari sehingga anak sering melanggar norma serta
karena takut di bully. kurang memiliki etika yang dapat membentuk
perilaku dan karakter diri yang kurang stabil
Bullying berdampak negatif bagi pelaku
(Rahmawan, 2013). Atmosfer otoritarianisme
maupun korban, dampak yang dialami korban
adalah atmosfer yang akan terbentuk dalam
bullying antara lain merasa rendah diri sampai
keluarga tempat seorang anak pertama kali
pada depresi, serta menimbulkan cemas dan
belajar hidup jika orang tua cenderung otoriter,
insomnia. Sedangkan dampak pada anak yang
dan akan menjadi kebiasaan sehari-hari bagi
melakukan bullying adalah pelaku bullying
anak dan menciptakan sosok individu otoriter
lebih beresiko mengalami depresi, terlibat
yang cenderung melakukan kekerasan, selain
dalam perilaku kriminal, kenakalan, dan
itu anak menjadi susah bergaul dengan anak
penggunaan alkohol saat anak tersebut tumbuh
lain akibat banyaknya perintah atau tuntutan
dewasa (Latifah, 2012).
dari orang tua (Kusumadewi, 2012).
Pelaku bullying biasanya memiliki latar
Peran orang tua dalam keluarga adalah
belakang seperti penolakan oleh kelompok teman
kunci terhadap pendidikan karakter anak,
sebaya, isolasi sosial, kurangnya kehangatan
komunikasi dan pola didik orang tua sangat
didalam keluarga, dan penerapan disiplin yang
berpengaruh terhadap kejiwaan dan masa
tidak konsisten (Kurniawan, 2012). Perilaku
depan anak, oleh karenanya dasar pendidikan
bullying diakibatkan oleh ketidakberfungsian
karakter ini sebaiknya diterapkan sejak usia
kondisi keluarga yang dialami oleh anak. Anak,
anak-anak karena terbukti sangat menentukan
khususnya yang sedang dalam masa
kemampuan anak dalam mengembangkan
pertumbuhan selalu mencontoh apa yang
potensinya (Setyawan, 2014) peran orang tua
disaksikan, jika orang tua dan guru
dan pendidik di sekolah sama pentingnya
memperlakukan anak dengan keras, maka anak dalam menghadapi issue bullying, orang tua
akan tercetak berkepribadian keras dan guru harus bekerjasama untuk membantu
dan memungkinkan anak tersebut baik bagi para korban maupun pelaku bullying
mempraktikannya dalam situasi bullying agar tercipta sebuah lingkunganyang positif
(Nusantara, 2008). antar sesama siswa di sekolah (Halim, 2013).

51
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Fenomena bullying di sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN


kemungkinan akan semakin banyak ditemui.
1. HASIL PENELITIAN
Hal ini dikarenakan kebanyakan orang tua
Analisis Univariat
maupun pihak sekolah tidak menyadari bahwa
Tabel I : Distribusi Pola Asuh Orang Tua
telah terjadi bullying di sekolahnya. pada Anak Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa
Permasalahan bullying ini tidak hanya terjadi di Kota Bandung Tahun 2017.
sekolah menengah atas maupun pertama, tetapi
No. Pola Asuh Frekuen-si Persentase
telah banyak terjadi di sekolah dasar. Orang Tua
Hasil wawancara langsung pada 1. Otoriter 14 16,9%
pengambilan data awal tanggal 15 Maret 2017
2. Demokratis 26 31,3%
dari 10 siswa kelas 4 dan 5 diketahui bahwa ke
10 siswa ini pernah mengalami tindakan 3. Permisif 24 28,9%
bullying dan 2 siswa diantaranya membalas Memanjakan
tindakan tersebut. Menurut penuturan salah 4. Permisif 19 22,9%
satu guru, pernah terjadi pemalakan pada Mengabaikan
seorang siswa oleh siswa lain teman Jumlah 83 100%
sekelasnya yang lebih berkuasa, yang
berlangsung setiap hari selama satu minggu,
serta siswa yang dibawa ke kamar mandi oleh Berdasarkan tabel I diatas
teman-temannya lalu ia dihimpit dengan pintu menunjukkan bahwa dari total 83 responden,
kamar mandi sampai badannya memar. pola asuh pada anak adalah pola asuh
demokratis (authoritative) yaitu sebanyak 26
Berdasarkan uraian diatas, rumusan
responden (31,3%).
masalah dalam penelitian ini “apakah ada
hubungan antara pola asuh orang tua dengan
tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di Tabel II : Distribusi Tindakan Bullying pada
SDN Rancaloa Bandung?”. Anak Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota
Bandung Tahun 2017.
METODE PENELITIAN
No. Kategori Frekuen-si Persentase
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif. Rancangan penelitian 1. Melakukan 44 53%
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bullying
Survey Analitik dengan desain penelitian cross 2. Tidak 39 47%
sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu Melakukan
seluruh siswa kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bullying
Bandung, dengan sampel sebanyak 83 siswa. Jumlah 83 100%
Teknik pengambilan sampel dari penelitian ini
dilakukan secara stratified random sampling.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Berdasarkan tabel II diatas
hubungan pola asuh orang tua dengan tindakan menunjukkan bahwa dari total 83 responden,
bullying, dalam hal ini melakukan pengukuran didapatkan 44 responden (53%) melakukan
variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang tindakan bullying.
sama menggunakan kuesioner pola asuh orang
tua dan kuesioner tindakan bullying.

52
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Analisis Bivariat yang tinggi dilihat dari aspek perhatian orang


Tabel III : Hubungan Pola Asuh Orang Tua tua terhadap kesejahteraan dan kesehatan anak,
dengan Tindakan Bullying pada Anak Kelas
peka terhadap kebutuhan emosional anak dan
4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung
Tahun 2017. membantu anak mencapai prestasi.
Dalam pola asuh ini diasosiasikan
No. Pola Asuh Bullying Tidak Total p-
dengan orang tua yang mendorong anak untuk

Orang Tua Bullying Value

1. Otoriter n % n % n % mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas


10 71,4 4 28,6 14 100 dan pengendalian tindakan anak, orang tua
2. Demokratis 14 53,8 12 46,2 26 100
masih melakukan kontrol pada anak tetapi tidak
3. Permisif 12 50 12 50 24 100 0,406
Memanja- terlalu ketat. Umumnya orang tua bersikap
kan tegas tetapi mau memberikan penjelasan
4. Permisif 8 42,1 11 57,9 19 100
Mengabai- mengenai aturan yang diterapkan dan mau
kan
bermusyawarah atau berdiskusi (Soetjiningsih,
2012). Dalam pola asuh ini orang tua bersikap
Jumlah 44 53 39 47,0 83 100 hangat, dan sayang terhadap anak,

Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan rasa senang dan dukungan


menunjukkan bahwa dari total 83 responden,
didapatkan 14 responden (53,8%) dengan pola sebagai respon terhadap perilaku konstruktif
asuh demokratis melakukan tindakan bullying. anak.
hasil uji statistik menunjukkan p Value 0,406 > Kualitas dan intensitas pola asuh orang
(0,05) sehingga Ho gagal ditolak yang artinya tua bervariasi dalam mempengaruhi sikap dan
tidak ada hubungan yang bermakna antara pola mengarahkan perilaku anak. Pola asuh
asuh orang tua dengan tindakan bullying pada dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan
anak kelas 4dan 5 di SDN Rancaloa Bandung. orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan
sosial ekonomi, adat istiadat, suku bangsa, dan
2. PEMBAHASAN sebagainya (Djamarah, 2014). Berdasarkan studi
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel pendahuluan dan wawancara yang dilakukan
I mengenai gambaran pola asuh orang tua yang peneliti pada guru yang bersangkutan ketika
diberikan kepada anaknya menunjukkan bahwa melakukan penelitian pada siswa kelas 4 dan 5
SDN Rancaloa Bandung ini, dinyatakan bahwa
dari total 83 responden, anak yang memiliki sebagian besar siswa memiliki orang tua dengan
pola asuh demokratis yaitu sebanyak 26 jenjang pendidikan dari sekolah menengah atas
responden (31,3%). Hal ini terlihat dari hasil sampai perguruan tinggi S1 dan S2, juga dalam
rentang ekonomi menengah ke atas. Menurut
kuesioner, banyak responden yang memberikan
hasil penelitian Rahmadara (2012), 73,5% orang
jawaban mengarah pada ciri-ciri pola asuh tua berpendidikan perguruan tinggi, 53,8% orang
demokratis yang menunjukkan jumlah nilai tua bekerja sebagai pegawai swasta dan 90,2%
orang tua dalam rentang usia dewasa tengah.
dimensi kontrol tinggi dan dimensi kehangatan
tinggi. Dimensi kontrol yang tinggi dilihat dari Pola asuh kedua yaitu pola asuh permisif
aspek pembatasan, tuntutan, dan campur memanjakan sebanyak 24 responden (28,9%)
yang artinya orang tua membiarkan anak
tangan, sedangkan pada dimensi kehangatan
melakukan apa saja yang mereka inginkan

53
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

sehingga anak tidak pernah belajar lain, mengganggu, dan mengancam orang lain
mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu (Latifah, 2012). Dapat dikatakan telah terjadi
mengharapkan kemauannya dituruti dan berefek tindakan bullying ketika seseorang sebagai
anak kurang memiliki rasa hormat pada orang korban merasa terintimidasi setelah pembullian
lain serta mengalami kesulitan mengendalikan dilakukan berulang-ulang (SEJIWA, 2008).
perilakunya. Pola asuh ketiga yaitu pola asuh Menurut Nansel dan Olweus, dampak pada
permisif mengabaikan sebanyak 19 responden anak yang melakukan bullying yaitu anak
(22,9%) yang artinya orang tua sangat tidak memiliki risiko dalam perkembangan
terlibat dalam kehidupan anak, anak yang orang psikososial dan psikiatrik yang bermasalah
tuanya permisif mengabaikan mengembangkan yang dapat berlanjut hingga dewasa
perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan (Kurniawan, 2012).
orang tua lebih penting daripada diri anak. Pola Gambaran tindakan bullying yang
asuh terakhir yaitu pola asuh otoriter sebanyak terjadi dalam penelitian ini, berdasarkan pada
14 responden (16,9%) yang artinya orang tua
hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa
mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap
anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah, bullying relasional menempati urutan pertama
orang tua menetapkan aturan dan regulasi atau tindakan bullying yang banyak dilakukan siswa
standar perilaku yang dituntut untuk diikuti
yaitu sebesar 48,94%. Bullying relasional
secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan serta
menghukum secara paksa setiap perilaku yang adalah perlakuan kasar yang tidak dapat dilihat
berlawanan dengan standar orang tua secara kasat mata atau dapat disebut juga
(Soetjiningsih, 2012).
bullying secara tidak langsung seperti
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
studi pendahuluan dengan metode wawancara menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan
yang mengarah pada ciri-ciri pola asuh anak lain (Mashar, 2012). Tindakan bullying
demokratis, memberikan data bahwa sebagian kedua yang sering dilakukan berdasarkan hasil
orang tua siswa SDN Rancaloa Bandung dapat
menerima saran dan dapat diajak berdiskusi pengisian kuesioner adalah bullying verbal
ketika anak-anak memiliki masalah, orang tua sebesar 25,78%. Bullying verbal adalah
pun tidak memaksakan kehendak terhadap perlakuan kasar secara verbal seperti
putra-putrinya tetapi tetap mengawasi dan
mengancam, mencemooh, memfitnah,
mengontrol perilaku anak seperti ketika
menggunakan internet, jajan di sekolah, memalak, memanggil dengan menggunakan
ataupun mengerjakan tugas sekolah. Penelitian nama orang tua, mengeluarkan kata-kata yang
yang sama dilakukan Rahmadara (2012)
bersifat rasis, dan mengolok-mengolok
tentang pola asuh yang menunjukkan bahwa
dari 132 responden, sebanyak 29,5% orang tua kekurangan yang dimiliki anak lain (Latifah,
menerapkan pola asuh demokratis kepada 2012). Tindakan bullying terakhir yang sering
anaknya.
dilakukan berdasarkan hasil pengisian
Berdasarkan tabel II mengenai kuesioner adalah bullying fisik sebesar 25,7%.
tindakan bullying dari 83 responden,
Bullying fisik yaitu adanya kontak fisik secara
didapatkan sebagian besar responden yaitu 44
responden (53,0%) melakukan tindakan langsung seperti memukul, mendorong,
bullying. Bullying terjadi pada saat anak atau mengigit, menjambak, menendang, mencubit,
sekelompok anak mengucilkan dan menyakiti mencakar, dan merusak barang milik orang lain
orang lain dengan sengaja, misalnya dengan
memukul, menendang, merusak barang orang (Mudjijanti, 2012

