Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan pertanian yang dilakukan pada beberapa periode yang lalu menekankan
pada peningkatan produksi dengan menggunakan bahan-bahan kimiaberupa pupuk anorganik
dan pestisida sintetik telah memberikan kontribusi besar terhadap timbulnya pencemaran
lingkungan air tanah dan air permukaan serta kesehatan manusia dan hewan. Pertanian organik
merupakan suatu system pertanian yang mendorong terbentuknya tanah dan tanaman yang
sehat dengan melakukan praktik-praktik budidaya tanaman seperti daur ulang hara pada bahan
organik (sisa-sisa tanaman), rotasi tanaman, pengolahan tanah yang tepat serta mengurangi
penggunaan pupuk buatan dan pestisida sintetik. Kotoran ternak sapi telah dikenal
penggunaannya sebagai pupuk kandang namun harus melalui proses yang panjang baru bisa
dimanfaatkan pada tanaman. Kotoran ternak sapi sebagai suatu bahan baku untuk pembuatan
bokashi yang diproses melalui fermentasi dengan EM4. Efektif Mikroorganisme (EM)
merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu bakteri
sintetik, bakteri asam laktat, ragi,actinomycetes, dan jamur yang dapat dimanfaatkan inokulan
untuk meningkatkan keragaman mikrobia tanah. Tanaman jagung merupakan salah satu
tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia maupun hewan. Di Indonesia jagung
merupakan makanan pokok kedua setelah padi. Jagung dapat dikonsumsi dalam berbagai
bentuk makanan antara lain sebagai sayuran, namun demikian jagung mempunyai peranan
yang tidak kalah pentingnya dengan padi sebagai sumber karbohirat. Peningkatan produksi
pertanian, khususnya tanaman jagung sangat ditentukan oleh meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan petani sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan, serta permintaan pasar.
Permintaan pasar yang semakin meningkat menjadi tantangan bagi petani jagung, sebab petani
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan produksi jagung per
hektar.
1.2 Tujuan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Produksi jagung hingga kini dikonsumsi manusia dalam berbagai bentuk penyajian,
buah jagung yang masih muda terutamajagung manis (sweet corn) sangat disukai orang dan
biasanya disajikan dalam bentuk jagung rebus atau jagung bakar,selain itu juga sering dijumpai
tepung jagung atau tepung maizena. Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan bokashi adalah kotoran sapi. Di Kelurahan Tamarunang ketersediaan kotoran sapi
sangat banyak, karena adanya rumah pemotongan hewan (RPH). Kotoran sapi ini dapat
dijadikan bahan baku untuk pembuatan bokashi kotoran sapi yang akan menjadi sumber unsur
hara pada tanaman jagung. Penggunaan bokashi kotoran sapi maupun mikroorganisme efektif
telah banyak diteliti dan pada umumnya hasilnya positif. Menurut Higa dan James (1997) hasil
fermentasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme efektif (EM) adalah asam
laktat, asam amino, yang dapat diserap langsung oleh tanaman sebagai antibiotik yang mampu
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan.
Pupuk bokashi kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam penerapan
teknologi pertanian organik yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kotoran sapi
merupakan bahan organik yang mempunyai prospek yang baik untuk dijadikan pupuk organik
(bokashi), karena mempunyai kandungan unsur hara yang cukup tinggi. Berdasarkan uraian
yang telah dikemukakan dalam penggunaan pupuk bokashi kotoran sapi belum didapatkan
dosis yang tepat dalam penggunaannya
sehingga dalam tulisan ini penulis ingin melihat pengaruh penggunaan beberapa dosis pupuk
bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Tujuan penelitian
adalah untuk mengkaji pengaruh pupuk bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung, juga untuk mendapatkan dosis pupuk yang tepat dan memberikan
keuntungan yang maksimal.

2
BAB III
METODELOGI

A. Waktu dan tempat pelaksanaan


Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2006 di Kebun Percobaan Balai
Besar Diklat Mekanisasi Pertanian Batangkaluku, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba
Opu, Kabupaten
Gowa.
B. Metode Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan lima perlakuan termasuk kontrol (P0) dan empat ulangan, sehingga diperoleh 4
petak atau plot dengan ukuran 3 x 2 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 40 cm,
dengan total populasi 800 tanaman. Pengolahan tanah I dilakukan 3 minggu sebelum
penanaman dengan menggunakan traktor, kemudian pengolahan tanah II dilakukan 2 minggu
sesudah pengolahan tanah I dan pemberian kapur dolomit dengan dosis 3 ton ha-1. Pembuatan
bedengan 1 minggu sebelum penanaman. Penanaman dilakukan secara tugal dengan 2 biji per
lubang. Aplikasi pupuk bokashi dilakukan 1 minggu sebelum penanaman dengan dosis yang
berbeda, yaitu :
P 0 : Kontrol
P 1 : 3 ton ha-1
P 2 : 6 ton ha-1
P 3 : 9 ton ha-1
P 4 : 12 ton ha-1
Adapun parameter yang akan diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm) diukur pada saat tanaman berumur 2 – 8 minggu setelah tanam dengan
frekuensi pengamatan sekali seminggu.
2. Jumlah daun (helai) dihitung pada saat tanaman berumur 2 – 8 minggu setelah tanam dengan
frekuensi pengamatan sekali seminggu.

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tinggi tanaman
Hasil uji Duncan tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST).
disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa pada 2 MST, perlakuan 20
ton ha-1 (P4) memberikan tinggi tanaman terbesar, yaitu 32.1250 cm. Perlakuan p4 ini,
walaupun berbeda tidak nyata dengan perlakuan 15 ton ha-1 (P3) dengan tinggi tanaman
30,3750 cm, namun memberikan hasil tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Pada 4 dan 6 MST Perlakuan 20 ton ha-1 (P4) memberikan tinggi tanaman terbesar
yaitu 71.9375 cm dan 140.4375. Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan ini berbeda nyata
dengan rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan lainnya. Pada 8 MST Perlakuan P4 (20 ton ha-
1) memberikan tinggi tanaman terbesar yaitu 239.1875 cm. Pada perlakuan P4, rata-rata tinggi
tanaman yang dihasilkan hanya berbeda nyata dengan rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan
P0 (kontrol).

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
PERLAKUAN RATA-RATA TINGGI TANAMAN (cm)
2 minggu 4 minngu 6 minggu 8 minggu
P0
P1
P2
P3
P4

Jumlah daun
Hasil uji Duncan jumlah daun pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa, jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh perlakuan 20 ton ha-1
(P4) yaitu 5,2500 helai. Walaupun perlakuan P4 ini berbeda tidak nyata dengan perlakuan 15

4
ton ha-1 (P3) dengan jumlah daun 5,1250 helai, namun jumlah daun yang dihasilkan berbeda
nyata dengan jumlah daun pada perlakuan lainnya. Pada umur 4 MST, jumlah daun terbanyak
pada 4 MST diperoleh pada perlakuan 20 ton ha-1 (P4), yaitu 7.7500 helai. Rata-rata jumlah
daun yang dihasilkan perlakuan P4 berbeda nyata dengan rata-rata jumlah daun pada perlakuan
lainnya.
Tabel 2. Hasil rata-rata jumlah daun (helai) pada umur 2 MST
BEDENGAN RATA RATA JUMLAH DAUN
2 minngu 4 minggu 6 minggu 8 minggu
P0
P1
P2
P3
P4

Pada umur 6 MST perlakuan 20 ton ha-1 (P4) memberikan jumlah daun terbanyak yaitu
10.6875 helai. Rata-rata jumlah daun yang dihasilkan perlakuan P4, hanya berbeda nyata
dengan rata-rata jumlah daun pada perlakuan 0 ton ha-1 (P0, kontrol) dan 5 ton ha-1 (P1). Pada
umur 8 MST, perlakuan 20 ton ha-1 (P4) memberikan jumlah daun terbesar, yaitu 14.4375
helai. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan P4 berbeda nyata dengan rata-rata jumlah daun
pada perlakuan lainnya.

B. Pembahasan
Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk bokashi
kotoran sapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
berat tongkol, berat basah pipilan, dan berat kering pipilan. Hanya pada jumlah tongkol
penggunaan pupuk bokashi kotoran sapi memberikan pengaruh yang tidak nyata, namun
cenderung memberikan hasil meningkat sesuai dengan peningkatan dosis yangdigunakan. Hal
ini disebabkan karena bokashi yang berasal dari pupuk kandang mengandung sejumlah unsur
hara dan bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Ketersediaan hara dalam tanah, struktur tanah dan tata udara tanah yang baik sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam

5
menyerap unsur hara. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat menentukan
pertumbuhan vegetative tanaman yang pada akhirnya menentukan pula fase reproduktif dan
hasil tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang baik akan menunjang fase generatif yang baik pula.
Menurut Buckman dan Brady (1982), pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan
perkembangan akar dan kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi pertumbuhan serta hasil tanaman. Adanya perbedaan yang nyata antara
perlakuan bokashi kotoran sapi dengan tanpa penggunaan bokshi, karena bokashi pupuk
kandang merupakan pupuk yang lengkap yang dapat memperbaiki semua sifat-sifat tanah. Hal
ini bahwa pupuk kandang dapat dianggap sebagai pupuk yang lengkap, karena selain
menghasilkan hara yang tersedia, juga meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Adanya EM4 sebagai elemen bokashi sangat bermanfaat, mengingat cara kerja EM4 dalam
tanah secara sinergis dapat meningkatkan kesuburan tanah, baik fisik, kimia, dan biologis
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta meningkatkan
produktivitas tanah dan tanaman. Lebih lanjut, Lingga (1995) menyatakan bahwa tanah yang
berstruktur baik, dengan kata lain tanah yang banyak mengandung mikroorganisme dan
kepadatan tanah yang berkurang dapat menyerap air dan unsur hara yang terlarut. Bokashi
pupuk kandang yang diberikan mengandung EM4 yang dapat memfermentasikan bahan
organik se-hingga menghasilkan senyawa yang dapat diserap langsung oleh akar tanaman.
Secara umum, hasil produksi yang didapatkan belum maksimal mengingat potensi
genetik tanaman jagung yang digunakan mampu berproduksi sampai 8 ton ha-1, sementara hasil
yang didapatkan hanya sekitar 4 – 5 ton ha-1. Rendahnya hasil yang didapatkan karena unsur
hara yang tersedia belum mencukupi untuk kebutuhan optimum pertumbuhan tanaman jagung.
Salah satu kendala yang dihadapi sehingga pupuk kandang jarang digunakan karena
ketersediaan unsur hara yang sangat lambat (slow release), sehingga produksi tanaman tidak
maksimal. Pada percobaan ini, varietas jagung yang digunakan adalah bisi 2, dimana
diharapkan tongkol yang dihasilkan pertanaman adalah 2 buah, tetapi nyatanya seluruh
tanaman jagung hanya menghasilkan 1 buah tongkol. Hal tersebut di atas diperkuat oleh hasil
penelitian Katriani dkk (2003) pada tanaman kacang tanah, dimana produksi yang didapatkan
hanya setengah dari potensi maksimalnya, dan menyimpulkan bahwa rendahnya produksi yang
didapatkan karena unsur hara esensial dalam tanah masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan
tanaman sehingga proses pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu. Dalam
mengatasi kenyataan tersebut di atas, dimana unsur hara pada pupuk organik sangat lambat
tersedia, upaya lain yang dapat digunakan adalah mengkombinasikan antara pupuk organik dan
6
anorganik, mengingat sifat pupuk anorganik adalah dapat menyuplai hara dengan cepat sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Kombinasi pupuk organik dan anorganik memberikan pengaruh
yang lebih baik, sebab terjadi hubungan yang sinergis yang saling menunjang (Syam, 2003).
Hal ini didukung oleh Samosir (2000) yang menyatakan bahwa penambahan N dapat
menurunkan rasio C/N bahan organik (pupuk kandang), sehingga cepat melapuk (terurai).
Semakin cepat bahan organik melapuk, maka semakin cepat pula unsur hara esensial tersedia
bagi tanaman.

7
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulam
1. Penggunaan pupuk bokashi kotoran sapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung terutama pada parameter tinggi tanaman, jumlah
daun.
2. Perlakuan dengan dosis 20 ton ha-1 bokashi kotoran sapi memberikan hasil yang tertinggi
pada semua parameter pengamatan, walaupun tidak semuanya berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.

B.Saran

8
DAFTAR PUSTAKA

Buckman, H.O. dan Brady, N.O., 1982. Ilmu Tanah (Terjemahan Sugiman). Bharata Karya
Aksara. Jakarta
Higa, T. dan F.D. James, 1997. Effective Microorganism (EM4). Dimensi Baru. Kyusei
Nature Farming Societies, Vol. 02/Th 1993. Jakarta

Katriani, M. Ramly, dan Jumriah, 2003. Pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada
berbagai dosis bokhasi pupuk kandang ayam.
Jurnal Agrivigor 3 (2): 128-135.
Lingga, P. 1995. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Samosir, S.S.R.,
2000. Pengelolaan Lahan Kering. Fakultas Pertanian Univ. Hasanuddin, Makassar.

Sutedjo, M.M., 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Syam, A., 2003.
Efektivitas pupuk organik dan anorganik terhadap produktivitas padi di lahan sawah. Jurnal
Agrivigor 3(3): 232 – 244.

Wididana, G.M. dan T. Higa, 1993. Penuntun Bercocok Tanam Padi dengan Teknologi
Effective
Microorganism 4. Songgolangit Persada, Jakarta.

9
LAMPIRAN

10
11
12

Anda mungkin juga menyukai