Anda di halaman 1dari 40

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

praktek. Perilaku manusia dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu: aspek fisik, aspek

psikis dan aspek sosial. Secara terinci merupakan bagian refleksi dari berbagai

gejolak kejiwaan seperti: pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang

ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan

sosial budaya masyarakat (Notoadmodjo, 2003).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt bahavior).

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu

diperlukan pula faktor dukungan (support) dari pihak lain (Niti Soemito, 1996).

Tingkatan dalam perilaku yaitu :

a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin (Guided Respon)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

adalah merupakan indikator perilaku tingkat dua.

Universitas Sumatera Utara


c. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai perilaku

tingkat tiga.

d. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu perilaku atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan sendiri tanpa mengurangi kebenaran

tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan menabsorbsi tindakan atau kegiatan responden. Menurut Gibson (1987),

bertahun tahun membangun teori dan penelitian, disepakati bahwa : (1) perilaku

adalah akibat, (2) perilaku diarahkan oleh tujuan, (3) perilaku yang bisa diamati dapat

diukur, (4) perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati (misalnya berpikir dan

mengawasi) juga penting dalam mencapai tujuan, (5) perilaku dimotivasi atau

didorong.

Sementara yang dimaksud dengan perilaku organisasi adalah suatu bidang

studi yang mencakup teori, metode dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin ilmu

guna mempelajari persepsi individu, nilai-nilai, kapasitas pembelajaran individu dan

tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok dan di dalam organisasi secara

Universitas Sumatera Utara


keseluruhan. Perilaku ini bertujuan untuk menganalisa akibat lingkungan eksternal

terhadap organisasi dan sumber dayanya, misi, sasaran dan strategi (Gibson, 1987).

Teori Green (1991) menyebutkan ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi

perubahan perilaku individu maupun kelompok, yaitu :

a. Faktor Penentu (predisposing factors), yaitu meliputi pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi seseorang yang menjadi dasar

motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Dengan meningkatnya

pengetahuan seseorang tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku.

Pengetahuan terhadap program kesehatan kerja mungkin diperlukan sebelum

dilakukan praktek kesehatan kerja. Praktek kesehatan kerja yang diinginkan

belum tentu terwujud kecuali seseorang menerima petunjuk cukup kuat dari yang

memotivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan kesehatan kerja yang

dimiliki.

b. Faktor pendukung (enabling factors), meliputi keterampilan dan sumber daya

yang diperlukan untuk menunjang perilaku. Sumber daya tersebut dapat meliputi

tersedianya fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, tersedianya sarana dan

prasarana untuk menujang keberhasilan program.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor yang memperkuat perubahan

perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain.

Menurut Bloom (1978) dalam Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa, perilaku

seseorang terdiri dari 3 (tiga) bagian penting yaitu : 1) kognitif, 2) afektif dan 3)

Universitas Sumatera Utara


psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif diukur dari sikap atau

tanggapan dan psikomotori diukur melalui praktek yang dilakukan.

Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam

individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi, dan motivasi

yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu

meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, interaksi

manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah manusia

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Soekamto, 1997); (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari proses belajar yang dapat membentuk

keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang

Diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar

kemampuan menyerap, menerima dan mengadopsi informasi yang didapat.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behavior). Adanya perubahan perilaku

baru pada seseorang merupakan suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu

relatif lama dimana tahapan yang pertama adalah pengetahuan. Sebelum seseorang

Universitas Sumatera Utara


mengadopsi perilaku baru maka harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat

perilaku tersebut bagi dirinya maupun terhadap keluarga atau orang lain.

Kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan,

sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun

pendidikan, dan ketrampilan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis

pendidikan, kurikulum, pengalaman praktek dan latihan.

Pengetahuan terdiri dari fakta, konsep generalisasi dan teori yang

memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah.

Menurut Gibson (1987), ada 4 (empat) cara memperoleh pengetahuan yaitu: 1)

melalui pengalaman pribadi secara langsung atau berbagai unsur sekunder yang

memberi berbagai informasi yang sering kali berlawanan satu dengan yang lain; 2)

mencari dan menerima penjelasan-penjelasan dari orang tertentu yang mempunyai

penguasaan atau yang dipandang berwenang; 3) penalaran deduktif; 4) pencarian

pengetahuan yang dimulai dengan melakukan observasi terhadap hal-hal khusus atau

fakta yang kongkrit (induktif).

Menurut Purwanto (1987), berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi

manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan, atau berpikir

dianggap sebagai suatu proses kognitif yaitu aktivitas internal untuk memperoleh

pengetahuan. Disebutkan bahwa perilaku seseorang terdiri tiga bagian penting yaitu :

1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Perilaku seseorang yang terukur dari

pengetahuan, sikap dan praktek dapat dijelaskan yaitu bahwa pengetahuan seseorang

biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber,

Universitas Sumatera Utara


misalnya: media masa, media elektronik, buku petunjuk petugas kesehatan, media

cetak, kerabat terdekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan

tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

Tingkat pengetahuan manusia adalah suatu keadaan yang merupakan hasil

dari pusat sistem pendidikan yang akan mendapatkan pengalaman dimana kelak akan

memberikan tingkat pengetahuan dan kemampuan tertentu (Purwanto, 1987).

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang.

Pengetahuan tersebut mempunyai 6 (enam) tingkatan sebagai berikut :

1) Know (Tahu)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap

suatu obyek yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah di terima. Oleh sebab itu ”tahu” adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

2) Comprenhension (Memahami)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang telah di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar.

3) Application (Aplikasi)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil.

Universitas Sumatera Utara


Aplikasi yang dimaksud sebagai aplikasi penggunaan hukum, rumus, metode,

prinsip.