54
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

55
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Bullying di sekolah dapat ditemukan terjadinya tindakan bullying. Menurut Naito


pada setiap tingkatan usia atau kelas di (2003) kebosanan yang merupakan akibat dari
sekolah, kejadian bullying dapat ditemukan ketidaksesuaian isi mata pelajaran, metodologi
pada anak sekolah yang berada pada rentang pembelajaran yang tidak memadai, rendahnya
kelas satu hingga kelas enam. Hasil penelitian motivasi guru, minimnya pengawasan dari
yang dilakukan Fika (2012) proporsi kejadian guru, persaingan akademik, kemungkinan
bullying di sekolah dasar menunjukkan bahwa merupakan penyebab utama terjadinya
angka kejadian pada anak kelas empat lebih bullying di sekolah (Kurniawan, 2012). Oleh
tinggi dibandingkan kelas lima yaitu sebesar karena itu, diperlukan kerjasama antara
72,2%. Fika dalam penelitiannya juga penyelenggara pendidikan di sekolah,
menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak komunitas, orang tua siswa serta dapat pula
melakukan bullying sebesar 65% dibanding melalui penyusunan program-program anti-
perempuan 35% serta anak yang memiliki bullying di sekolah yang pendekatannya secara
gang lebih berpeluang melakukan tindakan tidak langsung pada anak tanpa menyalahkan
bullying jika dibandingkan dengan anak yang siapapun secara diskusi kelompok yang khusus
tidak memiliki gang dengan persentase sebesar membahas mengenai bullying.
65%. Hal ini didukung dengan adanya hasil Berdasarkan tabel III dari 83 responden
tanya jawab dan observasi yang dilakukan didapatkan bahwa sebagian besar siswa
peneliti dengan siswa kelas 4 dan 5 SDN melakukan tindakan bullying sebanyak 44 siswa
Rancaloa Bandung pada saat penelitian, dan memiliki pola asuh orang tua demokratis
banyak siswa laki-laki yang mengaku pernah sebanyak 26 siswa. Hasil uji statistik didapatkan
dan atau sering melakukan tindakan bullying bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh
dibandingkan siswa perempuan, mereka tidak orang tua dengan tindakan bullying di SDN
segan mengungkapkan bagaimana mereka Rancaloa Bandung. Dengan p Value =0,406
melakukan tindakan bullying. berarti p Value > α dengan nilai α
Hasil penelitian Fika (2012) = 0,05, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
didapatkan bahwa sebanyak 57% melakukan yang dilakukan Yuniartiningtyas (2013), yang
menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara
tindakan bullying dalam bentuk verbal. Bentuk
pola asuh orang tua dengan tindakan bullying
tindakan bullying verbal seperti, mengancam, pada siswa SMP dengan p Value (-0,601) < α
mencemooh, memfitnah, memalak, memanggil (0,05).
Pola asuh otoriter cenderung
dengan menggunakan nama orang tua,
menyebabkan anak melakukan bullying, 10 dari
mengeluarkan kata-kata yang bersifat rasis, dan 14 responden melakukan tindakan bullying dan 4
mengolok-ngolok kekurangan yang dimiliki responden lainnya tidak melakukan tindakan
bullying. Hal ini menunjukkan korelasi yang
anak lain. Hal tersebut dikarenakan anak pada
positif bahwa jika orang tua memperlakukan
tahap perkembangan usia sekolah mulai anak dengan keras, maka anak akan tercetak
berinteraksi dengan teman sebaya dan berkepribadian keras dan memungkinkan anak
lingkungan yang baru, mengembangkan rasa tersebut mempraktikannya dalam situasi bullying
(Nusantara, 2008). Pola asuh demokratis juga
percaya diri, dan berusaha mencapai
dapat menyebabkan anak melakukan tindakan
kompetensi yang penting sehingga dapat bullying, 14 dari 26 responden melakukan
menimbulkan rasa pencapaian dan perasaan tindakan bullying dan 12 responden lainnya tidak
melakukan tindakan bullying. Hal ini
berharga.
bertentangan dengan teori yang menyatakan
Beberapa peneliti menaruh perhatian bahwa anak yang dididik dengan pola asuh
terhadap peran sekolah dalam mendorong demokratis dapat

