Anda di halaman 1dari 9

1.

Bagaimana fisiologi gerak volunteer dan involunter pada umn dan lmn yang
diatur oleh saraf pusat dan saraf tepi?

System extra pyramidal,lintasan 1 (area 4 dan 6 mel.aliva inferior,jika jaerdadi


kerusakan akan terjadi tremor) lintasan 2 (ventoral thalamus,jika terjadi kerusakan
akan mengeluarkan impuls yang tak normal, contoh : addison) lintasan 3 (area 4
dan 8, untuk inhibisi,ciri : gerakan involunter)

2. Mengapa penderita merasa lemah pada kedua tungkainya sejak 7 hari yang
lalu?
Autoimun
Gangguan konduksi neuromuscular. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi
menurun yang diyakini akibat cedera autoimun. Autoimun yang mengganggu
fungsi reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuscular
kelemahan otot
Virus/proses inflamasi (paling sering infeksi Campylobacter jejuni)
Merubah sel dalam system saraf sehingga system imun mengenali sel tersebut
menjadi se asing. Selanjutnya, limfosit T yang tersensitisasi dan makrofag akan
menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk
menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin
menyebabkan kerusakan myelin (NINDS, 2000)
Akibatnya demielinasi ringan hingga berat yang menggangu konduksi impuls
dalam saraf perifer yang terserang.
Demielinasi akson safar perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan
negative. Gejala positif: nyeri dan parestesia yang berasal dari aktivitas impuls
abnormal dalam serat sensoris atau “cross talk” listrik antara akson abnormal yang
rusak.
Gejala negative : kelemahan otot atau paralisis otot dan hilangnya reflex
tendon(kerusakan akson motorik), menurunnya sensasi(kerusakan serabut
sensorik).
Infeksi virus poliomyelitis menyerang sel kormu anterior medulla spinalis
serta nucleus nervus cranialis
Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI “konsep Klinis proses-
proses penyakit” Edisi 6 Vol 2.EGC
3. Mengapa keluhan semakin memberat sampai kelemahan pada otot lengan?
Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan
fungsi saraf perifer, yakni motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi
klinis yang utama adalah kelemahan motorik yang bervariasi, dimulai
dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-otot
pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien
menyadari adanya kelemahan pada tungkainya, seperti halnya ‘kaki
karet’, yakni kaki yang cenderung tertekuk (buckle), dengan atau
tanpa disestesia (kesemutan atau kebas).
Umumnya keterlibatan otot distal dimulai terlebih dahulu (paralisis
asendens Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari lengan. Seiring
perkembangan penyakit, dalam periode jam sampai hari, terjadi
kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk), interkostal, dan saraf
kranialis.
Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot
bulbar menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan
dengan disertai oleh drooling dan/atau terbukanya jalan nafas, serta
kesulitan bernafas.
Kelemahan otot wajah juga sering terjadi pada GBS, baik unilateral
ataupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata jarang, kecuali
pada varian Miller Fisher.
Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan
bervariasi pada GBS. Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif
(raba-tekan-getar) lebih berat daripada sensibilitas superfisial (raba
nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul
pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-
otot yang lemah, namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi
dengan analgesik standar. dan arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan
suhu umumnya ringan; bahkan Disfungsi kandung kencing dapat
terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila gejalanya berat,
harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak dijumpai
demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada
kasus berat, didapati hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi
fluktuasi tekanan darah, hipotensi ortostatik, dan aritmia jantung.
dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters
Clinic Jakarta.
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-
syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/

4. Apa hubungan demam dengan kelemahan otot?

Demam berhubungan dengan kelainan neuromuscular pada LMN (dasaraf tepi)


dan UMN (di cerebrum) ada yang karna infeksi setelah sembuh ada yang karna
virus,

5. Apa hubungan gangguan BAB dan BAK terhadap kelemahan otot?

Pengaturan reflek BAB sfingter ani dan otot

Pengaturan reflek BAK

Karna gangguan persarafan di perifer, atau di sepanjang selubung

6. Apa saja penyakit yang terdapat kelainan di neuromuscular dan bagaimana


patofisiologinya?

GBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik
subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:

1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun


terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS
tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah
beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.
2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil
masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan
pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski
3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan
otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.
4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng
yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil
yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang
terjadi pada pasien GBS.
5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya
terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada
kulit.
6. Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak,
namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan
serum asam aminolevulinik delta.
7. Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan
riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada
GBS.
8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah
tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok
spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.
9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala
meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.
10.Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan
pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki
jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam
24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya
gravitasi.

dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters Clinic
Jakarta.
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-
syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/

7. Apasaja drajat kekuatan otot motoric?

-0 tanpa ada kontraksi sama sekali

-1 hanya ada kontraksi

-2 ada gerakan namun tak bisa melawan gravitasi

-3 bisa melawan gravitasi

-4 ada gerak tetapi jatuh ketika diberi beban


-5 ada kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas (normal)

8. Bagaimana etiologi pada kelumpuhan otot?

Autoimun

Gangguan konduksi neuromuscular. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi


menurun yang diyakini akibat cedera autoimun. Autoimun yang mengganggu
fungsi reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuscular
kelemahan otot

Virus/proses inflamasi (paling sering infeksi Campylobacter jejuni)

Merubah sel dalam system saraf sehingga system imun mengenali sel tersebut
menjadi se asing. Selanjutnya, limfosit T yang tersensitisasi dan makrofag akan
menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk
menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin
menyebabkan kerusakan myelin (NINDS, 2000)

Akibatnya demielinasi ringan hingga berat yang menggangu konduksi impuls


dalam saraf perifer yang terserang.

Demielinasi akson safar perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan


negative. Gejala positif: nyeri dan parestesia yang berasal dari aktivitas impuls
abnormal dalam serat sensoris atau “cross talk” listrik antara akson abnormal yang
rusak.

Gejala negative : kelemahan otot atau paralisis otot dan hilangnya reflex
tendon(kerusakan akson motorik), menurunnya sensasi(kerusakan serabut
sensorik).

Infeksi virus poliomyelitis menyerang sel kormu anterior medulla spinalis


serta nucleus nervus cranialis

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI “konsep Klinis proses-


proses penyakit” Edisi 6 Vol 2.EGC
9. Mengapa didapatkan reflek fisiologis menurun pada pemeriksaan motoric ?
dan mekanismenya!

Bagaimana mekanisme reflek patologis?

10. Mengapa didapatkan hipostesi pada pemeriksaan kedua kaki ?

Akibatnya demielinasi ringan hingga berat yang menggangu konduksi impuls


dalam saraf perifer yang terserang.

Demielinasi akson safar perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan


negative. Gejala positif: nyeri dan parestesia yang berasal dari aktivitas impuls
abnormal dalam serat sensoris atau “cross talk” listrik antara akson abnormal yang
rusak.

Gejala negative : kelemahan otot atau paralisis otot dan hilangnya reflex
tendon(kerusakan akson motorik), menurunnya sensasi(kerusakan serabut
sensorik).

Gejala sensorik cenderung ringan dan dapat terdiri dari nyeri, geli, mati rasa, serta
kelainan sensasi getar dan posisi.

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI “konsep Klinis proses-


proses penyakit” Edisi 6 Vol 2.EGC

11. Apa saja factor yang menyebabkan kelemahan otot?

 Gangguan pada neuromuscular junction, diakibatkan karena


kerusakan pada reseptor Ach pada membrane post sinaps
(sarkolema) akibat adanya antibody terhadap reseptor tsb.
 Gangguan pada myelin saraf motoric (demielinasi polineuropati
akut), penyebab tersering karena virus yang merusak system
saraf dimulai dari myelin
Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
12. Apa saja pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap scenario?

Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas adalah adanya disosiasi


sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa
disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di
hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah
protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah
protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu
setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam
CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm

Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)


Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf,
antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal)
dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian
proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90%
kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai


degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala,
sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya
aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta
disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat
dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak
sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu)
serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear


sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah
selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi
limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit
atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.

Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan


peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada
kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya
jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta


sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral.
Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.

Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan


adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang


relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta
demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi
ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian
dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari
akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila
terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel
radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe,
hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

13. Bagaimana mekanisme terjadinya kelumpuhan?

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:

1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala


awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan
timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan
gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus
GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS
yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju
fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.
Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil,
dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan
telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase
penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang
hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan
monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan
cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita
umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta
fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang
meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu
proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan;
beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi,
sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa
bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi,
dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti
memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-
angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini
ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan
mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan
penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih
didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase
ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu
bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan
gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat
penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase
infeksi.

dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters Clinic
Jakarta.
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-
syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/

14. Bagaimana penatalaksanaan terhadap scenario tersebut?

Anda mungkin juga menyukai