4) Analysis (Analisis)

Analisis dimaksudkan adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Syntesis ( Sintesis )

Sintesis diarahkan kepada kemampuan menghubungkan bagian ke dalam bentuk

keseluruhan yang baru. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.

6) Evaluation (Evaluasi)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

(penilaian) terhadap suatu materi atau obyek di mana penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum

seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri, seseorang tersebut terjadi proses

diantaranya:

a. Awareness atau kesadaran, yaitu dimana seseorang sebelumnya sudah

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

b. Interest atau merasa tertarik, yaitu ada perasaan tertarik terhadap stimulus

(obyek) di sini sikap subyek sudah mulai muncul

Universitas Sumatera Utara


c. Evaluation atau menimbang sesuatu terhadap baik dan tidaknya stimulus pada

dirinya, ini berarti sikap responden sudah lebih baik

d. Trial dimana subyek sudah mulai melakukan sesuatu sesuai apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulus

2.1.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara

langsung sehingga sikap hanya bisa ditafsirkan dari perilaku yang nampak.

Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek

dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif,

reaksi afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Sikap merupakan respon evaluatif

berdasarkan pada proses evaluasi diri disimpulkan berupa penilaian positif atau

negatif kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek (Notoatmodjo,

2003).

Menurut Gibson (1987), sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap

berkaitan dengan kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau

negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui

pengalaman yang diberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang,

obyek-obyek, dan keadaan. Definisi sikap mempunyai implikasi tetentu pada

seseorang yaitu: (1) sikap dapat dipelajari, (2) sikap mendefinisikan predisposisi

terhadap aspek-aspek yang diberikan, (3) sikap memberikan dasar perasaan bagi

Universitas Sumatera Utara


hubungan antar pribadi dan identifikasi dengan yang lain, (4) sikap diatur dan dekat

dengan inti kepribadian.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon secara positif

atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung sesuatu

penilaian emosional / afektif, kognitif dan perilaku (Gibson, 1987).

Notoatmodjo (2003) membagi sikap dalam 4 (empat) tingkatan yaitu :

1) Menerima (Receiving), diartikan sebagai manusia (subyek) mau memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding), artinya memberikan suatu tanggapan apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan bahwa menunjukan suatu

sikap terhadap ide yang diterima. Karena dengan suatu upaya untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan program yang diberikan. terlepas dari benar dan

salah, berarti manusia menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing), mengandung arti mengajak orang lain untuk ikut

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan mengukur kemampuan.

4) Bertanggung jawab (responsible), bersedia bertanggung jawab atas sesuatu yang

sudah dipilih dengan segala resikonya.

Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau perasaan tertentu,

tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan

menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap obyek tertentu. Sikap

merupakan produk dari proses sosialisasi seseorang dalam memberikan reaksi sesuai

dengan rangsangan yang ditemuinya.

Universitas Sumatera Utara


Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa sikap diartikan sebagai suatu kontrak

untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas. Sedangkan sikap seseorang adalah

keadaan mudah terpengaruh (predisposisi) untuk memberikan tanggapan terhadap

rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang

tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan mental dan keadaan berpikir

(neutral) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang

diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak

langsung pada perilaku.

Azwar dalam Notoadmodjo (2003) membagi sikap menjadi 3 (tiga)

komponen yaitu : a) keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek, b) kehidupan

emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan c) kecenderungan untuk

bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama sama membentuk

sikap yang utuh (total attitude). Di dalam penentuan sikap yang utuh pengetahuan,

berpikir, berkeyakinan dan emosi memegang peranan sangat penting. Komponen

afektif diukur dari sikap atau tanggapan, emosi atau perasaan, sedangkan psikomotor

cenderung untuk bertindak (praktek) yang dilakukan.

Sikap dapat bersumber dari lingkungan (orang tua, guru, rekan) dengan tidak

mengabaikan faktor genetik sebagai faktor predisposisi. Proses pembentukan sikap

berlangsung secara bertahap, kemampuan untuk bersikap diperoleh melaui proses

belajar. Perubahan sikap bisa berupa penambahan, pengalihan atau modifikasi dari

satu atau lebih dari ketiga komponen sikap dengan kemungkinan satu atau dua

komponen sikap berubah tapi komponen yang lain tetap (Muches, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Nilai (value) menyatakan keyakinan dasar yang mengandung unsur

pertimbangan seseorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau yang

diinginkan. Sumber nilai dari faktor genetik dan faktor lingkungan yang didapat dari

pendidikan sewaktu masa anak - anak. Nilai relatif lebih stabil dan tahan lama

sehingga sulit untuk diubah bila suatu tertanam sejak lama. Berbeda dengan nilai,

sikap kurang stabil sehingga lebih mudah diubah atau dipengaruhi, walaupun pada

kenyataannya sikap juga tidak semudah itu cepat berubah (Muches, 1997).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah:

pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau

lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu

seseorang (Azwar, 1988).

Menurut Gibson (1987), bahwa sikap dapat menentukan afeksi, kognisi dan

perilaku, yaitu :

1) Afeksi, emosi atau perasaan adalah segmen emosional dari sebuah sikap,

komponen dari sikap dipelajari dari orang tua, guru, anggota kelompok sebaya.

Komponen afektif dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang digunakan

untuk mensurvey sikap, melalui pita rekaman, ketika pita rekaman dimainkan,

respon emosi dapat diukur dengan reaksi setuju atau tidak setuju, mendukung

atau tidak mendukung dari pernyataan yang ada dipita rekaman, reaksi emosional

akan nampak dengan melihat perbedaan pernyataan yang bertentangan.

