Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIOMELITIS

Oleh :

1. Siti Soleha (14.401.16.080)


2. Sofie Dian Novita (14.401.16.081)
3. Sulkifli (14.401.16.082)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan serta atrofi otot. Tahun 1840 Heine untuk pertama kali mengumpulkan
beberapa kasus poliomielitis di Jerman. Tahun 1890 Medin di Stcokholm
mengemukakan gambaran epidemi poliomielitis. Atas jasa-jasa Heine-Medin. Tahun
1908 Landsteiner dapat menemukan timbulnya kelumpuhan pada kera dengan
penyuntikan intraperitoneal jaringan sumsum tulang belakang dari pasien yang
menderita poliomielitis yang telah meninggal (meninggal akibat poliomielitis). Tahun
1910 sifat virus yang filtrabel dapat dibuktikan. Sekitar 40-50 tahun yang lalu di
Eropa Utara pasien poliomielitis terbanyak terjadi pada umur 0-4 tahun, kemudian
berubah menjadi 5-9 tahun dan kini di Swedia pada umur 7-15 tahun, bahkan akhir-
akhir ini pada usia 15-25 tahun. (Ngastiyah, 2014, hal. 357)
Di Indonesia penyakit poliomielitis orang dewasa jarang terjadi. Di Sub Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI Jakarta antara tahun 1953-1957 terdapat 21
pasien yang dirawat, 2/3 diantaranya umur 1-5 tahun. Penyakit poliomielitis jarang
terdapat pada bayi dibawah umur 6 bulan; diperkirakan masih mempunyai kekebalan
dari ibunya. Penyakit dapat ditularkan oleh karier yang sehat atau oleh kasus yang
abortif. Bila virus prevalen pada suatu daerah, maka penyakit ini dapat dipercepat
penyebarannya dengan operasi seperti tonsilektomi, ekstraksi gigi yang merupakan
porte d’entree atau penyuntikan. (Ngastiyah, 2014, hal. 358)
Virus poliomielitis tergolong dalam anterovirus yang filtrabel. Virus ini dapat
hidup dalam air untuk berbulan-bulan dan bertahun-tahun dalam deep freeze. Dapat
tahan terhadap banyak bahan kimia termasuk sulfogliserin. Virus dapat dimusnahkan
dengan cara pengeringan atau dengan pemberian zat oksidator yang kuat seperti
peroksida atau kalium permanganat. Reservoar alamiah satu-satunya ialah manusia
walaupun virus juga terdapat pada sampah atau lalat. Masa inkubasi biasanya antara 7-
10 hari, tetapi kadang terdapat kasus dengan masa inkubasi 3-35 hari. (Ngastiyah,
2014, hal. 358)

1
b. Batasan Masalah
Batasan masalah pada poliomelitis adalah mulai dari pengertian hingga sampai asuhan
keperawatan dari poliomelitis.

c. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari poliomelitis?
2. Apa etiologi dari poliomelitis?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari poliomelitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari poliomelitis?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang poliomelitis?
6. Apa saja penatalaksanaan dari poliomelitis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan untuk poliomelitis?

d. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang
asuhan keperawatan pada pasien poliomelitis.
2. Tujuan Kasus
a. Untuk mengetahui apa itu poliomelitis
b. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi poliomelitis
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari poliomelitis
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari poliomelitis
e. Untuk mengetahui saja pemeriksaan penunjang poliomelitis
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari poliomelitis
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk poliomelitis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Poliomielitis merupakan penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus
ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran
pencernaan dan pernapasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat
melalui peredaran darah (Chiruddin). Penyakit ini menyebabkan kelemahan
motorik yang asimetris dengan adanya gangguan bulbar dan pernapasan dalam
korteks (Patirckdavey) (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 75).
Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan
inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut
akan terjadi kelumpuhan serta atrofi otot (Ngastiyah, 2014, hal. 357).
2. Etiologi
Poliomielitis dapat disebabkan oleh virus tipe I (brunchilde), tipe II
(lansing) dan tipe III (leon) : dapat hidup berbulan-bulan dalam air, mati
dengan pengeringan atau oksidan. Virus ini hanya menyerang sel-sel dan
daerah susunan saraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami
kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi
neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena
poliomielitis ialah :
a. Medula spinalis terutama korno anterior
b. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta
formasio retikularis yang mengandung pusat vital
c. Sereblum terutama inti-inti vermis
d. Otak tengah “midbrain” terutama pada masa kelabu substansia nigra
dan kadang-kadang nucleus rubra
e. Talamus dan hipotalamus
f. Palidum
g. Korteks serebri hanya daerah motorik
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 75)

3
Penyakit poliomielitis jarang terdapat pada bayi dibawah umur 6 bulan;
diperkirakan masih mempunyai kekebalan dari ibunya, penyakit ini dapat
dipercepat penyebarannya dengan operasi seperti tonsilektomi, ekstraksi gigi
yang merupakan porte d’entree atau penyuntikan (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 75).

