PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam penciptaan ruang dalam arsitektur dibutuhkan sebuah program yang didalamnya
terdapat beberapa syarat-syarat dan pendekatan ruang kegiatan, yang didasarkan atas
kegunaan ruang tersebut atau kecocokannya dengan tapak yang bersangkutan. Program akan
memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan ruang dan untuk
berapa lama, dan setiap perlengkapan khusus atau kontrol lingkungan. Program tersebut
mungkin mengekspresikan tatanan sosial dari organisasi yang ditempatkan atau arus manusia
dan bahan-bahan. Hubungan ini dinyatakan melalui syarat- syarat kedekatan dan harus secara
eksplisist diuji oleh pengguna ruang. Hubungan tersebut menjadi dasar bagi hirarki yang akan
diekspresikan dalam bangunan, fasilitas-fasilitas ini mengehendaki keluwesan dan
fungsionalitas yang luar biasa agar dapat seefektif yang seharusnya.
Museum merupakan salah satu sarana pendidikan dan tempat wisata yang berguna
untuk menambah wawasan, informasi serta, melestarikan warisan budaya. Bagi dunia
pendidikan dan pariwisata, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan,
karena keberadaan museum sangat berkaitan dengan sejarah-sejarah perkembangan manusia,
budaya, dan lingkungan. Museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan benda-benda peninggalan masa lalu, tetapi merupakan suatu lembaga yang
mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pelestarian nilai-nilai budaya guna
memperkuat identitas bangsa.
Namun di era globalisasi ini, museum sudah jarang dikunjungi oleh masyarakat
Indonesia. Banyak orang beranggapan bahwa berkunjung ke museum itu merupakan hal yang
kuno dan membosankan, padahal banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan dengan
1
berkunjung ke museum, mulai dari melihat benda-benda bersejarah secara langsung sehingga
mendapatkan deskripsi secara lengkap, dan juga dapat memahami nilai-nilai warisan budaya
dari generasi nenek moyang hingga generasi sekarang ini. Dengan demikian timbul
permasalahan saat sebuah museum tidak dapat menyampaikan informasi dengan tepat, sehingga
museum tersebut tidak diketahui oleh masyarakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah terkait dengan perancangan museum
layang-layang antara lain :
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan superimposisi pada bangunan museum .
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami proses desain yang digunakan dalam perancangan.
1.3.3. Untuk mengetahui dampak dari diterapkannya metode superimposisi pada bangunan.
1.4. Manfaat
2
1.5. Teknik Pengumpulan Data
Perancangan ini menggunakan sumber dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
c. Perancangan merupakan proses simulasi dari apa yang ingin dibuat sebelum kita
membuatnya, berkalikali sehingga memungkinkan kita merasa puas dengan hasil
akhirnya (P.J. Booker, 1984).
d. Perancangan merupakan sasaran yang dikendalikan dari aktifitas pemecahan masalah
(L. Bruce Archer, 1985)
e. Perancangan merupakan aktifitas kreatif, melibatkan proses untuk membawa kepada
sesuatu yang baru dan bermanfaat yang sebelumnya tidak ada (JB.Reswick, 1965).
f. Perancangan mempunyai makna memulai perubahan dalam benda-benda buatan
manusia (J.C. Jones, 1990).
g. Perancangan adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi
sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses: mengidentifikasi masalah masalah,
mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan pelaksanaan pemecahan
masalah. Dengan kata lain adalah perencanaan, penyusunan rancangan, dan
pelaksanaan rancangan (John Wade, 1977)
Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan
dalam bukunya; Engineering Design : A Systematic Approach. Cara merancang Pahl dan
Beitz tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, sebagai berikut :
5
beberapa konsep produk yang memenuhi kriteria dapat dipilih solusi yang terbaik. Mungkin
terjadi, ditemukan beberapa konsep produk terbaik yang dikembangkan lebih lanjut pada
fase-fase berikutnya.
c. Perancangan Bentuk (Embodiment Design)
Pada fase perancangan bentuk ini, konsep objek “diberi bentuk”, yaitu komponen-
komponen konsep produk yang dalam gambar skema atau gambar skets masih berupa garis
atau batang saja, kini harus diberi bentuk, sedemikian rupa sehingga komponen-komponen
tersebut secara bersama menyusun bentuk objek, yang dalam geraknya tidak saling
bertabrakan sehingga objek dapat melakukan fungsinya. Konsep produk yang sudah
digambarkan pada preliminary layout, sehingga dapat diperoleh beberapa preliminary
layout.Preliminary layout masih dikembangkan lagi menjadi layout yang lebih baik lagi
dengan meniadakan kekurangan dan kelemahan yang ada dan sebagainya. Kemudian
dilakukan evaluasi terhadap beberapa preliminary layout yang sudah dikembangkan lebih
lanjut berdasarkan kriteria teknis,kriteria ekonomis dan lain-lain yang lebih ketat untuk
memperoleh layout yang terbaik yang disebut definitive layout.Definitive layout telah dicek
dari segi kemampuan melakukan fungsi produk, kekuatan, kelayakan finansial dan lain-lain.
d. Perancangan Detail
Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk, dimensi,
kehalusan permukaan, material dari setiap komponen produk ditetapkan. Demikian juga
kemungkinan cara pembuatan setiap produk sudah dijajagi. Hasil akhir fase ini adalah
gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan kedua hal tersebut
disebut dokumen untuk pembuatan produk.
