BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di
Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak
sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua
istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat
gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma yang
mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi,
neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari
pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan
asuhan pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari
cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain
itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka besar bagi seseorang.
Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari
rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis,
dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban
dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih
dari setengah dari semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian
tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada
bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala” mahasiswa
mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari
literature dari berbagai media baik buku maupun internet yang disajikan dalam bentuk makalah.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Terdiri dari Konsep Penyakit Cedera Kepala, Asuhan Keperawatan Cedera Kepala,
Kasus Cedera Kepala.
BAB III : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
Macam-macam Pendarahan pada Otak
a. Intraserebral hematoma (ICH)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan
operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah, dan secara
klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan neurologis /lateralisasi. Operasi yang
dilakukan biaSanya adalah evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.
b. Subdural hematoma (SDH)
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jematan vena yang biasanya
terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari subdural
hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan dura mater dengan sumber
perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi
subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, subdural hematoma subakut
terjadi antara 3 hari-3 minggu, dan subdural hematoma kronis jika peardarahan terjadi lebih dari
3 minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran, disertai
adanya lateralisasi yanag paling sering berupa hemiparere/hemiplegia dan pemeriksaan CT scan
didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent).
Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada perdarahan subdural
adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergesaran garis tengah labih dari 5 mm.
Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada
edema serebi biasanya tulang tidak dikemalikan (dekompresi) dan disimpan sugalea. Prognosis
dari klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang sampai dilakukan
operasi, lesi penyerta dijaringan otak, serta usia klien pada klien dengan GCS kurang dari 8
prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka semakin jelek prognosisnya. Semakin tua klien
maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan memperjelek prognosisnya.
Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung,mengantuk, menarik diri,
perubahan proses pikir (berpikir lambat), kejang, dan edema pupil.
c. Epidural hematoma (EDH)
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.
Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan
antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yanag dapat berupa
hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan
jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala
letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral
dengan lokasi EDH. Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat
terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan
dari prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien EDH
(karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang hebat
dan menetap tidak hilang pemberian analgetik.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonveks di
antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm
atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan
adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat
dikemangkan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak
dikembangkan jika saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan
subgalea.
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,
serangan (onset) tiba-tiba berupa deposit neorologis, perubahan tanda vital, ganguan penglihatan,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan, kejang, dan
syok akibat cidera multi system.
4. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.
Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang
relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun
kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30
tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
a. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal
yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat
dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.
Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan
serabut saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
b. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat
dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik,
hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.
Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi
darah suatu bagian) dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan
berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme
otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma
saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan
di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di
regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya
hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah
kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga
disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi
atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah
nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,
lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku
terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi
a. CT scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif
c. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre menjadi edema,
perdarahan, dan trauma.
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema)
fragmen tulang
f. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
h. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
i. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
j. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
k. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
l. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
7. Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala yaitu tumor otak.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan
fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure),
maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema
serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan
tekanan intracranial, ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi
yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolism intraserebral. Adapun usaha
untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin
membuat intermitten, iatrogenic paradisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien
yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang
teratur dapat mencegah peningkatan tekanan kraanial. Penatalaksanaan konservatif meliputi :
a. Bedrest total
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya traughma
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi vasodilatasi.
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%,
atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidasol.
d. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
e. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu
banyak cairan. Dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric
tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
b. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
d. Pemeriksaan fisik
Setelah melkukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
e. Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran CKR
atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan GCS 9-12, CKB dengan GCS ≤ 8.
Intervensi
1) Ubah posisi klien secara bertahap
Rasional : Klien dengan paraplegia beresiko menglami luka tekan (dekubitus). Perubahan
posisi setiap 2 jam atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang
lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen dibawa oleh darah.
2) Jaga suasana tenang
Rasional : Suasana tenang akan memberikan rasa nyama pda klien dan mencegah ketegangan
3) Kurangi cahaya ruangan
Rasional : Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap peningkatan TIK
b. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d desak ruang sekunder dari kompresi
korteks cerebri ditandai dengan
DS :
DO :
- GCS 12 (blackout, post trepanasi)
- TD : 67/42 mmHg
- N : 76x / menit
- Pupil anisocor
Intervensi
1) Kaji faktor penyebab dari situasi kemungkinan penyebab peningkatan TIK
Rasional : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Memonitor TTV tiap 4 jam
Rasional : suatu keadaan normal bila sirkulasi cerebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan
tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah cerebral.
3) Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional : perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jigularis
dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena cerebral) untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
- Gangguan visual
- Penurunan karbondioksida
- Takikardia
- Tidak dapat istirhat
- Somnolen
- Irritabilitas
- Hipoksia
- Bingung
- Dispnea
- Perubahan warna kulit (pucat , sianosis)
- Hipoksemia
Intervensi :
1) berikan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke posisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional :Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-
tanda vital.
Rasional :Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien tentang etiologi/ faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru
Rasional :Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
d. Kekurangan volume cairan yang b.d penurunan kesadaran dan disfungsi hormonal ditandai
dengan
DS :
DO:
Intervensi
1) Pantau keseimbangan cairan
Rasioanal : Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan metabolic
2) Pemeriksaan serial elektrolit darah atau urine dan osmolaritas
Rasional : Hal ini dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium. Retensi natrium dapat
terjadi beberapa hari, diikuti dengan dieresis natrium. Peningkatan letargi, konfusi, dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3) Evaluasi elektrolit
Rasional : Fungsi elektrolit dievaluasi dengan memantau elektrolit, glukosa serum, serta intake
dan output.
e. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular yang di tandai dengan
DS :
DO :
- Kelemahan
- Parestesia
- Paralisis
- Ketidakmampuan
- Kerusakan koordinasi
- Keterbatasan rentang gerak
- Penurunan kekuatan otot
Intervensi
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstermitas
Rasional : Lobus frontal dan oxipital berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan
sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau peningkatan tekanan.
2) Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional : Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu posisi sehingga
jaringan yang tertekan akan kehilangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen.
3) Lakukan latihan secara teratur dan letakan telapak kaki klien dilantai saat duduk dikursi atau
papan penyangga saat di tempat tidur.
Rasional : Mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop
2. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
Ø Keluhan utama
Saat MRS : nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas
Saat pengkajian : pusing dan mual muntah
Ø Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Pasien datang ke IRD RSUP Sanglah dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri kepala setelah
kecelakaan lalu lintas. Pasien sedang berjalan kaki kemudian ditabrak motor dari samping,
pasien jatuh membentur aspal.Riwayat pingsan (+), riwayat muntah (+), luka pada kepala bagian
kanan (+). Setelah dilakukan pemeriksaan, CT Scan dan pengobatan, klien dirawat di Ruang
Ratna untuk observasi selanjutnya.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :
Pasien langsung dibawa ke IRD RSUP Sanglah
b. Status Kesehatan Masa Lalu
Ø Penyakit yang pernah dialami
Klien tidak pernah mengalami penyakit yang berat , hanya flu dan demam biasa.
Riwayat MRS (-). Riwayat DM (-), sakit jantung (-), asma (-), hipertensi (-)
Ø Alergi
Riwayat alergi terhadap makanan, obat dan benda lain (-)
Ø Kebiasaan merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan kesehatan)
Kebiasaan merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol (-).
c. Pemeriksaan Fisik
1) TTV : Nadi :92 x/mnt
Temp:36,8 0 C
RR :27 x/mnt
TD :115/70 mmHg.
2) Tingkat Kesadaran
Kesadaran : Composmentis
GCS : E ; 4, M ; 5, V ; 4 = 13 (CKR)
3) Head To Toe
Kepala dan leher
Inspeksi : luka robek yang sudah dihecting pada regio parietal dextra (+) sepanjang 5 cm tanpa
perdarahan aktif, brill hematome (-), battle sign (-), rhinore (-), tampak otore warna
kuningbercampur sedikit darah keluar dari telinga kiri, jejas di daerah wajah dan leher (-), pupil
isokor dengan refleks +/+, anemis (-), deviasi trakea (-)
Palpasi : cephal hematome pada regio parietal dextra (+) dengan nyeri tekan (+), krepitasi (-),
nyeri tekan pada leher (-)
Dada
Inspeksi : gerak dada simetris, retraksi otot bantu nafas (-), jejas (-)
Palpasi : bentuk simetris, benjolan (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Suara sonor, kanan kiri sama
Auskultasi : Paru-paru :suara nafas vesikuler, ronchi-/-, wheezing -/-
Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, jejas (-), massa/benjolan (-)
Abdomen
Distensi (-), jejas (-), hepar tak teraba, bising usus kuat , peristaltik 8-10 x/mnt.
Genetalia
Bentuk normal, jejas (-), hematome (-)
Integumen
Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup, kelainan pada kulit (-).
Ekremitas
Atas
Pada daerah siku dan lengan bawah nampak luka lecet sepanjang ± 3 cm tanpa perdarahan aktif,
ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral hangat, kekuatan motorik 555 │ 555
555 │ 555
Bawah
Jejas(-), ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral hangat, kekuatan motorik 555 │
555
555 │ 555
Pemeriksaan neurologis
Status mental dan emosi
Klien terlihat cukup tenang walaupun merasa masih trauma dengan kecelakaan yang dialami.
Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan saraf kranial I s/d XII masih dalam batas normal.
Pemeriksaan Refleks
Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-).
4. Diagnosa
NO DATA SENJANG ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : Klien mengatakan
- ”Pusing”
- ”Mual & muntah”
DO :
- Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan
- TTV : N : 92 x/mnt
S:36,8 0 C
RR :27 x/mnt
TD :115/70 mmHg.
Peningkatan intracranial Gangguan perfusi jaringan cerebral
2. DS : Klien mengatakan
- ”Pusing”
DO :
- Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan
- GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 5 = 13 (CKR)
- TTV : N : 92 x/mnt
S:36,8 0 C
RR :27 x/mnt
TD :115/70 mmHg.
Desak ruang sekunder dari kompresi korteks cerebri Resiko tinggi peningkatan tekanan
intracranial
3. DS : Klien mengatakan
- ”Pusing”
DO :
- TTV : N : 92 x/mnt
S:36,8 0 C
RR :27 x/mnt
TD :115/70 mmHg.
- GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 4 = 12 (CKR)
- Kesadaran : somnolen Depresi pusat pernapasan Gangguan pola pernapasan
5. Intervensi
HARI/
TGL NO
DX RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN &KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
Rabu 29/09/
2012
Setelah diberikan tindakan kep. selama 2×24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan klien
akan berkurang dengan K.H :
DS : Klien mengatakan
- ”Pusing berkurang”
- ”Tidak mual & muntah”
DO :
- Klien tampak tenang
- TTV :
N : 80 x/mnt
S :36,8 0 C
RR :22 x/mnt
TD :110/70 mmHg. - Ubah posisi klien secara bertahap
- Jaga suasana tenang
- Kurangi cahaya ruangan
- Klien dengan paraplegia beresiko menglami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama
karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen dibawa oleh darah
- Suasana tenang akan memberikan rasa nyama pda klien dan mencegah ketegangan
- Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap peningkatan TIK
Rabu 29/09/
2012
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan dapat meminimalkan
tekanan intracranial dengan K.H :
DS : Klien mengatakan
- ”Pusing nya berkurang”
DO :
- Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan
- GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 5 = 13 (CKR)
- TTV :
N : 92 x/mnt
S :36,8 0 C
RR :22 x/mnt
TD :115/70 mmHg.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di
sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya
kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
B. SARAN
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah ini,
dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam
pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga
dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera
kepala.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salema Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga
http://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala (di unduh pada tanggal 21
November 2012)
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html
(di unduh pada tanggal 26 November 2012)
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
cedera-kepala-ringan/ (di unduh pada tanggal 26 November 2012)