Rusdin
Universitas Padjadjaran
e-mail: rusdin@unpad.ac.id
Suryanto
Universitas Padjadjaran
e-mail: suryanto70@yahoo.com
Zenal Muttaqin
Universitas Padjadjaran
e-mail: zaymut_165@yahoo.co.id
Abstrak
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi isu
penting sebagai performance driver dalam meningkatankan pendapatan perkapita.
Namun demikian, penyerapan tenaga kerja, kemandirian dan kemitraan masih
merupakan permasalahan. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi profile UMKM dan
lembaga/instansi yang melakukan pemberdayaan, sehingga terbentuknya model
kolaborasi pemberdayaan UMKM. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi dan
data dianalisis secara deduktif. Regulator, pelaku, dan stakeholder’s merupakan sumber
data utama, yang dilakukan di wialayah Kota Bandung, dengan pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Indentifikasi UMKM meliputi: jumlah industri yang cukup banyak,
memiliki potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, berkontribusi dalam
pendapatan daerah. Upaya pemberdayaan telah dilakukan oleh pemerintah (BUMN,
BUMD dan Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian), Kamar Dagang dan Industri
maupun swasta, namun belum menunjukkan tingkat efektivitas. (2) Aspek manajerial,
permodalan, program kemitraan, penciptaan iklim yang kondusif, sistem pendukung
(sarana dan prasarana), dan pembinaan merupakan faktor yang dapat membangun model
manajemen kolaborasi pemberdayaan UMKM.
1. Pendahuluan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi isu
penting sebagai motor penggerak pertumbuhan dan peningkatan ekonomi di banyak
negara di dunia. Dinamika dan kinerja ekonomi yang sangat baik dengan laju
Page 1 of 32
Page 2 of 32
pertumbuhan yang tinggi di banyak negara adalah kinerja ekonomi nasional yang
ditopang kinerja UMKM yang efisien, produktif, dan berdaya saing tinggi. Di berbagai
belahan dunia, UMKM (Small and Medium-sized Enterprises (SMEs) berperan
sangat sentral terhadap pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional suatu
negara.
Di berbagai belahan dunia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Small and
Medium-sized Enterprises (SMEs) berperan sangat sentral terhadap pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian nasional suatu negara. Di Uni Europa, UMKM secara
signifikan berkontribusi dalam perekonomian banyak negaranya. Konribusi tersebut
secara umum adalah dari sisi penyerapan tenaga kerja dan dalam peningkatan GDP
(European Commision, 2012). Tahun 2011-2012, secara umum Uni Eropa menghadapi
kondisi ekonomi yang sangat berat dengan krisis utang di negara-negara zona euro,
resesi, dan pertumbuhan ekonomi yang melemah pada beberapa negara. Pada kondisi
ini UMKM menjadi tulang punggung (backbone) perekonomian Uni Eropa dengan
jumlah perusahaan lebih dari 98% dari total perusahaan, yang memberikan kontribusi
penting dengan menyumbang rata-rata sekitar 58% GDP dan 67% total lapangan kerja
(Ecorys Nederland BV, 2012).
Peran UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di banyak negara-
negara Eropa cukup signifikan, Seperti di Perancis mencapai 99.80% dari total jumlah
perusahaan, dengan kontribusi lebih dari 56% GDP dan menyerap lebih dari 61%
tenaga kerja, UMKM di Jerman mencapai 99,55% dengan kontribusi 53% GDP
dan menyerap 61% tenaga kerja, UMKM di Italia mencapai 99,92% dengan
kontribusi 71% GDP dan menyerap 81% tenaga kerja, UMKM di Nederlands
mencapai 99,72% dengan kontribusi 62% GDP dan menyerap 68% tenaga kerja
(Europen Commision, 2012). Di Amerika, UMKM menyerap 99,9% tenaga kerja,
yang 88% di antaranya bergerap di bidang jasa. UMKM juga berperan penting dalam
kinerja ekspor, meskipun dalam mekanismenya UMKM tidak melakukan ekpor
secara langsung, melainkan kerjasama dengan perusahaan eksportir multinasional
(US International Trade Commision, 2010: 1-1). Sama halnya dengan UMKM di
negara-negara kawasan Uni Eropa dan Amerika, UMKM di negara-negara yang
berada di kawasan Asia Timur dan Tenggara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan,
dan Singapura juga memiliki peran sentral yang pada gilirannya mendukung
perkembangan ekonomi nasional masing-masing (Sarana, 2003).
Empat prinsip dasar yang perlu dipahami dalam pemberdayaan (Principle of
Empowerment, World Bank, 2014). Keempat prinsip dasar tersebut adalah:
Information, Inclusion/participation, Accountability, dan Local organizational
capacity, yang dapat dikombinasikan untuk menciptakan pemberdayaan lembaga yang
lebih efektif, responsif, inklusif dan akuntabel.
Page 3 of 32
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi dengan pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung, dengan teknik
wawancara dan studi dokumentasi. Unsur-unsur yang diteliti, meliputi aspek
manajerial, permodalan, program kemitraan, penciptaan iklim yang kondusif, sistem
pendukung (sarana dan prasarana), dan pembinaan.
Sasaran penelitian diarahkan untuk menjaring data identitas, karakteristik,
jumlah, jenis usaha, dan permodalan UMKM. Selain itu institusi/lembaga baik yang
dikelola pemerintah maupun yang dikelola perusahaan swasta yang telah melakukan
pembinaan sebagai upaya pemberdayaan UMKM di Kota Bandung. Sumber informasi
dalam penelitian ini adalah para pihak yang terlibat langsung dalam proses peristiwa
yang diteliti, yaitu proses pemberdayaan UMKM di Kota Bandung. Key informan pada
penelitian ini adalah: (1) Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian & Perdagangan
Kota Bandung; (2) Manajer Pembinaan UMK BUMN di Kota Bandung; (3) Manajer
Penyalur Kredit BI Kota Bandung; (4) Manajer Penyalur Kredit Bank Perkreditan
Rakyat Kota Bandung; (5) Para pelaku U M K M di Kota Bandung; (6) Ketua dan
Page 6 of 32
Staf Kantor Dagang dan Industri Kota Bandung; (7) Pengelola Lembaga Sosial
Masyarakat di Kota Bandung; (8) Pengelola Lembaga Keuangan berbasis Komunitas di
Kota Bandung
Analisis data dilakukan dengan pendekatan triangulasi sumber dan jenis data
dari berbagai sumber data, dengan fokus pada unsur yang diteliti, dan interpretasi
dilakukan merujuk pada teori, hasil penelitian sebelumnya, pendapat para ahli, dan
ketajaman pemikiran peneliti.
Sumber: Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung (2015),
diolah penulis (2015)
Dengan adanya kecenderungan ini, pantas jika fakta penguasaan aset nasional
untuk pengusaha UMKM mencapai 8%, usaha koperasi juga hanya mencapai 10%.
Sedang untuk BUMN, pengusaan aset nasional mampu mencapai 24% dan sisanya
sebesar 58% dikuasai oleh 200-300 group usaha besar (Hasil Studi Dokumentasi,
2015). Di sisi lain, permasalahan UMKM yang berkaitan dengan sumber daya manusia
(human resources), manajemen, funding access, informasi teknologi dan market acces
membuat para pengusaha UMKM –umumnya- memposisikan diri untuk ”apatis“ dalam
membangun simbiosis yang harmonis dengan pihak intermediary. Dari hasil
wawancara memberika fakta bahwa sumber pembiayaan yang dilakukan oleh UMKM
lebih banyak diperoleh dari pembiayaan sendiri dan down payment pemberi order.
Sedangkan penggunaan jasa perbankan hanya untuk transaksi jasa ekspor untuk
pembayaran barang yang telah dikirim melalui Letter of Credit (L/C).
Rendahnya penggunaan jasa perbankan sebagai sumber pembiayaan atau
permodalan, disebabkan beratnya persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
UMKM, prosedur pinjaman kredit yang cukup lama dan tingginya suku bunga yang
diterapkan. Hanya 31% pihak UMKM yang menerima kucuran kridit, sisanya
sebanyak 21% ditolak (tidak visible) dan bahkan 48% pengusaha UMKM tidak
mengajukan permintaan kucuran pendanaan sama sekali dari pihak perbankan (Studi
dokumentasi pada BPR, Bank BNI, dan Bank Indonesia, 2015).
Fakta di atas mengisaratkan dua hal penting, (1) pihak perbankan cenderung
masih kekurangan informasi mengenai potensi dan daya tarik investasi pada dunia
UMKM; dan (2) Disatu sisi permasalahan internal UMKM cenderung membatasi akses
informasi mengenai pola pembiayaan yang dapat ditawarkan kepada pihak perbankan.
Di sisi lain, isu mengenai penyediaan layanan informasi mengenai model pembiayaan
(lending model) yang diperuntukkan bagi pihak perbankan untuk sejumlah komoditas
potensial garapan UMKM. Kedua permasalahan (penjaminan dan pola pembiayaan)
kemudian diharapkan menjadi tiang beton penyanggah jembatan (bridging) semangat
penguatan jaringan kerjasama industri besar, UMKM, dan perbankan.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah, diantaranya: (1) Kementerian BUMN
sejak tahun 2001, mengharuskan BUMN untuk menyisihkan 3-5% dari labanya untuk
membantu pendanaan UMKM (melalui Kemitraan); (2) Kementrian Koperasi dan
UMKM melancir program penjaminan dengan total dana yang terserap sebesar Rp.
367.327.500.000; (3) Departemen pertanian mengucurkan dana sebesar Rp.
85.000.000.000,- untuk program penjaminan Pembiayaan bidang Usaha Agrobisnis dan
Agroindustri; (4) Kementrian lingkungan hidup menyalurkan Debt Swept for Nature dari
pemerintan Jerman untuk pembiyaan UMKM ramah lingkungan sebesar Rp. 5.000.000.000;
(5) Departemen Kelautan dan Perikanan program penjaminan Dana Ekonomi Produktif
bagi Masyarakat Pesisir sebesar Rp 19.600.000.000; (6) Sejumlah Pemerintah Daerah
(seperti PEMDA Kutai) juga tidak mau ketinggalan dengan mengucurkan dana sebesar Rp
5.400.000.000,- untuk penjaminan pembiayaan Koperasi dan UMKM; (7) Sedang NGO Swiss
Page 11 of 32
Contatc melancir program penjaminan pembiayaan usaha ternak ayam di Provinsi NAD sebesar
Rp 480.000.000,-.
Upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia sebagai bank central, yaitu: (1)
Kesepakatan Bersama antara Kementerian Koperasi & UKM, dan Bank Indonesia
tentang Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; (2) Nota
Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Pertanian Republik
Indonesia tentang Kerjasama Pengembangan Usaha di Sektor Pertanian; (3) Nota
Kesepahaman antara Bank Indonesia dan PT. Jatropha Green Energy tentang kerjasama
Pengembangan Klaster Komoditas Jarak Pagar; (4) Kesepakatan Bersama antara Bank
Indonesia dan Gabungan Kelompk Tani Mekarmukti dan PT. Mitratani Agro Unggul
tentang Kerjasama Pengembangan Klaster Cabai; (5) Kesepakatan Bersama antara
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Bank Indonesia tentang Percepatan
Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan sebagai Salah Satu Sektor Unggulan
dalam Perekonomian Indonesia; (6) Kesepakatan Bersama antara Departemen Kelautan
dan Perikanan dan Bank Indonesia tentang Pengembangan Konsultan
Keuangan/Pendamping Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Mitra Bank Sektor
Kelautan dan Perikanan.
Sampai akhir 2015 ini statistik kredit UMKM didasarkan pada Definisi Plafon, yaitu:
(1) kredit mikro dengan plafon s.d Rp 50 juta; (2) Kredit kecil dengan plafon lebih dari
Rp50juta s.d Rp 500 juta; (3) Kredit menengah dengan plafon lebih dari Rp500juta s.d
Rp 5 miliar.
Dalam definisi tersebut, seluruh jenis penggunaan kredit termasuk kredit
konsumtif masuk di dalam Statistik kredit UMKM. UU No. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM mulai dilaksanakan untuk data laporan bulanan bank sejak Januari 2011, untuk
memberikan informasi yang lengkap tentang perubahan tersebut, maka dalam Statistik
kredit UMKM selama masa transisi (Januari sd akhir 2011) disajikan secara paralel,
yakni data kredit UMKM berdasarkan definisi/kriteria usaha dalam UU.20/2008 dan
data kredit MKM berdasarkan definisi plafond.
Karakteristik UMKM di Kota bandung, yaitu: (1) Ketiadaan pembagian tugas
dan delegasi yang jelas antara administrasi dan operasional. Faktanya, kebanyakan
usaha kecil dikelola tanpa sistem yang jelas; (2) Rendahnya akses terhadap lembaga-
lembaga kredit formal ke bank yang karenanya UMKM itu disebut unbankable; (3)
Sebagian besar pelaku usaha belum memiliki status badan hukum yang karenanya
mereka sulit mendapatkan pengakuan dari asosiasi; (4) Hampir sepertiga dari UMKM
bergerak dalam kelompok usaha kuliner, seperti minuman, dan handycraft; tekstil, dan
industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya; termasuk perabot rumah tangga.
dibentuknya Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian dengan Peraturan Daerah Kota
Bandung.
Bandung, maupun konsultasi on the spot yang telah dilakukan di seluruh wilayah Kota
Bandung yang meliputi konsultasi bidang pemasaran, permodalan, produksi,
SDM,HAKI dll; (c) Pendalaman dan pembekalan tentang ekonomi usaha kecil dan
menengah bagi Kepala Seksi Ekbang Kelurahan di Kota Bandung; (d) Mengundang
UMKM untuk mengikuti prsentasi pameran dalam dan luar negeri bekerja sama dengan
Kadin Kota Bandung; (e) Melakukan pertemuan dengan Kepala Bagian PUKK/PKBL
BUMN/BUMD dan Perbankan untuk mengkoordinasikan tentang bantuan kredit lunak
BUMN bagi UMKM, dimana BPPKU berperan sebagai fasilitator; (f) Memitrakan
UMKM dengan pengusaha besar.
Program Unggulan Inkubator Bisnis UMKM yang telah dilakukan BPPKU,
yaitu:
Tahapan Program:
1. Koordinasi/Sosialisasi Program, meliputi: (a) Koordinasi dengan Pemda dan Dinas
Instansi terkait dalam rangka menyamakan persepsi,serta pembahasan program
kerja pembinaan UKM melalui konsep incubator; (b) Pertemuan sosialisasi dan
presentasi UMKM melalui konsep incubator bisnis kepada para Camat, karena
UKM yang dilibatkan adalah dari Kecamatan masing-masing; (c) Rapat pertemuan
teknis Inventarisasi UMKM potensial dengan Kasie Ekbang Kecamatan se Kota
Bandung, sekaligus sosialisasi program pembinaan inkubator bisnis bagi UMKM
untuk disosialisasikan kembali kepada kelurahan masing-masing; (d) Rapat
pertemuan koordinasi untuk menyempurnakan konsep inkubator bisnis, dengan tim
dan Dinas terkait.
2. Seleksi UMKM Potensial untuk menjadi calon Mitra Binaan BPPKU Kota
Bandung, yaitu: (a) Calon Mitra Binaan yang diajukan dari tiap Kecamatan di
seleksi oleh Tim BPPKU Kota Bandung melalui informasi dari Kasie Ekbang
Kecamatan, wawancara, dan kunjungan ke workshop (aspossible ); (b) Psikotest :
Untuk melihat potensi dan attitude calon mitra; (c) Tenant. Dari mitra yang
dicalonkan oleh masing-masing kecamatan, dapat terjaring 30 mitra binaan UMKM
yang potensial; (d) Kriteria Mitra Binaan ditentukan oleh Tim BPPKU.
3. Asesment Calon Mitra Binaan. Pendalaman masalah usaha yang dihadapi oleh mitra
binaan, untuk mengetahui dan memastikan kebutuhan layanan yang akan di
berikan.
4. Tahapan Treatment. Dilakukan melalui pelatihan, workshop, simulasi dan game
bisnis, motivasi, menyusun action plan dsb. Yang seluruhnya disusun berdasarkan
hasil assessment.
5. Case Conference, yaitu: pertemuan pembahasan kasus/ progres bisnis masing-
masing Tenant untuk memantau perkembangan usaha dan memecahkan masalah
yang dihadapi tenant secara bertahan; Mereka dibagi dalam kelompok masing-
masing sesuai bidang/ karakter usahanya, dan dipandu oleh konsultan incubator
BPPKU Kota Bandung; Fungsi dan tujuan : membentuk komunitas, silaturahmi,
penguatan, dan problem solving; Hasil Case Conference dilaporkan dalam rapat
dievaluasi dan tindak lanjuti sesuai progress yang terjadi.
6. Akses kesumber permodalan. BPPKU sebagai incubator memfasilitasi akses Tenant
ke sumber-sumber permodalan yang memungkinkan seperti Kredit
Program/bergulir (Pemda), BUMN/D, PNM, kredit mikroperbankan dsb.
Program Reguler Pendampingan UMKM (Technical Assistant), yaitu: (a)
Inventarisasi UMKM se-Kota Bandug melalui aparat di Tingkat Kecamatan, yang
Page 17 of 32
nantinya dapat dipakai data base UKMK se Kota Bandung. Karena data dari tingkat
Kecamatan selama ini menghasilkan data yang objektif dan akurat; (b) Pelatihan
Pelatihan untuk UMKM diluar Mitra Binaan program Inkubator (berdasarkan buttom
up proses); (c) Konsultasi dan Pendampingan usaha UMKM bagi secretariat BPPKU/
KKB Kota Bandung atau di work shop, sebagai tindak lanjut program sebelumnya.
Model pemberdayaan usaha mikro dilakukan, seperti terlihat pada gambar sebagai
berikut:
Lembaga Keuangan
Berbasis Komunitas Bank Umum
Usaha Mikro
Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah dalam pengelolaan UMKM, adalah : (a)
Merumuskan kebijakan operational dalam rangka perencanaan, pembinaan, dan
pengembangan usaha Mikro, Kecil dan Menengah; (b) Melakukan upaya perlindungan,
pembinaan, pemberdayaan, dan pengembangan usaha Mikro, Kecil dan Menengah agar
mampu menjadi pelaku usaha yang handal dan terpercaya; (c) memajukan usaha Mikro,
Kecil dan Menengah agar dapat bersaing dalam mekanisme pasar; (d) Melaksanakan
pembinaan dan pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan usaha Mikro, Kecil dan
Menengah; (e) Melakukan pembinaan dan pengembangan produktifitas usaha Mikro, Kecil
dan Menengah; (f) melaksanakan fasilitas dan kemudahan pendanaan bagi usaha Mikro,
Kecil dan Menengah; (g) mernbantu dan membuka akses pemasaran hasil produk usaha
Mikro, Kecil dan Menengah; (h) Menyelenggarakan peningkatan dan pengembangan
kapasitas dan kompetensi sumber days manusia usaha Mikro, Kecil dan Menengah; (i)
Mendorong dan memperkuat potensi usaha Mikro, Kecil Gan Menengah dalam upaya
menumbuhkan perekonomian Daerah; dan (j) Mendorong terciptanya usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang baru dilandasi oleh profesionalitas dan berwatak
wirausahawan yang handal.
PERBANKAN UMKM
• Analisis Keuangan
• Mikro
• Analisis Sensivitas
• Kecil
• Kelayakan
• Menengah
Upaya yang telah dilakukan usaha besar terhadap UMKAM, yaitu: (1) Fase
perintisan, yaitu fase tumbuhnya usaha, yang ditandai dengan keinginan Individu
(Karyawan yang akan pensiun dengan Program Downzising) untuk membuka usaha.
Pada kondisi ini diberikan informasi tentang apa dan bagaimana usaha dilakukan; (2)
Fase pembinaan, yaitu fase dimana usaha telah terbentuk dan memerlukan bimbingan
dan pembinaan agar usaha tersebut menjadi lebih maju; (3) Fase pengembangan, yaitu
fase dimana unit usaha formal telah terbentuk dari telah berkeinginan untuk melakukan
peningkatan efisiensi dan produktivitas. Unit usaha inl diarahkan pada diversifikasi
produk dan peningkatan mutu kearah standar, baik mutu manajemen maupun produk
Disamping melakukan pelatihan; (4) Fase kemandirian, yaitu fase dimana industri
Page 22 of 32
kecil telah membentuk dirinya sendiri dan dapat menghadapi pasar nasional maupun
global; (5) Fase Program utama pembinaan dan pengembangan usaha, yaitu: (a)
Program pengembangan inisiasi, dan (b) Program pengembangaan produktivitas dan
efisiensi.
PEMERINTAH
Undang- Undang
Peraturan
Kepres
UMKM
Usaha Besar Mikro
Kecil
Menengah
Gambar 4.
Model Pemberdayaan Hubungan Usaha Besar, UMKM dan Pemerintah
Peran perbankan dalam pola bapak asuh, yaitu: (a) Perbankan bertindak sebagai
lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, dan lembaga pendukung lainnya; (b)
Perbankan sebagai lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan dan
Page 26 of 32
kemudahan memperoleh pendanaan bagi UMKM, yang bermitra dengan Usaha Besar
melalui: (1) Penyediaan pendanaan kemitraan; (2) Penyederhanaan tatacara dalam
memperoleh pendanaan dengan memberikan kemudahan dalam pengajuan
permohonan dan kecepatan memperoleh keputusan; (3) Pemberian keringanan
persyaratan jaminan tambahan; (4) Penyebarluasan informasi mengenai kemudahan
untuk memperoleh pendanaan untuk kemitraan melalui penyuluhan langsung dan
media massa yang ada; (5) Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dan
manajemen keuangan; (6) Pemberian keringanan tingkat bunga kredit kemitraan.
PEMERINTAH
Undang- Undang
Peraturan
Kepres
UMKM
Mikro
Usaha Besar Kecil
Menengah
PERBANKAN
Analisis Keuangan
Analisis Sensivitas
Kelayakan
4. Kesimpulan
Merujuk pada Hasil Penelitian pada tahun pertama ini dapat dirumuskan
beberap kesimpulan sebagai berikut:
1. Identifkasi keberadaan Usaha Mikro, dan dan Menengah (UMKM) di Kota
Bandung, sebagai berikut:
a. Ididetifikasi keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
dalam kontek perekonomian di Kota Bandung cukup dominan dan
bermakna. Indikatornya : (1) Jumlah industri yang cukup banyak
jumlahya; (2) Potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja; dan
(3) Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup bermakna.
Namun demikian, pada koridor semangat untuk mengembangkan dan
memberdayakan UMKM, ternyata bagi pihak intermediary system,
dalam hal ini pemerintah, dipandang masih sangat sulit menjadi
primadona portfolio investasi yang mampu meningkatkan nilai,
khususnya perspektif investor (Pemegang Saham).
b. Karakteristik UMKM di Kota Bandung, yaitu: (1) Ketiadaan pembagian
tugas dan delegasi yang jelas antara administrasi dan operasional.
Faktanya, kebanyakan usaha kecil dikelola tanpa sistem yang jelas; (2)
Rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal ke bank yang
karenanya UMKM itu disebut unbankable; (3) Sebagian besar pelaku
Page 29 of 32
usaha belum memiliki status badan hukum yang karenanya mereka sulit
mendapatkan pengakuan dari asosiasi; (4) Hampir sepertiga dari
UMKM bergerak dalam kelompok usaha kuliner, seperti minuman, dan
handycraft; tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan
sejenisnya; termasuk perabot rumah tangga. Upaya Pemberdayaan
UMKM di Kota Bandung, telah dilakukan oleh baik instansi/lembaga
pemerintah (BUMN, BUMD dan Dinas Koperasi, UKM, dan
Perindustrian dengan Peraturan Daerah Kota Bandung), Kamar Dagang
dan Industri maupun swasta (LSM dan Lembaga Keuangan Berdarkan
Komunitas). Temuan lainnya, belum efektifnya koordinasi antar
Institusi/Lembaga Pemberdayaan UMKM di Kota Bandung.
5. Saran-saran
Bersasarkan kesimpulan penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Perlu dikembangkan lebih jauh model manajemen kolaborasi pemberdayaan
UMKM dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat membangun model
tersebut, seperti:
a. Aspek Manajerial, meliputi: peningkatan produktivitas/ozet/tingkat
utilitas/tingkat hunian, peningkatan kemampuan pemasaran, dan
pengembangan sumber daya manusia;
b. Aspek permodalan, meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% profit dari
BUMN lebih diintensifkan lagi, dan kewajiban untuk menyalurkan kredit
bagi UMKM yang minimal 20% dari portofolio bank dan kemudahan
kredit, seperti KUPEDES, KUK, KMKP, KCK, Kredit mini/midi, KKU
lebih ditingkatkan lagi.
c. Aspek Kemitraan, meliputi: Kemitraan dengan BUMN/D, Kadin, BI, BPR,
dan Lembaga Keuangan berbasis Komunitas, dapat dilakukan dengan
sistem Bapak Asuh, dan keterikatan hulu-hilir (forward-linkage) atau
keterkaitan hilir-hulu (backward-linkage) dengan system subkontrak atau
modal ventura.
d. Aspek Penciptaan Iklim yang kondusif, dengan cara menfasilitasi
terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomis, sehat
dalam persiangan, dan non diskrimitatif bagi kelangsungan dan peningkatan
kinerja usaha UMKM
e. Aspek Sistem Pendukung (sarana dan prasarana), dengan cara
pengembangan sentra Industri, seperti pembangunan/membuka pemukiman
industri Mikro dan Kecil (IMK), atau pengadaan lingkungan industri Mikro
dan Kecil (IMK), dan memberikan sarana usaha mikro dan kecil, yang
didukung oleh Unit Pelayan Teknis, dan Tenaga Penyuluh Teknis.
f. Aspek Pembinaan, dengan cara mebentuk Kelompok Usaha Bersama atau
Koperasi Industri Mikro dan Kecil), dll.
2. Merujuk pada faktor-faktor yang dapat membangun model manajemen
kolaborasi pemberdayaan UMKM di Kota Bandung, maka sebaiknya dilakukan
program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif dengan
cara memberikan peltihan terstruktur dan mandiri yang dapat meningkatkan
jiwa dan semnagat kewirausahaan bagi pelaku UMKM.
Page 31 of 32
DAFTAR PUSTAKA
Alsop, Ruth; Mette Bertelsen, Jeremy Holland. 2006 Empowerment in practice
: from analysis to implementation, HN49.C6A375-2006, The
International Bank for Reconstruction and Development/THE
WORLD BANK, 1818 H Street, NW, Washington, DC 20433 USA
Anderson, Dennis 1982 Small-Scale Industry in Developing Countries: A
Discussion of the Issues, World Development. Boeije, Hennie 1996
Analysis in Qualitatif Research, Sage Publications, Inc., Los Angeles,
London, New Delhi, Singapore, Washington DC.
Berry, Albert & D. Mazumdar 1991 Small-Scale Industry in the Asian-
Pacific Region, Asian-Pasific Economic Literature.
Cameron, Kim S. & Quinn, Robert E.1998 Diagnosing and Changing
Organizational Culture: Based on The CompetingValues Framework.
Choueke, Richard & Roger Armstrong 2000 Culture: a missing
perspective on small- and medium-sized enterprise
development, Research paper, International Journal of Entrepreneurial
Behaviour & Research
Creswell, J. W. 2009 Research Design: Qualitatif, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches, Sage Publications, Inc. Thousand Oaks, CA
Davis, Keith & Newstorm, Newstorm John W. 1989 Human Behavior
at Work: Organizational Behavior, McGraw-Hill
Gibb, Allan 2000 Small and medium enterprise development: borrowing from
elsewhere? a research and development agenda, Viewpoint, Journal of
Small Business and Enterprise Development
Hartungi, Rusdy 2007 Understanding the success factors of micro-finance
institution in a developing country, Research paper, International
Journal of Social Economics
Hubeis, Musa 2009 Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis,
Ghalia Indonesia, Bogor
Kusdi 2009 Teori Organisasi dan Administrasi, Salemba Humanika, Jakarta.
Levy, Brian 1991 Transaction Costs, the Size of Firms and Industrial Policy:
Lessons from a Comparative Case Study of the Footwear Industry in
Korea and Taiwan, Journal of Development Economics.
Lowe, Robin and Sue Marriott 2006 Enterprise: Entrepreneurship and
Innovation Concepts, Contexts and Commer- cialization, Elsevier
Ltd., Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 30
Nitisusastro, Mulyadi 2010 Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil,
Alfabeta, Bandung
Primiana, Ina 2009. Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri, Alfabeta,
Bandung, Indonesia. Radyati, Maria R. Nindita
Page 32 of 32