2.2 Superimposisi
Secara etimologis, superimpose berasal dari gabungan kata “super” (di atas; lebih
tinggi; sangat) dan “impose” (pengenaan) yang secara sederhana berarti “pengenaan di atas
atau pengenaan lebih tinggi ”. Dalam bahasa inggris “superimpose” yang berarti
menempatkan di atas. Menurut Pujiantara .R dalam jurnal fourum bangunan, Volume 12,
Nomor 1, Hal-19 dikatakan bahwa superimpose adalah teori yang memuat konsep tumpang
tindih dua atau lebih fungsi, program atau bentuk geometri dengan keteraturan tertentu yang
berbeda menjadi suatu yang baru.
Metode superimpose berupa penggabungan (intergration) dan bantalan podium
(mounting). Superimpose Architecture merupakan turunan dari teori konsep Function Follow
Form, seperti yang dijelaskan Pujiantara, R dalam jurnal Forum Bangunan, 2014: “ Konsep
6
Fuction Follow Form pertama kali di perkenalkan oleh Frank Gehry, dengan bangunan
ikonik. Dalam Teori ini yang mana bentuk merupakan fokus utama dalam desain, menjadikan
akselerasi visual merupakan hal yang sangat penting, sedangkan fungsi dalam ruang harus
dapat mengikuti dan diatur berdasarkan bentuk yang telah ada sebelumnya. Berkembangnya
Teori ini juga melahirkan konsep-konsep forming dan shaping yang lebih advance di
antaranya adalah superimposisi (superimpose) dan hybrid, bagaimana menggabungkan, dan
adaptif blending terhadap bentuk-bentuk geometri yang bebas dan berorientasi tanpa arah.
Dengan bentuk-bentuk tersebut maka perencanaan tata letak, konfigurasi dan interaksi ruang
yang ada dalam cangkang bentuk brutalisme ini menjadi perhatian yang khusus dalam desain
karna akan menjadi proses perancangan yang terbalik dalam menelaah kriteria-kriteria
perancangannya untuk syarat sebuah ruang yang fungsional seperti pengkondisian udara,
pencahayaan, akustik dan sirkulasi. ” Pujiantara juga menjelaskan bahwa karakter inti dari
superimpose adalah pola geometri spatial (ruang), garis atau bidang lempengan geometri
yang bertumpuk dan teratur walaupun ukuran, arah, orientasi dan bentuk geometrinya
berbeda.
2.3 Museum
2.3.3 Pengertian
a. Museum adalah institusi permanen dalam hal melayani dan mengembangkan masyarakat,
terbuka untuk umum yang memepelajari, mengawetkan, melakukan penelitian, melakukan
penyampaian, rekreasi, dan memberikan tahukan aset-aset barang berharga yang nyata dan
“tidak nyata tentang lingkungannya kepada masyarakat.
b. Secara Etimologi kata museum berasal dari bahasa latin yaitu “museum” (“musea”).
Aslinya dari bahasa Yunani mouseion yang merupakan kuil yang dipersembahkan untuk
Muses (dewa seni dalam mitologi Yunani), dan merupakan bangunan tempat pendididkan
dan kesenian, khususnya institut untuk filosofi dan penelitian pada perpustakaan di
Alexandria yang didirikan oleh Ptolomy I Soter 280 SM.
c. Dalam kongres majelis umum ICOM (International Council of Museum) sebuah
organisasi internasional dibawah UNESCO, menetapkan defenisi museum sebagai berikut:
“Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan dalam
melayani masyarakat, terbuka untuk umum, memperoleh, mengawetkan,
mengkomunikasikan dan memamerkan barang-barang pembuktian manusia dan
lingkungan untuk tujuan pendidikan, pengkajian dan hiburan.
