Anda di halaman 1dari 14

I.

PENGERTIAN KOMITE AUDIT s


I.1 Komite Audit

Pada struktur corporate governance di Indonesia terdapat beberapa komite di bawah Dewan
Komisaris yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pembantu utama Dewan Komisaris dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Secara umum terdapat tiga komite dewan
komisaris yaitu:

1. Komite Audit (Audit Committee)


2. Komite Remunerasi (The Remuneration Committee)
3. Komite Nominasi (The Nominating Committee)

Di perbankan biasanya ada tambahan berupa Komite Corporate Governance (Corporate


Governance Committee) dan Komite Pemantau Risiko (Risk Oversight Committee). Peran
komite – komite ini sangat penting terutama membantu Dewan Komisaris mengawasi kinerja
keuangan perusahaan, sistem akuntansi, pengungkapan laporan keuagan dan manajemen risiko.

Peranan komite audit terutama sebagai perantara antara akuntan publik ( independent
externaI-auditor) dengan dewan komisaris dapat digambarkan pada Gambar 4.1.

Akuntan Publik Komite Audit Dewan Komisaris

Gambar 4.1 hubungan akuntan publik dengan dewan komisaris

Komite audit biasanya berasal dari pihak independen yang tidak memiliki hubungan
dengan eksekutif serta berasal dari luar perusahaan, dan dipimpin oleh komisaris independen.

Setiap tahun komite audit akan melakukan pertemuan sebanyak tiga sampai empat kali
untuk membahas mengenai hal yang berkaitan dengan perincian pekerjaan audit termasuk
besaran biaya audit, menerima dan mendiskusikan rekomendasi Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang memerlukan pengawasan dan tindakan lebih lanjut. Komite audit juga dapat
merekomendasikan penggantian KAP perusahaan kepada dewan komisaris.
Selain itu tugas komite audit adalah pemantauan manajemen risiko, sistem pangendalian
manajemen, audit internal dan kepatuhan terhadap Corporate Governance. Peran dan tanggung
jawab komite audit akan dituangkan dalam piagam komite audit (audit committee charter) dan
harus memperoleh persetujuan komisaris dan ditinjau ulang secara regular (Lukviarman, 2016).

Menurut the ASX Corporate Governance Council (Sutojo dan Aldridge, 2008) tugas
komite audit dalam kaitannya dengan eksternal auditor adalah:

1. Mengungkapkan dalam laporan tahun perusahaan apakah jasa non-audit yang diberikan
perusahaan akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan (bilamana ada)
telah mempengaruhi independensi mereka.
2. Memberikan rekomendasi kepada Board of Director dalam pengangkatan, penggantian,
remunerasi, dan memonitor efektivitas dan independensi auditor.
3. Menentukan ruang lingkup tugas eksternal auditor dan meninjau jangka waktu kontrak
dengan mereka.
4. Mempelajari ketidaksamaan pendapat yang substansian antara manajemen perusahaan
dan auditor (bilamana terjadi).
5. Memonitor jumlah ek-karyawan perusahaan akuntan publik yang diterima menjadi
karyawan perusahaan. Memonitor independensi karyawan - karyawan tersebut.
6. Meneliti apakah berbagai macam hubungan bisnis antara perusahaan dengan ekternal
auditor dapat mempengaruhi independensi auditor dalam mengemukakan pendapat
mereka.
7. Paling sedikit sekali setahun menyelenggarakan rapat dengan eksternal auditor tanpa
dihadiri manajemen perusahaan.

Indonesia mewajibkan perusahaan membentuk komite audit dan tercantum dalam pedoman
Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa keuangan, dan juga tercantum dalam
Code of Good Corporate Governance yang disusun oleh Komite Nasional Korporat Governance.
Biasanya komite audit diangkat untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat di perpanjang pada
akhir masa jabatan.

Agar pelaksanaan tugas komite audit berjalan lancar maka dibentuk ikatan formal dan
pengelolaan, secara professional yang dituangkan dalam piagam komite audit (audit committee
charter) yang disetujui oleh dewan komisaris.
Menurut Ticker (2009) sebagaimana dikutip Lukviarman (2016) dalam beberapa tahun
terakhir peran dan tanggung jawab komite audit telah berkembang dengan cakupan semakin luas.
Pada kebanyakan kasus di perusahaan terbuka peranan komite audit berhubungan dengan tugas
memberikan nasihat dan masukan terkait:

 Sistem pengendalian internal manajemen,


 Pengawasan dan monitoring terhadap audit internal,
 Komunikasi dengan KAP
 Memberikan laporan kepada dewan komisaris terhadap proses dan isu audit
 Melakukan reviu terhadap informasi keuangan yang akan disampaikan kepada
pemegang saham dan pihak lainnya yang berkepentingan
 Memberikan nasihat dan masukan tentang berbagai hal terkait akuntabilitas dewan
komisaris serta memastikan kepatuhan terhadap implementasi CG sesuai dengan
standar yang ditetapkan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/Pojk.04/2015 Tentang Pembentukan dan


Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan Komite Audit adalah komite yang
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan
tugas dan fungsi Dewan Komisaris.

Dalam menjalankan fungsinya, Komite Audit memiliki tugas dan tanggung jawab paling
sedikit meliputi:

a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau
Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan,
proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan
Publik;
b) Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;
c) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara
manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;
d) Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang
didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan imbalan jasa;
e) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;
f) Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan
oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko
di bawah Dewan Komisaris;
g) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik;
h) Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi
benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan
i) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Audit mempunyai wewenang sebagai berikut:

a) Mengakses dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang
karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan;
b) Berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang
menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan
tanggung jawab Komite Audit;
c) Melibatkan pihak independen di luar anggota Komite Audit yang diperlukan untuk
membantu pelaksanaan tugasnya (jika diperlukan); dan
d) Melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

Menumt Komite Nasional Kebijakan Governance Komite Audit bertugas membantu Dewan
Komisaris untuk memastikan bahwa:

a) Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum,
b) Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,
c) Pelaksanaan audit internal maupun eksterna| dilaksanakan sesuai dengan standar audit
yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
d) Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk
disampaikan kepada Dewan Komisaris;
e) Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan
tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.

Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, demikian juga perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan
yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen
dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah
seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.

II. KOMITE LAINNYA


II.1 Komite Remunerasi dan Nominasi

Di Indonesia Komite Nominasi dan Remunerasi adaIah Komite Dewan Komisaris


Perusahaan yang dubentuk untuk memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no.
34/POJK.O4/2014 tentang Komite Nominasi dah Remunerasi Emiten atau Perusahaan Publik
yang diterbitkan pada 8 Desember 2014 (POJK no. 34/2014). Menurut POJK no 34
POJK.O4/2014 Tanggung Jawab
Komite Nominasi dan Remunerasi melakukan evaluasi serta menyusun dan memberikan
rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai system kebijakan remunerasi dan nominasi
bagi Komisaris, Direksi, Pejabat eksekutif secara menyeluruh. Dengan demikian, tugas utama
komite remunerasi adalah membantu Board of Directors dalam merancang paket kebijakaan
balas jasa Directors dan eksekutif senior yang memandai dan kompetitif, namun masih dalam
batas kewajaran. Dengan demikian, diharapkan kinerja perusahaan serta komisaris dan eksekutif
meningkat.

Sedangkan komite nominasi bertanggung jawab mencari dan menominasi kandidat yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan Presiden Direktur, Direktur dan manajer senior.
Secara periodik melakukan evaluasi kinerja Direktur dan merencanakan penggantian jika
diperlukan.

Komite Nominasi dan Remunerasi

a) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam


menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem
remunerasinya;
b) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris mempersiapkan
calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya.
Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk
memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar;
c) Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai
oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku
profesi dari luar perusahaan;
d) Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam
RUPS.

2.2 Komite Kebijakan Risiko

Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem
manajemen risko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil
oleh perusahaan. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Koinisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.

2.3 Komite Kebijakan Corporate Governance

a) Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam


mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai
konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung
jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility);
b) Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan Komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan; Bila
dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat digabung dengan
Komite Nominasi dan Remunerasi.
3. Prinsip-prinsip GCG di Komite Audit
Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good
corporate governance (GCG) karena merupakan “mata” dan “telinga” dewan komisaris dalam
rangka mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah
satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk mewujudkan prinsip GCG di suatu
perusahaan publik, maka prinsip independensi (independency), transparansi dan pengungkapan
(transparency and disclosure), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), serta kewajaran (fairness) harus menjadi landasan utama bagi aktivitas komite
audit. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam aktivitas komite audit akan dijelaskan lebih lanjut
dalam bagian berikut.
3.1 Prinsip Independensi
Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang
saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu, anggota komite audit seharusnya tidak
memiliki hubungan bisnis apa pun dengan perusahaan maupun hubungan kekeluargaan
dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari benturan
kepentingan. Oleh karena itu, nama-nama anggota komite audit (terutama di perusahaan
publik) hendaknya diumumkan ke masyarakat atau publik sebagai wujud akuntabilitas
terhadap sikap independensi mereka. Hal ini penting agar masyarakat dapat melakukan
kontrol sosial serta penilaian terhadap para anggota komite audit tersebut.
3.2 Prinsip Transparansi
Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter),
program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan
dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada
komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure).
Diharapkan agar laporan tersebut dituangkan dalam laporan tahunan (annual report)
perusahaan yang dipublikasikan kepada publik.

3.3 Prinsip Akuntabilitas


Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota
komite audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi, dan
pengalaman di bidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara
profesional.
3.4 Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yang dijalankan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris.
3.5 Prinsip Kewajaran
Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak.
Mengingat sangat pentingnya aspek manajemen risiko (risk management) dalam
pengelolaan perusahaan, maka komite audit diharapkan dapat melakukan identifikasi risiko
potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan serta alternatifpemecahannya. Selain itu,
yang tidak kalah penting adalah bahwa komite audit juga berkewajiban untuk menjaga tingkat
kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap kebijakan atau peraturan yang berlaku.
4. Komite Audit di Indonesia
Perkembangan praktik komite audit di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga sesuai
dengan jenis atau karakteristik perusahaan yang ada, seperti perbankan, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan perusahaan publik.
4.1 Komite Audit Perbankan
Seperti halnya komite audit di perusahaan, komite audit perbankan dapat dipandang
sebagai wujud mekanisme pengendalian yang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
pengawasan. Tetapi menurut para pengamat ekonomi atau perbankan, pada praktiknya,
sebagian besar komite audit perbankan ternyata tidak berjalan dengan efektif. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya bank yang dilikuidasi karena pailit sehingga usahanya
terpaksa harus dibekukan. Hal ini membuktikan bahwa aspek pengendalian di perbankan di
Indonesia sangatlah lemah. Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan bank tersebut
adalah belum diterapkannya good corporate governance serta kinerja komite audit perbankan
yang belum efektif.
Bank Indonesia akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank-bank
Umum. Pasal 12 ayat (1) dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris wajib
membentuk paling tidak komite audit, komite pemantau risiko, serta komite remunerasi dan
nominasi. Sementara, Pasal 38 dari peraturan itu menyebutkan bahwa struktur keanggotaan
komite audit setidaknya terdiri atas:
1) Seorang komisaris independen (yang sekaligus menjabat sebagai ketua)
2) Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memiliki keahlian di bidang
keuangan atau akuntansi
3) Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memiliki keahlian di bidang
hukum atau perbankan.
Jumlah komisaris independen dan pihak independen yang menjadi anggota komite
audit paling tidak merupakan 51% dari jumlah anggota komite audit. Anggota komite audit
wajib memiliki integritas, ahlak, dan moral yang baik.
4.2 Komite Audit di Badan Usaha Milik Negara
Ketentuan mengenai komite audit BUMN diatur dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003. Pasal 70 UU tersebut menyebutkan bahwa komisaris dan
dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan
berfungsi untuk membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada
komisaris atau dewan pengawas. Sementara, keterangan lebih rinci tentang komite audit
diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 103 Tahun 2002, yang
merupakan revisi terhadap Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No.KEP-
133/M-PBUMN/1999 Tanggal 8 Maret 1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi
BUMN.
Pasal 14 ayat (1) dalam Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002
mengenai Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN menyebutkan bahwa
komisaris atau dewan pengawas BUMN yang harus membentuk komite audit mencakup:
1) BUMN yang mempunyai kegiatan usaha di bidang asuransi dan jasa keuangan
lainnya
2) BUMN yang menjadi perusahaan terbuka
3) BUMN yang berada dalam persiapan privatisasi
4) BUMN yang asetnya bernilai paling tidak Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah).

Untuk BUMN selain yang dimaksudkan dalam ayat 1 tersebut, komisaris atau dewan
pengawasnya juga dapat membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi
membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya. Lebih lanjut lagi, ayat 5 menyebutkan
bahwa komite audit tersebut bertugas untuk membantu komisaris atau dewan pengawas
dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal serta efektivitas pelaksanaan
tugas auditor eksternal maupun internal.
Komite audit di BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka (go public) diatur
dengan Keputusan Menteri BUMN No.KEP-103/MBU/ZOOZ Tanggal 4 Juni 2002 tentang
Pembentukan Komite Audit bagi BUMN. Keputusan tersebut merupakan revisi dari
Keputusan Menteri Negara BUMN No.KEP-l33/M-PBUMN/1999 Tanggal 8 Maret 1999
yang mengatur mengenai hal yang sama. Pasal 3 ayat l dalam Keputusan Menteri BUMN
tersebut menyatakan bahwa tugas komite audit memiliki lima tugas sebagai berikut.
1) Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan
Pengawasan Internal (SPI) maupun auditor eksternal sehingga pelaksanaan dan
pelaporan yang tidak memenuhi standar dapat dicegah.
2) Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen
perusahaan serta pelaksanaannya.
3) Memastikan bahwa telah terdapat prosedur penelaahan yang memuaskan terhadap
informasi yang dikeluarkan oleh BUMN kepada pemegang saham, termasuk brosur,
laporan keuangan berkala, proyeksi atau ramalan, dan informasi keuangan lainnya.
4) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris atau dewan
pengawas.
5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh komisaris atau dewan pengawas
sepanjang masih berada dalam lingkup tugas dan kewajiban komisaris atau dewan
pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional dan independen


kepada dewan komisaris mengenai laporan atau hal-hal lain yang disampaikan oleh direksi
kepada dewan komisaris, serta untuk mengidentiflkasikan hal-hal yang memerlukan
perhatian dewan komisaris. Komite audit diharapkan untuk menaati seluruh ketentuan yang
berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal - Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK), Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia (BEI), maupun keputusan menteri
BUMN bagi BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka (go public).
Selain itu, komite audit juga dapat menilai efektivitas pengendalian internal (internal
control), termasuk fungsi auditor internal maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI),
sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang peningkatan efektivitas auditor internal
guna meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Komite audit di BUMN dapat
berperan lebih aktif apabila ternyata auditor internal BUMN tersebut tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Komite audit juga dapat melakukan sinergi dengan auditor internal,
seperti melakukan audit bersama (joint audit) untuk aspek-aspek strategis yang memerlukan
pendalaman audit lebih lanjut.
4.3 Komite Audit di Perusahaan Publik
Kehadiran komite audit di perusahaan publik telah mendapat respon yang cukup
positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, BaPepam-LK, Bursa Efek Indonesia, para
investor, profesi penasihat hukum (advokat), profesi akuntan, serta perusahaan penilai
independen (independent appraisal company). Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek
Jakarta No.SE-008/BEI/12-2001 Tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit
disebutkan bahwa:
1) Komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang, termasuk ketua komite audit
2) Anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang. Anggota
komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjabat sebagai ketua komite audit
3) Anggota komite audit lainnya berasal dari pihak eksternal yang independen. Yang
dimaksud dengan pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang bukan
merupakan komisaris, direksi, maupun karyawan dari perusahaan tercatat tersebut.
Sedangkan, yang dimaksud dengan pihak independen adalah pihak di luar perusahaan
tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan
perusahaan tercatat tersebut maupun dengan komisaris, direksi, serta pemegang
saham utamanya, serta mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai
dengan etika profesionalnya dengan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Ketentuan mengenai keanggotaan komite audit juga diatur dalam Surat Edaran
Bapepam No.SE-03/PM/2000 Tanggal 5 Mei 2000 dan Keputusan Direksi Bursa Efek
Jakarta (BEJ) No. Kep-315/BEJIO6/2000. Dalam surat dan keputusan tersebut dinyatakan
bahwa komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang anggota, seorang di antaranya
merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit,
sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen, di mana setidaknya
satu di antaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan/atau keuangan.
Menurut penulis, keberadaan komite audit di perusahaan publik sampai saat ini masih
sekadar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja. Hal ini ditunjukkan
dengan penunjukan anggota komite audit di perusahaan publik yang sebagian besar bukan
didasarkan atas kompetensi dan kapabilitas yang memadai, namun lebih didasarkan pada
kedekatan dengan dewan komisaris perusahaan. Anggota komite audit semacam ini sulit
diharapkan untuk dapat bekerja secara profesional.
5. Komunikasi Komite Audit
Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan komisaris,
direksi, maupun auditor internal dan eksternal. Salah satu fungsi komite audit adalah
menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang
diselenggarakan oleh manajemen serta auditor internal dan eksternal. Komite audit pada
umumnya memiliki akses langsung ke setiap unsur pengendalian dalam perusahaan.
Pada saat ini, komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi yang lancar antara komite
audit dengan pihak yang berkepentingan akan menghasilkan peningkatan kinerja perusahaan,
terutama untuk aspek pengendalian. Berikut akan dijelaskan mengenai komunikasi komite audit
dengan berbagai pihak yang berkepentingan.
5.1 Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris
Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite
audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala.
Selain itu, apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit akan
membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
5.2 Komunikasi Komite Audit dengan Manaiemen
Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam rangka meningkatkan pengendalian perusahaan. Menurut Ridley dan Roth,
pola hubungan antara komite audit dengan nmnajemen adalah sebagai berikut:
“Members of management should attend audit committee meetings and be actively involved
in reporting on many of the matters discussed above. At the same time, the audit committee
has the responsibility to view management’s assertions with a healthy skepticism and to look
to the internal and external auditors for perspective.There may be occassions when the audit
committee meets privately with members of management, such us to discuss the appointment
or dismissal of internal or external auditors. And there should be occassions when the audit
committee meets in executive session with no one else present. For example, to fulfill their
oversight role, they may want to have candid discussions about the quality of management.”
Menurut Institute of Internal Auditors Research Foundation, dalam rangka
melaksanakan tanggung jawabnya, komite audit memerlukan interaksi yang signifikan dan
efektif dengan manajemen. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa kehadiran manajemen
dalam tiap rapat merupakan suatu keharusan. Yang baik adalah jika manajemen berpartisipasi
secara aktif dalam rapat komite. Selain itu, komite audit juga bertanggung jawab untuk
melaporkan aktivitas manajemen yang krusial bagi komite tersebut.
5.3 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal
Komunikasi antara auditor internal dengan komite audit antara lain diatur dalam
Pernyataan Standar Auditing (Statement on Auditing Standard-SAS) No.61. Dalam standar
tersebut disebutkan 8 hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor internal dengan komite
audit, yaitu:
1) Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal clan bahwa laporan keuangan
bebas dari kesalahan material
2) Seleksi kebijakan akuntansi
3) Estimasi akuntansi
4) Dampak penyesuaian dari hasil audit
5) Pertanggungjawaban data nonkeuangan yang disepakati bersama
6) Ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor internal
7) Diskusi pemilihan auditor eksternal
8) Masalah proses akuntansi, seperti keterlambatan penyampaian laporan atau batas
waktu laporan yang tidak masuk akal.
5.4 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal
Salah satu tanggung jawab komite audit adalah menilai laporan audit dari auditor
eksternal. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan dari dewan
komisaris dan kompetensi yang dimilikinya diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi auditor
eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar
Auditing No.380 mengatur mengenai komunikasi antara akuntan publik (auditor eksternal)
dengan komite audit. Komunikasi antara komite audit dengan auditor'eksternal dapat
berbentuk lisan maupun tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain meliputi:
1) Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia
2) Kebijakan akuntansi yang signifikan
3) Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
4) Penyesuaian audit yang signiflkan
5) Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan
6) Ketidaksepakatan dengan manajemen
7) Konsultansi dengan akuntan lain
8) Masalah besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum mengambil keputusan
untuk mempertahankan auditor
9) Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit.

Anda mungkin juga menyukai