56
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

mempertahankan hubungan ramah dengan pola asuh orang tua bertentangan dengan apa
teman sebaya dan bisa mengendalikan diri yang telah disebutkan oleh Latifah,
serta bertanggung jawab secara sosial. Faktor
kemungkinan tindakan bullying yang dilakukan
lingkungan dan teman sebaya sedikit banyak
mempengaruhi yaitu banyak anak-anak anak usia sekolah di SDN Rancaloa Bandung
sekolah yang terseret menjadi bagian dari dipengaruhi oleh faktor lain seperti
kelompok pelaku bullying untuk menghindar
karakteristik anak usia sekolah yang meliputi
dari dijadikan korban (Meggitt, 2013).
Pada bagan pola asuh permisif usia, tingkatan kelas, jenis kelamin, dan
memanjakan terlihat bahwa 12 dari 24 kecenderungan anak dalam berkelompok

responden melakukan tindakan bullying dan 12 (gang).


responden lainnya tidak melakukan tindakan Dalam pola asuh terdapat dampak
positif dan negatif. Tipe pola asuh otoriter
bullying. Hal ini menunjukkan angka yang
berdampak anak sopan, setia, jujur, dan dapat
seimbang, walaupun salah satu penyebab diandalkan tetapi mudah dikontrol, namun
seseorang menjadi pelaku bullying adalah juga memiliki kemampuan komunikasi yang
lemah, dan kemungkinan berperilaku agresif.
karena orang tua yang terlalu memanjakan
Pola asuh permisif memanjakan berdampak
anaknya, faktor ini belum tentu juga anak kurang memiliki rasa hormat dan
menyebabkan anak melakukan tindakan mengalami kesulitan mengendalikan
bullying. Pola asuh permisif mengabaikan perilakunya. Pola asuh permisif mengabaikan
berdampak anak memiliki kendali diri yang
belum tentu menyebabkan anak melakukan buruk, serta tidak mandiri dan terakhir pola
tindakan bullying, 11 dari 19 responden tidak asuh demokratis yang berdampak anak
melakukan tindakan bullying dan 8 responden memiliki percaya diri yang tinggi, tampak
ceria, dan bertanggung jawab secara sosial.
lainnya melakukan tindakan bullying. Hal
Tindakan bullying sering terjadi pada
inipun bertentangan dengan teori yang anak usia sekolah terutama pada kelas 4 dan 5
menyatakan bahwa anak yang dididik dengan dikarenakan siswa kelas 4 dan 5 ada dalam
rentang usia 10-11 tahun yang pada
pola asuh permisif mengabaikan
perkembangan sosialnya sangat dipengaruhi
mengakibatkan anak tidak terkendali dan bebas oleh tiga hal yaitu, keluarga, teman sebaya, dan
dalam bertindak (Djamarah, 2012). lingkungan sekolah. Interaksi dengan teman
sebaya dapat berdampak negatif, dan memaksa
Berdasarkan paparan diatas dapat
anak mengambil resiko untuk melakukan
disimpulkan bahwa pola asuh orang tua tindakan bullying, begitu pula dengan
bukanlah faktor terkuat yang dapat lingkungan sekolah yang dapat menjadi tempat
berkembangnya perilaku menyimpang seperti
mengakibatkan anak melakukan tindakan
bullying (Mar’at, 2012).
bullying. Terdapat beberapa faktor yang Perilaku bullying dapat berdampak bagi
mempengaruhi anak usia sekolah melakukan pelaku maupun korban bullying, dampak ini
tindakan bullying antara lain faktor dalam diri terjadi dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. Dampak jangka pendek yang
anak, faktor keluarga meliputi pola asuh orang mungkin timbul akibat perilaku bullying di
tua, faktor teman sebaya, dan faktor lingkungan sekolah dasar dapat berupa perasaan tidak aman
(Latifah, 2012). Dalam penelitian ini faktor dan terancam, tidak bersemangat saat belajar,
tingginya tingkat ketidak hadiran disekolah,

57
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

dan terjadinya penurunan prestasi akademik di yang sudah dianggap wajar. Pola asuh orang tua
sekolah. Dampak jangka panjang bagi anak yang salah akan mengakibatkan perkembangan
korban bullying di sekolah akan mengalami anak menjadi terganggu salah satunya yaitu
trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa perkembangan psikososialnya. Anak usia sekolah
menyebabkan gangguan mental di masa yang masuk dalam perkembangan industry vs
akan datang (Ehan, 2010). inferiority, perlakuan orang tua terhadap anak
Bullying di sekolah menjadi suatu atau pola asuh tertentu akan mempengaruhi sikap
permasalahan tersendiri pada anak usia sekolah anak dan perilakunya. Saat seorang anak dididik
dengan kontrol yang rendah seperti dimanjakan
dasar. Terdapat beberapa faktor yang
atau dibiarkan hal tersebut dapat menimbulkan
berkontribusi terhadap tingginya angka kecenderungan menjadikan anak kesulitan dalam
kejadian bullying mulai dari faktor dari individu membatasi perilaku agresif yang dapat
berkembang menjadi tindakan tindakan bullying,
anak, kondisi lingkungan sekolah, dan teman
hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi
sebaya. Upaya untuk mencegah atau gangguan pada tahap perkembangan selanjutnya.
mengurangi tindakan bullying yaitu orang tua
menjadi role model yang positif, guru dan pihak Peran perawat dalam menangani atau
untuk mengurangi tindakan bullying disekolah
sekolah yang dapat menciptakan budaya yaitu sebagai edukator dan konselor. Perawat
sekolah yang ramah, saling menghargai, dan ditatanan komunitas harus lebih aktif berperan
saling tolong menolong dapat menurunkan di sekolah dengan melakukan intervensi
melalui pemberian pendidikan kesehatan
angka kejadian bullying di sekolah (Latifah, mengenai bullying sehingga anak dapat
2012). mengetahui dampak dari bullying terhadap
Menurut Wriswanto (dalam Ehan, orang lain dan diri sendiri. Perawat tidak hanya
2010) bahwa pola asuh orang tua memegang memberikan pelayanan kesehatan secara fisik
peranan penting pada anak yang melakukan saja, akan tetapi dapat memberikan pelayanan
tindakan bullying, pendapat tersebut kurang secara holistik meliputi aspek
sesuai dengan hasil penelitian ini. Pola asuh biopsikososiospiritual pada anak.
bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
seorang anak melakukan tindakan bullying, SIMPULAN
banyak faktor yang dapat memicu seorang Tidak ada hubungan antara pola asuh
anak melakukan tindakan bullying antara lain orang tua dengan tindakan bullying pada anak
faktor biologis meliputi genetik, faktor sekolah kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bandung.
meliputi teman sebaya, lingkungan sekolah,
guru, dan faktor budaya meliputi penayangan SARAN
kekerasan yang ditampilkan di media, seperti Bagi tempat penelitian (SDN Rancaloa
pada permainan video game, televisi dan film. Kota Bandung) pihak sekolah perlu
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bahwa bekerjasama dengan orang tua untuk
banyak siswa di lingkungan sekolahnya yang mengawasi tingkah laku anak di sekolah dan
berkelompok-kelompok dan mempunyai ketua membuat program intervensi bullying yang
geng sehingga anak cenderung melakukan berjalan secara berkelanjutan seperti kegiatan
tindakan bullying untuk mempertahankan berkelompok didalam maupun diluar kelas
kekuasaan di lingkungan sekolah. untuk meningkatkan rasa peduli terhadap
Hal tersebut bukan tidak mungkin sesama teman atas dasar pertimbangan bahwa
adalah dampak dari tayangan telivisi yang orang tua dan lingkungan sekolah memiliki
marak menayangkan perilaku-perilaku negatif peran penting dalam perkembangan masa
depan anak.