7
d. Menurut Association of Museum (1998) defenisi tentang museum adalah Museum
membolehkan orang untuk melakukan penelitian untuk isnpirasi, pembelajaran, dan
kesenangan. Museum adalah badan yang mengumpulkan, menyelamatkan dan meneriam
artefak dan specimen dari orang yang dipercaya oelh badan museum.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Metode dan Pendekatan
3.1.1 Metode Perancangan
Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan
dalam bukunya; Engineering Design : A Systematic Approach. Cara merancang Pahl dan Beitz
tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, sebagai berikut :
4
Perencanaan Perancangan
dan Perancangan Bentuk Perancangan
Penjelasan Konsep (Embodimen Detail
Tugas t Design)
9
3.3 Kajian Perancangan (Implementasi Metode Perancangan)
3.3.1. Perencanaan dan Penjelasan Tugas
a. Spesifikasi objek
1. Ketentuan kegiatan yang terjadi di dalam museum :
10
3. Pencahayaan
Tidak semua sinar matahari bisa masuk ke semua bagian-bagian ruangan
museum. Khususnya pada ruang koleksi museum tidak boleh ada sinar matahari
masuk ke area ini. Dikhawatirkan nanti sinar matahari yang masuk akan merusak
warna dari penampilan koleksi museum itu sendiri. Makanya ini menjadi perhatian
penting bahwa diperlukannya sebuah mekanisme untuk mencegah masuknya sinar
matahari langsung ke bagian-bagian museum yang penting. Biasanya untuk
mengurangi gelombang sinar UV dan inframerah, dipergunakanlah jendela dan
skylights.
3.3.2. Perancangan Konsep Objek
a. Analisa Program Ruang
Program Fungsional
FUNGSI KEGIATAN
Fungsi Utama Museum (mengkoleksi layang-layang)
Fungfi Penunjang Auditorium (Kegiatan workshop, seminar, edukasi), resepsionis,
kegiatan konsumsi, menyimpan barang)
Fungsi Pelengkap Servis
Kebutuhan ruang :
11
Sirkulasi Civitas :
b. Konsep Tapak
Konsep tapak yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar yaitu tata letak masa
bangunan dan penempatan area parkir bagi pengunjung dan pengelola museum. Tapak
memiliki jalur entrance dan outtrance, sehingga sirkulasi kendaraan yang datang dan pergi
bertabrakan.
12
c. Konsep Bangunan
1 2
Konsep Bangunan menghasilkan layout dari masing – masing lantai bangunan. Pada
lantai 1 terdapat kegiatan servis, mulai dari penerimaan tamu, gudang, loket tiket masuk
museum, cafeteria, playground, dll. Sedangkan pada lantai 2 difokuskan sebagai auditorium
yang dapat digunakan untuk kegiatan workshop, seminar, ataupun kegiatan edukatif lainnya.
Pada lantai 3 barulah museum atau pameran dari berbagai macam layang-layang. Ruang
museum ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu untuk pameran temporer dan permanen.
Pada tahap ini mulai diaplikasikan Pendekatan Superimpose yaitu fungsi-fungsi utama
yang menjadi tujuan perancangan direncanakan dengan prorsi paling besar terutama dari segi
luasan ruang.
13
3.3.3. Perancangan Bentuk (Embodiment Design)
14
Penggunaan baja tersebut menjadi alternative utama untuk struktur konstruksi
bangunan museum ini karena pada konstruksi bangunan dengan tingkat kerumitan yang
tinggi, baja lebih mudah dipasang untuk penahan beban dibanding dengan beton, selain itu
biaya dan efisien waktu menjadi faktor pendukung yang sangat erat hubungannya dengan
baja.
Selain baja, kaca juga menjadi elemen yang penting dalam bangunan ini. Hamper
seluruh ruangan menggunakan kaca yang berfungsi sebagai pintu masuknya cahaya dari luar
ruang ke dalam ruang-ruang yang ada dalam museum ini. Dapat dilihat bebeara dinding yang
didesain dengan dominan menggunakan kaca yang bertujuan agar pencahayaan kedalam
ruang tersebut sangat maksimal. Tidak hanya pada
dinding saja, akan tetapi atap juga didesain menggunakan kaca untuk menerangi ruang
pameran/musen dilantai paling atas. Kaca pada atap ini berbentuk bundar dengan ukuran,
jumlah dan tata leatak berbeda satu sama lainnya. Selain sebagai estetika bangunan itu juga
bertujuan agar cahaya masuk dengan maksimal akan tetapi dilain waktu jika terik matahari
meningkat makan cahaya yang masuk ke museum ini tidak over dari kebutuhan yang
diinginkan dari pencahayaan alami itu sendiri
15
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Arsitektur Superimposisi memiliki sisi ruang ataupun sudut ruang yang akan
berpengaruh kepada besaran dan mempengaruhi penempatan serta kapasitas ruang fungsional,
karena bentuk furniture dan peralata bentuk yang tidak beraturan, menyebabkan
terjadinya ruang bebas atau ruang mati tanpa fungsi yang jelas. penunjang ruang tersebut
dikarenakan tidak standarnya layout ruang yang terjadi akibat bentuk bangunan dari
superimposisi ini.
4.2. Saran
Salah satu proses merancang dalam suatu bangunan secara umum adalah bagaimana
fungsi dari bangunan tersebut dan bentuk bangunan akan mengikutinya. Maka perlu
dipertimbangkan agar tidak terjadinya ruang negatif didalam suatu bangunan.
16
17
18