2) Kognisi, komponen kognisi dari sebuah sikap terdiri dari persepsi, pendapat dan

kepercayaan seseorang. Ini mengacu kepada proses berpikir, dengan penekanan

Universitas Sumatera Utara


khusus pada rasionalitas dan logika. Elemen penting dari kognisi adalah

kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan seseorang. Kepercayaan

evaluatif dimanifestasikan sebagai kesan yang baik atau tidak baik yang

dilakukan seseorang terhadap obyek.

3) Perilaku, komponen perilaku dari sebuah sikap mengacu kepada kecenderungan

seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara tertentu,

misalnya : ramah, hangat, agresif atau apatis. Beberapa tindakan dapat diukur

atau dinilai untuk memeriksa komponen perilaku dari sikap. Teori komponen

afektif (emosional), kognitif (pemikiran) dan perilaku sebagai determinan sikap

dan perubahan sikap mempunyai implikasi yang nyata.

2.1.3 Praktek

Menurut theory of Reasoned Action, praktek dipengaruhi kehendak sedangkan

kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma obyektif. Sikap sendiri dipengaruhi

keyakinan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh

keyakinan serta motivasi mentaati pendapat tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Praktek individu terhadap suatu obyek dapat dipengaruhi oleh persepsi

seseorang tentang kegawatan obyek, kerentanan, faktor sosiopsikologi, faktor sosio

demografi, pengaruh media massa, anjuran lain serta perhitungan untung rugi dari

prakteknya tersebut. Praktek dapat dibentuk oleh pengalaman interaksi individu

dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap

suatu obyek. Penelitian dari De Werdt mengatakan bahwa ada pengaruh yang kuat

dari tingkat pengetahuan terhadap praktek (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh pengetahuan terhadap praktek dapat bersifat langsung maupun

melalui perantara sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktek

(over behavior). Untuk terwujudnya sikap agar terjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003).

Keikutsertaan seseorang di dalam aktifitas sangat erat hubungannya dengan

pengetahuan, sikap, praktek pelakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan

akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu hal.

Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam

kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja (Depkes RI, 2004).

Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya

Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah

gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan

perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama

yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah

(Depkes RI, 2004) :

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya.

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya.

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional yakni meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat

tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Depkes RI, 2004).

Ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu :

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Universitas Sumatera Utara


Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan ke tiga fungsi

Puskesmas di atas, program tersebut dikelompokan menjadi (Depkes RI, 2004):

a. Upaya Kesehatan Dasar

Upaya kesehatan wajib puskesmas yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan

sebagian besar masyarakat serta mernpunyai daya ungkit yang tinggi dalam

mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan intemasional yang berkaitan

dengan kesakitan, kecacatan dan kematian. Upaya kesehatan dasar tersebut

adalah: 1) upaya promosi kesehatan, 2) upaya kesehatan lingkungan dan

pemberantasan penyakit menular, 3) upaya kesehatan ibu dan anak termasuk kb,

4) upaya perbaikan gizi, dan 5) upaya pengobatan.

b. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan

dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan di pilih dari

daftar upaya kesehatan pokok di puskesmas yang telah ada. Yang termasuk

upaya kesehatan pengembangan, yaitu : 1) upaya kesehatan sekolah, 2) upaya

kesehatan olah raga, 3) upaya kesehatan kerja, 4) upaya perawatan kesehatan

masyarakat, 5) upaya kesehatan gigi dan mulut, dan 6) upaya kesehatan jiwa.

2.3. Upaya Kesehatan Kerja

Universitas Sumatera Utara


UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan khususnya bab XII kesehatan kerja

pada pasal 164-166, secara tegas menyatakan tentang tujuan, sasaran, peran dan

tanggung jawab pemerintah, kewajiban dan tanggung jawab pengelola tempat kerja,

pengusaha dan kewajiban pekerja dalam upaya kesehatan kerja. Upaya kesehatan

kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari

gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan dalam

rangka mewujudkan produktifitas kerja yang optimal. Berdasarkan hal tersebut,

pemerintah wajib membina dan melaksanakan upaya kesehatan kerja dengan

melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pekerja

Upaya Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan

penyakit akibat kerja dan pemenuhan persyaratan kesehatan kerja. Upaya kesehatan

kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan

lingkungan kerja, dengan keserasian diantara ketiganya diharapkan kinerja akan

meningkat. Kinerja akan terwujud dalam bentuk antara lain peningkatan

produktivitas, peningkatan kreatifitas, atau penghematan waktu kerja.

2.3.1. Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja adalah kemampuan fisik dan mental seseorang untuk

melaksanakan pekerjaan dengan beban tertantu secara optimal, diman kapasitas kerja

terutama dipenuhi oleh kesehatan umum dan status gizi pekerja, pelatihan dan

pendidikan. Tingkat kesehatan dan kemampuan pekerja merupakan modal awal

seseorang untuk melaksanakan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


Beban kerja meliputi kerja fisik dan mental yang dirasakan oleh pekerja dalam

melakukan pekerjaan. Kemampuan fisik yang lemah atau beban kerja yang tidak

sesuai dengan kemampuan pekerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan, hal ini

juga berpengaruh pada prilaku dan hasil kerjanya.

Yang dimaksud lingkungan kerja adalah lingkungan tempat melakukan

pekerjaan, meliputi bangunan, peralatan, bahan, orang/pekerja lain dan sebagainya.

Apabila faktor lingkungan kerja diabaikan maka dapat mejadi beban tambahan bagi

pekerja yang terlibat di dalamnya. Sehingga faktor kesehatan dan kenyamanan

lingkungan kerja perlu mendapat perhatian, baik terhadap bahaya potensial, masalah

ergonomi, alat pelindung diri maupun hubungan psikososial pekerja yang terlibat di

dalamnya.

UU Kesehatan tahun 2009 menentukan 3 kewajiban pengelola tempat kerja,

yaitu :

1) Mentaati standar kesehatan kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah dan menjamin

lingkungan kerja yang sehat serta

2) Bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) Melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,

peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja.

Pekerja diwajibkan oleh Undang-Undang Kesehatan untuk menciptakan dan

menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan mentaati peraturan yang berlaku di

tempat kerja. Undang-Undang Kesehatan juga menentukan bahwa hasil pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/

instansi yang bersangkutan.

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai langkah preventif dalam pemilihan calon

pegawai untuk memperoleh pegawai/ pekerja yang memenuhi standar kesehatan yang

ditentukan, sehingga produktifitas pekerja optimal (Jamsosindonesia, 2012).

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) juga

mengatur ikhwal kesehatan kerja dalam satu paragraf dengan keselamatan kerja.

Pengaturan dalam Pasal 86 dan 87 UU Ketenagakerjaan sangat rumit. Dalam pasal

tersebut antara lain ditentukan sebagai berikut:

1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja;

2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai

dengan peraturan perundang-undangan;

3) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2.4. Manajemen Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja (UKK) ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup

sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan

oleh pekerjaan dalam rangka mewujudkan produktifitas kerja yang optimal.

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah wajib membina dan melaksanakan upaya kesehatan kerja dengan

melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pekerja (Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab XII pasal 164 - 166).

Ruang lingkup upaya kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian

antara pekerja dengan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis.

Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

a) Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua

lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun

kesejahteraan sosialnya.

b) Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh

keadaan/kondisi lingkungan kerja.

c) Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam melakukan pekerjaanya dari

kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan

kesehatan.

d) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaan.

Secara umum tujuan dari Upaya Kesehatan Kerja (UKK) adalah untuk

meningkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi

peningkatan status kesehatan dan peningkatan produktifitas kerja melalui upaya

kesehatan kerja. Sedangkan tujuan khusus dari Upaya Kesehatan Kerja (UKK)

adalah:

Universitas Sumatera Utara


a) Peningkatan kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan.

b) Peningkatan keselamatan kerja dengan mencegah pemajanan bahan bahan yang

dapat membahayakan lingkungan kerja dan masyarakat serta penerapan prinsip-

prinsip ergonomi.

c) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan keluarganya

yang belum terjangkau pelayanan kesehatan kerja (underserverd).

d) Meningkatkan kemitraan melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan

LSM dalam upaya kesehatan kerja.

Para pekerja dalam melakukan pekerjaannya seringkali dihadapkan dengan

pajanan yang bisa membahayaan kesehatan. Selain itu sebagai anggota masyarakat

para pekerja bisa menderita gangguan kesehatan yang umum terjadi pada masyarakat

misalnya penyakit infeksi, penyakit akibat cara hidup yang tidak sesuai dengan

kaidah kesehatan dan lain-lain. Sehingga bagi para pekerja perlu mendapatkan upaya

pelayanan kesehatan yang lebih khusus dengan pertimbangan adanya bahaya

potensial dari tempat kerja, terutama upaya –upaya pencegahan gangguan kesehatan.

Prinsip Dasar Kesehatan Kerja meliputi 3 (tiga) hal utama, yaitu :

1) Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan Kerja (UKK) adalah upaya yang sangat penting untuk

melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta

pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja.

Universitas Sumatera Utara


2) Status Kesehatan Pekerja

Status kesehatan pekerja adalah kondisi kesehatan pekerja pada suatu saat

tertentu. Status kesehatan pekerja dipengaruhi oleh 4 faktor penentu, yaitu

lingkungan pekerja, perilaku pekerja, pelayanan kesehatan kerja dan faktor

genetik. Perilaku kerja dan lingkungan kerja merupakan dua komponen utama

dalam menentukan status kesehatan pekerja. Di antara faktor tertentu yang

terbesar adalah lingkungan pekerja, kemudian perilaku kerja.

3) Pengkajian Bahaya Potensial di Lingkungan Kerja

Gangguan kesehatan dan kecelakaan sering disebabkan oleh bahaya potensial di

tempat kerja. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-

bahaya yang dapat ditimbulkan, maka ditempuh 3 langkah utama yaitu:

pengenalan, evaluasi dan pengendalian berbagai bahaya potensial ditempat kerja

(Depkes RI, 2005).

Sasaran dari upaya kesehatan kerja di puskesmas secara langsung adalah

masyarakat pekerja di sektor kesehatan, antara lain : Puskesmas, Balai Pengobatan,

Laboratorium Kesehatan, Pos UKK dan jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan

kerja. Sedangkan sasaran tidak langsung diberikan kepada masyarakat pekerja di

berbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan LSM.

Strategi Upaya Kesehatan Kerja (UKK) meliputi :

1) Upaya kesehatan kerja bagi pekerja dan keluarganya dikembangkan secara

terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan Puskesmas dan

rujukan.

Universitas Sumatera Utara


2) Upaya kesehatan kerja dilakukan melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang

meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja,

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui peran serta aktif

masyarakat dengan menggunakan pendekatan PKMD.

4) Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan

kerja.

5) Meningkatkan SDM kesehatan kerja.

6) Mengaktifkan jaringan komunikasi efektif lintas disiplin ilmu, lintas lembaga /

lintas sektoral dan lintas program.

7) Intensifikasi penatalaksanaan PAK dan PAHK.

8) Surveilan epidemiologi PAK dan PAHK.

9) Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah.

10) Menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi spesifik daerah.

11) Menghimpun potensi yang dimiliki para prilaku K3 dalam azas kebersamaan

saling menguntungkan.

12) Menerapkan dan membangun kemitraan sebagai landasan kerja dan promosi

kesehatan kerja.

13) Proaktif terhadap segala perubahan dalam mengantisipasi dampak globalisasi.

2.5. Kesehatan Kerja

Universitas Sumatera Utara


Program kesehatan kerja merupakan bagian integral dari upaya untuk

mencapai visi “Masyarakat Pekerja Sehat dan Produktif“. Visi tersebut mengandung

cita-cita bahwa telah terwujud masyarakat pekerja yang bekerja dalam lingkungan

kerja yang sehat dan dengan perilaku kerja sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta

memiliki derajat kesehatan dan produktivitas yang setinggi tingginya.

Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi kesehatan kerja adalah :

a) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kerja pada insitusi pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan baik di pusat, provinsi, dan kabupaten / kota, serta

mendorong terbentuknya jaringan pelayanan kesehatan kerja dasar dan rujukan

yang sadar mutu.

b) Mendorong upaya terciptanya suasana lingkungan kerja yang sehat.

c) Mendorong kemandirian masyarakat pekerja untuk hidup sehat dan produktif

sesuai norma sehat dalam bekerja.

Sedangkan sebagai kebijakan program kesehatan kerja adalah :

a) Menggali sumber daya untuk optimalisasi tugas dan fungsi institusi pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan pemerintah maupun swasta di bidang pelayanan

kesehatan kerja.

b) Meningkatkan profesionalisme para pelaku dalam pembinaan dan pelayanan

kesehatan kerja di pusat,propinsi,kabupaten / kota.

c) Mengembangkan jaringan kerjasama pelayanan kesehatan kerja dan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja.

Universitas Sumatera Utara


d) Mengembangkan tenaga ahli kesehatan kerja bagi angkatan kerja dan dokter

kesehatan kerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama dengan pelayanan

kesehatan paripurna.

e) Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya

masyarakat dan organisasi profesi.

f) Mendorong agar setiap angkatan kerja menjadi peserta dana sehat /asuransi

kesehatan sebagai perwujudan keikutsertaannya dalam upaya pemeliharaan

kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya.

g) Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam

kelembagaan K3 di tempat kerja.

h) Mengembangkan peran serta masyarakat pekerja dengan meningkatkan

pembentukan UKBM maupun mengaktifkan kegiatan pos UKK yang sudah ada.

i) Mengembangkan system informasi manajemen K3 sebagai upaya pemantapan

survailans epidemilogi penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja dan bekerjasama dalam

rangka melaksanakan tugas atau tugas-tugas yang ditentukan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Karena merupakan sekumpulan orang yang bekerja dan

bekerjasama, maka organisasi pastinya tidak statis, melainkan merupakan entitas

(kesatuan) yang dinamis dan dalam berinteraksi sangat dipengaruhi oleh system

lingkungan yang penuh dinamika.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan menurut Gibson (1987), organisasi adalah wadah yang

memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat di capai

oleh individu secara sendiri-sendiri.

Organisasi memang merupakan sesuatu yang harus selalu berubah mengikuti

tuntunan lingkungan.Perubahan itu dapat berupa dari tidak ada menjadi ada, dari kecil

menjadi besar, dari besar menjadi kecil, dari ada menjadi tidak ada, atau berupa tugas,

fungsi dan susunannya.

Dalam menyelenggarakan kesehatan kerja dijumpai banyak organisasi sebagai

pelaku dalam pelaksanaanya, karena ruang lingkup kesehatan kerja sangat multi

disiplin dalam keilmuan, maka penyelenggaraanya tidak dapat dilakukan oleh

kesehatan kerja, tetapi harus dilakukan secara kemitraan tersebut akan lebih efektif

dan efesien apabila juga didasari juga didasari dengan kesetaraan, keterbukaan serta

saling menguntungkan.

Sebagai suatu konsekuensi logis dari adanya penerapan otonomi daerah

sebagaimana tertuang dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan

Daerah, UU RI No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat daerah dan PP RI No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan

Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi, maka

penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan kerja

pada khususnya akan lebih mengarah pada kondisi masing-masing daerah, dan

memperhatikan kesepakatan baik di pusat, provinsi dan kabupaten / kota di bidang

kesehatan kerja.

Universitas Sumatera Utara


Pengorganisasian dalam penyelenggaraan kesehatan kerja, melibatkan unsur

pemerintah, segenap potensi masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat,

organisasi kemasyarakat, organisasi profesi dan kalangan dunia usaha yang

penyelenggaraanya dilakukan secara kemitraan.

Dalam pengorganisasian pelaksanaan di lapangan, upaya kesehatan kerja baik

yang bersifat private goods maupun public goods, seyogyanya diselenggarakan

secara kemitraan oleh institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta,

dunia usaha dan masyarakat pekerja dalam hubungan (kerjasama) berdasarkan

kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberi manfaat) atas

kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.

Adapun bentuknya tidaklah selalu penyediaan pelayanan kesehatan, namun

lebih dari suatu upaya menyeluruh untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan dan

keselamatan kerja yang paripurna sekaligus memenuhi kebutuhan semua pihak yang

terlibat (stake holders).

Kesehatan Kerja dalam lingkup wilayah kerja dan kewenangan masing-

masing, yaitu :

1) Pemerintah di tingkat pusat

Terdiri dari unsur-unsur :

a) Kementerian Kesehatan

b) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

c) Organisasi Pengusaha seperti Apindo

d) Organisasi Pekerja

Universitas Sumatera Utara


e) Pihak terkait lain yang diperlukan sesuai jenis dan bidang pekerjaan antara

lain Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Pekerjaan

Umum dan lain-lain.

2) Pemerintahan di tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota

Untuk organisasi di tingkat provinsi dan kabupaten / kota, lain yang terkait

disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat. Peran dan fungsi dari masing-

masing sebagai berikut :

a) Pemerintah Kabupaten / Kota

i. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja di sarana pelayanan

kesehatan pemerintah, swasta, maupun Pos UKK dengan sasaran meliputi

semua tempat kerja.

ii. Melakukan penatalaksanaan dan rujukan kasus PAK, PAHK dan KAK di

sarana pelayanan kesehatan pemerintah, swasta, maupun Pos UKK dalam

Upaya kesehatan kerja.

iii. Menyelenggarakan pelatihan teknis untuk meningkatkan kemampuan

sumber daya manusia baik terhadap petugas kesehatan pemerintah

maupun swasta, serta kader kesehatan kerja dalam pelaksanaan Program

Kesehatan kerja.

iv. Melakukan penerapan teknologi tepat guna untuk mengatasi masalah

local spesifik yang berbasis pada permasalahan kesehatan kerja.

Universitas Sumatera Utara


v. Melaksanakan surveilans epidemiologi kesehatan kerja termasuk

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan maping area kesehatan kerja.

vi. Melaksanakan jaringan kemitraan dan forum komunikasi dengan para

stake holders di kabupaten/kota guna mendukung Program Kesehatan

Kerja.

vii. Pengupayakan ketersediaan dukungan sarana dan prasarana, panduan dan

alat-alat kesehatan kerja guna mendukung upaya kesehatan kerja.

viii. Menggali sumber dana/pembiayaan untuk pemeliharaan kesehatan

masyarakat pekerja.

b) Mekanisme Kerja

i. Pengorganisasian kesehatan kerja di daerah

Ditingkat Provinsi, Gubernur membentuk Tim Pengarah Kesehatan

Kerja, yaitu antara lain :

• Di Kesehatan untuk tingkat provinsi, berdasarkan tugas pokok dan

fungsi Dinas Kesehatan Provinsi. Penanggung jawab terhadap

pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan kerja.

Sedangkan di tingkat Kabupaten / kota bertanggung jawab terhadap

pelayanan kesehatan kerja adalah Dinas kesehatan Kabupaten /

Kota.

• Untuk kemitraan dalam penyelenggaraan K3 pada tingkat provinsi

melalui keputusan Gubenur dapat di bentuk Tim pengarah kesehatan

Universitas Sumatera Utara


kerja yang ruang lingkup tugasnya antara lain menyusun rencana

kerja dan melakukan koordinasi dan komunikasi kepada semua

lintas yang terkait dalam kesehatan kerja. Sedangkan untuk tingkat

kabupaten/kota. Melalui keputusan Bupati/Walikota dapat di bentuk

tim Pelaksanaan kesehatan kerja dengan ruang lingkup tugasnya

antara lain menyusun rencana kerja dan melaksanakan kesehatan

kerja.

• Ditingkat masyarakat pekerja telah ada wadah kemitraan yang

bersumberdaya masyarakat, yaitu Pos Upaya Kesehatan Kerja.

3) Anggaran

Anggaran sering membuat suatu institusi berpeluang untuk membentuk

suatu kerja sama. Anggaran adalah sebuah perencanaan untuk

pengalokasian sumber pembiayaan. Pembiayaan dalam kerjasama

diperlukan untuk membayar biaya-biaya kegiatan bersama. Masalah

penganggaran merupakan mekanisme paling utama untuk pengaturan

prioritas dan aktivitas koordinasi berbagai program pemerintah.

Penggunaan anggaran dalam upaya penanggulangan penyakit menular di

suatu daerah melalui kerjasama lintas sektor berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 1991 Pasal 30 menjadi beban anggaran

Pemerintah Daerah maupun instansi masing-masing yang terkait.

Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan

Universitas Sumatera Utara


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kekurangan anggaran

pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan penyakit menular dapat

dipenuhi berdasarkan alokasi dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan Belanja Nasional (APBN) baik berupa Dana Alokasi Umum

(DAU) maupun Dana Alokasi khusus (DAK). DAU adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi

Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.

4) Komitmen

Komitmen merupakan keputusan internal yang membuat seseorang atau

organisasi percaya pada kebutuhan perubahan yang akan membuatnya

bekerja. Komitmen menjadi mudah dalam suatu lingkungan dimana

orang-orang sudah melihat bagian yang berhasil. Dukungan komitmen

timbul ketika masing-masing mitra mengetahui harus berbuat apa,

bagaimana cara melakukan itu dan kapan pekerjaan harus diselesaikan.

Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujuan serta penetapan

kepercayaan yang lebih tinggi dan tanggung jawab timbal balik untuk

Universitas Sumatera Utara


tujuan bersama. Komitmen merupakan faktor penting bagi keberhasilan

kerjasama antar dinas.

2.5.1 Komitmen dan Kebijakan di Puskesmas

Kementerian Kesehatan telah menetapkan 10 program unggulan dalam upaya

mencapai Indonesia Sehat 2010, salah satunya adalah keselamatan dan kesehatan

kerja, maka pimpinan puskesmas sebagai penanggung jawab dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan masyarakat secara paripurna juga mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam menyelenggarakan program keselamatan dan kesehatan kerja

kepada seluruh staf bawahannya atau kesehatan kerja di puskesmas itu sendiri. Oleh

karena itu perlu adanya komitmen dan kebijakan untuk memberikan perlindungan

tersebut dengan penerapan manajemen kesehatan kerja puskesmas.