3. Manifestasi Klinis
Penyakit ini paling banyak pada anak-anak dibawah 5 tahun dan juga bisa
pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomylis pada anak adalah
panas disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan
punggung, kekuatan otot lemah yang diperjelas dengan tanda head drop, tanda
tripod saat duduk, tanda-tanda spinal, tanda brudzinsky atau kerning (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 76).
Tanda dan gejala poliomylitis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Minor Ilness (penyakit dengan gejala ringan)
a. Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
b. Nyeri tenggorokan dan perasaan tidak nyaman diperut, gangguan
gastroentestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala.
2) Major Illness (termasuk jenis paralitik dan non-paralitik)
a. Terjadi selama 3-35 hari termasuk gejala minor illness dengan rata-rata
17 hari
b. Demam kelemahan cepat dalam beberapajam, nyeri kepala, dan muntah
c. Dalam 24 jam terlihat kekakuan leher dan punggung
d. Terlihat mengantuk, iritabel, dan cemas
e. Pada kasus tanpa paralisis sangat sukar dibedakan dengan meningitis
aseptic
f. Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5
hari sesudah keluhan nyeri kepala
g. Pada anak, stadium pra-paralisis lebih singkat dan kelemahan otot
terjadi pada waktu penurunan suhu
h. Pada dewasa, stadium pra-paralisis berlansung lebih hebat dan lama,
terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan didaerah muka, otot
menjadi sensitif dan kaku, pada otot ekstensor ditemukan reflex tendon
meninggi dan fasikulasi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76).

4
4. Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orafaring, berkembang biak
dalam traktus digestivirus, kelenjar getah bening regional dan sistem
retikuloendotelial. Dalam keadaan ini timbul:
1) Perkembangan virus. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi
spesifik.
2) Bila pembentukan zat anti dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus
akan dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau
tidak terdapat sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut.
3) Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti,
maka akan timbul viremia dan gejala klinik, kemudian virus akan
terdapat dalam feses untuk beberapa minggu lamanya.
(Ngastiyah, 2014, hal. 358)
Berlainan dengan virus lain yang menyerang susunan saraf, maka
neuropatologi poliomielitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang
sel-sel dan daerah susunan saraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena
mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah
yang biasanya terkena poliomielitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nukleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta
formasio retikularis yang mengandung pusat vital
3. Otak tengah (midbrain) terutama massa kelabu, substansia nigra dan
kadang-kadang nukleus rubra
4. Serebrum terutama inti-inti vermis
5. Talamus dan hipotalamus
6. Polidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik
(Ngastiyah, 2014, hal. 359)

5
Polio Virus
Pathway
Defisiensi Pengetahuan
Ketidakseimbangan Melalui fekal-oral
Nutrisi Kurang Dari (makanan yang
Kebutuhan Tubuh terkontaminasi) Faces

Sulit Menelan Bermultiplikasi Mukusa Usus( Pauer’s Patches)

Infeksi Orofaring

Masuk kesistem Menyebar ke organ target


limfatik atau pembuluh
darah
Fase viremia

Hipertermi Suhu tubuh meningkat Sistem syaraf pusat

Nyeri Infeksi Menyerang sel-sel yang


mengendalikan otot

Melemahnya otot

Paralysis

Ansietas Otot tungkai (Flaccid Paralysis)

Hambatan Mobilitas Fisik


(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 78)

6
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab : Pemeriksaan darah tepi perifer, Cairan serebrospinal,
pemeriksaan serologik, isolasi virus polio
b. Pemeriksaan radiology
c. Pemriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior
d. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia (kadar gula
dan protein).
e. Pemeriksaan histologic korda spinalis dan batang otak untuk menentukan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 77)
6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomielitis. Antibiotika, y-globulin
dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis dan
suportif.
a) Infeksi tanpa gejala : istirahat total
b) Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur ormal
kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan lakukan aktivitas
selama 2 minggu, 2bulan kemudian dilakukan pemeriksaan
neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan.
c) Non paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat
efektif bila diberikan secara bersamaan dengan pembalut hangat selama
15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-kadang mandi air panas juga
dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board papan penahan
telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap
tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat
denervasi sel kornu anterior,tetapi dapat mengurangi deformitas yang
terjadi.
d) Paralitik : harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu-waktu dapat
terjadi paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan
mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif
dengan menggerakkan kaki atau tangan. Jika terjadi paralisis kandung
kemih maka diberikan stimulan para simpatetik seperti bethanechol
(urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/SK (Nurarif & Kusuma, 2015).
7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini paling banyak pada anak-anak dibawah 5 tahun dan juga bisa
pada remaja (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76).
b. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada polio adalah panas disertai dengan sakit kepala,
kejang, kelemahan anggota gerak, bicara pelo, sakit punggung dan
tingkat kesadaran menurun(GCS <15) (Muttaqin, 2012, hal. 328).
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Kemungkinan alasan pasien masuk RS adalah kelumpuhan yang secara
tiba-tiba (Muttaqin, 2012, hal. 328).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang biasanya didapatkan keluhan mendadak
lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar.
Selain keluhan kelumpuhan biasanya pasien juiga gelisah, latergi lelah
dan apatis (Muttaqin, 2012, hal. 328).
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor,
pusing, kelemahan dan perubahan dalam bicaranya (Muttaqin, 2012,
hal. 328).
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah sebelumnya keluarga ada yang mengalami kelumpuhan secara
mendadak atau poliomelitis. Penyakit poliomielitis jarang terdapat pada
bayi dibawah umur 6 bulan; diperkirakan masih mempunyai kekebalan
dari ibunya. Penyakit dapat ditularkan oleh karier yang sehat atau oleh
kasus yang abortif (Ngastiyah, 2014, hal. 358).
3) Riwayat Imunisasi
Apakah sebelumnya pasien pernah mendapakan atau tidak imunisasi
polio atau obat OPV(oral polio vaksin) sebelumnya (Ngastiyah, 2014,
hal. 359).

8
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran
Biasanya pada pasien yang mengalami poliomelitis kesadarannya
menurun (GCS <15) (Muttaqin, 2012, hal. 328).
b) Tanda-tanda Vital
Pada pasien poliomelitis biasanya akan mengalami peningkatan
suhu tubuh (demam) disertai dengan nyeri kepala (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 76).
2) Head to Toe
a) Kepala
I : tidak terdapat benjolan, rambut dan kulit kepala bersih atau
tidak, kepala tampak jatuh ke belakang(head drop)
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76)
b) Mata
I : konjungtiva tidak anemis, mata cowong, perubahan pupil,
terlihat mengantuk (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76; Ngastiyah,
2014, hal. 328)
c) Hidung
I : terdapat pernapasan cuping hidung, influenza, gangguan
pernafasan atau sirkulasi secara mekanis.
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76)
d) Mulut
I : mukosa bibir kering dan pucat, malaise, nyeri atau
perubahan dalam bicara (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76).
e) Telinga
I : riwayat perubahan pendengaran ada atau tidak sebelumnya
muncul tanda gejala poliomelitis (Muttaqin, 2012, hal. 329).
f) Leher
I : tampak kesulitan menekuk leher, kekuatan otot leher lemah
yang diperjelas dengan head drop, kaku kuduk.
P : nyeri dan kaku otot belakang leher
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76; Ngastiyah, 2014, hal. 361)

9
g) Wajah
I : kemerahan di daerah muka (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 76).
h) Dada
I : bentuk dada normal, bentuk simetris, terjadi gagal nafas
P : terdapat nyeri tekan
P : terdengar suara redup
A : terdengar bunyi napas vesikuler, tidak terdapat bunyi napas
tambahan (Ngastiyah, 2014, hal. 362).
i) Abdomen
I : bentuk perut cekung, nausea, muntah
A : bissing usus >15 kali/ menit
P : terdengar bunyi hipertympani
P : nyeri abdomen, distensi abdomen
(Ngastiyah, 2014, hal. 360)
j) Ekstremitas
I : kelumpuhan secara mendadak, otot-otoh kaki & paha
mengecil, tanda tripod saat duduk, pada otot ekstendor ditemukan
reflex tendon meninggi dan fasikulasi (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 76). Atrofi otot sehingga kaki tampak kecil sebelah (Ngastiyah,
2014, hal. 362).
P : rasa nyeri tulang belakang, nyeri pada otot yang syarafnya
terkena poliomelitis (Ngastiyah, 2014, hal. 362).
k) Anus
Tidak terdapat hemoroid (Ngastiyah, 2014, hal. 362)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang tubuh normal.
Penyebab :
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme

10
6) Respon trauma
7) Aktifitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
Gejala Tanda Mayor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea, Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait : Proses infeksi, Hipertiroid, Stroke, Dehidrasi,
Trauma, Prematuritas
(SDKI, 2017, p. 284)

b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Definisi : Asupan Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab :
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Factor ekonomis (nis. Finansial tidak mencukupi)
6) Factor psikologis (nis. Stress,keengganan untuk makan)
Gejala Dan Tanda Mayor :
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif : cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu
makan menurun
Objektif : bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan
lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut
rontok berlebihan, diare.
Kondisi Klinis Terkait :

11
Stroke, Parkinson, Mobius syndrom, Cerebral palsy, Cleft lip, Cleft palate,
Amyotropic lateral sclerosis, Kerusakan neuro muscular, Luka bakar,
Kanker, Infeksi, AIDS, Penyakit Crohn’s.
(SDKI, 2017, p. 56)

c. Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintenitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab :
1) agen pencedera fisisologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) agen pencedera kimiawi ( misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik ( misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Nafsu makan
berubah, Proses berpikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri
sendiri, Diaforesis.
Kondisi Klinis Terkait :
Kondisi pembedahan, Cedera traumatis, Infeksi, Sindrom koroner akut,
Glaucoma.
(SDKI, 2017, hal. 172)
d. Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari suatu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
Tanda Gejala Mayor
Subjektif : Mengeluh saat menggerakan ekstermitas
Objektif : Kekuatan otot menurun, Rentang gerak (ROM) menurun

12
Tanda dan Gejala Minor
Subjektif : Nyeri saat bergerak, Enggan melakukan pergerakan, Merasa
cemas saat bergerak
Objektif : Sendi kaku, Gerakan tidak terkoordinasi, Gerakan terbatas, Fisik
lemah
Kondisi Klinis Terkait :
Stroke, Cedra medulla spinalis, Trauma, Fraktur, Osteoarthkritis,
Osthemalasia, Keganasan.
(SDKI, 2017, hal. 124)

3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi
1) Tujuan : Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktika oleh
indicator gangguan sebagai berikut (gangguan ekstrim, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan).
2) Kriteria hasil
a) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
b) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
c) Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia

Bayi akan :

a) Tidak mengalami gawat panas, gelisah, atau letargi


b) Menggunakan sikap tubuh yang tidak dapat mengurangi panas
3) Intervensi
Aktifitas Keperawatan
a. Pantau aktifitas kejang
b. Pantau hidrasi (mis. Turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
c. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
d. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan
Penyuluhan Untuk Pasien/Keluarga

13
a) Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (mis., stroke bahang dan keletihan
akuibat panas)
b) Regulasi suhu (NIC) : Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan
tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu
Aktifitas Kolaboratif
Regulasi suhu (NIC) : Berikan obat antipiretik jika perlu. Gunakan
matras dingin dan amndi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu
tubuh, jika perlu.
Aktifitas Lain
1) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan
selimut saja
2) Gunakan waslpa dingin (atau kantong es yang dibalut dengan kain)
di aksila, kening, tengkuk, dan lipat paha
3) Anjurkan asupan cairan oral, setidaknya 2 liter sehari, dengan
tambahan cairan selama aktifitas yang berlebihan atau aktifitas
sedang dalam cuaca panas
4) Gunakan kipas yang berputar diruangan pasien
5) Gunakan selimut pendingin
(Wilkinson, 2016, pp. 216-217)

b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


1) Tujuan : Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (gangguan ekstrim berat, sedang, ringan, atau tidak ada
penyimpangan dari rentan normal)
2) Kriteria Hasil
a. Mempertahankan berat badan
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Menoleransi diet yang dianjurkan
e. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
f. Memiliki nilai laboratorium (mis. Transferrin, albumin, elektrolit)
dalam batas normal
g. Melaporkan tingkat energy yang adekuat

14
3) Intervensi
Aktifitas Keperawatan
a. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
c. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
elektrolit
d. Menejemen nutrisi (NIC) :
e. Ketahui makanan kesukaan pasien
f. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
g. Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan Untuk Pasien Atau Keluarga
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
c. Menejemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Aktifitas Kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau
kehilangan protein (mis., pasien anoreksia nervosa, penyakit
glomerular atau dialysis peritoneal)
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan lengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi
parental total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak
dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
Aktifitas Lain
a. Buat perencanaan makanan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan
pasien serta suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
c. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan
fisik di lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari

15
d. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latihan
fisik dan asupan makanan
e. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan
tinggi
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis.
Pindahkan barang-barang yang tidak sedap dipandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapi pasien jika perlu
(Wilkinson, 2016, pp. 282-285)

c. Nyeri Akut
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri (mengenali awitan nyeri,
menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat
dikendalikan), menunjukkan tingkat nyeri.
2) kriteria hasil :
a) Memperlihatkan teknik relasasi secara individual yang efektif ntuk
mencapai kenyamanan
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
e) Menggunakasn tindakana meredakan nyeri dengan analgesik dan
nonanalgesik secara tepat
3) Nursing Intervention Classification (NIC)
Aktifitas Keperawatan
a. Kaji nyeri, meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri.
b. Gunakan komunikasi terapeutik untuk menggali pengalaman nyeri
klien dan respon klien terhadap nyeri
c. Kaji dampak dan nyeri yang terjadi (tidur, nafsu makan, aktivitas,
kognisi, semangat hidup, interaksi)
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
dalam mengatasi nyeri
e. Atur lingkungan yang nyaman bagi klien
f. Hindari faktor pencetus terjadinya nyeri

16
g. Pilih tindakan yang mampu mengatasi nyeri (farmakologis, non
farmakologis, interpersonal)
h. Ajari klien teknik non farmakologis secara kontinyu dalam
mengatasi nyeri (masase punggung, TENS, hipnotis, relaksasi,
guided imagery, terapi music, distraksi, terapi bermain, terapi
aktifitas, acupressure, hidroterapi dan lain sebagaunya)
i. Ajari dan pantau klien dalam menggunakan analgesic sesuai
anjuran medis
Penyuluhan Untuk Pasien Dan Keluarga
a) Sertakan dalam pemulangan pasien obat khusus yang harus di
minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kawaspadaan khusus saat
mengonsumsi obat tersebuat (misalnya, pembatasan aktivitas fisik,
pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalaminyeri membandel.
b) Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
pereda nyeri tidak dapat dicapai
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkat nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid
(misalnya, resiko ketergantungan atau overdosis).
e) Manajemen nyeri (NIC): Berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri,berapa lama aka berlangsung, dan antisipasi
ketidaknymanan akibat prosedur
f) Manajemen Nyeri (NIC)
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya , umpan
– balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS), hipnosis, relaksasi,iamjinasi terbimbing, terapi musik,
distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat atau dingin, dan masase ) sebelum, setelah, dan, jika
memungkinkan, selama aktivitas, yang menimbulkan nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri yang lain.
Aktivitas Kolaboratif
17
a. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam ) atau PCA.
b. Manajemen Nyeri (NIC)
1. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat.
2. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien dimasa lalu

Altivitas Lain

1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri


dan efek samping
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
dimasa lalu, seperti distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/
dingin
3) Hadir didekat pasien untuk memnuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi, meliputi tindakan sebagai
berikut :
a. Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi
b. Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
c. Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru dengan sikap
yang mendukung
d. Lihatlah pasien dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut aktivitas perawatan.
4) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakuakan pengalihan melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
5) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesik (misalnya, “Obat ini akan mengurangi
nyeri Anda”).
6) Eksplorasi perasaan takut ketagihan.
7) Manajemen Nyeri (NIC) :
a. Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan kendalikan faktor lingkungan yang dapat

18
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan).
b. Pastikan pemberian analgesik terapi atau strategi
nonfarmakologis sebelum melakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri
(Wilkinson, 2016, hal. 296-298)

d. Hambatan Mobilitas Fisik


1) Tujuan : Memperlihatkan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1 – 5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak mengalami gangguan):
a) Keseimbangan
b) Koordiansi
c) Performa posisi tubuh
d) Pergerakan sendi dan otot
e) Berjalan
f) Bergerak dengan mudah
Aktivitas keperawatan
1) Kaji kenutuhan terhadap bantuan pelayan kesehatan dirumah dan
kebutuhan terhadap peraltan pengobatan yang tahan lama
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
( misalnya, tongkat, walker, kruk, atau kursu roda)
3) Ajarkan dan bantu pasien berpindah ( misalnya dari tempat tidur ke
kursi)
4) Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
5) Berikan penguatan positif selama aktivitas
Penyuluhan
1) Ajarkan dan dukung pasien dalam latiha ROM aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahan
otot
2) Intruksikan dan dukung pasien untuk mengguanak trapeze atau
pemberat untuk meningkatkan serta mempertahankan kekuatan
ekstermitas atas
3) Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman

19
4) Intruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
5) Intruksikan pasien untuk memperhatikan kesejararan tubuhnya
dengan benar
Aktifitas Kolaboratif
1) Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mepertahankan atau
mengembalikan mobilitas sendi dan otot
2) Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam
perencanaan aktivitas perawatan pasien
3) Dukung pasien dan keluarga untuk memandan keterbatasan dengan
realistis
4) Berikan penguatan positif selama aktivitas
5) Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
(Wilkinson, 2016, hal. 267-269)

20
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta:


Salemba Medika.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J. (2016). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai