Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGANTAR EKONOMI MAKRO


INFLASI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro
Dosen Pengampu : Ghia Ghaida Kanita, SE., MSM.

Disusun Oleh :
Ahmad Ridwan Rais (1807512)
Uswatun Hasanah (1807876)
1A-Kewirausahaan

PROGRAM STUDI KEWIRAUSAHAAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
BAB I

KAJIAN TEORI

1.1 Pengertian Inflasi

Inflasi dalam ruang lingkup ilmu ekonomi memiliki banyak arti yang diungkapkan
oleh para ahli. Salah satunya pada periode awal, definisi inflasi yang sering dipergunakan
setelah perang dunia kedua menurut AP Lehner adalah keadaan dimana terjadi kelebihan
permintaan (excess demand) terhadap barang dalam suatu perekonomian secara keseluruhan
(Anton H Gunawan, 1991). Kemudian menurut Boediono (1995) inflasi diartikan sebagai
kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan berlangsung terus-
menerus. Sedangkan menurut FW Paish memberikan penjelasan mengenai inflasi sebagai
suatu kondisi dimana pendapatan nasional meningkat jauh lebih cepat bila dibandingkan
dengan peningkatan peningkatan barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian
(Anton H Gunawan, 1991).
Dari beberapa pengertian yang telah diungkapkan diatas dapat ditarik kesimpulan,
inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Dalam
pengertian tersebut, terdapat dua pengertian penting yang merupakan kunci dalam memahami
inflasi. Yang pertama adalah “kenaikan harga secara umum” dan yang kedua adalah “terus-
menerus”. Selain itu juga, dari beberapa pengertian di atas, perlu digaris bawahi bahwa
definisi inflasi mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
1. Tendency, yaitu berupa kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam suatu
waktu tertentu dimungkinkan terjadinya penurunan harga tetapi secara keseluruhan
mempunyai kecenderungan meningkat.
2. Sustained, kenaikan harga yang terjadi tidak hanya berlangsung dalam waktu tertentu saja,
melainkan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
3. General level of price, harga dalam konteks inflasi dimaksudkan sebagai harga barang-
barang secara umum, bukan dalam artian satu atau dua jenis barang saja.

1.2 Pengukuran Inflasi


Untuk mengukur perubahan inflasi dari waktu ke waktu, pada umumnya digunakan
suatu angka indeks. Angka indeks disusun dengan memperhitungkan sejumlah barang dan
jasa yang akan digunakan untuk menghitung besarnya angka inflasi. Kelompok barang dan
jasa yang dipilih tersebut diberi bobot sesuai tingkat signifikansi serta intensitas
penggunaannya oleh masyarakat. Semakin besar tingkat penggunaan suatu barang dan jasa,
semakin besar pula bobotnya dalam penghitungan indeks. Dengan demikian, perubahan harga
barang dan jasa yang memiliki bobot besar akan memiliki dampak yang lebih besar pula
terhadap inflasi. Perubahan angka indeks dari satu waktu ke waktu yang lain, yang
dinyatakan dalam angka persentase, adalah besarnya angka inflasi dalam periode tersebut.
Angka indeks tersebut dihitung secara periodik dan umumnya dilakukan secara
bulanan, kuartalan, dan tahunan. Selanjutnya, berdasarkan angka indeks tersebut dapat
dihitung laju inflasi dengan menghitung perubahan angka indeks dalam periode tertentu.
Untuk angka inflasi bulanan (mtm), laju inflasi dapat dihitung dari perubahan angka indeks
bulanan. Demikian pula untuk menghitung angka inflasi triwulanan, semesteran, maupun
tahunan dari suatu perekonomian. Penghitungan inflasi secara bulanan sering disebut sebagai
month to month (mtm), kuartalan sebagai quarter to quarter (qtq), dan tahunan sebagai year
on year (yoy). Berikut ini cara penghitungan inflasi :
1. Penghitungan inflasi tahunan (yoy)
Apabila indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007=100 pada September 2012 sebesar
134.45 dan angka indeks tersebut dengan tahun dasar yang sama pada September 2013
menjadi 145,74, maka inflasi tahunan pada bulan September 2013 adalah 8,40%.
Perkembangan kenaikan harga sejumlah barang dan jasa secara umum dalam suatu periode
waktu ke waktu tersebut disebut sebagai laju inflasi (inflation rate).

2. Penghitungan inflasi triwulanan (qtq)


Apabila angka indeks harga konsumen pada kuartal I (Maret) 2013 adalah sebesar 138,78 dan
pada kuartal II (Juni) 2013 adalah sebesar 140,03, maka inflasi kuartalan (qtq) pada kuartal II
2013 adalah sebesar 0,90%

3. Penghitungan inflasi bulanan (mtm)


Apabila angka indeks harga konsumen pada Mei 2014 adalah 111,35 kemudian pada bulan
Juni 2014 indeks harga konsumen berubah menjadi 112,01, maka inflasi bulanan (mtm) pada
bulan Juni 2014 adalah sebesar 0,43%.

1.3 Teori Inflasi


A. Teori Kuantitas
Konsep dasar dari teori kuantitas dapat diuraikan sebagai berikut (Boediono, 1995) :
a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan jumlah uang beredar (penambahan uang
kartal atau giral) tanpa disertai perubahan yang signifikan dalam jumlah produksi barang.
b. Laju inflasi juga ditentukan oleh ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga-harga
barang dimasa mendatang. Terhadap ekspektasi masyarakat berkaitan dengan kenaikan
harga, terdapat 3 (tiga) kemungkinan, Pertama : apabila masyarakat tidak mengharapkan
harga-harga untuk naik, maka penambahan jumlah uang beredar akan diterima masyarakat
untuk menambah likuiditasnya. Kedua, apabila masyarakat, berdasarkan pengalaman periode
waktu sebelumnya, mulai sadar adanya inflasi. Ketiga, terjadi pada saat inflasi pada kondisi
yang lebih parah yaitu hyperinflation. Dalam keadaan ini masyarakat sudah kehilangan
kepercayaan terhadap mata uang, sehingga ekspektasi masyarakat mengharapkan kondisi
yang lebih buruk pada masa mendatang.

B. Teori Keynes
Konsep dasar teori Keynes dalam inflasi didasarkan pada teori makro-nya. Inflasi terjadi
karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya (disposable
income). Hal tersebut diterjemahkan dalam suatu kondisi dimana permintaan masyarakat
akan barang melebihi jumlah barang yang tersedia, sehingga muncul inflationary gap.
Inflationary gap ini muncul karena masyarakat berhasil menterjemahkan aspirasi mereka
menjadi permintaan efektif akan barang-barang. Inflasi akan terus berlangsung selama jumlah
permintaan efektif dari masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan oleh
masyarakat. Inflasi baru akan berhenti apabila permintaan efektif total tidak melebihi harga-
harga yang berlaku jumlah output tersedia. Dari sisi jumlah uang beredar, pertumbuhan yang
tinggi sering menjadi penyebab tingginya tingkat inflasi. Meningkatnya jumlah uang beredar
akan mengakibatkan kenaikan permintaan angregate. Apabila kondisi tersebut tidak
diimbangi dengan pertumbuhan pada sektor riil akan menyebabkan meningkatnya harga.

C. Teori Strukturalis
Teori ini memberikan perhatian besar terhadap struktur perekonomian di negara
berkembang. Inflasi di negara berkembang disebabkan oleh faktor-faktor struktur
ekonominya. Menurut teori ini, kondisi struktur ekonomi negara berkembang yang dapat
menimbulkan inflasi adalah : ketidakelastisan penerimaan ekspor dan ketidakelastisan
penawaran atau produksi makanan dalam negeri.

1.4 Jenis-Jenis Inflasi


Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam
pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung
pada tujuan yang hendak dicapai. Jenis inflasi yakni sebagai berikut :
1. Menurut Derajatnya
 Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
 Inflasi sedang 10% - 30%.
 Inflasi tinggi 30% - 100%.
 Hyperinflasion di atas 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatuwilayah tertentu,
sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang
terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.

2. Menurut Penyebabnya
Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya
peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di
pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas,
sehingga terjadi excess demand , yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi
jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan
output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-
employment. Pengertian kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh
para ahli ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami
kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan, menurut
golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat disebabkan oleh meningkatnya
pengeluaran konsumsi; investasi; government expenditures; atau net export, walaupun tidak
terjadi ekspansi jumlah uang beredar.
Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply
curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser
tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan
harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali
diikuti oleh kelesuan usaha.

3. Menurut Asalnya
Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan
pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh
para pelaku ekonomi dan masyarakat.
Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga
komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara
yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem
perekonomian terbuka (open economy system).Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui
harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.

1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia yakni sebagai berikut :
A. Jumlah uang yang beredar
Pada saat jumlah barang tetap, jumlah uang yang beredar bertambah 2 kali lipat, maka
harga akan naik 2 kali lipat. Misalnya uang yang beredar sebanyak Rp. 100 dan terdapat lima
barang yang identik, maka harga barang tersebut Rp. 20. Tetapi ketika uang beredar
bertambah menjadi Rp. 200, maka harga barang bisa naik jadi Rp. 40 karena jumlah
barangnya tetap.

B. Adanya kenaikan permintaan


Inflasi ini bisa terjadi karena permintaan atau daya tarik masyarakat yang kuat terhadap
suatu barang. Inflasi terjadi karena munculnya keinginan berlebihan dari suatu kelompok
masyarakat yang ingin memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia di pasaran.
Karena keinginan yang terlalu berlebihan itu, permintaan menjadi bertambah, sedangkan
penawaran masih tetap yang akhirnya mengakibatkan harga menjadi naik.

C. Adanya kenaikan biaya produksi


Inflasi ini disebabkan karena adanya dorongan kenaikan biaya produksi dalam jangka
waktu tertentu secara terus menerus. Secara umum inflasi kenaikan biaya produksi ini
disebabkan karena desakan biaya faktor produksi yang terus naik.

D. Adanya Inflasi campuran


Inflasi campuran ini terjadi karena adanya kenaikan penawaran dan permintaan. Hal ini
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ketika
permintaan terhadap suatu barang atau jasa bertambah, kemudian mengakibatkan penyediaan
barang dan faktor produksi menjadi turun. Sementara itu, pengganti atau substitusi untuk
barang dan jasa tersebut terbatas atau tidak ada. Keadaan yang tidak seimbang ini akan
menyebabkan harga barang dan jasa menjadi naik. Inflasi jenis ini akan sangat sulit diatasi
atau dikendalikan ketika kenaikan supply akan suatu barang atau jasa lebih tinggi atau
setidaknya setara dengan permintaan.
BAB II
ANALISIS DIAGRAM FISH BONE

2.1 Diagram Fish Bone Mengenai Inflasi

Kebijakan Penetapan Persediaan Kas


Penyebab Metode
Kebijakan Diskonto
Kebijakan Moneter
Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Kenaikan permintaan
Menghemat Pengeluaran Pemerintah
Kenaikan Biaya Produksi Menaikkan Tarif Pajak
Kebijakan Fiskal
Mencetak Uang Berlebihan Meningkatkan Produksi & Menambah
Jumlah Barang di Pasar
Meningkatnya Upah
Menetapkan Harga Maksimum untuk
Meningkatnya Harga Rumah Kebijakan Lainnya Beberapa Jenis Barang

Dalam Negeri Ringan Inflasi di


Kegagalan Panen Indonesia
Sedang
Penerapan Anggaran Defisit

Berat
Luar Negeri
Hyperinflation
Kenaikan Harga
Barang Modal
Luar Negeri
Level Inflasi
Sumber Inflasi
BAB III
ANALISIS DATA

3.1 Data Inflasi di Indonesia


Indeks Harga Konsumen dan Inflasi di Indonesia dari tahun 2015-2019
Sumber : Badan Pusat Statistik

2015 2016 2017 2018 2019


Bulan
IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi
Januari 118,71 -0,24 123,62 0,51 127,94 0,97 132,10 0,62 135,83 0,32
Februari 118,28 -0,36 123,51 -0,09 128,24 0,23 132,32 0,17
Maret 118,48 0,17 123,75 0,19 128,22 -0,02 132,58 0,20
April 118,91 0,36 123,19 -0,45 128,33 0,09 132,71 0,10
Mei 119,50 0,50 123,48 0,24 128,83 0,39 132,99 0,21
Juni 120,14 0,54 124,29 0,66 129,72 0,69 133,77 0,59
Juli 121,26 0,93 125,15 0,69 130,00 0,22 134,14 0,28
Agustus 121,73 0,39 125,13 -0,02 129,91 -0,07 134,07 -0,05
September 121,67 -0,05 125,41 0,22 130,08 0,13 133,83 -0,18
Oktober 121,57 -0,08 125,59 0,14 130,09 0,01 134,2 0,28
November 121,82 0,21 126,18 0,47 130,35 0,2 134,56 0,27
Desember 122,99 0,96 126,71 0,42 131,28 0,71 135,39 0,62
Tingkat
3,35 3,02 3,61 3,13 0,32
Inflasi

3.2 Analisis Data Inflasi di Indonesia Tahun 2015-2019

Inflasi terbesar dalam 5 tahun terakhir terjadi pada bulan Januari 2017 yang mencapai
angka 0,97. Hal ini terjadi dikarenakan kenaikan indeks pada transportasi, komunikasi dan
jasa komunikasi dengan andil 0,43 persen. Rinciannya, kenaikan biaya pengurusan Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memberikan andil 0,23 persen dan untuk tarif pulsa
berperan 0,14 persen. Sedangkan untuk penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non
subsidi tak memberikan andil besar yaitu hanya sekitar 0,08 persen.
Sedangkan Inflasi terendah dalam 5 tahun terakhir terjadi pada bulan Oktober 2017,
yaitu hanya menyentuh angka 0,01. Laju inflasi ini terjadi akibat banyaknya komoditas
mengalami penurunan harga, meskipun beberapa komoditas lain mengalami kenaikan harga.
Kemudian berdasarkan tabel data di atas, analisa data inflasi di Indonesia berdasarkan
tingkat inflasi per tahun yakni sebagai berikut, pada tahun 2015 tingkat inflasi mencapai
angka 3,35 sedangkan pada tahun 2016 angka inflasi berada pada posisi 3,02. Dalam hal ini
terjadi penurunan angka tingkat inflasi sebesar 0,33. Kemudian pada tahun 2017 tingkat
inflasi mencapai angka 3,61. Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 0,59. Kemudian pada
tahun 2018 tingkat inflasi mencapai angka 3,13. Dalam hal ini terjadi penurunan sebesar
0,48. Dan pada tahun 2019 bulan januari tingkat inflasi mencapai angka 0,32. Dalam hal ini
belum dapat di paparkan apakah mengalami penurunan atau peningkatan karena pada tahun
2019 data inflasi yang didapatkan hanya data pada bulan januari dan belum diikuti bulan-
bulan berikutnya.
Dari gambaran analisa itu terdapat peningkatan dan penurunan inflasi. Peningkatan
inflasi diakibatkan oleh kenaikan harga baik dari produk konsumsi, elektronik, komunikasi
dan lainnya. Sedangkan penurunan inflasi itu sendiri diakibatkan oleh adanya penurunan
harga komunitas dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Dalam pengertian tersebut, terdapat dua pengertian penting yang merupakan kunci dalam
memahami inflasi. Yang pertama adalah “kenaikan harga secara umum” dan yang kedua
adalah “terus-menerus”. Berdasarkan data yang didapatkan tingkat inflasi di Indonesia sangat
fluktuaktif. Terkadang inflasi mengalami penurunan bahkan juga peningkatan. Penurunan
dan peningkatan itu tentu disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan inflasi. Hal ini
tentu membuat semua pihak harus menjaga pergerakan angka laju inflasi tersebut, supaya
bisa berada pada posisi aman dan tidak pada posisi hyperinflasi. Untuk itu pemerintah banyak
melakukan kebijakan dan strategi.

4.2 Saran
Laju inflasi di Indonesia sering mengalami penurunan dan peningkatan. Untuk
menghadapi laju inflasi tersebut tentu diperlukan sebuah strategi dan kebijakan yang tepat.
Dengan dipelajarinya inflasi pada ilmu pengantar makro ekonomi diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang inflasi dan cara-cara mengatasi serta menghadapi inflasi
melalui saran-saran yang membangun.
Kemudian dalam penulisan laporan inflasi ini, penulis masih sangat memilki banyak
kekurangan baik dari sumber data atau pengetahuan, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun.
Daftar Pustaka

Soekirno,Sadono. (2001). Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Garfindo

Aziz, Abdul. (2008). Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu.

https://www.bps.go.id/statictable/2009/06/15/907/indeks-harga-konsumen-dan-inflasi-
bulanan-indonesia-2005-2019.html

Atmadja, Adwin S. (1999). Inflasi di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab dan


Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 1, 54-67

Santosa, Agus Budi. (2017). Analisis Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia,Vol 3,.

Susesno. (2009). Inflasi. Jakarta: PPSK BI.

S, Alam. (2014). Ekonomi. Jakarta: esis

Wicaksono, Erick. (2013). Ekonomi 2. Jakarta: yudhistira

Blandchard, Olivier. (2013). Macroeconomics. United States of America: pearson education


inc

Anda mungkin juga menyukai