Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dalam penciptaan ruang dalam arsitektur dibutuhkan sebuah program yang didalamnya
terdapat beberapa syarat-syarat dan pendekatan ruang kegiatan, yang didasarkan atas
kegunaan ruang tersebut atau kecocokannya dengan tapak yang bersangkutan. Program akan
memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan ruang dan untuk
berapa lama, dan setiap perlengkapan khusus atau kontrol lingkungan. Program tersebut
mungkin mengekspresikan tatanan sosial dari organisasi yang ditempatkan atau arus manusia
dan bahan-bahan. Hubungan ini dinyatakan melalui syarat- syarat kedekatan dan harus secara
eksplisist diuji oleh pengguna ruang. Hubungan tersebut menjadi dasar bagi hirarki yang akan
diekspresikan dalam bangunan, fasilitas-fasilitas ini mengehendaki keluwesan dan
fungsionalitas yang luar biasa agar dapat seefektif yang seharusnya.

Konsep-konsep yang bertentangan dengan soal programatis ini haruslah dijadikan


nomer dua. Konsep Fuction Follow Form pertama kali di perkenalkan oleh Frank Gehry,
dengan bangunan ikonik, Dalam Teori ini yang mana bentuk merupakan fokus utama dalam
desain, menjadikan akselerasi visual merupakan hal yang sangat penting, sedangkan fungsi
dalam ruang harus dapat mengikuti dan diatur. Dalam pembahasan makalah kali ini, kami ingin
mengangkat Bangunan Museum sebagai pendekatan Super Imposisi.

Museum merupakan salah satu sarana pendidikan dan tempat wisata yang berguna
untuk menambah wawasan, informasi serta, melestarikan warisan budaya. Bagi dunia
pendidikan dan pariwisata, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan,
karena keberadaan museum sangat berkaitan dengan sejarah-sejarah perkembangan manusia,
budaya, dan lingkungan. Museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan benda-benda peninggalan masa lalu, tetapi merupakan suatu lembaga yang
mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pelestarian nilai-nilai budaya guna
memperkuat identitas bangsa.

Namun di era globalisasi ini, museum sudah jarang dikunjungi oleh masyarakat
Indonesia. Banyak orang beranggapan bahwa berkunjung ke museum itu merupakan hal yang
kuno dan membosankan, padahal banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan dengan

1
berkunjung ke museum, mulai dari melihat benda-benda bersejarah secara langsung sehingga
mendapatkan deskripsi secara lengkap, dan juga dapat memahami nilai-nilai warisan budaya
dari generasi nenek moyang hingga generasi sekarang ini. Dengan demikian timbul
permasalahan saat sebuah museum tidak dapat menyampaikan informasi dengan tepat, sehingga
museum tersebut tidak diketahui oleh masyarakat.

Sedikitnya museum di Indonesia yang menonjolkan sisi arsitekturalnya membuat


perancangan museum layang-layang ini menjadi menarik. Selain sebagai museum layang-
layang pertama di Bali, museum ini juga berpotensi menjadi landmark bagi daerahnya karena
menyuguhkan tampilan arsitektur yang tidak biasa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah terkait dengan perancangan museum
layang-layang antara lain :

1. Bagaimana penerapan superimposisi pada bangunan museum?


2. Bagaimana Proses Desain dengan menggunakan pendekatan Superimposisi pada
perancangan Museum Layang-layang?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dengan diterapkannya metode superimposisi tersebut
pada bangunan museum ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan superimposisi pada bangunan museum .
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami proses desain yang digunakan dalam perancangan.
1.3.3. Untuk mengetahui dampak dari diterapkannya metode superimposisi pada bangunan.

1.4. Manfaat

Manfaat dari perancangan ini adalah menghasilkan perancangan Museum Layang-


layang yang komunikatif dan efektif untuk mensosialisasikan Museum Layang-Layang di
Bali, sehingga mampu menarik dan meningkatkan jumlah pengunjung, terutama para Anak-
anak dan remaja. Selain itu dapat memberikan edukasi tentang bagaimana pengaplikasian
bentuk Arsitektur Superimposisi terhadap suatu bangunan yang mengaitkan antara manusia,
material, bentuk/rupa dan bentuk.

2
1.5. Teknik Pengumpulan Data
Perancangan ini menggunakan sumber dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

 Observasi dilakukan dengan cara mengamati Museum-museum yang ada di Bali


terutama dari dasar bentuk, langgam bangunannya serta membandingkan dengan museum
lainnya yang terletak di Bali seperti Museum Geopark dan Museum Bajra Sandhi.
 Studi pustaka dengan menghimpun informasi yang berkaitan dengan masalah melalui
buku-buku dan karangan ilmiah, internet, ataupun media-media lainnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Perancangan


2.1.1. Pengertian Metode
Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui.
Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai
suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara
melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan.
Terdapat banyak pengertian dan definisi dari metode menurut para ahli diantaranya
sebagai berikut:
a. Cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi (Rothwell & Kazanas)
b. Rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan
(B Titus)
c. Suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu (C.
Macquarie)
d. Seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis
atau urutannya logis (Wiradi)
e. Cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah
f. tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai (Hardjana, A.M) Cara teratur yg
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan” (KBBI)

2.1.2. Pengertian Perancangan

Pengertian perancangan menurut para ahli adalah sebagai berikut :

a. Perancangan merupakan proses penarikan keputusan dari ketidakpastian yang tampak,


dengan tindakan-tindakan yang tegas bagi kekeliruan yang terjadi (M.Asimow, 1982).
b. Perancangan merupakan upaya untuk menemukan komponen fisik yang tepat dari
sebuah struktur fisik (Christopher Alexander, 1983).

4
c. Perancangan merupakan proses simulasi dari apa yang ingin dibuat sebelum kita
membuatnya, berkalikali sehingga memungkinkan kita merasa puas dengan hasil
akhirnya (P.J. Booker, 1984).
d. Perancangan merupakan sasaran yang dikendalikan dari aktifitas pemecahan masalah
(L. Bruce Archer, 1985)
e. Perancangan merupakan aktifitas kreatif, melibatkan proses untuk membawa kepada
sesuatu yang baru dan bermanfaat yang sebelumnya tidak ada (JB.Reswick, 1965).
f. Perancangan mempunyai makna memulai perubahan dalam benda-benda buatan
manusia (J.C. Jones, 1990).
g. Perancangan adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi
sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses: mengidentifikasi masalah masalah,
mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan pelaksanaan pemecahan
masalah. Dengan kata lain adalah perencanaan, penyusunan rancangan, dan
pelaksanaan rancangan (John Wade, 1977)

2.1.3 Metode Perancangan

Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan
dalam bukunya; Engineering Design : A Systematic Approach. Cara merancang Pahl dan
Beitz tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, sebagai berikut :

a. Perencanaan dan Penjelasan Tugas


Fase pertama ini penting untuk menjelaskan secara lebih detail sebelum objek
dikembangkan lebih lanjut. Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua
persyaratan atau requirement yang harus dipenuhi oleh objek dan kendala-kendala yang
merupakan batas-batas untuk objek. Hasil fase ini adalah spesifikasi objek yang dimuat
dalam suatu daftar persyaratan teknis. Pada perencanaan proyek dibuat jadwal kegiatan dan
waktu penyelesaian setiap kegiatan dalam proses perancangan.
b. Perancangan Konsep Objek
Berdasarkan spesifikasi produk hasil fase pertama, dicarilah beberapa konsep objek
yang dapat memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi tersebut. Konsep objek
tersebut merupakan solusi dari masalah perancangan yang harus dipecahkan. Beberapa
alternatif konsep dikumpulkan. Beberapa alternatif konsep kemudian dikembangkan lebih
lanjut setelah dievaluasi. Konsep produk yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan
dalam spesifikasi produk, tidak diproses lagi dalam fase-fase berikutnya, sedangkan dari

5
beberapa konsep produk yang memenuhi kriteria dapat dipilih solusi yang terbaik. Mungkin
terjadi, ditemukan beberapa konsep produk terbaik yang dikembangkan lebih lanjut pada
fase-fase berikutnya.
c. Perancangan Bentuk (Embodiment Design)
Pada fase perancangan bentuk ini, konsep objek “diberi bentuk”, yaitu komponen-
komponen konsep produk yang dalam gambar skema atau gambar skets masih berupa garis
atau batang saja, kini harus diberi bentuk, sedemikian rupa sehingga komponen-komponen
tersebut secara bersama menyusun bentuk objek, yang dalam geraknya tidak saling
bertabrakan sehingga objek dapat melakukan fungsinya. Konsep produk yang sudah
digambarkan pada preliminary layout, sehingga dapat diperoleh beberapa preliminary
layout.Preliminary layout masih dikembangkan lagi menjadi layout yang lebih baik lagi
dengan meniadakan kekurangan dan kelemahan yang ada dan sebagainya. Kemudian
dilakukan evaluasi terhadap beberapa preliminary layout yang sudah dikembangkan lebih
lanjut berdasarkan kriteria teknis,kriteria ekonomis dan lain-lain yang lebih ketat untuk
memperoleh layout yang terbaik yang disebut definitive layout.Definitive layout telah dicek
dari segi kemampuan melakukan fungsi produk, kekuatan, kelayakan finansial dan lain-lain.
d. Perancangan Detail
Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk, dimensi,
kehalusan permukaan, material dari setiap komponen produk ditetapkan. Demikian juga
kemungkinan cara pembuatan setiap produk sudah dijajagi. Hasil akhir fase ini adalah
gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan kedua hal tersebut
disebut dokumen untuk pembuatan produk.

2.2 Superimposisi
Secara etimologis, superimpose berasal dari gabungan kata “super” (di atas; lebih
tinggi; sangat) dan “impose” (pengenaan) yang secara sederhana berarti “pengenaan di atas
atau pengenaan lebih tinggi ”. Dalam bahasa inggris “superimpose” yang berarti
menempatkan di atas. Menurut Pujiantara .R dalam jurnal fourum bangunan, Volume 12,
Nomor 1, Hal-19 dikatakan bahwa superimpose adalah teori yang memuat konsep tumpang
tindih dua atau lebih fungsi, program atau bentuk geometri dengan keteraturan tertentu yang
berbeda menjadi suatu yang baru.
Metode superimpose berupa penggabungan (intergration) dan bantalan podium
(mounting). Superimpose Architecture merupakan turunan dari teori konsep Function Follow
Form, seperti yang dijelaskan Pujiantara, R dalam jurnal Forum Bangunan, 2014: “ Konsep

6
Fuction Follow Form pertama kali di perkenalkan oleh Frank Gehry, dengan bangunan
ikonik. Dalam Teori ini yang mana bentuk merupakan fokus utama dalam desain, menjadikan
akselerasi visual merupakan hal yang sangat penting, sedangkan fungsi dalam ruang harus
dapat mengikuti dan diatur berdasarkan bentuk yang telah ada sebelumnya. Berkembangnya
Teori ini juga melahirkan konsep-konsep forming dan shaping yang lebih advance di
antaranya adalah superimposisi (superimpose) dan hybrid, bagaimana menggabungkan, dan
adaptif blending terhadap bentuk-bentuk geometri yang bebas dan berorientasi tanpa arah.
Dengan bentuk-bentuk tersebut maka perencanaan tata letak, konfigurasi dan interaksi ruang
yang ada dalam cangkang bentuk brutalisme ini menjadi perhatian yang khusus dalam desain
karna akan menjadi proses perancangan yang terbalik dalam menelaah kriteria-kriteria
perancangannya untuk syarat sebuah ruang yang fungsional seperti pengkondisian udara,
pencahayaan, akustik dan sirkulasi. ” Pujiantara juga menjelaskan bahwa karakter inti dari
superimpose adalah pola geometri spatial (ruang), garis atau bidang lempengan geometri
yang bertumpuk dan teratur walaupun ukuran, arah, orientasi dan bentuk geometrinya
berbeda.

2.3 Museum
2.3.3 Pengertian
a. Museum adalah institusi permanen dalam hal melayani dan mengembangkan masyarakat,
terbuka untuk umum yang memepelajari, mengawetkan, melakukan penelitian, melakukan
penyampaian, rekreasi, dan memberikan tahukan aset-aset barang berharga yang nyata dan
“tidak nyata tentang lingkungannya kepada masyarakat.
b. Secara Etimologi kata museum berasal dari bahasa latin yaitu “museum” (“musea”).
Aslinya dari bahasa Yunani mouseion yang merupakan kuil yang dipersembahkan untuk
Muses (dewa seni dalam mitologi Yunani), dan merupakan bangunan tempat pendididkan
dan kesenian, khususnya institut untuk filosofi dan penelitian pada perpustakaan di
Alexandria yang didirikan oleh Ptolomy I Soter 280 SM.
c. Dalam kongres majelis umum ICOM (International Council of Museum) sebuah
organisasi internasional dibawah UNESCO, menetapkan defenisi museum sebagai berikut:
“Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan dalam
melayani masyarakat, terbuka untuk umum, memperoleh, mengawetkan,
mengkomunikasikan dan memamerkan barang-barang pembuktian manusia dan
lingkungan untuk tujuan pendidikan, pengkajian dan hiburan.

7
d. Menurut Association of Museum (1998) defenisi tentang museum adalah Museum
membolehkan orang untuk melakukan penelitian untuk isnpirasi, pembelajaran, dan
kesenangan. Museum adalah badan yang mengumpulkan, menyelamatkan dan meneriam
artefak dan specimen dari orang yang dipercaya oelh badan museum.

8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Metode dan Pendekatan
3.1.1 Metode Perancangan
Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan
dalam bukunya; Engineering Design : A Systematic Approach. Cara merancang Pahl dan Beitz
tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, sebagai berikut :
4

Perencanaan Perancangan
dan Perancangan Bentuk Perancangan
Penjelasan Konsep (Embodimen Detail
Tugas t Design)

3.1.2 Pendekatan Perancangan


Pendekatan yang digunakan adalah “superimpose” atau sederhananya sering disebut
sebagai konsep ‘tumpang tindih’ dalam arsitektur. Dengan menggabungkan beberapa bentuk
geometri menjadi suatu bentuk yang baru maka akan menambah daya tarik objek yang
berfungsi sebagai museum ini. Jika pada umumnya bentuk museum didominasi oleh kesan
yang formal dan terkadang juga cukup membosankan, maka lain halnya dengan museum
layang-layang ini. Bentuk yang ‘tidak biasa’ akan membangun rasa penasaran orang yang
melihatnya sehingga tertarik untuk berkunjung. Teori function follow form akan memberi
nilai tambah yang cukup besar berdampak bagi museum layang-layang itu sendiri.
Pendekatan superimposisi ini difokuskan pada aspek bentuk dan fungsi yang membentuk
museum.

3.2 Tinjauan objek


Museum merupakan bangunan yang fungsi utamanya sebagai tempat menyimpan atau
memamerkan benda – benda koleksi tertentu dan juga sekaligus dapat menjadi tujuan wisata
bagi wisatawan local maupun mancanegara. Museum layang – layang yang menjadi objek
rancangan ini selain untuk melestarikan dan juga memberi bentuk nyata terkait berbagai jenis
layang-layang juga menjadi media untuk memperkenalkan salah satu permainan tradisional
di Indonesia atau bahkan di beberapa negara lainnya sehingga layang-layang tersebut dapat
diketahui keberadaan dan perkembangannya oleh generasi muda.

9
3.3 Kajian Perancangan (Implementasi Metode Perancangan)
3.3.1. Perencanaan dan Penjelasan Tugas
a. Spesifikasi objek
1. Ketentuan kegiatan yang terjadi di dalam museum :

Berdasarkan rumusan Internasional Council of Museums (ICOM) ada


beberapa hal yang diutamakan dalam museum antara lain:

 Dokumentasi dan penelitian


 Mengumpulkan dan menjaga warisan alam dan budaya
 Preservasi dan Konservasi
 Pemerataan dan penyebaran ilmu kepada masyarakat
 Memperkenalkan dan menghayati kesenian
 Memperkenalkan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
 Visualisasi warisan alam dan budaya
 Media untuk menyatakan syukur bagi Tuhan pemilik hidup kita
b. Prinsip Dasar Museum
1. Luas
Museum merupakan bangunan publik. Oleh karena itu luasan museum diukur
dari banyaknya penduduk local daerah tersebut. Walaupun begitu, juga terdapat
beberapa museum yang luas di daerah dengan penduduk yang sedikit, begitu juga
sebaliknya. Pendistribusian luas areal museum baru harus sesuai dengan pembagian
yang merata, dimana luas areal untuk kuratorial ditambah administrasi dan servis
harus seluas areal pameran.
2. Ruang Pameran
Ruang pameran didalam sebuah museum pada umunya terbagi atas dua jenis,
yakni ruang pamer tetap dan ruang pamer tidak tetap. Didalam ruang pameran
terdapat ketentuan dalam pembuatan partisi sebagai pembatas tempat pameran
disarankan menggunakan partisi yang fleksibel dan dapat dipindah-pindah. Perubahan
dinding pada ruang pameran diharapkan tidak mengganggu struktur utama bangunan
dan menggunakan biaya yang sedikit.
Sirkulasi dalam ruang pameran memiliki peran yang sangat penting. Sirkulasi
ini biasanya tercipta sesuai dengan bentuk layout bangunan. Pengarahan terhadap
sirkulasi dapat dilakukan agar kegiatan pameran dapat berjalan lebih menarik.

10
3. Pencahayaan
Tidak semua sinar matahari bisa masuk ke semua bagian-bagian ruangan
museum. Khususnya pada ruang koleksi museum tidak boleh ada sinar matahari
masuk ke area ini. Dikhawatirkan nanti sinar matahari yang masuk akan merusak
warna dari penampilan koleksi museum itu sendiri. Makanya ini menjadi perhatian
penting bahwa diperlukannya sebuah mekanisme untuk mencegah masuknya sinar
matahari langsung ke bagian-bagian museum yang penting. Biasanya untuk
mengurangi gelombang sinar UV dan inframerah, dipergunakanlah jendela dan
skylights.
3.3.2. Perancangan Konsep Objek
a. Analisa Program Ruang
Program Fungsional

FUNGSI KEGIATAN
Fungsi Utama Museum (mengkoleksi layang-layang)
Fungfi Penunjang Auditorium (Kegiatan workshop, seminar, edukasi), resepsionis,
kegiatan konsumsi, menyimpan barang)
Fungsi Pelengkap Servis

Kebutuhan ruang :

11
Sirkulasi Civitas :

Hubungan Ruang (Tata Letak) :

b. Konsep Tapak
Konsep tapak yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar yaitu tata letak masa
bangunan dan penempatan area parkir bagi pengunjung dan pengelola museum. Tapak
memiliki jalur entrance dan outtrance, sehingga sirkulasi kendaraan yang datang dan pergi
bertabrakan.

12
c. Konsep Bangunan

1 2

Konsep Bangunan menghasilkan layout dari masing – masing lantai bangunan. Pada
lantai 1 terdapat kegiatan servis, mulai dari penerimaan tamu, gudang, loket tiket masuk
museum, cafeteria, playground, dll. Sedangkan pada lantai 2 difokuskan sebagai auditorium
yang dapat digunakan untuk kegiatan workshop, seminar, ataupun kegiatan edukatif lainnya.
Pada lantai 3 barulah museum atau pameran dari berbagai macam layang-layang. Ruang
museum ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu untuk pameran temporer dan permanen.

Pada tahap ini mulai diaplikasikan Pendekatan Superimpose yaitu fungsi-fungsi utama
yang menjadi tujuan perancangan direncanakan dengan prorsi paling besar terutama dari segi
luasan ruang.
13
3.3.3. Perancangan Bentuk (Embodiment Design)

 Bentuk balok diolah menjadi


beberapa bentuk yang berbeda
dengan cara memotong dan
mengurangi bentuk dasar balok.
 Beberapa diantaranya kemudian di-
superimpose-kan untuk
menghasilkan suatu gubahan masa
yang dinamis.
 Bentuk-bentuk tersebut diletakkan
pada bidang datar sehingga
menghasilkan suatu bentuk gubahan
masa bangunan museum.
Superimpose diterapkan dalam proses pembentukan masa bangunan. Sesuai dengan
konsep ‘tumpang tindih’ yang ditekankan sehingga menghasilkan masa bangunan yang tidak
biasa.

3.3.4. Perancangan Detail

Material yang digunakan adalam perancangan museum layang-layang ini hampir


keseluruhan menggunakan material yang bersifat modern, salah satunya adalah baja sebagai
bahan utama struktur dan juga kaca sebagai pencahayaan kedalam ruang-ruang yang ada
dalam museum. Penggunaan material modern ini tentu ada faktor yang mempengaruhinya,
salah satunya adalah bentuk bangunan yang dapat dibilang abstrak menjadi faktor kuat
dalam memilih baja sebagai bahan utama struktur konstruksi bangunan museum ini. Bentuk-
bentuk bangunan yang dominan memiliki kemiringan jika digunankan struktur dari beton
akan menerima beban yang sangat besar, dimana beban struktur itu sendiri yang sudah cukup
berat ditambah dengan berat elemen penyusun bangunan dan beban hidup yaitu civitas yang
beraktivitas didalam ruang-ruang yang ada dengan jumlah yang tak terduga serta waktu
yang tidak dapat ditentukan.

14
Penggunaan baja tersebut menjadi alternative utama untuk struktur konstruksi
bangunan museum ini karena pada konstruksi bangunan dengan tingkat kerumitan yang
tinggi, baja lebih mudah dipasang untuk penahan beban dibanding dengan beton, selain itu
biaya dan efisien waktu menjadi faktor pendukung yang sangat erat hubungannya dengan
baja.

Selain baja, kaca juga menjadi elemen yang penting dalam bangunan ini. Hamper
seluruh ruangan menggunakan kaca yang berfungsi sebagai pintu masuknya cahaya dari luar
ruang ke dalam ruang-ruang yang ada dalam museum ini. Dapat dilihat bebeara dinding yang
didesain dengan dominan menggunakan kaca yang bertujuan agar pencahayaan kedalam
ruang tersebut sangat maksimal. Tidak hanya pada
dinding saja, akan tetapi atap juga didesain menggunakan kaca untuk menerangi ruang
pameran/musen dilantai paling atas. Kaca pada atap ini berbentuk bundar dengan ukuran,
jumlah dan tata leatak berbeda satu sama lainnya. Selain sebagai estetika bangunan itu juga
bertujuan agar cahaya masuk dengan maksimal akan tetapi dilain waktu jika terik matahari
meningkat makan cahaya yang masuk ke museum ini tidak over dari kebutuhan yang
diinginkan dari pencahayaan alami itu sendiri
15
BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Arsitektur Superimposisi memiliki sisi ruang ataupun sudut ruang yang akan
berpengaruh kepada besaran dan mempengaruhi penempatan serta kapasitas ruang fungsional,
karena bentuk furniture dan peralata bentuk yang tidak beraturan, menyebabkan
terjadinya ruang bebas atau ruang mati tanpa fungsi yang jelas. penunjang ruang tersebut
dikarenakan tidak standarnya layout ruang yang terjadi akibat bentuk bangunan dari
superimposisi ini.

Interaksi Ruang dalam Rancangan Arsitektur Superimposisi adalah hubungan


proximity/ kedekatan antara ruang satu dengan yang lain menjadi kabur karena bentuk
geometri yang harus di sesuaikan dengan aksesibilitas yang logis serta sirkulasi yang
terarah antara ruang satu dan lainnya.

Bentuk Bangunan Superimposisi memiliki daya tarik tersendiri sehingga dapat


menarik pengunjung atau masyarakat untuk mengenal lebih jauh isi dan bentuk dari
bangunan superimposisi.

4.2. Saran
Salah satu proses merancang dalam suatu bangunan secara umum adalah bagaimana
fungsi dari bangunan tersebut dan bentuk bangunan akan mengikutinya. Maka perlu
dipertimbangkan agar tidak terjadinya ruang negatif didalam suatu bangunan.

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai