Anda di halaman 1dari 124

Lompat ke isi utama

Navigasi kedua

ID | EN

Porto

Breadcrumb

BERANDA JEPANG

Jepang

Tanggal Disahkan

1982-03-03

Tanggal Efektif

1983-01-01

English

Bahasa Indonesia

PERSETUJUAN ANTARA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN

PEMERINTAH JEPANG

TENTANG

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERHUBUNGAN


DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS PENDAPATAN
Pasal 1

Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan penduduk salah satu
atau kedua Negara yang terikat Persetujuan.

Pasal 2

Pajak-pajak yang tunduk dalam Persetujuan ini adalah:

(a) di Indonesia

(i) Pajak Pendapatan dan

(ii) Pajak Perseroan

termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya, pembayaran dimuka atau pembayaran terlebih
dahulu terhadap pajak-pajak tersebut diatas;

(iii) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti

(selanjutnya disebut "pajak Indonesia");

(b) di Jepang

(i) Pajak Pendapatan (the income tax); dan

(ii) Pajak Perseroan (the corporation tax)

(selanjutnya disebut "pajak Jepang").

Persetujuan ini berlaku pula terhadap semua pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama yang
dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap ataupun
sebagai pangganti dari pajak-pajak tersebut pada ayat 1.

Pejabat-Pejabat yang berwenang dari Negara yang terkait Persetujuan ini akan memberitahukan satu
sama lain setiap perubahan-perubahan yang telah diadakan dalam perundang-undangan pajak masing-
masing dalam jangka waktu yang layak setelah terjadinya perubahan-perubahan tersebut.
Pasal 3

Kecuali jika hubungan kalimat harus diartikan lain, maka yang dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :

(a)

istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia seperti dirumuskan di dalam undang-undangnya
dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik
Indonesia mempunyai kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau hak-hak lainnya sesuai dengan hukum
international;

(b)

istilah "Jepang" jika dipergunakan dalam pengertian ilmu bumi, berarti seluruh wilayah Jepang, termasuk
wilayah laut, dimana perundang-undangan pajak Jepang berlaku, dan seluruh wilayah diluar wilayah
laut, termasuk dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dimana Jepang mempunyai hak hukum
sesuai dengan hukum internasional dan dimana perundang-undangan pajak Jepang berlaku.

(c)

istilah "suatu negara yang terikat Persetujuan" dan "suatu Negara lainnya yang terikat Persetujuan"
berarti Indonesia atau Jepang, menurut hubungan kalimatnya;

(d)

istilah "pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Jepang, menurut hubungan kalimatnya;

(e)

istilah "orang" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap gabungan lain dari orang orang atau badan-
badan;

(f)
istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan yang untuk tujuan perpajakan
diperlukan sebagai badan hukum;

(g)

istilah-istilah "Perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara
lainnya yang terikat Persetujuan" berarti, berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk dari suatu Negara yang terikat Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk dari Negara lainnya yang terikat persetujuan;

(h)

istilah "warganegara" berarti semua orang pribadi yang memiliki warganegara dari salah satu Negara dan
semua badan hukum yang didirikan atau diatur menurut undang-undang Negara itu dan semua
perkumpulan yang untuk tujuan perpajakan dari Negara itu dianggap sebagai badan hukum yang
didirikan atau diatur menurut undang-undang dari Negara tersebut;

(i)

istilah "lalu lintas international" berarti setiap pengakuan oleh kapal laut atau pesawat udara yang
dilakukan oleh perusahaan dari suatu Negara, kecuali apabila kapal laut atau pesawat udara tersebut
semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara lainnya;

(j)

istilah "Pejabat yang berwenang" sehubungan dengan Persetujuan ini berarti Menteri Keuangan dari
masing-masing Negara atau wakilnya yang syah.

Untuk penerapan persetujuan ini oleh suatu Negara, istilah-istilah yang tidak dirumuskan, kecuali dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara
itu menyangkut pajak-pajak yang berlaku dalam Persetujuan ini.
CATATAN :

Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini " suatu Negara yang terikat Persetujuan" disingkat "suatu
Negara" dan "suatu Negara lainnya yang terikat Persetujuan" disingkat "suatu Negara lainnya".

Pasal 4

Untuk kepentingan persetujuan ini, istilah "penduduk dari suatu negara" berarti setiap orang atau badan
yang menurut perundang-undangan Negara itu dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat tinggal,
tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang
serupa.

Jika berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari kedua
Negara, maka untuk tujuan persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-masing Negara,
berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau
badan tersebut.

Pasal 5

Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah "pendirian tetap" berarti suatu tempat usaha tertentu dimana
seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.

Istilah "pendirian tetap" terutama meliputi :

(a) suatu tempat ketatalaksanaan;

(b) suatu cabang;

(c) suatu kantor;

(d) suatu pabrik;

(e) suatu tempat kerja;

(f) suatu pertanian atau perkebunan;


(g)

suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk
pengembalian sumber kekayaan alam.

Suatu lokasi bangunan atau tempat pekerjaan konstruksi atau proyek instalasi merupakan suatu
pendirian tetap jika kegiatannya berlangsung lebih dari enam bulan.

Istilah "pendirian tetap" tidak dianggap termasuk :

(a)

penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan


barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan;

(b)

pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata
dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk pameran.

(c)

pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata
dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;

(d)

pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata maksud untuk melakukan pembelian barang-
barang atau barang dagangan atau untuk pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan.

(e)
pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk keperluan reklame, untuk
pemberian keterangan-keterangan, untuk penelitian ilmiah atau kegiatan kegiatan serupa yang bersifat
persiapan atau penunjang bagi perusahaan.

(f)

pengurusan tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang
disebut dalam sub ayat (a) sampai (c), asal saja keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat
persiapan atau penunjang.

Perusahaan dari suatu Negara akan dianggap mempunyai pendirian tetap di Negara lainnya apabila
perusahaan tersebut memberikan jasa konsultan atau jasa pengawasan sehubungan dengan pendirian
bangunan, konstruksi atau proyek instalasi melalui pekerja-pekerja atau pegawai lainnya kecuali oleh
agen yang berdiri sendiri dimana ketentuan ayat 8 berlaku dimana kegiatan-kegiatan itu berlangsung
(untuk dua atau lebih proyek yang sama atau yang berhubungan) dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan
dalam suatu tahun pajak.

Namun apabila pemberian jasa-jasa tersebut dilakukan sebagai akibat adanya perjanjian antara kedua
Negara yang menyangkut kerjasama ekonomi atau tehnik, maka perusahaan tersebut tidak dianggap
mempunyai pendirian tetap di Negara lain tersebut.

Orang atau badan disuatu Negara (kecuali agen yang berdiri sendiri, dimana ketentuan ayat 8 berlaku)
yang bertindak untuk kepentingan suatu perusahaan dari Negara lain, maka perusahaan itu akan
dianggap mempunyai pendirian tetap di Negara itu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk perusahaan tersebut, apabila:

(a)

orang atau badan untuk memiliki kuasa untuk menutup kontrak atas nama perusahaan dan biasa
menjalankan kuasa itu di Negara tersebut kecuali bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan terbatas pada
yang disebut dalam ayat 4, atau

(b)
orang atau badan itu mengurus di Negara tersebut persediaan barang-barang atau barang kepunyaan
perusahaan, dimana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau nama perusahaan dimaksud.

Perusahaan asuransi di salah satu Negara akan dianggap mempunyai pendirian tetap di Negara apabila
perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko yang terjadi di Negara itu melalui
seorang pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri dalam arti menurut
ayat 8.

Ketentuan ini tidak berlaku terhadap reasuransi.

Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak dianggap mempunyai pendirian tetap di Negara lain hanya
karena menjalankan usaha di Negara lain tersebut melalui makelar, komisioner umum atau agen lainnya
yang berdiri sendiri, sepanjang mereka bertindak dalam rangka usahanya yang lazim.

Kenyataan bahwa badan yang berkedudukan di suatu Negara menguasai atau dikuasai badan yang
berkedudukan di Negara lain, atau menjalankan usaha di Negara lain itu (baik melalui suatu pendirian
tetap atau tidak), tidak dengan sendirinya bahwa salah satu dari badan itu merupakan suatu pendirian
tetap dari yang lainnya.

Pasal 6

Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara yang berasal dari harta tak gerak dapat
dikenakan pajak di Negara dimana harta itu berada.

Istilah "harta tak gerak" akan diartikan sesuai dengan Undang-undang Negara yang terikat Persetujuan,
dimana harta yang bersangkutan berada. Bagaimanapun istilah ini akan termasuk benda-benda yang
menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-
hak yang diberlakukan terhadap ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai tanah, hak memetik hasil
dari harta tak gerak dan hak-hak terhadap macam macam pembayaran-pembayaran atau pembayaran-
pembayaran yang ditetapkan sebagai alasan atau pekerjaan, atau hak mengerjakan, penggalian-
penggalian tambang, sumber-sumber dan sumber kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu-perahu
dan pesawat udara tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 akan berlaku untuk pendapatan yang diperoleh dan penggunaan langsung
sewa atau setiap bentuk penggunaan lainnya dan harta tak gerak.

Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 dan 3 juga akan berlaku bagi pendapatan dan harta tak gerak suatu
perusahaan dan bagi pendapatan dari harta tak gerak yang digunakan untuk pelaksanaan jasa-jasa
profesi.

Pasal 7

Laba perusahaan disuatu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali perusahaan itu
menjalankan usahannya di Negara lainnya, melalui suatu pendirian tetap yang berkedudukan disitu.

Jika perusahaan menjalankan usahannya seperti yang dikatakan sebelumnya, laba dari perusahaan itu
bisa dikenakan pajak di Negara lain itu, tetapi hanya mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari
pendirian tetap tersebut.

Mengikuti ketentuan-ketentuan pada ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara menjalankan
usahannya di Negara lain melalui suatu pendirian tetap yang berkedudukan disitu, masing-masing
Negara akan memperhitungkan laba pendirian tetap itu sama dengan laba seandainya pendirian tetap
tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-
kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa, dan yang mengadakan
hubungan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai pendirian tetap tersebut.

Dalam menentukan laba suatu pendirian tetap, akan diijinkan pengurangan-pengurangan seperti biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan pendirian tetap itu termasuk biaya untuk para
pimpinan dan biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara tempat pendirian tetap itu
berkedudukan maupun tempat lainnya.

Selama menjadi kebiasaan di suatu Negara untuk menetapkan laba yang diperkirakan diperoleh suatu
pendirian tetap berdasarkan suatu pembagian laba dari keseluruhan laba perusahaan terhadap pelbagai
bagiannya, ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi perusahaan di
Negara itu untuk menetapkan laba yang dikenakan pajak atas suatu pembagian laba seperti itu yang
mungkin merupakan kebiasaan; bagaimanapun cara penghitungan pembagian yang dianut, akan
menjadikan hasilnya sesuai dengan azas-azas yang terkandung dalam pasal ini.

Tidak ada laba yang diperoleh suatu pendirian tetap hanya karena pembelian barang-barang atau
barang-barang dagangan oleh pendirian tetap itu bagi perusahaannya.

Untuk kepentingan-kepentingan ayat-ayat terdahulu, laba yang diperoleh suatu pendirian tetap akan
ditentukan dengan cara perhitungan yang sama dari tahun ke tahun kecuali bila ada alasan yang cukup
kuat untuk melakukan penyimpangan.

Jika dalam jumlah laba termasuk unsur-unsur pendapatan yang diatur secara tersendiri oleh Pasal-pasal
lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak akan terpengaruh oleh
ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

Pasal 8

Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas
internasional oleh perusahaan dari suatu Negara, hanya dikenakan pajak di Negara itu.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga berlaku bagi keuntungan yang diperoleh karena ikut serta dalam suatu
gabungan perusahaan-perusahaan, suatu usaha kerjasama atau suatu keagenan usaha internasional,
tetapi hanya sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha kerjasama itu.

Pasal 9

Apabila :

(a)
suatu perusahaan dari salah satu Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam
pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara lainnya, atau

(b)

orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan,
pengawasan atau modal suatu perusahaan dari salah satu Negara dan dalam suatu perusahaan dari
Negara lainnya,

dan tiap kedua hal itu, diantara kedua perusahaan itu di dalam hubungan dagangan atau hubungan
keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya terjadi
diantara perusahaan-perusahaan yang bebas, maka setiap keuntungan yang seharusnya jatuh pada salah
satu perusahaan, tetapi tidak diperolehnya karena adanya syarat syarat tersebut, dapat ditambahkan ke
dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.

Pasal 10

Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara kepada penduduk Negara
lainnya dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana badan yang membayarkan dividen
itu berkedudukan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila sipenerima dividen
adalah pemilik yang menikmatinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :

(a)

10 persen dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah, suatu badan yang selama 12 bulan
pada akhir masa pembukuan dimana pembagian keuntungan dilakukan, memiliki sekurang-kurangnya 25
persen modal dari badan yang membayarkan dividen.
(b)

15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.

Ketentuan-ketentuan dari ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap badan itu atas
laba dimana dividen dibayarkan.

Istilah "dividen" yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham-saham atau hak-hak
lainnya yang bukan merupakan surat-surat hutang namun turut serta dalam pembagian keuntungan,
demikian halnya pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya
diperlakukan sama sebagai pendapatan dari saham menurut perundang-undangan pajak Negara dimana
badan yang melakukan pembayaran berkedudukan.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang merupakan penduduk
suatu Negara, menjalankan usaha di negara lainnya dimana badan yang membayarkan dividen
berkedudukan, melalui suatu pendirian tetap atau menjalankan pekerjaaan bebas dengan suatu tempat
tertentu, dan penguasaan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif
dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya,
ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 berlaku.

Jika suatu badan yang berkedudukan disuatu Negara memperoleh keuntungan atau pendapatan dari
Negara lain, Negara lain tersebut tidak akan mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan
itu, kecuali sepanjang dividen-dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara lain itu atau
sepanjang penguasaan saham-saham atas mana dividen dibayarkan mempunyai hubungan efektif
dengan suatu pendirian tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain itu, juga tidak dikenakan
pajak atas keuntungan-keuntungan badan yang tidak dibagikan, sekalipun dividen-dividen yang
dibayarkan atau keuntungan keuntungan yang tidak dibagikan terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari
keuntungan atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.

Pasal 11
Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya tersebut.

Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di negara tempat asal bunga sesuai dengan
perundang-undangan pajak Negara itu, akan tetapi jika sipenerima bunga adalah pemilik yang menikmati
bunga tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga itu.

Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari suatu Negara diterima oleh
Pemerintah Negara lainnya termasuk Pemerintah Daerah dan lokal, Bank Sentral atau setiap lembaga
keuangan milik Pemerintah, atau yang diterima oleh setiap penduduk Negara sehubungan dengan surat-
surat hutang yang dijamin atau secara tidak langsung dibiayai oleh Pemerintah Negara lainnya itu
termasuk Pemerintah Daerah dan lokal, Bank Sentral atau Lembaga keuangan milik Pemerintah, akan
dibebaskan dari Pengenaan pajak oleh negara tersebut terdahulu.

Untuk tujuan-tujuan ayat 3, istilah-istilah "Bank Sentral" dan "Lembaga keuangan milik Pemerintah"
berarti

(a) Untuk Jepang.

(i) the Bank of Japan,

(ii) the Export Import Bank of Japan,

(iii) the Japan International Cooperation Fund,

(iv) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah Jepang yang dimufakati dari waktu
kewaktu antara kedua Negara.

(b) untuk Indonesia

(i) Bank Indonesia dan

(ii) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah Republik Indonesia yang dimufakati
dari waktu kewaktu antara kedua Negara.
Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti Pendapatan dari semua jenis tagihan hutang, baik
yang dijamin dengan hipotik maupun tidak dan baik yang berhak ikut serta dalam bagian keuntungan
sipeminjam atau tidak, dan khususnya pendapatan dari surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah
yang terikat pada surat-surat perbendaharaan Negara, obligasi atau surat-surat hutang tersebut diatas.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima bunga yang merupakan penduduk
suatu Negara, melakukan usaha di Negara lainnya dimana bunga itu berasal, melalui suatu pendirian
tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dengan tempat tertentu dan tagihan hutang sehubungan
dengan mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat
tertentu itu.

Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.

Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara, jika yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri,
Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk dari Negara tersebut, namun demikian, orang atau badan yang
membayar bunga, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk suatu Negara atau tidak, memiliki
suatu pendirian tetap disuatu Negara atau suatu tempat tertentu dalam hubungan mana hutang yang
menjadi pokok pembayaran bunga itu dan bunga itu dibebaskan pada pendirian tetap atau tempat
tertentu tersebut., maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap atau
tempat tertentu itu berada.

Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan penerima bunga atau
antara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan
besarnya tagihan hutang yang menjadi pokok pembayaran itu, melebihi jumlah yang seharusnya
disepakati oleh pembayar dan penerima bunga seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu,
maka keuntungan-keuntungan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut
terakhir.

Dalam hal ini, jumlah pembayaran selebihnya akan tetap dikenakan pajak menurut perundang undangan
masing-masing Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini.

Pasal 12

Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya, dikenakan
pajak di Negara lainnya itu.
Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana royalti itu berasal, sesuai
dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila sipenerima adalah pemilik royalti yang
menikmatinya, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dan jumlah kotor royalti.

Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang diterima sebagai
balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya
ilmiah termasuk film-sinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek
dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan atau hak
menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk
keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti yang merupakan penduduk
suatu Negara menjalankan usaha di Negara lainnya dimana royalti itu berasal, melalui pendirian tetap,
atau melakukan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan hak atau milik sehubungan dengan
mana royalti itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu
itu.

Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14

Royalti dianggap berasal dari suatu Negara, jika pembayaran royalti itu adalah Negara itu sendiri,
Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk Negara tersebut.

Namun demikian apabila pembayaran royalti, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk suatu
Negara atau bukan mempunyai pendirian tetap atau tempat tertentu di Negara lain dimana kewajiban
membayar royalti timbul dan royalti itu dibebankan pada pendirian tetap atau tempat tertentu itu, maka
royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap atau tempat tertentu itu berada.

Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti atau antara
keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah royalti, dengan memperhatikan penggunaan, hak dan
keterangan untuk mana royalti itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar
dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya
akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.

Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan pajak menurut perundang-
undangan masing-masing Negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan
ini.
Pasal 13

Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari pemindahtanganan harta tak gerak
sebagaimana disebut pada pasal 6 yang terletak di Negara lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.

Keuntungan dari pemindahtanganan dari harta lainnya yang bukan harta tak gerak, yang merupakan
bagian kekayaan daripada suatu pendirian tetap atau pemindahtanganan harta lainnya dari suatu tempat
tertentu untuk tujuan melaksanakan pekerjaan bebas di Negara lain, termasuk keuntungan dari
pemindahtanganan pendirian tetap itu (tersendiri atau bersama dengan seluruh perusahaan) atau
pemindahtanganan tersebut tertentu itu, dapat dikenakan pajak oleh Negara lain tersebut.

Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari pemindahtanganan Kapal atau pesawat
udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional dan pemindahtanganan harta yang bukan
harta tak gerak yang ada hubungannya dengan pengoperasian kapal atau pesawat udara, hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu.

Keuntungan-keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya yang tidak diatur dalam ayat terdahulu,
hanya dikenakan pajak di Negara dimana orang/badan yang memindahtangankan merupakan
penduduk/berkedudukan.

Pasal 14

Pendapatan yang diterima seorang penduduk suatu Negara sehubungan dengan pekerjaan bebas atau
pekerjaan lain yang bersifat sama, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali ia mempunyai
tempat tertentu yang secara teratur dipergunakan untuk melakukan pekerjaannya di Negara lain atau ia
berada di Negara lain itu untuk suatu masa atau masa masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam
suatu tahun takwim, apabila ia mempunyai tempat tertentu atau tinggal di Negara lain seperti disebut
diatas, maka pendapatannya dikenakan pajak di Negara lain itu, tetapi hanya bagian pendapatan yang
dianggap berasal dari tempat tertentu itu atau pendapatan yang diterima selama masa ia berada di
Negara lain tersebut.
Istilah "pekerjaan bebas" meliputi terutama, pekerjaan bebas dibidang ilmu pengetahuan, kesusastraan,
kesenian pendidikan atau pengajaran demikian pula pekerjaan bebas yang dilakukan oleh dokter, ahli
hukum, ahli tehnik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

Pasal 15

Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan 21, gaji upah dan jasa lainnya yang serupa
yang diterima oleh seorang penduduk dari suatu Negara berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan
perburuhan hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di negara lain
jika demikian, maka balas jasa yang diterima dari pekerjaan itu dikenakan pajak di Negara lain itu.

Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh seorang penduduk disuatu Negara
dari pekerjaan yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut
pertama, jika:

(a)

si penerima berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi
183 hari dalam suatu tahun takwim; dan

(b)

balas jasa dibayar oleh atau nama majikan yang bukan merupakan penduduk Negara lainnya itu; dan

(c)

balas jasa tidak menjadi beban suatu ayat 1 dan 2, balas jasa yang berkenaan dengan pekerjaan dalam
hubungan perburuhan yang dilakukan di atas kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur
lalulintas internasional oleh perusahaan dari suatu Negara, dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 16

Pendapatan para pengurus dan pembayaran-pembayaran sejenis lainnya yang diperoleh seorang
penduduk suatu Negara dalam kedudukannya sebagai anggota pengurus dari suatu perusahaan yang
berkedudukan di Negara lain, dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

Pasal 17

Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang diperoleh seorang seniman
penghibur, seperti artis teater, film, radio atau televisi, dan pemain musik, atau oleh seorang atlit, dari
kegiatan-kegiatan pribadi mereka diatas, dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan.

Bagaimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara tersebut apabila kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi penduduk Negara lain, berdasarkan suatu program
khusus pertukaran kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.

Bila pendapatan sehubungan dengan kegiatan pribadi demikian dari penghibur atau atlit tidak jatuh
kepada mereka tetapi kepada orang lain walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15,
dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan mereka dilakukan.

Bagimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara tersebut, apabila kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang merupakan penduduk Negara lain berdasarkan suatu
program khusus pertukaran kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara dan jatuh
kepada orang lain yang merupakan penduduk dari Negara lainnya itu.

Pasal 18

Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19 ayat 2, pensiun dan pembayaran sejenis lainnya yang
dibayarkan kepada seorang penduduk suatu Negara akibat suatu hubungan kerja masa lalu, hanya
dikenakan pajak di Negara itu.

Pasal 19
1. (a)

Balas jasa, selain pensiun, yang dibayar oleh suatu Negara, Pemerintah/Lokal kepada seseorang
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal itu, dalam
rangka pelaksanaan tugas-tugas Pemerintah, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian, balas jasa itu hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya apabila jasa-jasa tersebut
diberikan di Negara lainnya itu dari pemberi jasa adalah penduduk Negara tersebut yang :

(i)

mempunyai kewarganegaraan Negara lain itu, atau

(ii)

tidak menjadi penduduk Negara lain itu semata-mata dengan tujuan melaksanakan pemberian jasa-jasa
di maksud.

2. (a)

Setiap pensiun yang dibayar oleh atau dari dana-dana yang diadakan oleh suatu Negara atau Pemerintah
Daerah/Lokal kepada seseorang sehubungan dengan pemberian jasa kepada Negara, atau Pemerintah
Daerah/Lokal itu, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian pensiun itu hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya apabila orang tersebut
merupakan penduduk dan berkewarganegaraan Negara lainnya itu.

3.

Ketentuan-ketentuan Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap balas jasa atau pensiun dari jasa
yang diberikan kepada perusahaan yang dijalankan oleh suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal.
Pasal 20

Seorang guru besar atau guru yang mengadakan kunjungan untuk sementara ke suatu Negara dalam
jangka waktu yang tidak melebihi 2 tahun dengan maksud untuk mengajar atau melakukan riset di suatu
Universitas, Akademi, Sekolah atau Lembaga pendidikan yang diakui Pemerintah, dan yang sebelum
kunjungan itu ia adalah penduduk Negara lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya itu atas
balas jasa yang diperolehnya dari mengajar dan melakukan riset itu.

Pasal 21

Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum melakukan kunjungan ke Negara lainnya
dan untuk sementara berada di Negara lain itu semata-mata:

(a)

sebagai seorang mahasiswa atau pelajar pada suatu Universitas, Akademi, Sekolah atau Lembaga
pendidikan lainnya yang diakui Pemerintah di Negara lain itu.

(b)

sebagai seorang yang menerima bantuan, tunjangan atau hadiah dari Pemerintah, organisasi-organisasi
keagamaan, sosial, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau pendidikan, dengan tujuan pokok untuk
belajar atau melakukan riset, atau

(c)

sebagai seorang yang sedang belajar diperusahaan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain
itu, untuk suatu jangka waktu yang tidak melebihi 5 tahun pajak terhitung dari tanggal kedatangannya
yang pertama di Negara lain tersebut, atau pendapatan yang diperoleh dari

(i)
pengiriman uang dari luar negeri untuk maksud keperluan hidupnya, pendidikan, pelajaran, riset atau
latihan.

(ii)

bantuan, tunjangan atau hadiah.

(iii)

pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu yang dibayar oleh majikan yang merupakan penduduk
dari Negara yang disebut pertama, dan

(iv)

pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu selain pendapatan yang disebut dalam sub-ayat (iii),
tidak melebihi jumlah 600.000 yen apabila Negara lainnya itu Jepang, atau 900.000, rupiah apabila
Negara lainnya itu adalah Indonesia, selama satu tahun takwim.

Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan kunjungan ke Negara lainnya
dan berada untuk sementara di Negara lainnya itu selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12
bulan sebagai pegawai dari, atau dalam ikatan kerja dengan suatu perusahaan dari Negara yang disebut
pertama, atau suatu organisasi seperti tersebut pada ayat 1 (b), semata-mata untuk mendapatkan
pengalaman dibidang tehnik, keahlian atau usaha, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
lainnya itu atas pendapatan selama jangka waktu tersebut diatas untuk jasa-jasa yang langsung
diberikannya untuk mendapatkan pengalaman itu, jika jumlah seluruhnya yang diterima dari luar negeri
oleh orang tersebut dan yang dibayarkan di negara lainnya itu tidak melebihi jumlah 1.800.000 Yen
apabila Negara lainnya itu adalah Jepang, atau 2.700.000 Rupiah apabila Negara lainnya itu adalah
Indonesia, selama suatu tahun takwim.

Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan kunjungan ke Negara lainnya
dan berada untuk sementara di Negara itu selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan
berdasarkan rencana Pemerintah Negara lainnya itu, semata-mata dengan maksud untuk belajar, riset
atau latihan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lainnya itu atas pendapatan dari jasa-jasa
yang langsung diberikannya sehubungan dengan maksud tersebut di atas.

Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3, dimana seseorang memenuhi persyaratan untuk
pembebasan pajak sehubungan dengan jangka waktu berdasarkan dua atau semua ayat ayat itu, namun
ia hanya mempunyai hak pembebasan pajak berdasarkan satu ayat saja yang dapat ia pilih.

Untuk tujuan-tujuan dari Pasal ini, istilah Pemerintah akan dianggap termasuk setiap Pemerintah
Daerah/Lokal dari suatu Negara.

Pasal 22

Bagian-bagian dan pendapatan dari seorang penduduk suatu Negara, darimanapun asalnya, yang tidak
diatur dalam Pasal-pasal terdahulu dari persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku terhadap pendapatan yang berasal dari harta tak gerak
seperti dirumuskan dalam Pasal 6 ayat 2, jika penerimaan pendapatan itu merupakan penduduk dari
suatu Negara, menjalankan perusahaan dengan suatu pendirian tetap di Negara lain, atau melakukan
pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu di Negara lain, dan hak atau kekayaan sehubungan
dengan mana pendapatan itu dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau
tempat tertentu itu.

Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14

Pasal 23

1.

Tunduk kepada perundang-undangan Jepang mengenai kelonggaran sebagai suatu pengurangan


terhadap pajak di Jepang, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar Jepang

(a)
jika penduduk Jepang memperoleh pendapatan dari Indonesia dan pendapatan itu dikenakan pajak di
Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka jumlah pajak yang dibayar atas
pendapatan itu akan diperhitungkan dengan pajak terhutang yang dikenakan di Jepang terhadap
penduduk itu.

Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di
Jepang atas bagian pendapatan itu.

(b)

jika pendapatan itu berupa dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di Indonesia
kepada suatu badan yang berkedudukan di Jepang dan yang memiliki tidak kurang dari 25 persen dari
hak suara dari badan yang membayar dividen atau dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh badan itu,
maka pajak yang dibayar di Indonesia oleh badan yang memberikan dividen itu akan diperhitungkan.

2. (a)

untuk tujuan ayat 1 (a), pajak yang dikenakan di Indonesia akan selalu dianggap telah dibayar menurut
tarip 10 persen terhadap dividen seperti yang diatur menurut pasal 11 ayat 2, dan royalty seperti yang
diatur menurut Pasal 12 ayat 2, dan dengan tarip 15 persen terhadap dividen seperti yang diatur
menurut Pasal 10 ayat 2 (b), jika

(i)

dividen, bunga atau royalti itu dibayar oleh suatu badan yang berkedudukan di Indonesia dan yang pada
saat pembayaran, mengambil bagian dalam penanaman modal berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun
1967 mengenai Penanaman Modal Asing, seperti telah dirubah dan ditambah dengan Undang-undang
No. 11 tahun 1970, dan sepanjang belum ada perubahan sejak tanggal penandatanganan Persetujuan
ini, atau perubahan tersebut tidak berarti sehingga tidak mempengaruhi ciri umumnya;

(ii)

dividen, bunga atau royalti yang menurut perpajakan Indonesia dibebaskan atau diberi kelonggaran
berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat 3, Undang-undang No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, seperti
disebut pada (i) diatas, atau

(iii)
dividen, bunga atau royalti yang menurut perpajakan Indonesia dibebaskan atau diberi kelonggaran
berdasarkan fasilitas-fasilitas pajak lainnya yang ditujukan untuk memajukan perkembangan ekonomi
Indonesia yang mungkin ditetapkan dalam perundang-undangan Indonesia sesudah tanggal
penandatanganan Persetujuan itu, dan yang dapat dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.

(b)

untuk tujuan-tujuan ayat 1 (b), istilah pajak yang dibayar di Indonesia akan dianggap termasuk jumlah
pajak Indonesia yang seharusnya telah dibayar seandainya pajak Indonesia itu tidak dibebaskan atau
diberi kelonggaran berdasarkan:

(i)

ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 undang-undang No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, seperti
disebut pada sub ayat (a) (i);

(ii)

ketentuan-ketentuan Pasal 15 ke 4 d Undang-undang No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, seperti disebut
pada sub-ayat (a) (i); atau

(iii)

setiap fasilitas pajak lainnya yang ditujukan untuk memajukan perkembangan ekonomi Indonesia yang
mungkin ditetapkan dalam perundang-undangan Indonesia sesudah tanggal penandatanganan
Persetujuan ini, dan yang dapat dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.

3.

Di Indonesia, pajak ganda akan dihindarkan dengan cara sebagai berikut.

(a)

Indonesia, ketika mengenakan pajak kepada penduduknya, dapat menggabungkan dalam pendapatan
kena pajak, bagian-bagian dari pendapatan yang dikenakan pajak di Jepang menurut ketentuan-
ketentuan dalam Persetujuan ini;
(b)

Jika penduduk Indonesia memperoleh pendapatan dari Jepang dan pendapatan itu dikenakan pajak di
Jepang menurut ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, jumlah pajak yang dibayar di Jepang atas
pendapatan itu akan diperkenankan untuk diperhitungkan dengan pajak terhutang yang dikenakan
terhadap penduduk itu.

Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan
Indonesia atas bagian pendapatan itu.

Pasal 24

Warganegara dari suatu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan
itu oleh Negara lainnya, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan
kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan itu dibandingkan dengan warganegara dari Negara
lainnya itu dalam keadaan yang sama.

Pengenaan pajak atas suatu pendirian tetap di Negara lain yang merupakan milik suatu perusahaan di
suatu Negara tidak akan diperlakukan dengan cara yang kurang menguntungkan oleh Negara lainnya itu,
dibandingkan dengan pemungutan pajak atas perusahaan dari Negara lainnya yaitu yang menjalankan
kegiatan-kegiatan yang sama.

Ketentuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara untuk memberikan kepada
penduduk Negara lainnya potongan pribadi, keringanan dan pengurangan untuk tujuan pengenaan pajak
berdasarkan status sipil atau tanggungan keluarga sebagaimana yang diberikan kepada penduduk Negara
itu sendiri.

Kecuali dimana ketentuan-ketentuan Pasal 9, Pasal 11 ayat 8, atau pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti
dan lain-lain pengeluaran yang dibayarkan oleh suatu perusahaan disuatu Negara kepada penduduk di
Negara lainnya, maka untuk tujuan menentukan laba kena pajak perusahaan itu akan dapat dikurangkan
berdasarkan keadaan yang sama, seolah-olah bunga, royalti dan lain-lain pengeluaran itu telah
dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama.

Perusahaan dari suatu Negara, yang modalnya baik seluruhnya ataupun sebagian dimiliki atau diawasi,
langsung atau tidak langsung, oleh penduduk atau penduduk-penduduk dari Negara lainnya, tidak akan
dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan itu di Negara tersebut pertama yang
berlainan atau lebih memberatkan dari pada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang
bersangkutan dengan itu, yang dikenakan atau dapat dikenakan atas perusahaan-perusahaan lainnya
yang serupa di negara tersebut pertama.

Meskipun ada ketentuan-ketentuan pada ayat-ayat terdahulu, Indonesia dapat membatasi


warganegaranya menikmati fasilitas pajak yang diberikan berdasarkan :

(a)

Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri, sepanjang belum dirubah
sejak tanggal penandatanganan Persetujuan ini, atau perubahan tersebut tidak berarti, sehingga tidak
mempengaruhi ciri umumnya; atau

(b)

Undang-undang lainnya yang akan diumumkan oleh Indonesia mengenai program pengembangan
ekonomi dan mengenai hal itu Pemerintah kedua Negara dapat mengadakan pemufakatan bahwa
ketentuan-ketentuan dari ayat terdahulu tidak berlaku.

Dalam Pasal ini pengertian pengenaan pajak berarti pengenaan pajak-pajak yang diatur oleh persetujuan
ini.

Pasal 25

Apabila seseorang atau suatu badan beranggapan bahwa tindakan-tindakan satu atau kedua Negara
mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-
ketentuan. Persetujuan ini ia dapat terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh undang-undang
nasional masing-masing Negara, mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dan Negara
dimana ia merupakan penduduk atau apabila masalahnya menyangkut Pasal 24 ayat 1, kepada Negara
dimana ia merupakan warganegara, masalah itu harus diajukan dalam waktu 3 tahun sejak
pemberitahuan pertama, mengenai tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.

Pejabat yang berwenang akan berusaha, bila keberatan yang ditujukan kepadanya itu beralasan dan ia
tidak dapat menemukan pemecahan yang memuaskan menyelesaikan masalah itu melalui permufakatan
bersama antara pejabat yang berwenang dan kedua Negara, dengan tujuan mencegah pengenaan pajak
yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Meskipun terdapat pembatasan waktu dalam undang-
undangan nasional. Negara masing-masing, setiap permufakatan yang telah dicapai harus dilaksanakan.

Pejabat-pejabat yang berwenang dan kedua Negara akan berusaha menyelesaikan melalui permufakatan
setiap kesulitan-kesulitan dan keraguan-keraguan yang timbul mengenai penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini.

Mereka dapat pula berunding bersama untuk meniadakan pajak berganda dalam hal-hal yang diatur
dalam Persetujuan ini.

Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat berhubungan satu sama lain secara langsung
guna mencapai suatu persetujuan seperti dimaksud pada ayat-ayat terdahulu.

Pasal 26

Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan mengadakan tukar-menukar bahan keterangan
yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini atau untuk pencegahan
pengelakan pajak atau untuk pelaksanaan ketentuan undang undang terhadap penghindaran pajak yang
sehubungan dengan pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini.

Setiap keterangan yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan tidak akan diundangkan kepada orang atau
badan lain atau pejabat-pejabat selain dari mereka yang (termasuk pengadilan) berkepentingan dengan
penerapan dan penagihan pajak-pajak itu atau penentuan banding, dan orang atau badan yang
bersangkutan dengan keterangan itu.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak boleh ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan suatu
Negara kewajiban:
(a)

melaksanakan tindakan administratif yang berlawanan dengan undang-undang dan praktek administrasi
dari Negara tersebut atau Negara lainnya:

(b)

memberikan ketentuan-ketentuan yang tidak dapat diperoleh berdasarkan undang undang atau dalam
pelaksanaan administrasi yang lazim dari Negara tersebut atau Negara lainnya; atau

(c)

memberikan keterangan yang akan mengungkapkan setiap rahasia dibidang perniagaan, usaha industri
perdagangan atau rahasia keahlian atau tata-cara perniagaan, atau keterangan yang pengungkapannya
akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.

Pasal 27

Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini akan ditafsirkan untuk menghalangi Pemerintah kedua
Negara membuat pengaturan yang khusus dibidang perpajakan seperti pembebasan pajak sehubungan
dengan kerjasama ekonomi atau kerjasama tehnik antara kedua Negara.

Pasal 28

Tidak ada sesuatupun dalam Persetujuan ini akan mempengaruhi hak-hak khusus dibidang fiskal dari
para anggota misi diplomatik atau pegawai-pegawai konsuler berdasarkan ketentuan umum hukum
internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan persetujuan yang khusus.

Pasal 29
Persetujuan ini akan diratifisir dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan di Jakarta secepat mungkin.

Persetujuan ini akan syah berlaku pada hari ke-30 setelah tanggal pertukaran instrumen ratifikasi dan
akan diterapkan di kedua Negara, terhadap pendapatan yang diterima selama suatu tahun pajak yang
dimulai atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah Persetujuan ini syah berlaku.

Pasal 30

Persetujuan ini akan berlaku tanpa batas waktu, tetapi salah satu dari kedua Negara dapat, pada tanggal
atau sebelum 30 Juni suatu tahun setelah berakhirnya jangka waktu 3 tahun terhitung tanggal
berlakunya mengirimkan surat pemberitahuan tertulis mengenai penghentian Persetujuan kepada
Negara lainnya melalui saluran diplomatik.

Dalam hal demikian Persetujuan ini tidak berlaku lagi dikedua Negara sehubungan dengan pendapatan
yang diperoleh selama tahun pajak yang dimulai atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah
pemberitahuan itu.

Dengan kesaksian para pendatanganan dibawah ini yang telah diberi kuasa syah untuk ini oleh masing-
masing Pemerintahnya telah menandatangani Persetujuan ini.

Dibuat dalam rangkap dua di Tokyo tanggal 3 Maret 1982 dalam bahasa Inggris.

Untuk Pemerintah

Republik Indonesia

Untuk Pemerintah

Jepang
PROTOKOL

Pada saat penandatanganan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang
untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang menyangkut Pajak atas
pendapatan (selanjutnya disebut Persetujuan), penandatangan dibawah ini telah mufakat mengenai
ketentuan-ketentuan berikut ini yang merupakan bagian yang perlu untuk dilengkapi Persetujuan itu.

Sehubungan dengan Pasal 5 ayat 8 dari Persetujuan, dimana makelar, agen komisioner umum dan agen
lainnya disuatu negara seluruhnya atau hampir seluruhnya berusaha untuk kepentingan suatu
perusahaan di Negara lain, maka ia tidak akan dianggap mempunyai status yang berdiri sendiri dalam
pengertian ayat tersebut.

Berkenaan dengan Pasal 8 dari Persetujuan, keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian
kapal laut dalam pengertian Pasal tersebut akan terdiri hanya dari keuntungan-keuntungan yang
diperoleh suatu perusahaan dari suatu Negara yang menjalankan usaha perkapalan atas dasar
perhitungan dan tanggung jawabnya sendiri.

Sehubungan dengan Pasal 16 dari Persetujuan, istilah, anggota pengurus dari suatu perusahaan akan
termasuk anggota pengurus dan anggota dewan komisaris dari suatu perusahaan yang berkedudukan di
Indonesia.

Untuk tujuan-tujuan Pasal 23 ayat 2 (b) Persetujuan, istilah pajak yang dibayar di Indonesia tidak
termasuk jumlah pajak Indonesia yang seharusnya telah dibayar seandainya kerugian-kerugian yang
diderita suatu badan yang berkedudukan di Indonesia tidak diperhitungkan, karena penerapan
perangsang penanaman sesuai dengan ketentuan ketentuan atau langkah-langkah yang berkenaan
dengan ayat tersebut, kecuali dalam hal suatu badan yang berkedudukan di Indonesia dibebaskan dari
pengenaan pajak Indonesia atau diberi kelonggaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 16 ayat 3
Undang-undang No. 1 tahun 1967 setelah dirubah, yang berkenaan dengan Pasal 23 yat 2 (a) (i)
Persetujuan.

5.
(a)

Tidak ada suatupun dalam Persetujuan ini akan ditafsirkan untuk menghalangi Indonesia mengenakan
pajak atas bagian laba sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 7 Persetujuan dari Pajak atas Bunga,
Dividen dan Royalti yang ada hubungannya dengan Pasal 3 b ke-b Undang-undang Pajak Dividen 1959
setelah dirubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1970, sepanjang belum ada
perubahan sejak tanggal penandatanganan protokol ini, atau perubahan tersebut tidak berarti sehingga
tidak mempengaruhi ciri umumnya, atas laba setelah pajak Perseroan (kecuali untuk pengoperasian
kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalulintas internasional) dari suatu badan yang berkedudukan
di Jepang yang mempunyai pendirian tetap di Indonesia; tetapi jumlah pajak tersebut tidak akan
melebihi 10 persen dari sisa laba tersebut, kecuali sisa laba itu merupakan laba yang diperoleh dari
badan-badan yang melakukan kontrak bagi hasil dibidang perminyakan dan gas alam dengan Pemerintah
Republik Indonesia atau dengan perusahaan minyak milik Negara Indonesia.

(b)

Pajak tersebut diatas yang sehubungan dengan laba setelah Pajak Perseroan dari suatu badan yang
berkedudukan di Jepang yang mempunyai pendirian tetap di Indonesia, yang diperoleh dari kontrak bagi
hasil dibidang perminyakan dan gas alam dengan Pemerintah Republik Indonesia atau dengan
perusahaan minyak milik Negara Indonesia tidak akan diperlakukan dengan cara yang kurang
menguntungkan dibandingkan dengan perlakukan terhadap badan yang berkedudukan di Negara ketiga
yang mempunyai pendirian tetap di Indonesia yang memperoleh laba dari kontrak bagi hasil dibidang
perminyakan dan gas alam dengan Pemerintah Republik Indonesia atau perusahaan minyak milik Negara
Indonesia.

(c)

Untuk tujuan-tujuan daripada ayat ini, laba setelah pajak Perseroan berarti jumlah sisa dari keuntungan-
keuntungan yang merupakan pendirian tetap dari suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia,
dikurangi jumlah pajak Indonesia selain daripada yang dimaksud dalam (a) diatas, yang dikenakan atas
keuntungan keuntungan tersebut.

Dengan kesaksian para penandatangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa syah untuk ini oleh masing-
masing Pemerintahnya, telah menandatangani Protokol ini.

Dibuat dalam rangkap dua di Tokyo tanggal 3 Maret 1982 dalam bahasa Inggris.
Untuk Pemerintah

Republik Indonesia

Untuk Pemerintah

Jepang

APLIKASI PERPAJAKAN

e-SPT Masa PPh Pasal 4(2) versi 2.0.1

Patch e-SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Aplikasi e-Faktur Desktop versi 2.2

Aplikasi elektronik Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan (e-RKIP) R.4

Lihat Semua

FORMULIR PERPAJAKAN

Format Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam
Daerah Pabean

Formulir Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

Formulir Permohonan EFIN

Form DGT

Lihat Semua

FAQ

86. Rasio Pajak (Tax Ratio) dari Masa ke Masa

85. Peraturan Pemerintah Pajak Penghasilan...

84. Laporan Pasca Amnesti Pajak

Lihat Semua

Pajak Kita, Untuk Kita Pajak Kita, Untuk Kita


PRANALA

Kementerian Keuangan

APBN Kita

Edukasi Pajak

Reformasi Perpajakan

Prasyarat

Hubungi Kami

Kritik & Saran

LogoKemenkeuDJP

Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190

Telp: (+62) 21 - 525 0208

Ikuti Kami

@DITJENPAJAKRI

Pengaduan dan Live Chat

Situs Pajak

Copyright © 2019 Direktorat Jenderal Pajak.


Lompat ke isi utama

Navigasi kedua

ID | EN

Porto

Breadcrumb

BERANDA MALAYSIA

Malaysia
Tanggal Disahkan

1991-09-12

Tanggal Efektif

1987-01-01

English

Bahasa Indonesia

PERSETUJUAN ANTARA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN

PEMERINTAH MALAYSIA

MENGENAI

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN
PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pasal 1

ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua
Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 2

PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN INI


Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, tanpa memperhatikan cara pemungutannya.

Pajak-pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini adalah :

(a) di Malaysia :

(i) pajak penghasilan dan excess profit tax;

(ii) the supplementari income tax, that is, development tax; dan

(iii) pajak penghasilan minyak;

(selanjutnya disebut "pajak Malaysia");

(b) di Indonesia, pajak penghasilan;

(selanjutnya disebut "Pajak Indonesia");

Persetujuan ini berlaku pula bagi setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis yang dikenakan
setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap atau sebagai pengganti
dari, pajak-pajak yang sekarang berlaku. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada
Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi
dalam perundang-undangan pajak masing-masing.

Pasal 3

PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

Kecuali jika dari hubungan kalimatnya diartikan lain, maka yang dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :

(a)
istilah "Malaysia" berarti Federasi Malaysia dan termasuk di dalamnya daerah perairan Malaysia yang
sesuai dengan hukum internasional, yang saat ini sudah atau disusun berdasarkan Undang-Undang
Malaysia mengenai landas kontinen sebagai wilayah dimana di dalamnya berlaku hukum Malaysia
sehubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, apakah terdapat di dasar laut, tanah
dibawahnya dan perairan sekitarnya, dapat diolah.

(b)

istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam perundang-
undangannya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana
Republik Indonesia mempunyai kedaulatan, hak-hak kedaulatan dan hak-hak lainnya sesuai dengan
hukum internasional;

(c)

istilah suatu "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak pada Persetujuan lainnya" berarti
Indonesia atau Malaysia sesuai dengan hubungan kalimatnya;

(d)

istilah "pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Malaysia sesuai dengan hubungan kalimatnya;

(e)

istilah "orang dan badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang atau
badan yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk tujuan perpajakan;

(f)

istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum yang untuk tujuan
pemungutan pajak diperlakukan sebagai badan hukum;

(g)

istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan lainnya" berarti masing-masing suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara
pihak pada Persetujuan lainnya;

(h)

istilah "warganegara" berarti :

(i)

setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan atau menjadi warganegara suatu Negara pihak pada
Persetujuan.

(ii)

semua badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang memperoleh statusnya berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara pihak pada Persetujuan.

(i)

istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang
dioperasikan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut
atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya;

(j)

istilah "pejabat yang berwenang" berarti :

(i)

di Malaysia :

Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

(ii)
di Indonesia :

Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

Untuk penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak
dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut
perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang
ditentukan dalam Persetujuan ini.

Pasal 4

PENDUDUK

Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "Penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti :

(a)

di Malaysia, orang dan badan yang merupakan penduduk Malaysia untuk kepentingan pajak Malaysia.

(b)

di Indonesia, orang atau badan yang merupakan penduduk Indonesia untuk kepentingan pajak
Indonesia.

Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di kedua Negara pihak
pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :
(a)

ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai tempat
tinggal tetap yang tersedia baginya; jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di
kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk di Negara pihak pada
Persetujuan dimana ia mempunyai hubungan pribadi dan hubungan ekonomi yang lebih erat (pusat
kepentingan-kepentingan pokok);

(b)

jika Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai pusat kepentingan-kepentingan pokoknya
tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua
Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan
dimana ia menurut kebiasaannya berdiam;

(c)

jika ia mempunyai tempat dimana ia biasanya berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau
tidak mempunyainya di kedua Negara itu, maka Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada
Persetujuan akan menyelesaikan persoalan tersebut melalui persetujuan bersama.

Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, orang atau badan, selain dari orang pribadi, merupakan
penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka Pejabat berwenang dari Negara pihak pada
Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya dengan persetujuan bersama mengingat kepada kegiatan
manajemen sehari-hari, tempat dimana badan tersebut didirikan atau dibentuk dan faktor- faktor
relevan lainnya.

Pasal 5

BENTUK USAHA TETAP

Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat kedudukan tetap
dimana seluruh atau sebagian usaha perusahaan dijalankan.
istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :

(a) suatu tempat kedudukan manajemen;

(b) suatu cabang;

(c) suatu kantor;

(d) suatu pabrik;

(e) suatu bengkel;

(f)

suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat
penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya;

(g) suatu pertanian atau perkebunan;

(h)

suatu lokasi bangunan atau suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung
untuk lebih dari 6 bulan;

(i)

pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh suatu perusahaan melalui karyawan-
karyawannya atau orang lainnya (daripada suatu agen yang berdiri sendiri sesuai yang dimaksud dalam
ayat 6) dimana kegiatan berlangsung terus-menerus di satu Negara pihak pada Persetujuan untuk waktu
lebih dari 3 bulan.

istilah "bentuk usaha tetap" tidak dianggap meliputi :


(a)

penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang- barang atau
barang dagangan milik perusahaan;

(b)

pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata- mata
dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

(c)

pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata- mata
dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya;

(d)

pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk maksud membeli barang-barang atau barang
dagangan, atau untuk mengumpulkan keterangan, untuk kepentingan perusahaan;

(e)

pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan, untuk kegiatan- kegiatan yang
bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan.

Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dapat dianggap mempunyai bentuk usaha
tetap di Negara Persetujuan lainnya jika :

(a)

menjalankan kegiatan pengawasan di Negara lainnya lebih dari 6 bulan sehubungan dengan suatu proyek
konstruksi, instalasi atau proyek perakitan yang sedang dikerjakan di Negara lain tersebut; atau
(b)

peralatan utama yang berada di Negara lainnya yang digunakan atau dipasang oleh, untuk atau yang
sedang dikontrak dengan perusahaan.

Orang atau badan (selain dari makelar, agen komisi umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri dimana
berlaku ayat 6) bertindak di Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari Negara pihak
pada Persetujuan lainnya, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara yang disebut
pertama jika :

(a)

ia memiliki kuasa dan biasa menjalankan wewenangnya untuk menutup kontrak di Negara lain yang
disebut pertama atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya terbatas pada pembelian barang-barang
atau barang dagangan untuk perusahaan; atau

(b)

ia mengurus di Negara pihak yang disebut pertama persediaan barang-barang atau barang dagangan
milik perusahaan dan secara teratur menyerahkannya atas nama perusahaan tersebut; atau

(c)

ia menghasilkan atau mengolah di Negara pihak yang disebut pertama untuk perusahaan barang-barang
atau barang dagangan milik perusahaan.

Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu
bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya semata-mata karena perusahaan itu
menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut melalui makelar, komisioner
umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang orang dan badan tersebut bertindak dalam
rangka kegiatan usahanya yang lazim. Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya
atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu,maka ia tidak akan dianggap sebagai agen
yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini.

Jika suatu perseroan yang merupakan wajib pajak dalam negeri suatu Negara pihak pada Persetujuan,
yang menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, atau menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya (baik melalui
suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lainnya) maka hal itu tidak dengan sendirinya
menyatakan bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari perseroan lainnya.

Pasal 6

PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tak
gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara
pihak pada persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut.

Untuk maksud Persetujuan ini istilah "harta tak gerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-
undangan Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Namun demikian
istilah tersebut meliputi benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang
dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan hukum
perdata mengenai tanah berlaku, hak memetik hasil atas harta tak gerak serta hak atas pembayaran-
pembayaran tetap ataupun tidak tetap sebagai balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk mengerjakan
penggalian-penggalian tambang, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal-
kapal, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.

Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan
secara langsung, penyewaan, atau penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tak gerak suatu
perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan dalam melaksanakan
pekerjaan bebas.

Pasal 7

LABA USAHA

Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha
seperti tersebut di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya
atas bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap, atau atas penjualan barang atau barang
dagangan yang sejenis seperti yang dijual, atau transaksi usaha lainnya yang sejenis yang dilakukan,
melalui bentuk usaha tetap.

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada persetujuan lainnya melalui suatu bentuk
usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu di
masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap
tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan
berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau
serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dari perusahaan yang mempunyai bentuk
usaha tetap itu.

Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk kepentingan usaha bentuk usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-
biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan jika bentuk usaha tetap tersebut adalah perusahaan
bebas, sepanjang terdapat alasan yang diberikan bentuk usaha tetap tersebut, apakah diperoleh di
Negara dimana bentuk usaha tetap tersebut berada.

Seandainya informasi yang tersedia pada pihak yang berwenang tidak mencukupi untuk menentukan
keuntungan-keuntungan yang diperoleh bentuk usaha tetap atau perusahaan, Pasal ini tidak akan
mempengaruhi berbagai ketentuan dari negara tersebut sehubungan penentuan pajak yang terhutang
terhadap orang atau badan dengan suatu kebijaksanaan atau berdasarkan suatu taksiran oleh pejabat
berwenang, sepanjang Undang-Undang memungkinkannya dan informasi yang tersedia
memungkinkannya, asalkan sesuai dengan prinsip yang dianut oleh Pasal ini.

Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan
oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.

Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap
harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan
cukup untuk menyimpang.

Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang diatur secara tersendiri pada pasal-
pasal lain, maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

Pasal 8

PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas
internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara dimana tempat manajemen yang efektif dari
perusahaan berada.

Menyimpang dari ketentuan ayat 1, laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari satu Negara pihak
pada Persetujuan atas operasi kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di
Negara Persetujuan lainnya, tetapi pajak yang dikenakan tersebut akan dikurangi dengan 50%.

Menyimpang dari ayat-ayat 1 dan 2 Pasal 7, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari Negara
pihak pada Persetujuan dari perjalanan kapal-kapal laut atau pesawat udara yang tujuan utamanya dari
perjalanan tersebut adalah mengangkut penumpang-penumpang atau barang-barang antara tempat-
tempat di Negara Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di negara lainnya.

Ayat 1 dan 2 akan diberlakukan atas saham dari keuntungan atas pengoperasian kapal-kapal laut atau
pesawat udara yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari penyertaan
dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha patungan, atau dari suatu perwakilan usaha
internasional.

Pasal 9

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Apabila :

(a)

suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara pihak
pada persetujuan lainnya.Atau

(b)

orang dan badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen,
pengawasan atau modal suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya,

dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan
keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazim berlaku antara
perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka laba yang seharusnya diterima
oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterima karena adanya syarat-
syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

Pasal 10

DIVIDEN
Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara
lainnya tersebut.

Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di Indonesia kepada penduduk
Malaysia akan dikenakan pajak di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Indonesia yang berlaku
tetapi bila penerima adalah pemilik dari dividen tersebut maka pengenaan pajaknya tidak akan melebihi
dari 15% dari jumlah bruto dividen.

Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang berkedudukan di Malaysia kepada penduduk
Indonesia yang merupakan pemilik yang sebenarnya atas dividen tersebut, akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Malaysia dimana pengenaan pajak atas dividen tersebut telah termasuk dalam
pengenaan penghasilan dari perusahaan. Ayat ini tidak mempengaruhi ketentuan dalam Undang-
Undang Malaysia yang mengatur pajak atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang
berkedudukan di Malaysia yang pajaknya telah, atau dianggap sudah dikenakan, dikurangkan boleh
disesuaikan dengan tarif yang berlaku di Malaysia di tahun penetapan segera setelah tahun pada saat
dividen tersebut dibayarkan.

Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham atau hak-
hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, hak atas pembagian laba, termasuk penghasilan
dari hak-hak dari perseroan lainnya yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya sebagai
penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan
yang membagikan dividen berkedudukan.

Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen
yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana perseroan yang membayarkan dividen
berkedudukan, dan pemilikan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan mempunyai hubungan
yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, berlaku ketentuan
Pasal 7.

Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh
penghasilan atau laba dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, Negara lain tersebut tidak boleh
mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kepada orang atau badan
yang bukan penduduk negara lainnya itu, atau mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak
dibagikan, meskipun seandainya dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut
seluruhnya atau sebagian berasal dari laba atau penghasilan yang diperoleh di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya tersebut.

Pasal 11

BUNGA

Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana bunga
itu berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut akan tetapi apabila penerima bunga
adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi
15% dari jumlah kotor bunga.

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang menjadi hak penduduk Indonesia akan
dibebaskan dari pengenaan pajak di Malaysia jika pinjaman atau utang-utang lainnya yang menyebabkan
timbulnya pembayaran bunga tersebut, merupakan pinjaman yang disetujui sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 2 ayat (1) dari peraturan Pajak Penghasilan Malaysia Tahun 1967.

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) dan (3), Pemerintah dari Negara pada pihak Persetujuan
akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atas bunga yang
diperoleh dari Negara lain.

Dengan menunjuk ayat (4), istilah "Pemerintah"

(a) dalam hal Malaysia berarti Pemerintah Malaysia dan termasuk :

(i) Pemerintah dari Negara-negara bagian;

(ii) Penguasa Daerah;

(iii) Lembaga-lembaga Negara;


(iv) Bank Negara Malaysia; dan

(v)

Lembaga-lembaga yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah Malaysia atau Pemerintah
negara-negara Bagian atau Penguasa Daerah atau lembaga-lembaga Negara yang menjadi bagiannya,
yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dari waktu ke waktu, antara para pejabat yang berwenang
dari negara-negara pihak pada Persetujuan.

(b) Dalam Hal Indonesia berarti Pemerintah Indonesia dan termasuk :

(i) Penguasa Daerah;

(ii) Lembaga-lembaga Negara;

(iii) Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia); dan

(iv) Lembaga yang modalnya dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Republik Indonesia, atau
Penguasa Daerah atau Lembaga-lembaga Negara, yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dari waktu
ke waktu antara para pejabat yang berwenang dari Negara- negara pihak pada Persetujuan.

Istilah "bunga" seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan atau
piutang, baik yang dijamin dengan hipotik ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian
laba debitur dan pada khususnya penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari
obligasi atau surat-surat hutang.

Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati
bunga yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dimana bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada
disana, dan tagihan piutang atas mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan yang efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap, dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku
ketentuan Pasal 7.

Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayar bunga adalah
Negara itu sendiri, bagian dari ketatanegaraan atau pemerintah daerah, atau lembaga-lembaga negara
atau penduduk Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan
yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk Negara pihak pada Persetujuan atau
bukan, mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana hutang
yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga itu menjadi beban bentuk usaha
tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada
Persetujuan dimana bentuk usaha tetap itu berada.

Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan penerima yang menikmati
bunga atau antara kedua-duanya dengan orang atau badan lain, dengan memperhatikan besarnya
tagihan piutang, bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang telah disetujui antara pembayar dengan
penerima yang menikmati bunga tersebut seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-
ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku atas jumlah yang disebut kemudian. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan yang dibayarkan akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-
masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam
Persetujuan ini.

Pasal 12

ROYALTI

Royalti yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana
royalti itu berasal dan sesuai dengan perundang-undangan negara tersebut, tetapi apabila penerima
royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi 15% dari jumlah kotor royalti.

istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran dalam bentuk apapun yang
diterima sebagai balas jasa karena :

(i)

penggunaan atau hak untuk menggunakan, suatu paten, merek dagang, pola atau model, rencana,
rumus, atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau hak cipta pekerjaan ilmu pengetahuan atau
penggunaan atau hak untuk menggunakan perlengkapan industri, rniagaan atau ilmu pengetahuan, atau
keterangan menyangkut pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu pengetahuan.
(ii)

penggunaan atau hak untuk menggunakan, film-film sinematografi atau pita-pita yang digunakan untuk
siaran radio atau televisi, atau hak cipta kesusasteraan atau karya seni.

Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti yang berhak menikmatinya,
yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya dimana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada
disana, dan hak atau milik sehubungan mana royalti itu dibayarkan mempunyai hubungan yang efektif
dengan bentuk usaha tetap. Dalam hal demikian berlaku ketentuan Pasal 7.

Royalti akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayar royalti adalah
Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan, pemerintah daerahnya, atau Lembaga-lembaga negara, atau
penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan royalti
itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan,
mempunyai suatu bentuk usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban untuk
membayar royalti itu timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap, maka royalti
tersebut dianggap berasal dari negara dimana bentuk usaha tetap itu berada.

Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti dengan pemilik hak yang
menikmati royalti itu atau antara kedua-duanya dengan orang atau badan lain, jumlah royalti yang
dibayarkan, dengan memperhatikan penggunaan, hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran
royalti itu, melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati oleh pembayar dengan pemilik hak yang
menikmati royalti seandainya hubungan istimewa tersebut tidak ada, maka ketentuan-ketentuan dalam
pasal ini hanya akan berlaku bagi jumlah yang disebut kemudian. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.

Tunduk pada Pasal 22 ayat 5, royalti yang diperoleh oleh penduduk Indonesia yang dikenakan bea sewa
film berdasarkan peraturan perundang-undangan film cinematografi Malaysia, tidak akan dikenakan
pajak di Malaysia seperti dimaksud dalam Persetujuan ini.
Pasal 13

KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHAN HARTA

Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak seperti yang dimaksud dalam
ayat 2 Pasal 6 dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta tersebut terletak.

Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu
bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya atau dari harta gerak suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk maksud
melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap
(tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tetap, dapat dikenakan
pajak di Negara lain tersebut. Namun demikian keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan
kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari Negara pihak pada
Persetujuan dalam jalur lalu lintas internasional atau dari harta gerak yang berkenaan dengan
pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan tersebut berkedudukan.

Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan saham perusahaan, yang kekayaannya terutama
terdiri dari barang tak gerak yang terletak di Negara pada pihak Persetujuan, akan dikenakan di negara
itu. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan hak atas persekutuan atau perusahaan
perserikatan, yang kekayaannya terutama terdiri harta tak gerak yang terletak di Negara pihak pada
Persetujuan, akan dikenakan pajak di negara itu.

Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari yang telah disebutkan pada
ayat 1, 2 dan 3 dari Pasal ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana yang
memindahtangankan berkedudukan.

Pasal 14

PEKERJAAN BEBAS
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal 15, 16, 17, 18, 19 dan 20, gaji, upah dan balas jasa
lain yang serupa atau penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya dalam hubungan kerja atau kegiatan lain yang sejenis,
hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya. Dalam hal demikian maka balas jasa yang diperoleh dari pekerjaan itu dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh seorang penduduk dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu hubungan kerja yang dilakukan di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, apabila :

(a)

penerima balas jasa berada di Negara itu dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak
melebihi 183 hari dalam tahun takwim yang bersangkutan; dan

(b)

balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan merupakan penduduk Negara lain
tersebut; dan

(c)

balas jasa itu tidak akan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh majikan
itu di Negara lain tersebut.

Istilah "pekerjaan bebas" meliputi pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian,
kegiatan pendidikan atau pengajaran, demikian pula pekerjaan-pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli
hukum, ahli tekhnik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas jasa yang berkenaan dengan
suatu hubungan kerja yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan
pajak di negara tersebut.

Pasal 15

PENGHASILAN PARA DIREKTUR

Penghasilan-penghasilan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh penduduk


Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan Direksi dari perusahaan
yang berkedudukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tersebut.

Balas jasa yang diperoleh seseorang dari suatu perusahaan yang dikenakan pajak berdasarkan ayat 1,
dan sehari-hari bekerja menjalankan fungsi managerial dan masalah teknis, akan dikenakan pajak sesuai
dengan ketentuan Pasal 14 (pekerjaan bebas).

Pasal 16

PARA SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk
dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai seniman, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau
pemain musik, atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadi mereka, dapat dikenakan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana kegiatan tersebut dilakukan.

Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh seniman atau
olahragawan tersebut diterima bukan oleh seniman atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau
badan lain, maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada Pasal 7 dan 14, penghasilan tersebut
dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan seniman atau
olahragawan itu dilakukan.

Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku bagi pembayaran atau laba dari kegiatan di
Negara pada pihak Persetujuan jika kunjungan ke Negara pada pihak Persetujuan didukung dana dari
Negara pada pihak Persetujuan lainnya, salah satu bagian ketatanegaraannya, Pemerintah Daerahnya
atau dari Lembaga-lembaga negara lainnya.

Pasal 17

PENSIUNAN DAN TUNJANGAN HARI TUA

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 18, setiap pensiun atau balas jasa lainnya yang
sejenis atau tunjangan hari tua yang dibayarkan pada penduduk Negara pihak pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa pada masa yang lampau dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan tersebut.

Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala dalam waktu
tertentu selama hidup atau selama suatu masa atau jangka waktu tertentu berdasarkan suatu kewajiban
untuk melakukan pembayaran sebagai penggantian balas jasa yang memadai dan penuh dalam bentuk
uang atau yang dapat dinilai dengan uang.

Pasal 18

JABATAN DALAM PEMERINTAH

1. (a)

Balas jasa, selain pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada Persetujuan, atau bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan resmi dibawahnya kepada setiap orang
pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau kepada bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau kepada badan resmi lainnya hanya akan dikenakan
pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan penerima jasa
adalah penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu yang :
(i)

merupakan warganegara Negara itu; atau

(ii)

tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata karena bermaksud untuk memberikan jasa-jasanya.

2.

Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk oleh suatu Negara pihak pada
Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan resmi dibawahnya
kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara itu atau bagian
ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan resmi lainnya hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada persetujuan itu.

3.

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 14, 15 dan 17 berlaku terhadap balas jasa berkenaan dengan
pemberian jasa dalam hubungan dengan suatu perdagangan atau usaha yang dijalankan oleh Negara
pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan resmi
lainnya.

Pasal 19

PELAJAR DAN PESERTA LATIHAN

Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan segera sebelum
mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tinggal untuk sementara di Negara lain semata-
mata :

(a)

sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga
pendidikan lain yang diakui di Negara lain tersebut;
(b)

sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang atau

(c)

seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud belajar, riset atau latihan dari
Pemerintah dari salah satu Negara atau dari organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau
dalam rangka program bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu Negara.

Akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas :

(a)

seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan, belajar, riset atau
latihan;

(b)

seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan; dan

(c)

setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 Dollar Amerika per tahun dalam hubungan dengan jasa
yang diberikan di Negara lain, asalkan jasa tersebut dilakukan sehubungan dengan kegiatan belajarnya,
riset atau latihan atau perlu untuk membiayai hidupnya.
Pasal 20

GURU DAN PENELITI

Seseorang yang menjadi penduduk dari suatu negara pihak pada Persetujuan sesaat sebelum
mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang atas undangan sebuah universitas, perguruan
tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan sejenis, mengunjungi Negara lainnya untuk masa tidak lebih dari
2 tahun semata-mata dengan maksud untuk mengajar dan melakukan penelitian atau keduanya pada
lembaga pendidikan tersebut, akan dibebaskan dari pajak atas semua pembayaran yang diterima dari
kegiatan mengajar dan penelitian tersebut.

Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut untuk
kepentingan seseorang atau orang-orang tertentu.

Pasal 21

PENGHASILAN YANG TIDAK DIATUR SECARA TEGAS

Jenis-jenis penghasilan dari seorang penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan, yang tidak
diatur dalam Pasal-pasal terdahulu pada Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut
kecuali jika penghasilan tersebut diperoleh dari sumber-sumber di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya, maka penghasilan tersebut boleh dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

Pasal 22

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Tunduk kepada perundang-undangan Malaysia mengenai pengkreditan pajak yang terhutang di negara
lain kecuali Malaysia, terhadap pajak di Malaysia, maka jumlah pajak yang dibayar berdasarkan
perundang-undangan Indonesia dan sesuai dengan Persetujuan ini, yang dikenakan atas penghasilan
yang diperoleh dari Indonesia oleh penduduk Malaysia, dapat dikreditkan terhadap pajak di Malaysia.

Namun demikian pengurangan tersebut tidak boleh melebihi bagian dari pajak Malaysia yang dihitung
sebelum pengurangan sesuai dengan jenis penghasilan yang bersangkutan.
Untuk maksud dari ayat (1), istilah pajak yang dikenakan di Indonesia akan dianggap termasuk jumlah
pajak yang seharusnya dibayar seandainya pajak Indonesia itu tidak dibebaskan atau dikurangkan sesuai
dengan Persetujuan ini dan

(a)

suatu perundang-undangan perangsang khusus yang dimaksudkan untuk memajukan pembangunan


ekonomi di Indonesia segera berlaku pada tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini.

(b)

ketentuan-ketentuan lain yang dapat diberlakukan sebagai perubahan atau sebagai tambahan
perundang-undangan perangsang khusus yang telah ada sepanjang masih disetujui oleh pejabat
berwenang dari Negara Persetujuan.

Tunduk kepada perundang-undangan Indonesia mengenai kelonggaran sebagai suatu pengurangan


terhadap pajak Indonesia, yaitu pajak yang dibayar di negara lain diluar Indonesia, pajak yang dibayar
berdasarkan perundang-undangan Malaysia dan sesuai dengan Persetujuan ini oleh penduduk Indonesia
atas pendapatan yang diterima dari Malaysia akan diperhitungkan terhadap pajak yang dibayar di
Indonesia atas pendapatan itu. Bagaimanapun pajak yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah
pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum pengurangan tersebut diberikan.

Dengan menunjuk ayat 3, istilah "pajak yang dikenakan di Malaysia" termasuk pajak Malaysia yang
terhutang, berdasarkan perundang-undangan Malaysia dan sesuai dengan Persetujuan ini, atas setiap
penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Malaysia seandainya terhadap penghasilan tersebut
tidak dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah atau dibebaskan dari pengenaan pajak di Malaysia
sesuai dengan :

(a)

undang-undang tentang pemberian perangsang khusus dalam rangka mendorong pembangunan


ekonomi di Malaysia, sepanjang masih berlaku dan tidak diadakan perubahan pada saat
ditandatanganinya Persetujuan ini atau jika seandainya diadakan perubahan, hanya menyangkut hal-hal
yang tidak mempengaruhi ketentuan dasarnya; dan

(b)

peraturan lain yang mungkin akan diberlakukan di Malaysia sebagai perubahan atau tambahan atas
undang-undang tentang pemberian perangsang investasi, sepanjang hal itu disetujui oleh para pihak
yang berwenang dari kedua Negara, yang kurang lebih sejenis.

Dengan menunjuk ayat 3, royalti yang diterima oleh penduduk Indonesia dari penyewaan film, yang
dikenakan bea berdasarkan undang-undang bea persewaan bioskop film Malaysia, maka bea tersebut
dianggap sebagai pajak Malaysia.

Pasal 23

NON-DISKRIMINASI

Warganegara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban yang
berkaitan dengan pengenaan pajak tersebut di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang berlainan
atau lebih memberatkan dari pada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
itu, yang dikenakan atau yang mungkin akan dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dalam keadaan yang sama.

Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada
Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang
menguntungkan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut, jika dibandingkan dengan
pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya yang
menjalankan kegiatan yang sama.

Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki
atau dikuasai baik secara langsung maupun tidak langsung oleh satu atau lebih penduduk Negara pihak
pada Persetujuan lainnya, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berhubungan dengan
itu di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama, yang berlainan atau lebih memberatkan
daripada pengenaan pajak ataupun kewajiban yang berkaitan dengan itu, jika dibandingkan dengan
pengenaan pajak terhadap perusahaan yang sejenis dari negara pihak pada Persetujuan yang disebut
pertama.

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan :

(a)

salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada orang-orang yang merupakan
penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya potongan pribadi, keringanan dan pengurangan
apapun untuk tujuan pengenaan pajak berdasarkan kedudukannya di masyarakat atau tanggungan
keluarga, yang diberikan kepada penduduknya.

(b)

Malaysia memberikan kepada warganegara Indonesia bukan penduduk Malaysia potongan pribadi,
keringanan dan pengurangan tersebut untuk tujuan pengenaan pajak, yang berdasarkan undang-undang
dapat diberikan, pada tanggal penandatanganan Persetujuan ini hanya kepada warganegara Malaysia
yang bukan penduduk Malaysia.

Ketentuan dalam pasal ini tidak akan ditafsirkan mencegah salah satu Negara pihak pada Persetujuan
untuk membatasi hak untuk menikmati suatu perangsang perpajakan yang diciptakan untuk
meningkatkan perkembangan ekonomi dari Negara tersebut, hanya kepada warganegaranya saja.

Dalam pasal ini istilah "pajak" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

Pasal 24

TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA


Apabila penduduk dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan menganggap bahwa tindakan- tindakan
salah satu atau kedua Negara pihak pada persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara- cara yang diatur
dalam perundang-undangan nasional dari masing-masing negara, ia dapat mengajukan masalahnya
kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi penduduk dari
negara itu, atau jika masalahnya mengenai Pasal 23 ayat (1), kepada Negara dimana ia menjadi
warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu 3 tahun sejak tanggal diterimanya
pemberitahuan mengenai tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
Persetujuan ini.

Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia
tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang tepat, untuk menyelesaikan masalah itu melalui
persetujuan bersama dengan Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dengan maksud untuk
menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.

Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk
menyelesaikan setiap masalah atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan
Persetujuan ini melalui suatu persetujuan bersama. Mereka dapat juga berkonsultasi satu sama lain
untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Persetujuan ini.

Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung
satu sama lain untuk mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat terdahulu.

Pasal 25

PERTUKARAN INFORMASI

Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar-
menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini
atau untuk mencegah tindak pidana fiskal atau penggelapan pajak. Setiap informasi yang dipertukarkan
akan diperlakukan secara rahasia dan hanya akan diungkapkan kepada orang atau badan atau yang
berwenang (termasuk pengadilan atau pejabat penilai), dalam penetapan, penagihan, pelaksanaan atau
penyidikan atau yang memberi keputusan atas banding dalam kaitannya dengan pajak-pajak yang
termasuk dalam ketentuan Persetujuan ini.
Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan untuk mewajibkan suatu Negara pihak
pada Persetujuan :

(a)

untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang- undangan


atau praktek administrasi di Negara tersebut atau di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;

(b)

Untuk memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam
pelaksanaan administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara pihak pada Persetujuan lainnya;

(c)

untuk memberikan informasi yang akan mengungkapkan setiap rahasia di bidang perdagangan, usaha,
industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi yang pengungkapannya
akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.

Pasal 26

PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULAT

Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang perpajakan dari para pejabat
diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dalam hukum internasional ataupun berdasarkan
ketentuan- ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

Pasal 27

SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN


Persetujuan ini akan diratifikasikan oleh Pemerintah-pemerintah dari Negara-negara pihak pada
Persetujuan dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan secepat mungkin.

Persetujuan ini akan diberlakukan pada saat pertukaran instrumen ratifikasi dan akan berlaku pada
tahun penetapan atau tahun pajak pada awal Januari 1987 dan tahun-tahun penetapan berikutnya atau
tahun-tahun pajak berikutnya.

Pasal 28

BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan.
Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri Persetujuan tersebut dengan
menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan kepada Negara pihak pada
Persetujuan yang lain melalui saluran diplomatik, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum
berakhirnya tahun takwim sesudah tahun 1991. Dalam hal demikian, Persetujuan tersebut akan tidak
berlaku atas tahun penetapan atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari tahun takwim
berikutnya pada saat pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.

SEBAGAI BUKTI para penanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing
Pemerintah, telah menandatangani Persetujuan ini.

DIBUAT dalam rangkap dua di Kualalumpur tanggal 12 September tahun 1991 dalam Bahasa Malaysia,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris, yang ketiganya adalah sama. Dalam hal terjadi perbedaan
penafsiran dan pelaksanaan dari persetujuan ini teks dalam Bahasa Inggeris yang akan digunakan.

UNTUK PEMERINTAH

REPUBLIK INDONESIA

ttd

J.B. SUMARLIN
MENTERI KEUANGAN UNTUK PEMERINTAH

MALAYSIA

ttd

ANWAR IBRAHIM

MENTERI KEUANGAN

PROTOKOL

1.

Pada saat penanda tanganan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Malaysia untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak Atas Penghasilan; kedua
pemerintah telah menyetujui bahwa ketentuan-ketentuan berikut akan merupakan satu bagian integral
dari Persetujuan ini.

2.

Dalam hubungan dengan Pasal 3 "Pengertian-pengertian umum" telah dipahami bahwa pengertian
wilayah yang diatur dalam ayat 1 (a) dan ayat 1 (b) tidak termasuk setiap bagian dari wilayah atau lautan
dimana kedua negara pihak pada Persetujuan mempunyai masalah untuk diselesaikan.

3.

Dalam hubungan dengan ayat 2 (h) Pasal 5 "bentuk usaha tetap", telah dipahami bahwa batas waktu 3
bulan terhadap suatu perakitan atau proyek instalasi yang dilakukan oleh seseorang selain daripada
kontraktor utama.

4. (a)
Dalam hubungan dengan ayat 1 Pasal 7 "Laba Usaha", juga tidak ada dalam Pasal ini yang akan
melindungi Negara pihak pada Persetujuan dari Pengenaan pajak atas laba yang diperoleh dari :

(i)

penjualan barang-barang atau barang dagangan dalam bentuk yang sama atau sejenis seperti yang
terjual melalui bentuk usaha tetap dalam Negara pihak pada Persetujuan; atau

(ii)

kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di Negara tersebut yang sama atau sejenis seperti yang dilakukan
melalui bentuk usaha tetap dalam Negara pihak pada Persetujuan tersebut;

ditetapkan bahwa penjualan-penjualan tersebut atau kegiatan usaha lainnya jelas tidak semata-mata
diadakan melalui bentuk usaha tetap tersebut untuk maksud mengurangi pajak bentuk usaha tetap
tersebut.

(b)

Dalam hubungan dengan Pasal 7 "Laba Usaha", tidak ada dalam Persetujuan ini yang akan
mempengaruhi pelaksanaan setiap Undang-Undang dari Negara pihak pada Persetujuan sehubungan
dengan pajak penghasilan atau laba dari setiap usaha asuransi yang dilakukan bahwa jika undang-
undang yang terikat juga berlaku di Negara pihak pada Persetujuan pada tanggal penanda tanganan
Persetujuan ini dirubah (jika tidak dalam hal; pengaruh yang kurang sehingga tidak mempengaruhi
perilaku umum) Negara-negara akan berkonsultasi dengan setiap negara lainnya untuk menyatakan
pendapat terhadap setiap perubahan ayat ini yang mungkin cocok.

(c)

Dalam hubungan dengan pasal 7 "Laba Usaha", tidak ada dalam Pasal ini yang akan mencegah Negara
pihak pada Persetujuan dari pengenaan, bagian dari pajak penghasilan usaha, pajak tambahan setelah
pajak atas keuntungan dari bentuk usaha tetap, ditetapkan bahwa pengenaan pajak ini tidak akan
melebihi 12,5%.

5.
Dalam hubungan dengan Pasal 10 "Dividen"

(a)

Tidak ada dalam Pasal ini yang mengatur ketentuan-ketentuan yang termuat dalam setiap Kontrak Bagi
Hasil yang berhubungan dengan eksploitasi dan produksi minyak dan gas alam yang telah dirundingkan
dengan Pemerintah Indonesia atau Perusahaan Minyak Negara Indonesia yang berhubungan, ditetapkan
bahwa perusahaan yang berkedudukan di Malaysia menerima penghasilan dari kontrak bagi hasil akan
diperlakukan baik dalam hubungan dengan perpajakan yang terhutang atas badan usaha dari negara
ketiga penerima penghasilan dari suatu kontrak bagi hasil yang sama.

(b)

Pasal VII dari Persetujuan antara Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Singapura atas Penghindaran
Pajak Berganda dan Penghindaran Pengelakan Atas Pajak Penghasilan yang ditanda tangani di Singapura
pada tanggal 26 Desember 1968, yang akan menjadi suatu pertimbangan.

6.

Dalam hubungan dengan pasal 11, 12, 16 dan 18 istilah "badan menurut undang-undang" berarti setiap
badan kerja sama terlepas dari nama seperti yang sudah dikenal, yang digabungkan menurut ketentuan-
ketentuan yang sudah dikenal, yang digabungkan menurut ketentuan-ketentuan perundang- undangan
tertulis dan merupakan suatu kewenangan umum atau suatu perantara atau suatu agen dari :

(a)

Pemerintah Malaysia atau setiap negara federasi tetapi tidak termasuk pejabat daerah dan badan usaha
yang tergabung dalam Undang-Undang Badan Usaha tahun 1965;

(b)

Pemerintah Republik Indonesia tetapi tidak termasuk pejabat daerah dan badan usaha yang tergabung
dibawah Undang-Undang No. 9 tahun 1969 jo Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1969.

SEBAGAI BUKTI para penanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing
Pemerintah, telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT dalam rangkap dua di Kualalumpur tanggal 12 September tahun 1991 dalam Bahasa Malaysia,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris, yang ketiganya adalah sama. Dalam hal terjadi perbedaan
penafsiran dan pelaksanaan dari persetujuan ini teks dalam Bahasa Inggeris yang akan digunakan.

UNTUK PEMERINTAH

REPUBLIK INDONESIA

ttd

J.B. SUMARLIN

MENTERI KEUANGAN UNTUK PEMERINTAH

MALAYSIA

ttd

ANWAR IBRAHIM

MENTERI KEUANGAN

PROTOKOL PERUBAHAN

PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA ANTARA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA

DAN PROTOKOLNYA

YANG DITANDATANGANI DI KUALA LUMPUR

TANGGAL 12 SEPTEMBER 1991

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA,


BERHASRAT untuk membuat suatu Protokol untuk mengubah Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia dan Protokolnya yang ditandatangani di
Kuala Lumpur tanggal 12 September 1991 (untuk selanjutnya disebut "Persetujuan" dan "Protokol"),

MENYETUJUI sebagai berikut:

Pasal 1

Pasal 10 ayat 2 Persetujuan diubah dengan mengganti kata-kata "15 persen" menjadi "10 persen".

Pasal 2

Pasal 11 ayat 2 Persetujuan diubah dengan mengganti kata-kata "15 persen" menjadi "10 persen".

Pasal 3

Pasal 12 ayat 2 Persetujuan diubah dengan mengganti kata-kata "15 persen" menjadi "10 persen".
Pasal 4

Ayat 5 Protokol diganti dengan ayat baru sebagai berikut:

"Sehubungan dengan Pasal 10 "Dividen", Pasal ini tidak berlaku terhadap ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam kontrak bagi hasil dalam bidang minyak dan gas bumi yang dibuat oleh Pemerintah
Republik Indonesia, perwakilannya, perusahaan minyak dan gas bumi negara, atau lembaga-lembaga lain
yang ada di dalamnya dengan orang pribadi atau badan usaha yang merupakan penduduk Malaysia".

Pasal 5

Untuk maksud Protokol ini disepakati bahwa:

(1) manfaat Persetujuan tidak berlaku bagi kegiatan usaha offshore yang diatur dengan Labuan
Offshore Business Activity Tax Act 1990.

(2) istilah "kegiatan usaha offshore" berarti kegiatan usaha offshore sesuai seksi 2 (1) Labuan
Offshore Business Activity Tax Act 1990 yang berlaku pada saat penandatanganan Protokol ini dan
termasuk kegiatan usaha sejenisnya sesuai dengan perubahan terakhir atas Labuan Offshore Business
Activity Tax Act 1990.

Pasal 6
Protokol ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia serta Protokolnya yang ditandatangani di Kuala
Lumpur pada tanggal 12 September 1991.

Pasal 7

Protokol ini harus diratifikasi dan instrumen ratifikasi tersebut akan dipertukarkan sesegera mungkin.
Protokol ini mulaui berlaku pada tanggal pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan dalam
Protokol ini untuk pertama kali akan mulai berlaku terhadap pajak-pajak yang dipungut atas jumlah yang
dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama bulan kedua setelah hari mulai berlakunya
Protokol ini.

SEBAGAI BUKTI para penandatangan di bawah ini, yang telah diberi kuasa oleh masing-masing
Pemerintahnya, telah menandatangani Protokol ini.

DIBUAT dalam rangkap dua di Bukittinggi, Indonesia, tanggal dua belas bulan Januari tahun dua ribu
enam, dalam Bahasa Indonesia , Bahasa Malaysia dan Bahasa Inggris, ketiga naskah memiliki kekuatan
hukum yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran dan penerapan Protokol ini, naskah
dalam Bahasa Inggris yang berlaku.

Untuk Pemerintah

Republik Indonesia

DR. N. HASSAN WIRAJUDA

Menteri Luar Negeri


Republik Indonesia

Untuk Pemerintah

Malaysia

DATUK SERI SYED HAMID ALBAR

Menteri Luar Negeri

Malaysia

APLIKASI PERPAJAKAN

e-SPT Masa PPh Pasal 4(2) versi 2.0.1

Patch e-SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Aplikasi e-Faktur Desktop versi 2.2

Aplikasi elektronik Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan (e-RKIP) R.4

Lihat Semua

FORMULIR PERPAJAKAN

Format Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam
Daerah Pabean

Formulir Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

Formulir Permohonan EFIN

Form DGT

Lihat Semua

FAQ

86. Rasio Pajak (Tax Ratio) dari Masa ke Masa

85. Peraturan Pemerintah Pajak Penghasilan...


84. Laporan Pasca Amnesti Pajak

Lihat Semua

Pajak Kita, Untuk Kita Pajak Kita, Untuk Kita

PRANALA

Kementerian Keuangan

APBN Kita

Edukasi Pajak

Reformasi Perpajakan

Prasyarat

Hubungi Kami

Kritik & Saran

LogoKemenkeuDJP

Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190

Telp: (+62) 21 - 525 0208

Ikuti Kami

@DITJENPAJAKRI

Pengaduan dan Live Chat

Situs Pajak
Copyright © 2019 Direktorat Jenderal Pajak.

Home About Us Service Our Client News Event Career FAQ's Contact Us Pasang Iklan

Peraturan

UU Pajak Berita Artikel

Belajar Pajak

Kurs Download

Konsultasi

Kalkulator
44/MK.10/2019 tgl 24 Sep 2019

134/PMK.04/2019 tgl 19 Sep 2019

43/MK.10/2019 tgl 17 Sep 2019

64 TAHUN 2019 tgl 12 Sep 2019

62 TAHUN 2019 tgl 11 Sep 2019

KEP - 607/PJ/2019 tgl 11 Sep 2019

42/MK.10/2019 tgl 10 Sep 2019

89 TAHUN 2019 tgl 9 Sep 2019

90 TAHUN 2019 tgl 9 Sep 2019

Pencarian Kustom

Cari

Home Tax Treaty Amerika ( United States Of America )Senin, 30 September 2019

Tax Treaty : Indonesia - Amerika ( United States Of America )

GO !

Tax Treaty : Indonesia - Amerika ( United States Of America )

Signed Date : 11 Juli 1988

Effective Date : 01 Februari 1997

Languange Version : En - Id

Cetak

PERSETUJUAN

ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN

PEMERINTAH REPUBLIK AMERIKA

UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN

PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, berhasrat untuk mengadakan suatu

perjanjian untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan
dengan

pajak atas penghasilan, telah menyetujui sebagai berikut:

Pasal 1

ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN

Perjanjian ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara
Pihak

pada Perjanjian.

Pasal 2

PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN

(1) Perjanjian ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :

(a) Dalam hal Indonesia, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang
Pajak
Penghasilan Tahun 1984, Pajak Perseroan Tahun 1925, dan Pajak atas Bunga, Dividen, dan

Royalti Tahun 1970.

(b) Dalam hal Amerika Serikat, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Internal
Revenue

Code (undang-undang pajak Amerika Serikat) namun tidak termasuk the accumulated
earnings

tax (sanksi perpajakan atas penumpukan laba), the personal holding company tax (pajak

yang dikenakan terhadap perusahaan yang lebih dari 50% (lima puluh persen) nilai
sahamnya

dimiliki oleh lima atau kurang dari lima orang pribadi), dan sosial security taxes (pajak yang

digunakan untuk membiayai jaminan sosial).

(2) Perjanjian ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang

diberlakukan kemudian sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak
yang

berlaku sekarang ini.

Pasal 3

PENGERTIAN UMUM

(1) Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, untuk kepentingan Perjanjian ini :

(a) Istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia dan perairan di sekitarnya di mana

Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau yurisdiksi (kewenangan

untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi Hukum Laut Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea).
(b) Istilah "Amerika Serikat," jika digunakan dalam pengertian geografis, meliputi wilayah
negara-

negara bagiannya, Distrik Columbia, dan setiap wilayah daratan dan lautan di mana
Amerika

Serikat memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau hak-hak lain sesuai dengan hukum

internasional.

(c) Istilah "Negara Pihak pada Perjanjian" dan "Negara Pihak lainnya pada Perjanjian" berarti

Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung dari hubungan kalimatnya.

(d) Istilah "orang/badan" mencakup orang pribadi, persekutuan (partnership), perusahaan,


warisan

yang belum terbagi (estate), perwalian (trust), atau kumpulan-kumpulan lain dari orang-
orang

dan/atau badan-badan.

(e) Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk tujuan

perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum.

(f) Istilah "pejabat yang berwenang" berarti :

(i) Dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah, dan

(ii) Dalam hal Amerika Serikat, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.

(g) Istilah "Pajak Indonesia" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Indonesia di mana

Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan istilah "Pajak

Amerika Serikat" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Amerika Serikat di mana

Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(h) Istilah "jalur internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat

udara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di

antara tempat-tempat di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian.

(2) Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam Perjanjian ini, kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-
undangan

Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut,

jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian

berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, atau
jika

arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah
satu

Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak
pada

Perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari

Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan
Perjanjian

ini.

Pasal 4

TEMPAT KEDUDUKAN

(1) Dalam Perjanjian ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" berarti setiap orang/

badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara

tersebut berdasarkan domisili, tempat kediaman, tempat pendirian, tempat kedudukan


manajemen,

atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. Untuk kepentingan perpajakan Amerika Serikat, dalam hal

partnership, estate, atau trust, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" ini hanya

berlaku sepanjang penghasilan yang diperoleh partnership, estate, atau trust tersebut dapat

dikenakan pajak Amerika Serikat sebagaimana penghasilan yang diperoleh penduduk, baik

penghasilan tersebut ada di tangannya maupun penghasilan tersebut ada di tangan pihak lain
(partners atau beneficiaries).

(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi menjadi penduduk di kedua

Negara Pihak pada Perjanjian, maka:

(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai

tempat tinggal tetap. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara Pihak
pada

Perjanjian atau sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara

tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia

mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang
menjadi

pusat perhatiannya);

(b) jika Negara Pihak pada Perjanjian yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan,
ia

akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai

tempat yang biasa ia gunakan untuk berdiam;

(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau

dama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai

penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara; dan

(d) jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali
tidak

menjadi warga negara salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang

dari Negara Pihak pada Perjanjian akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan


persetujuan

bersama.

(3) Untuk kepentingan ayat ini, tempat tinggal tetap adalah tempat di mana orang pribadi menetap
bersama keluarganya. Orang pribadi yang dianggap sebagai penduduk salah satu Negara Pihak
pada

Perjanjian dan bukan sebagai penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan
ketentuan-

ketentuan ayat (2) hanya akan dianggap sebagai penduduk Negara yang disebutkan pertama
untuk

keperluan Perjanjian ini, termasuk Pasal 28 (Ketentuan-Ketentuan Umum Perpajakan).

(4) Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) suatu perusahaan menjadi penduduk pada
kedua

Negara Pihak pada Perjanjian, maka perusahaan tersebut akan dianggap sebagai penduduk
Negara

di mana perusahaan tersebut dikelola atau didirikan.

Pasal 5

BENTUK USAHA TETAP

(1) Untuk kepentingan Perjanjian ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di

mana seluruh atau sebagian usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dijalankan.

(2) Istilah "bentuk usaha tetap" meliputi namun tidak terbatas pada :

(a) suatu tempat kedudukan manajemen;

(b) suatu cabang;

(c) suatu kantor;

(d) suatu pabrik;

(e) suatu bengkel;


(f) suatu pertanian atau perkebunan;

(g) suatu gudang;

(h) suatu tambang, sumur minyak atau gas, tempat penggalian, atau tempat pengambilan

sumber daya alam lainnya;

(i) suatu bangunan atau konstruksi atau perakitan atau proyek instalasi, atau kegiatan

pengawasan yang berhubungan dengannya, atau suatu instalasi atau anjungan pengeboran

atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau untuk mengeluarkan sumber daya alam,

yang ada atau berlangsung untuk suatu masa lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari;

(j) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk
tujuan

tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang
sama

atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12
(dua

belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak di

mana jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara tersebut untuk suatu masa atau masa-masa

yang keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu.

(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2), suatu bentuk usaha tetap tidak dianggap
ada

sehubungan dengan hal-hal berikut:

(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau

memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk;

(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk
semata-

mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk
semata-
mata dengan maksud untuk diolah oleh pihak lain;

(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan

pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi,


bagi

keperluan penduduk;

(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, penyediaan

informasi, riset ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat sebagai kegiatan

persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan penduduk.

(4) Orang/badan yang bertindak di salah satu Negara Pihak pada perjanjian atas nama penduduk
Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian, selain agen yang mempunyai kedudukan bebas di mana ayat (5)

berlaku, akan dianggap sebagai suatu bentuk usaha tetap di Negara yang disebut pertama jika
orang/

badan tersebut:

(a) di Negara yang disebutkan pertama, mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk

menutup kontrak-kontrak atas nama penduduk tersebut, kecuali kegiatan tersebut hanya

terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (3) yang, jika dilakukan melalui suatu tempat

usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha

tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut; atau

(b) di Negara yang disebut pertama, tidak memiliki wewenang semacam itu, namun biasa

mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk tersebut
di

mana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau melakukan pengiriman atas nama

penduduk tersebut dan kegiatan-kegiatan tambahan yang dilakukan di Negara tersebut atas

nama penduduk tersebut telah memberikan kontribusi terhadap penjualan barang-barang


atau
barang dagangan tadi.

(5) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk

usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian hanya semata-mata karena penduduk tersebut

menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian melalui makelar, komisioner umum,
atau

agen lainnya yang mempunyai kedudukan bebas, di mana makelar atau agen tersebut bertindak

sesuai dengan kelaziman dalam usahanya.

(6) Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian
menguasai

atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
atau

menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap
maupun

dengan suatu cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan
tersebut

merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan lainnya.

(7) Perusahaan asuransi yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, selain
yang

berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara
Pihak

lainnya pada Perjanjian jika perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko di
wilayah

Negara Pihak lainnya tersebut melalui orang/badan selain yang dijelaskan dalam ayat (5).

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

(1) Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertambangan,

sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya alam lainnya dan laba yang
diperoleh

dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak bergerak tersebut atau hak
yang

menimbulkan penghasilan tadi, dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak pada Perjanjian di mana

harta tidak bergerak, pertambangan, sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber
daya

alam lainnya terletak. Untuk kepentingan Perjanjian ini, bunga atas utang yang dijamin oleh harta

tidak bergerak atau oleh hak yang menimbulkan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan

pertambangan, penggalian, atau sumber daya alam lainnya tidak akan dianggap sebagai
penghasilan

dari harta tidak bergerak.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari hak

pemanfaatan (usufruct), penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan
harta

tidak bergerak.

(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak

bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang
dipergunakan

untuk menjalankan pekerjaan bebas.

Pasal 7
SUMBER PENGHASILAN

Untuk kepentingan Perjanjian ini:

(1) Dividen yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dianggap sebagai

penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.

(2) Bunga akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian

hanya apabila yang membayarkan bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian

ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara Pihak pada Perjanjian


tersebut.

Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut (tanpa memandang
apakah

orang/badan tersebut merupakan penduduk Negara Pihak pada Perjanjian atau tidak) memiliki
suatu

bentuk usaha tetap di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan bunga yang dibayarkan
menjadi

beban bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap bersumber di Negara
Pihak

pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.

(3) Royalti, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3), sehubungan dengan
penggunaan,

atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang

berada di suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang
bersumber

di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.


(4) Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan dari kegiatan pertambangan, sumur

minyak, penggalian, atau sumber daya alam lainnya (termasuk keuntungan yang diperoleh dari

penjualan harta tidak bergerak atau hak yang menimbulkan penghasilan tersebut), akan
diperlakukan

sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta tidak

bergerak tersebut terletak di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(5) Penghasilan dari penyewaan harta gerak berwujud, selain kapal atau pesawat udara atau peti
kemas

yang digunakan dalam jalur internasional, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di

suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta gerak berwujud tersebut terletak di Negara
Pihak

pada Perjanjian tersebut.