58
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Bagi siswa SDN Rancaloa Kota Bandung selanjutnya yang akan meneliti tentang
diharapkan dapat menambah wawasan siswa- tindakan bullying dan dapat menambahkan
siswi kelas 4 dan 5 SDN Rancaloa Kota variabel karakteristik siswa (yang sesuai
Bandung mengenai bullying, dan melaporkan dengan kriteria jenis kelamin, lingkungan
pengalaman pada orang tua atau pihak sekolah sekolah) dan variabel yang lainnya serta
jika terjadi tindakan bullying serta dapat mencoba membantu pihak sekolah melakukan
meningkatkan kepedulian terhadap sesame sebuah intervensi untuk menekan kejadian
teman. bullying di sekolah.
Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti

DAFTAR PUSTAKA

Agustiawati, I. (2014). Pengaruh pola asuh Ehan. (2010). Bullying dalam pendidikan.
terhadap prestasi belajar siswa pada Diambil dari: File.Upi.edu. (16 Maret
mata pelajaran akuntansi . Diambil 2017).
dari: repository.upi.edu. (26 Maret
2017). Fika, L. (2012). Hubungan karakteristik dan
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu kepribadian anak dengan kejadian
pendekatan praktik. Jakarta: Rineka bullying pada siswa kelas V. Malang:
Cipta Jurnal Psikologi Universitas Negeri
Azizah, R., Hawanti, S., & Winarsih, C. (2016). Malang.
Analisa kejadian bullying di sekolah
dasar. Purwokerto: Jurnal PGSD FKIP Halim, F. (2013). Peran orang tua dalam
Universitas Muhammadiyah. mengatasi bullying. Arthinkle.
Bagyono, T. (2013). Metodologi penelitian
kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Hertinjung, W. S., & Karyani, U. (2015). Profil
ombak. pelaku dan korban bullying di sekolah
Bimo, S. (2013). Analisis chi-Square. retrieved dasar. Surakarta: The 2nd University
from statistikolahdata.com: Research Coloqium.
statistikolahdata.com
Diyantini, N. k., Yanti, N. L., & Lismawati, S. Hidayat, A. A. (2014). Metode penelitian
keperawatan dan teknik analisis data.
M. (2016). Hubungan karakteristik
Jakarta: Salemba Medika.
dan kepribadian anak dengan kejadian
bullying pada siswa kelas V di SD X
Kurniawan, H. (2012). Hubungan antara
kabupaten Badung. Denpasar: Coping
pertahanan diri dengan perilaku
Ners Journal. Vol. 3, No.3: 93.
bullying pada siswa sekolah menengah
Djamarah, S. B. (2014). Pola asuh orang tua
atas X di Bandung. Depok: Jurnal
dan komunikasi dalam keluarga.
Fisip Universitas Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Indonesia.
Dwipayanti, I. A., & Indrawati, K. R. (2014).
Hubungan antara tindakan bullying
Kusumadewi. (2012). Memotong budaya
dengan prestasi belajar anak korban
kekerasan. Hubungan pola asuh orang
bullying pada tingkat sekolah
tua dan tipe kepribadian dengan
dasar.Denpasar: Jurnal Psikologi
perilaku bullying di SMP. Diambil
Udayana.Vol. 1, No.2,251-260.
dari: library.um.ac.id. (15 Maret
2017).