Sebagai tindak lanjut komitmen dan kebijakan pimpinan puskesmas dalam

penyelenggaraan kesehatan kerja, perlu dilakukan beberapa hal antara lain:

1) Mengidentifikasi sumber daya yang ada di puskesmas.

2) Menetapkan tujuan yang jelas sebagai acuan pelaksanaan kesehatan kerja.

3) Sosialisasi program kesehatan dan keselamatan kerja kepada seluruh staf/petugas

puskesmas.

4) Membentuk organisasi kesehatan dan keselamatan kerja atau menunjuk tim

penanggung jawab kesehatan kerja.

5) Memberi wewenang dan tanggung jawab kepada tim kesehatan kerja.

6) Meningkatkan sember daya manusia (SDM) di bidang kesehatan kerja di

puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


7) Pimpinan puskesmas melakukan advokasi ke dinas kesehatan kabupaten/ kota

untuk mendapatkan dukungan.

8) Puskesmas perlu membuat pedoman kerja dan prosedur pelaksanaan kesehatan

dan keselamatan kerja. Dengan mengutamakan upaya peningkatan (promotif dan

preventif).

9) Melakukan monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal.

Puskesmas harus membuat perencanaan penerapan sistem manajemen

kesehatan kerja dengan sasaran yang jelas dan hasilnya dapat diukur. Perencanaan

harus membuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan

indentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan

persyaratan/standar yang berlaku, serta hasil tujuan pelaksanaan kesehatan dan

keselamatan kerja sebelumnya.

Perencanaan indentifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko

di puskesmas.

a. Indentifikasi Potensi Bahaya Di Puskesmas

Perencanaan kesehatan kerja di puskesmas terlebih dahulu dengan

melakukan indentifikasi potensi bahaya seperti mengenali, menemukan dan

menentukan ada atau tidak adanya bahaya yang dapat menimbulkan resiko

kesehatan dan keselamatan petugas puskesmas di setiap unit kerja pukesmas,

seperti loket pendaftaran, ruang tunggu, ruang poli, ruang rawat inap, ruang obat,

laboratorium, gudang dapur, kamar mandi/WC dan lain sebagainya. Di samping

Universitas Sumatera Utara


itu indentifikasi potensi bahaya juga dilakukan terhadap proses kerja dan alat

kerja yang digunakan dalam mendukung pekerjaan di puskesmas.

Potensi bahaya atau resiko di tempat kerja dari proses kerja, alat kerja, dan

sebagainya, memungkinkan terjadinya penyakit akibat hubungan kerja.penyakit

akibat kerja dan kecekaan kerja. Penyakit akibat hubungan kerja dapat terjadi

selain kerena pajanan penyakit dari pasien atau pengunjung, dapat juga terjadi

akibat prilaku, cara kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja petugas di

puskesmas.

b. Penilaian Resiko di Puskesmas

Penilaian resiko di puskesmas dilakukan dengan cara indentifikasi potensi

bahaya, kemudian melakukan besaran resiko dari potensi bahaya tersebut.

Berdasarkan pada sumber bahaya, sering dan lamanya kontak petugas dan

sumber bahaya tersebut.

Dalam melakukan penilaian potensi bahaya, perlu diketahui bahwa setiap

resiko kecelakaan dan kesehatan yang ditemukan mempunyai karakteristik

tertentu, menurut temoat kerja, proses kerja, dan jenis pekerjaan.

c. Pengendalian Resiko

Cara pengendalian resiko dapat dilakukan sesuai dengan hirarki

pengendalian dengan cara seperti :

1) Mengurangi sumber daya yang dapat menimbulkan bahaya.

2) Mengganti alat/prasarana yang mempunya potensi bahaya yang tinggi dengan

yang kurang berbahaya.

Universitas Sumatera Utara


3) Mengurangi kontak dengan sumber bahaya.

4) Pengelolaan lingkungan kerja yang sehat dan aman.

5) Adanya aturan atau SOP tentang cara kerja yang baik dan sehat.

6) Adanya pengaturan waktu kerja/shift kerja.

7) Adanya pelatihan bagi petugas puskesmas tentang cara kerja yang sehat dan

selamat.

8) Penggunaan alat pelindung diri (APD).

2.5.2 Pelaksanaan Kesehatan Kerja di Puskesmas

Penerapan/pelaksanaan kesehatan kerja di pukesmas meliputi penerapan

kesehatan kerja di dalam dan di luar gedung puskesmas. Penerapan kesehatan kerja di

pukesmas dilakukan dengan cara :

a. Memberi informasi kepada seluruh petugas puskesmas untuk menjamin

pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas, setelah adanya komitmen bersama

dalam penerapannya perlu diinformasikan kepada seluruh staf, agar diketahui

peran, wewenang dan tanggung jawab dari seluruh petugas puskesmas, antara

lain:

1) Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan

menginformasikan kepada semua petugas yang terlibat di puskesmas.

2) Pimpinan puskesmas menujuk penanggung jawab kesehatan kerja.

3) Pimpinan puskesmas, pimpinan poliklinik atau tempat kerja lainya

bertanggung jawab atas upaya kesehatan kerja pada tempat kerjanya.

Universitas Sumatera Utara


4) Pimpinan puskesmas menerima saran-saran dari ahli kesehatan kerja baik

yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota dan atau lintas sektor

terkait.

5) Petugas yang menangani kagawat daruratan harus mendapat pelatihan

kesehatan kerja.

6) Kinerja upaya kesehatan kerja dapat dimasukkan dalam laporan tahuna

puskesmas.