(6) Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian jasa-jasa pribadi
yang

dilakukannya, baik itu sebagai pegawai atau pekerja bebas, akan diperlakukan sebagai penghasilan

yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya sepanjang jasa-jasa tersebut
dilakukan

di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Penghasilan dari jasa-jasa pribadi yang dilakukan diatas

kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian

dalam jalur internasional akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak

pada Perjanjian tersebut jika jasa-jasa tersebut dilakukan oleh anggota dari awak kapal atau awak

pesawat udara tersebut. Untuk kepentingan ayat ini, penghasilan dari pekerjaan atau jasa-jasa
pribadi

mencakup pensiun [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran

Berkala) ayat (4)] yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa tersebut.
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari ayat ini, imbalan sebagaimana dijelaskan

dalam Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial) akan diperlakukan di suatu Negara Pihak pada

Perjanjian hanya jika imbalan tersebut dibayarkan oleh atau dari dana-dana publik dari Negara

tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

(7) Penghasilan dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta sebagaimana
dijelaskan

dalam Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta) ayat (1) (a) atau (b) akan diperlakukan sebagai

penghasilan yang bersumber di Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung pada masalahnya.

(8) Menyimpang dari ayat (1) sampai (6), laba usaha yang diterima oleh penduduk salah satu Negara

Pihak pada Perjanjian dari bentuk usaha tetap yang dimilikinya di Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian, termasuk penghasilan yang diperoleh dari harta tidak bergerak dan sumber daya alam

dan dividen, bunga, royalti [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3)], dan

keuntungan dari pengalihan harta, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian, namun hanya jika harta atau hak yang menimbulkan penghasilan,

dividen, bunga, royalti, atau keuntungan dari pengalihan harta tersebut mempunyai hubungan
efektif

dengan bentuk usaha tetap tersebut.

(9) Sumber dari suatu penghasilan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan ayat (1) sampai (8) akan

ditentukan oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-
undangannya.

Menyimpang dari kalimat sebelumnya, jika sumber penghasilan menurut perundang-undangan


salah

satu Negara Pihak pada Perjanjian berbeda dari sumber penghasilan menurut perundang-
undangan
Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau jika sumber penghasilan tersebut tidak dapat segera

ditentukan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-

pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, untuk mencegah pengenaan
pajak

berganda atau untuk tujuan lain dari Perjanjian ini, dapat menetapkan sumber yang lazim dari
suatu

penghasilan untuk kepentingan Perjanjian ini.

Pasal 8

LABA USAHA

(1) Laba usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan

pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali jika penduduk tersebut menjalankan
usaha

di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut melalui suatu bentuk usaha tetap. Jika penduduk

tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba usaha penduduk

tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba usaha
yang

berasal dari bentuk usaha tetap tersebut atau atas bagian laba usaha yang bersumber di Negara
Pihak

lainnya dari penjualan barang-barang atau barang dagangan yang jenisnya sama dengan yang
dijual

melalui bentuk usaha tetap atau atas bagian laba yang berasal dari transaksi-transaksi usaha
lainnya

yang sama jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap.

(2) Jika penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian menjalankan usaha di Negara Pihak
lainnya
pada Perjanjian melalui suatu bentuk usaha tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba
usaha

bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian ialah laba usaha
yang

akan diperolehnya bila bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri yang

melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan

mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan penduduk yang memiliki bentuk usaha
tetap

tersebut.

(3) Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-
biaya

yang berkaitan dengan laba usaha tersebut, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi
umum,

baik yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut
berada

maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk
dikurangkan

biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi)

oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya,
dalam

bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten
atau

hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau
dalam

bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Sebaliknya, tidak

perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain

penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor
pusatnya
atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran
serupa

lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk

jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan

kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.

(4) Bentuk usaha tetap milik penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang berada di
Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena kegiatan

pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
tersebut,

atau oleh penduduk yang merupakan bentuk usaha tetap, untuk kepentingan penduduk tersebut.

(5) Jika laba usaha mencakup jenis-jenis penghasilan yang diatur tersendiri pada pasal-pasal lain dari

Perjanjian ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, kecuali apabila pada pasal-
pasal

tersebut ditentukan lain, akan menggantikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

Pasal 9

PELAYARAN DAN PENERBANGAN

(1) Menyimpang dari Pasal 8 (Laba Usaha), penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan

dikecualikan oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dari pengenaan pajak yang berkenaan
dengan

penghasilan yang diperoleh penduduk tersebut dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara

dalam jalur lalu lintas internasional.


(2) Untuk kepentingan ayat (1), penghasilan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam

jalur lalu lintas internasional mencakup:

(a) penghasilan dari penyewaan kapal laut atau pesawat udara atas dasar full basis dalam jalur

lalu lintas internasional;

(b) penghasilan dari penyewaan pesawat udara atas dasar bareboat basis jika pesawat udara

tersebut dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional;

(c) penghasilan dari penyewaan kapal laut tanpa awak jika kapal tersebut dioperasikan dalam

jalur lalu lintas internasional dan penyewanya bukan penduduk Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian atau bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut; atau

(d) penghasilan dari penggunaan atau penyelenggaraan peti kemas (dan peralatan yang
terkait

dengan pengangkutan peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional jika

penghasilan tersebut berhubungan dengan penghasilan yang dijelaskan dalam ayat (1).

(3) Menyimpang dari Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta), keuntungan yang diperoleh
penduduk

suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang
dioperasikan

dalam jalur lalu lintas internasional atau peti kemas (dan peralatan yang terkait dengan
pengangkutan

peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di

Negara tersebut.

Pasal 10

ORANG/BADAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA


(1) Apabila antara penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan orang/badan lainnya
terdapat

hubungan istimewa dan apabila pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut membuat

pengaturan atau menerapkan kondisi-kondisi tertentu di antara mereka sendiri yang berbeda
dengan

pengaturan atau kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas,

maka atas penghasilan, pengurangan, pengkreditan, atau pencadangan yang didasarkan pada

pengaturan atau kondisi-kondisi tersebut, yang telah diperhitungkan dalam menentukan


penghasilan

(atau kerugian) atau pajak yang terutang oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa

tersebut, dapat dihitung kembali untuk menentukan penghasilan kena pajak dan pajak yang
terutang

oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa tersebut.

(2) Orang/badan dianggap memiliki hubungan istimewa dengan orang/badan lainnya jika salah satu

orang/badan secara langsung maupun tidak langsung turut berpartisipasi dalam manajemen,

pengendalian, atau permodalan orang/badan lainnya, atau jika terdapat pihak ketiga yang turut

berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian, atau

permodalan dari kedua orang/badan tersebut. Untuk kepentingan ini, istilah "pengendalian"
mencakup

semua jenis pengendalian, berdasarkan hukum atau tidak, dan bagaimanapun cara
pelaksanaannya.

(3) Apabila suatu Negara Pihak pada Perjanjian mencantumkan laba penduduk Negara tersebut, dan

mengenakan pajaknya, padahal atas laba tersebut penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut, dan laba yang dicantumkan tadi adalah
laba
yang memang seharusnya diperoleh penduduk Negara yang disebutkan pertama seandainya
kondisi-

kondisi yang dibuat oleh kedua penduduk tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh

pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara Pihak lainnya tersebut akan
membuat

penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut.
Dalam

melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Perjanjian ini tetap harus
diperhatikan

dan bila perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat
saling

berkonsultasi.

Pasal 11

DIVIDEN

(1) Dividen yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk
Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(2) Namun demikian, apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu
adalah

penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, maka pajak yang dikenakan oleh Negara yang

disebutkan pertama tersebut tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto
dividen

yang benar-benar didistribusikan.


(3) Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan penduduk salah satu Negara
Pihak

pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian dan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan

bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam
Pasal

8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

(4) Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian
memiliki

suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut dapat mengenakan pajak tambahan
sesuai

dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah dikurangi dengan

pajak perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya

tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, namun besarnya pajak

tambahan tersebut tidak akan melebihi 15% (lima belas persen).

(5) Tarif pajak yang diatur dalam ayat (4) dari Pasal ini tidak akan mempengaruhi tarif pajak
tambahan

yang terdapat dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karta (atau kontrak-kontrak serupa lainnya)
yang

berkenaan dengan minyak dan gas bumi atau produk mineral lainnya yang diperundingkan oleh

Pemerintah Republik Indonesia, perwakilannya, perusahaan minyak negara, atau lembaga-


lembaga

lain yang ada di dalamnya dengan orang/badan yang merupakan penduduk Amerika Serikat.

Pasal 12

BUNGA
(1) Bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk
Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(2) Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atas bunga yang
bersumber

di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pemberi pinjaman yang menikmati
bunga

yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima
belas

persen) dari jumlah bruto bunga tersebut.

(3) Menyimpang dari ayat (1) dan (2), bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian

yang diperoleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau perantara atau perwakilan dari Negara

Pihak lainnya tersebut yang bukan merupakan subjek dari pengenaan pajak penghasilan di Negara

Pihak lainnya tersebut akan dikecualikan dari pajak di Negara yang disebutkan pertama.

(4) Ayat (2) tidak berlaku jika penerima bunga, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak
pada

Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian dan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan

bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam

Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

(5) Jika jumlah bunga yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa
melebihi jumlah bunga seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai
hubungan

istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah bunga seandainya

tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran

tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan

perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.

(6) Istilah "bunga" yang digunakan dalam Perjanjian ini berarti penghasilan dari obligasi, surat utang,

surat berharga pemerintah, atau bukti-bukti utang lainnya, baik yang dijamin dengan hipotik atau

surat berharga lainnya maupun tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun

tidak, dan segala bentuk tagihan utang, serta semua bentuk penghasilan yang menurut
perundang-

undangan pajak Negara Pihak pada Perjanjian di mana penghasilan tersebut bersumber dapat

dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan.

Pasal 13

ROYALTI

(1) Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk
Negara

Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara tersebut.

(2) Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang bersumber
di

Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pihak yang menikmati royalti tersebut
yang
merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas

persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (a) dan 10% (sepuluh persen) dari

jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (b).

(3) (a) Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang

dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta atas
karya

sastra, kesenian, atau karya ilmiah (termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita

rekaman, atau alat reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi),

paten, desain, model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau informasi

mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu pengetahuan. Royalti juga

mencakup keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain

pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi
dari

penjualan, pertukaran, atau bentuk pengalihan lainnya tersebut bergantung kepada

produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut.

(b) Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini juga mencakup pembayaran-pembayaran
oleh

penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan penggunaan, atau
hak

untuk menggunakan, perlengkapan industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, namun

tidak termasuk kapal, pesawat udara, atau petikemas yang penghasilan darinya
dikecualikan

dari pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan Pasal 9 (Pelayaran dan

Penerbangan).

(4) Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima royalti, yang merupakan penduduk salah satu Negara
Pihak
pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian dan harta atau hak-hak yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan
efektif

dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan

dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

(5) Jika jumlah royalti yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa

melebihi jumlah royalti seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai
hubungan

istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah royalti seandainya

tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran

tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan

perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.

Pasal 14

KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

(1) Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan harta
yang

dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak

lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut. Istilah "harta yang

dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak

lainnya pada Perjanjian" mencakup:

(a) Dalam hal Indonesia adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan dalam

harta tidak bergerak yang terletak di Indonesia; dan


(b) Dalam hal Amerika Serikat adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan

dalam harta tidak bergerak Amerika Serikat.

(2) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh

Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran,

atau bentuk lain pengalihan capital assets selain harta-harta yang dijelaskan dalam ayat (1) kecuali
:

(a) Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut memiliki suatu bentuk usaha tetap
atau

tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta yang menghasilkan

keuntungan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat

tetap tersebut, yang dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau

Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku; atau

(b) Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut adalah orang pribadi yang berada di

Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang

keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih selama tahun pajak.

(3) Menyimpang dari ayat (2), keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada
Perjanjian

dari pengalihan harta-harta yang dijelaskan dalam Pasal 5 (Bentuk Usaha Tetap) ayat (2) (i) dan

digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi hanya akan
dikenakan

pajak di Negara tersebut.

Pasal 15

PEKERJAAN BEBAS
(1) Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan
jasa-

jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara

tersebut kecuali dalam keadaan-keadaan berikut, yaitu ketika penghasilan tersebut dapat juga

dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian:

(a) Jika penduduk tersebut mempunyai suatu tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya;

dalam hal demikian, hanya atas penghasilan yang berhubungan dengan tempat tetap
tersebut

yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut; atau

(b) Jika penduduk tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa

atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih

dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dalam hal ini, hanya atas

penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya

tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

(2) Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmu
pengetahuan,

kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang

dilakukan oleh para dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi, dan akuntan.

Pasal 16

PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA


(1) Upah, gaji, dan imbalan serupa yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak
pada

Perjanjian dari pekerjaannya atau dari jasa-jasa pribadi yang dilakukannya dalam kedudukannya

sebagai pegawai, termasuk penghasilan dari jasa-jasa yang dilakukan oleh pegawai suatu badan

hukum atau perusahaan, dapat dikenakan pajak oleh Negara tersebut. Kecuali sebagaimana diatur

dalam ayat (2), upah, gaji, dan imbalan serupa yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut.

(2) Imbalan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu

Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian jika:

(a) orang tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau
masa-

masa yang keseluruhannya berjumlah kurang dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam suatu

masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dan

(b) imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan

penduduk Negara Pihak lainnya tersebut, dan

(c) imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi, atau diganti pembayarannya oleh, suatu
bentuk

usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara Pihak lainnya tersebut.

(3) Menyimpang dari ayat (2), imbalan yang diperoleh orang pribadi karena pekerjaan atau
pemberian

jasa-jasa pribadi yang dilakukannya sebagai pegawai pada kapal laut atau pesawat udara yang

dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam jalur lalu lintas

internasional akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
jika
orang pribadi tersebut adalah awak kapal atau pesawat udara tersebut.

Pasal 17

ARTIS DAN ATLET

(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) dan 16 (Pekerjaan
dalam

Hubungan Kerja), penghasilan yang diperoleh para penghibur, seperti para artis teater, gambar

bergerak, radio, atau televisi, dan musisi, serta atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis dan

atlet, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian di mana kegiatan-kegiatan tersebut

dilakukan jika jumlah bruto imbalannya, termasuk biaya-biaya yang diganti pembayarannya atau
yang

dibuat atas namanya, secara keseluruhan melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat)
atau

setaranya dalam rupiah dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan.

(2) Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau
atlet

tidak diterima oleh artis atau atlet itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka penghasilan
tersebut,

menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 (Laba Usaha) dan 15 (Pekerjaan

Bebas), dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian jika Perjanjian di mana kegiatan-

kegiatan artis atau atlet tersebut dilakukan.

(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku terhadap imbalan atau laba yang
diperoleh

dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu Negara Pihak pada Perjanjian jika kunjungan ke
Negara tersebut dibiayai oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan dinyatakan memenuhi
syarat,

oleh pejabat yang berwenang dari Negara pengirim, berdasarkan ketentuan dalam pasal ini.

Pasal 18

PEGAWAI PEMERINTAH

(1) (a) Imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau

bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan

dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya
atau

pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian jika jasa-jasa tersebut diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut dan

penerimanya adalah penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang :

(i) merupakan warga negara dari negara itu; atau

(ii) tidak menjadi penduduk negara itu semata-mata dengan tujuan untuk memberikan

jasa-jasa tersebut.

(2) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh, suatu Negara Pihak
pada

Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi

sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian
ketatanegaraannya

atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.


(3) Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas), 16 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja),
dan

21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang
berkenaan

dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau usaha yang dilakukan oleh

suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

Pasal 19

SISWA DAN PEMAGANG

(1) (a) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara

berada di Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata:

(i) sebagai pelajar pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa

lainnya yang diakui di Negara Pihak lainnya tersebut; atau

(ii) sebagai penerima bea siswa, penghargaan, atau hadiah dari Pemerintah salah satu

Negara Pihak pada Perjanjian yang diberikan oleh Pemerintah salah satu Negara

Pihak pada Perjanjian yang tujuan utamanya adalah untuk belajar, penelitian, atau

pelatihan; atau dari organisasi yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan,

kependidikan, keagamaan, atau sosial, atau dari program bantuan teknis yang

diberikan oleh pemerintah.

akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa

yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal kedatangannya di Negara Pihak lainnya

tersebut atas jumlah yang dijelaskan dalam sub ayat (b).


(b) Jumlah yang dimaksud dalam sub ayat (a) adalah:

(i) seluruh penerimaan dari luar negeri untuk biaya hidup, pendidikan, belajar,

penelitian, atau pelatihan;

(ii) jumlah dari bea siswa, penghargaan, atau hadiah; dan (iii) setiap imbalan yang tidak

melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah

setiap tahunnya sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan di Negara Pihak lainnya

tersebut, sepanjang jasa-jasa yang diberikan tersebut terkait dengan kegiatan

belajar, penelitian, atau pelatihan, atau yang diperlukan untuk biaya hidupnya.

(2) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara berada di Negara

Pihak lainnya tersebut semata-mata sebagai pemagang di bidang bisnis maupun teknik akan

dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa yang tidak

melebihi dua belas bulan yang berurutan atas penghasilannya dari jasa-jasa pribadi yang setara

keseluruhannya berjumlah tidak melebihi US$ 7,500 (tujuh ribu lima ratus dolar Amerika Serikat)
atau

setaranya dalam rupiah.

Pasal 20

GURU DAN PENELITI

(1) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan yang, atas undangan dari
universitas,

akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa lainnya, mengunjungi Negara Pihak lainnya
tersebut semata-mata untuk tujuan mengajar dan/atau melakukan penelitian pada lembaga

pendidikan tadi akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut atas

imbalan dari kegiatan mengajar atau penelitiannya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi
2

(dua) tahun sejak kedatangannya di Negara Pihak lainnya tersebut. Orang pribadi berhak
menikmati

manfaat dari ketentuan ini hanya satu kali.

(2) Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut
dilaksanakan

terutama untuk kepentingan orang/badan tertentu saja.

Pasal 21

PENSIUN SWASTA DAN PEMBAYARAN BERKALA

(1) Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah), pensiun dan imbalan serupa

lainnya sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau yang bersumber di salah satu Negara Pihak

pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan

pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Jika pemilik manfaat dari pensiun dan

imbalan serupa lainnya tersebut merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian,
besarnya

pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah brutonya.

(2) Pembayaran berkala yang dibayarkan kepada orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak
pada

Perjanjian hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.


(3) Pembayaran alimony (tunjangan kepada mantan isteri/suami) dan child support (tunjangan untuk

keperluan pemeliharaan anak) yang dilakukan oleh orang pribadi penduduk salah satu Negara
Pihak

pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan

dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

(4) Istilah "pensiun dan imbalan serupa lainnya", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti

pembayaran yang dibuat sehubungan dengan masa pensiun atau kematian sebagai balasan atas

jasa-jasa yang telah diberikan, atau pembayaran ganti rugi atas kecelakaan yang berhubungan

dengan pekerjaan di masa lampau.

(5) Istilah "pembayaran berkala", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti suatu jumlah
tertentu

yang dibayarkan secara berkala pada waktu tertentu selama hidup, atau selama jangka waktu

tertentu, berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran yang merupakan pengganti

nafkah yang layak dan utuh (selain dari pemberian jasa-jasa).

(6) Istilah "alimony", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti pembayaran berkala yang

dilakukan dalam rangka mentaati keputusan perceraian, perjanjian pemberian nafkah, atau
perjanjian

berpisah atau pemeliharaan anak.

Pasal 22

PEMBAYARAN JAMINAN SOSIAL


Pembayaran jaminan sosial dan kenikmatan-kenikmatan serupa yang berasal dari dana publik oleh salah
satu

Negara Pihak pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau

warga negara Amerika Serikat hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama. Pasal ini

tidak berlaku atas pembayaran-pembayaran yang dijelaskan dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah).

Pasal 23

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pengenaan pajak berganda atas penghasilan akan dihindarkan dengan cara-cara sebagai berikut :

(1) Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Amerika

Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga

negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan

terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak
yang

dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang
ditetapkan

oleh perundang-undangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk
keperluan

penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang

dibayarkan kepada Indonesia, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber


Penghasilan)

akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan-aturan

tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan
semata-

mata untuk membatasi kredit pajak luar negeri.


(2) Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan
Indonesia,

yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk

mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat

terhadap pajak Indonesia Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang

dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh
perundang-

undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan
pengkreditan

terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika
Serikat,

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk

menentukan sumber penghasilan.

Pasal 24

NON-DISKRIMINASI

(1) Warga negara salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang merupakan penduduk Negara Pihak

lainnya pada Perjanjian tidak akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau

persyaratan-persyaratan terkait yang lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan


terhadap

warga negara dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian yang juga merupakan penduduk Negara

Pihak lainnya tersebut dalam kondisi dan keadaan yang sama.

(2) Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 11 (Dividen) ayat (4), suatu bentuk usaha tetap yang
dimiliki
oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
tidak

akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang

lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap penduduk Negara Pihak lainnya

tersebut yang melakukan kegiatan yang sama. Ayat ini tidak boleh ditafsirkan sebagai mewajibkan

suatu Negara Pihak pada Perjanjian untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian suatu kelonggaran, keringanan, atau pengurangan dalam pengenaan pajak yang

didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan
kepada

penduduknya sendiri.

(3) Suatu badan hukum dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, yang sebagian atau seluruh

modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, tidak akan

dikenakan di Negara yang disebut pertama pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang
berada

atau lebih memberatkan dibanding dengan pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang

dikenakan terhadap badan hukum dari Negara yang disebut pertama, yang sebagian atau seluruh

modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara yang disebut pertama, yang melakukan

kegiatan yang sama.

(4) Kecuali di mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki
Hubungan

Istimewa) ayat (1), Pasal 12 (Bunga) ayat (5), atau Pasal 13 (Royalti) ayat (5), bunga, royalti, dan

pengeluaran lain yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian kepada

penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan
pajak
dari penduduk Negara yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang
sama

(termasuk peraturan yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan)
seandainya

pengeluaran-pengeluaran tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebutkan


pertama.

Demikian pula, utang-utang penduduk Negara Pihak pada Perjanjian kepada penduduk Negara
Pihak

lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan modal yang dapat dikenakan pajak dari penduduk
Negara

yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama (termasuk peraturan

yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya utang-utang
tersebut

diberikan kepada penduduk Negara yang disebutkan pertama.

(5) Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-Pajak
yang

Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan
oleh

Negara Pihak pada Perjanjian.

Pasal 25

TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

(1) Apabila penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menganggap bahwa tindakan-tindakan
salah

satu Negara Pihak pada Perjanjian atau kedua-duanya mengakibatkan atau akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian ini, maka penduduk tersebut, menyimpang
dari

cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing


Negara

tersebut, dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada

Perjanjian di mana ia menjadi penduduk atau, jika masalah tersebut diatur dalam Pasal 24 (Non-

diskriminasi) ayat (1), kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian di mana
ia

menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak

adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang
tidak

sesuai dengan Perjanjian tersebut. Apabila keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan yang


diambil

oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian menghasilkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan

ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian, masa 3 (tiga) tahun dimulai sejak pemberitahuan pertama

tentang tindakan atau keputusan terkini.

(2) Jika ada pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan jika pejabat yang berwenang
itu

sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut

akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan
pejabat

yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian. Persetujuan yang dicapai akan

diimplementasikan tanpa memandang batasan waktu atau batasan prosedural lainnya yang ada
pada

perundang-undangan domestik kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, melalui persetujuan

bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam penerapan
Perjanjian ini. Pejabat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama untuk

mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam Perjanjian.

(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berkomunikasi
satu

sama lain secara langsung guna mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ini.

Apabila dipandang perlu, demi mencapai persetujuan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat

mengadakan pertemuan untuk saling tukar pendapat secara lisan.

Pasal 26

PERTUKARAN INFORMASI

(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan melakukan

pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian


ini

atau untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan domestik kedua


Negara

tersebut yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Perjanjian ini sepanjang

pengenaan pajak menurut perundang-undangan Negara yang bersangkutan tidak bertentangan

dengan Perjanjian ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1

(Orang dan Badan yang Dicakup dalam Perjanjian). Setiap informasi yang diterima oleh suatu
Negara

Pihak pada Perjanjian harus dijaga kerahasiaannya seperti halnya informasi yang diperoleh

berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut dan hanya akan diungkapkan kepada

pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang (termasuk pengadilan dan badan-badan


administratif) yang terlibat dalam penaksiran, penagihan, pengadministrasian, penegakan hukum,

penuntutan, atau penentuan permohonan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang
dicakup

oleh Perjanjian ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh

menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka boleh mengungkapkan

informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan pengadilan.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga

membebani suatu Negara Pihak pada Perjanjian suatu kewajiban untuk :

(a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari perundang-


undangan

atau praktik administratif yang berlaku di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya
pada

Perjanjian;

(b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan


atau

dalam praktik administratif yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada

Perjanjian;

(c) memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia di bidang perdagangan, usaha,


industri,

perniagaan, atau keahlian atau yang mengungkapkan proses perdagangan, atau informasi

lainnya yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.

(3) Jika informasi diminta oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal ini, Negara
Pihak

lainnya pada Perjanjian akan mencarikan informasi yang berhubungan dengan permintaan
tersebut

dengan cara yang sama dan dalam taraf yang sama apabila pajak Negara yang disebutkan pertama
adalah pajak Negara Pihak lainnya dan dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut. Jika secara

spesifik diminta oleh pejabat yang berwenang dari suatu Negara Pihak pada Perjanjian, pejabat
yang

berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan menyediakan informasi berdasarkan
Pasal

ini dalam bentuk penjelasan dari para saksi dan salinan otentik dari dokumen asli yang belum
diedit

(termasuk buku, paper, laporan, catatan, rekening, dan karya tulis lainnya), dalam taraf yang sama

dengan penjelasan dan dokumen yang dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan dan
praktik

administratif dari Negara Pihak lainnya tersebut yang berkenaan dengan perpajakannya sendiri.

(4) Pertukaran informasi akan dilakukan baik secara rutin maupun atas dasar permintaan dengan

menunjuk hal-hal khusus. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada
Perjanjian

dapat membuat persetujuan tentang daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.

(5) Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan saling
memberitahukan

publikasi dari Negara masing-masing yang berkenaan dengan penerapan Perjanjian ini, baik dalam

bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, atau keputusan


pengadilan

dengan mengirimkannya dalam tahun takwim di mana publikasi tersebut diberlakukan.

(6) Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-pajak
yang

Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan
oleh

suatu Negara Pihak pada Perjanjian.


Pasal 27

PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi

diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum internasional maupun berdasarkan

ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

Pasal 28

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

(1) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak
lainnya

pada Perjanjian atas penghasilan yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
tersebut

dan hanya atas penghasilan tersebut, namun tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur
dalam

Perjanjian ini. Untuk kepentingan ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber

Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembatasan dalam
bentuk

apapun terhadap setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan, pengkreditan, atau


kemudahan

lainnya yang diberikan saat ini atau kemudian:


(a) oleh perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam menentukan
pajak

yang dikenakan oleh Negara Pihak pada Perjanjian tersebut, atau

(b) oleh persetujuan lain antara kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(3) Menyimpang dari setiap ketentuan dalam Perjanjian ini, kecuali ayat (4), suatu Negara Pihak pada

Perjanjian dapat mengenakan pajak terhadap warga negara atau penduduk Negara Pihak pada

Perjanjian tersebut seolah-olah Perjanjian ini tidak ada pengaruhnya. Untuk kepentingan ini,
istilah

"warga negara" mencakup mantan warga negara yang kehilangan kewarganegaraannya dengan
salah

satu tujuan utamanya untuk penghindaran pajak tetapi hanya untuk masa 10 (sepuluh) tahun
setelah

hilangnya kewarganegaraan tersebut.

(4) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (3) tidak akan mempengaruhi :

(a) manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan
Pasal

10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (3), Pasal 21 (Pensiun Swasta dan

Pembayaran Berkala) ayat (3), Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial), Pasal 23

(Penghindaran Pajak Berganda), Pasal 24 (Non-diskriminasi), dan Pasal 25 (Tata Cara

Persetujuan Bersama); dan

(b) manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan
Pasal

18 (Pegawai Pemerintah), Pasal 19 (Pelajar dan Pemagang), Pasal 20 (Guru dan Peneliti),
dan

Pasal 27 (Pejabat-Pejabat Diplomatik dan konsuler) kepada orang pribadi yang bukan warga

negara maupun memiliki status imigran di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(5) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat membuat
peraturan-

peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini.

(6) Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (7), orang/badan (selain orang pribadi) yang merupakan

penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian tidak berhak, berdasarkan Perjanjian ini, untuk

dibebaskan dari perpajakan di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali :

(a) lebih dari 50% dari kepemilikan orang/badan tersebut [atau dalam hal perusahaan, lebih
dari

50% dari jumlah lembar tiap-tiap kelompok saham perusahaan] dimiliki secara langsung
atau

tidak langsung oleh suatu kombinasi dari satu atau lebih :

(i) orang pribadi penduduk Amerika Serikat;

(ii) warga negara Amerika Serikat;

(iii) orang pribadi penduduk Indonesia;

(iv) perusahaan-perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (7) (a); dan

(v) Negara-negara Pihak pada Perjanjian; dan

(b) penghasilan orang/badan tersebut tidak digunakan dalam jumlah yang berarti, langsung
atau

tidak langsung, untuk membayar utang (termasuk utang bunga atau utang royalti) kepada

orang/badan selain yang dirinci dalam sub-ayat (a) (i) sampai (v).

(7) Ketentuan-ketentuan dalam ayat 6 tidak akan berlaku jika :

(a) orang/badan tersebut adalah suatu perusahaan di mana kelompok utama sahamnya

diperdagangkan secara reguler dalam jumlah yang berarti di suatu bursa efek yang diakui;

atau
(b) pendirian, perolehan, dan pengelolaan dari orang/badan tersebut serta tujuan utama dari

pelaksanaan kegiatan orang/badan tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh


manfaat-

manfaat dari Perjanjian ini.

(8) Untuk kepentingan ayat (7) (a), istilah "bursa efek yang diakui" berarti :

(a) Sistem NASDAQ yang dimiliki oleh the National Association of Securities Dealers, Inc., dan

setiap bursa efek yang terdaftar pada the Security and Exchange Commission sebagai suatu

bursa sekuritas nasional sebagaimana dimaksud dalam the Securities Exchange Act of 1934;

dan

(b) Bursa Efek Jakarta; dan

(c) Bursa efek lainnya yang disepakati bersama oleh para pejabat yang berwenang dari kedua

Negara Pihak pada Perjanjian.

Pasal 29

BANTUAN PENAGIHAN

(1) Masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian, atas nama Negara Pihak lainnya pada Perjanjian,
akan

berusaha untuk melakukan penagihan pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya

tersebut dan akan memastikan bahwa setiap pengecualian atau pengurangan tarif pajak yang

diberikan berdasarkan Perjanjian ini oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan
dinikmati

oleh orang/badan yang tidak berhak atas manfaat-manfaat tersebut. Para pejabat yang
berwenang

dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berunding dalam rangka memberlakukan Pasal ini.
(2) Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara
Pihak

pada Perjanjian suatu kewajiban untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang

menyimpang dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik dari salah satu Negara Pihak pada

Perjanjian atau akan bertentangan dengan kedaulatan, keamanan, atau kebijaksanaan publik dari

Negara Pihak pada Perjanjian yang disebutkan pertama.

Pasal 30

BERLAKUNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi tersebut akan

dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai berlaku satu bulan setelah
tanggal

pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai

berlaku, terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen),
Pasal

12 (Bunga) dan 13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari
pertama

dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-pajak lainnya dalam tahun

takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.

Pasal 31

BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian. Salah satu

Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun
sejak

tanggal Perjanjian mulai berlaku sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya

memberitahukan rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian,

Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap penghasilan pada tahun

takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari yang datang setelah berakhirnya masa
6

(enam) bulan.

DIBUAT di Jakarta, dalam rangkap dua, dalam bahasa Inggris, tanggal 11 Juli 1988.

Untuk Pemerintah Republik Indonesia Untuk Pemerintah Amerika Serikat

Login

Username

Password

Login

Pendaftaran

Lupa Password

Aktivasi
Support Online

Konsultasi via BB : PIN 31231309

Konsultasi via SMS : 085885695969

Konsultasi via Email: jts@pajakonline.com

Contact Us

Pembina Graha Building 3rd Floor

Jl. D.I. Pandjaitan Kav 45 Jatinegara

Jakarta Timur 13350 - Indonesia

Phone: +62-21-85911228, +62-21-44306699

Email : jts@pajakonline.com

Google Sitemap Generator © 2006-2008 Java Triangle Solution

Java Triangle Solution : About Us · Service · Our Client · News Event · Photo Gallery · Career · FAQ's ·
Contact Us ·

Anda mungkin juga menyukai