59
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 2, Agustus 2017

Latifah, F. (2012). Hubungan karakteristik anak Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi


usia sekolah dengan kejadian bullying di penelitian. Yogyakarta: Nuha Medika.
sekolah dasar. X di Bogor. Depok: Said, E. N. (2007). Peran lingkungan keluarga
Jurnal FIK Universitas Indonesia. dalam membentuk kepribadian anak.
Mar'at, S. (2012). Psikologi perkembangan. Diambil dari: digilib.uin-suka.ac.id.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. (16 Maret 2017).
Mashar,R. (2012). Bullying di sekolah. Sari, P. (2010). Coping stress pada remaja
Magelang: Edukasi Jurnal Penelitian korban Bullying. Jakarta: Jurnal
dan Artikel Pendidikan. Vol. 3, No.6: Psikologi. Vol.8, No.2: 75.
119-172. SEJIWA. (2008). Bullying: Mengatasi
Meggitt, C. (2013). Memahami perkembangan kekerasan di sekolah dan lingkungan
anak. Jakarta: Indeks. sekitar anak. Jakarta: Grasindo.
Mudjijanti, F. (2012). School bullying dan Setyawan, D. (2014). Kasus bullying dan
peran guru dalam mengatasinya. pendidikan karakter.Diambil dari:
Diambil dari: Portalgaruda.org. (23 KPAI: kpai.go.id. (17 Maret 2017).
Februari 2017). Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi anak sejak pembuahan sampai dengan
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka kanak-kanak akhir . Jakarta: Prenada.
cipta. Syarifah, F. (2014). Bahaya mana, bully fisik
Nusantara, A. (2008). Bullying: Mengatasi atau bully kata pada anak?. Diambil
kekerasan di sekolah dan lingkungan. dari: health.liputan6.com. (16 Maret
Jakarta: PT.Grasindo. 2017).
Petracia, N. (2016). Peran orang tua dalam Toron, M. N. (2013). Hubungan pola asuh
mengatasi bullying. retrieved from orang tua dengan perilaku kekerasan
CNN Indonesia: pada remaja. 38.
Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan
Student.cnnindonesia.com
pediatrik. Jakarta: EGC.
Rahmadara, B. (2012). Hubungan antara pola
Yuniartiningtyas, F. (2013). Hubungan pola
asuh orang tua dan peran-peran dalam
asuh orang tua dan tipe kepribadian
perilaku bullying pada siswa sekolah
dengan perilaku bullying di sekolah
dasar. Depok: Jurnal Psikologi
pada siswa SMP. Malang: Jurnal
Universitas Indonesia.
Psikologi Universitas Negeri Malang.
Rahmawan, I. A. (2013). Hubungan pola asuh
permisif dengan intensi bullying pada
siswa-siswi SMP.Yogyakarta:
portalgaruda.org.

60

Anda mungkin juga menyukai