7) Pimpinan puskesmas memberikan informasi terbaru mengenai kebijakan

kesehatan dan keselamatan kerja di puskesmas kepada seluruh staf baik

dalam rapat staf atau mini lokarya, bila perlu kepada pengunjung dan pasien

di puskesmas.

b. Pelatihan petugas/karyawan kesehatan kerja puskesmas untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan kesehatan kerja petugas di puskesmas, perlu di

berikan pelatihan kesehatan kerja bagi seluruh petugas baik secara bersamaan

atau bergantian.

c. Pelaksanaan kesehatan kerja bagi petugas puskesmas meliputi :

1) Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus pada petugas puskesmas.

a) Pemeriksaan awal atau sebelum kerja diberikan kepada pegawai baru

yang akan mulai kerja atau kepada pegawai pindahan atau mutasi dari

tempat lain atau antar tempat kerja.

b) Pemeriksaan berkala dilakukan kepada seluruh pegawai puskesmas,

dalam pemeriksaan berkala ini paling lama 1 (satu) tahun sekali.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan pada unit tertentu yang mempunyai resiko tinggi sebaiknya

dilakukan pemeriksaan berkala 6 (enam) bulan sekali.

c) Pemeriksaan khusus dilakukan kepada pegawai yang mengalami

gangguan atau sakit tertentu yang sering kambuh walaupun sudah

dilakukan pengobatan.

2) Penerapan Ergonomi

Persamaan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan

oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dan lingkungan kerja secara

menyeluruh termasuk peralatan kerja. Penerapan ergonomi di puskesmas

adalah sebagai berikut:

a) Posisi bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan :

• Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaan

• Tidak menimbulkan gangguan psikologis

• Dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan memuaskan.

b) Posisi bekerja dengan berdiri :

Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus

dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai.

c) Proses bekerja

Universitas Sumatera Utara


Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam melakukan

pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang berbeda, perlu pemecahan

masalah terutama peralatan impor dari negara-negara barat, sehinga

perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus dilakukan

dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang setinggi 10-25 cm

agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi meja dan tidak

melelahkan.

d) Penampilan tempat kerja

Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai petunjuk-petunjuk

berupa gambar-gambar yang mudah diingat, mudah dilihat setiap saat.

e) Mengangkat beban

Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan

yang lazim dan sering dilakukan tanpa di fikirkan efek negatifnya,

seperti: kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot kaarna

pekerjaan tertentu, prolabsus uteri, prolapsusani ataupun hernia, dll.

Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pekerjaan dapat

dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses kerja

dan posisi kerjanya.

f) Sikap tubuh dan bekerja

Sikap tubuh dan bekerja berhubungan dengan tempat duduk, mejaa

kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja

Universitas Sumatera Utara


perlengkapan dilakukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap

tubuh paling alamiah dan memungkinkan dilakukan gerakan-gerakan

yang dibutuhkan. Pada posisi berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi

optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah siku. Agar tinggi optimum

ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal

dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah mendatar dan lengan

atas vertikal. Tinggi siku pada laki-laki misalnya 100 cm dan pada

wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja pada laki-laki adalah

antara 90-95 cm bagi wanita adalah antara 85-90 cm.

3) Promosi/ pencegahan kesehatan kerja di puskesmas

pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas lebih di utamakan pada 2 hal

yaitu upaya promotif dan preventif.

Kegiatan upaya promotif dan preventif ini sangat berperan dalam mencegah

timbulnya berbagai macam penyakit maupun resiko bahaya yang ada di

puskesmas. Kegiatan ini pada prinsipnya mudah untuk dilakukan dan tidak

memerlukan biaya. Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan promosi

kesehatan kerja di puskesmas perlu menjadi prioritas dalam pelaksanaan

kesehatan kerja di pukesmas.

Kegiatan promosi kesehatan kerja akan sangat efektif dan efisien bila dapat

mengkobinasikan 3 komponen yaitu :

1) Kegiatan meningkatkan kesadaran (pemasangan leaflet, poster tentang

kesehatan kerja dan lain - lain),

Universitas Sumatera Utara


2) Kegiatan meningkatkan kemampuan (pelatihan, penyediaan alat

pelinding diri dan lain - lain),

3) Kegiatan meningkatkan lingkungan kerja yang bersih, sehat, aman dan

nyaman (larangan merokok, larangan membuang sampah sembaranga

dan lain - lain).

Beberapa contoh program promosi kesehatan kerja yang perlu dilakukan di

puskesmas :

1) Senam kebugaran dan olah raga bersama

2) Pembuatan dan pemasangan leaflet, poster, dan lain lain

3) Pembuatan dan sosialisasi standar operasional

4) Imunisasi petugas pukesmas (hepatitis B)

5) Penyediaan APD sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

6) Penambahan asuhan gizi petugas puskesmas

7) Kegiatan pembersihan lingkungan puskesmas

8) Perbaikan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pukesmas (air bersih,

penyediaan tempat sampah, kebersihan kamar mandi/ jamban,

pengolahan sampah medis dan non medis, sistem pengolahan air limbah

dan lain lain).

9) Aktivitas sosial bersama, seperti: piknik bersama, buka puasa bersama,

siraman rohani, dan konseling (Depkes RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.6 Landasan Teori

Menurut Bloom (1908), komponen hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan :

STIMULUS PROSES REAKSI


(Rangsangan) STIMULUS TERBUKA
(Tindakan)

REAKSI TERTUTUP
(Pengetahuan dan Sikap)

Gambar 2.1. Landasan Teori

2.7. Landasan Berfikir Penelitian

Pengetahuan

Pelaksanaan
Ppj Manajemen UKK

Sikap

Gambar 2.2. Alur Berfikir Penelitihan

Alur berfikir dalam penelitian ini adalah menganalisis pengetahuan, sikap dan

praktek pada pelaksanaan manajemen Upaya Kesehatan kerja (UKK).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai