Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANDIRI

SEROLOGI IMUNOLOGI
Nama : Kharida Zainatus Salamah
NPM : 1743050004

Jelaskan definisi reaksi hipersensitivitas!


Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun yang patologik dan terjadi akibat respon imun
yang berlebihan yang tidak diinginkan karena adanya ketidakseimbangan antara mekanisme
efektor dari respon imun dan mekanisme kontrol yang normalnya bekerja membatasi respon serta
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Jelaskan jenis – jenis reaksi hipersensitivitas (Tipe I, II, III, dan IV) serta mekanismenya!
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) dibagi 4 tipe reaksi
berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu :
Tipe I :
Atau reaksi cepat adalah reaksi yang muncul segera setelah allergen masuk dalam tubuh.
Disebut juga reaksi alergi, reaksi anafilaksis dan immediate hypersensitivity. Patogenesisnya,
alergen yang masuk melalui lapisan mukosa ditangkap oleh sel B, kemudian terjadi aktivasi sel T
helper 2 dan terjadi pertukaran kelas. Kemudian sel B memproduksi IgE. IgE terikat pada FcRI
pada sel mast. Apabila terjadi pajanan atau sensitasi ulang terhadap alergen, terjadi aktivasi sel
mast dan dikeluarkannya mediator seperti sitokinin, vasoaktif amin dan mediator lipid. Sitokin
akan membuat reaksi fase lambat 2 – 24 jam setelah pajanan ulang terhadap alergen, sedangkan
vasoaktif amin dan mediator lipid akan bereaksi cepat, dalam beberapa menit setelah pajanan
ulang. Ada 3 fase :
Pertama, Fase sensitisasi : yakni alergen yang masuk ke tubuh akan segera di tangkap oleh
fagosit. Setelah itu, antigen tersebut akan diproses dan dipresentasikan pada sel T helper 2.
Responnya, sel T helper 2, melepas sitokin yang menstimulasi sel B memproduksi IgE. IgE
nantinya diikat oleh sel – sel yang memiliki reseptor IgE spesifik misalnya sel mast, basophil dan
eosinophil.
Kedua, Fase aktifasi : yakni saat terpajan alergen, IgE spesifik di permukaan sel mast akan
langsung bereaksi terhadap alergen tersebut. Kejadian terikatnya alergen IgE tersebut memacu
degranulasi sel mast sehingga keluarlah berbagai mediator dari granula sel, seperti histamin dan
mediator lipid.
Ketiga, Fase efektor : setelah kontak dengan alergen, akan terjadi metabolisme asam
aracidonat prostaglandin dan leukotriene dikeluarkan. Inilah fase lambat dari reaksi
hipersensitivitas tipe I.
Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah asma bronchial, rhinitis alergi, urtikaria, dan
dermatitis atropik.

Tipe II :
Merupakan reaksi sitotoksik, sitolitik dan hipersensitivitas yang di mediasi oleh antibodi.
Reaksi ini akan membentuk antibodi IgM dan IgG akibat respon antigen. Ikatan antigen antibodi
mengaktivasi komplemen dan terjadi aktivasi neutrophil dan makrofag.
Fagosit dan opsonisasi : sel dikenali oleh reseptor Fc yang sebelumnya diopsonisasi oleh
antibody IgG pada fagosit spesifik. Saat antibodi IgM dan IgG di permukaan sel, sistem
komplemen akan teraktivasi menghasilkan produk, terutama C3b dan C4b. Kedua protein itu
terletak pada permukaan sel dan dikenali oleh fagosit yang mengekspresikan reseptor untuk
keduanya. Terjadilah fagositosis pada sel yang diopsonisasi tersebut.
Selain itu komplemen teraktivasi memicu pembentukan membrane attack kompleks yang
membuat lubang pada membran bilayer lipid. Sehingga membran terganggu dan terjadi lisis
osmosis sel.
Sel – sel yang dilingkup IgG konsentrasi rendah akan dimatikan oleh beragam sel efektor.
ADCC dapat diperantarai oleh monosit, neutrophil, eosinophil dan sel Nature Killer (NK).
Reaksi inflamasi : antibodi yang terdiposit pada jaringan mengaktivasi komplemen hingga
terbentuk berbagai produk termasuk agen kemotaktik terutama C5a yang menarik leukosit PMN
dan MN serta anafilatoksin. Leukosit pun teraktivasi yang akan memicu produksi substansi lain
yang menyebabkan kerusakan jaringan. Di sisi lain di keluarkannya banyak proinflamantorik,
vasodilator, dan kemotaktik. Rangkaian kejadian inilah yang menimbulkan inflamasi termediasi
antibodi.
Reaksi disfungsi seluler : pada sebagian kasus ada antibodi yang melawan reseptor pada
permukaan sel. Akibatnya terjadilah gangguan dan disregulasi fungsi sel tanpa disertai cedera
maupun inflamasi sel.
Contoh reasi hipersensitivitas tipe II adalah anemia hemolitik AIHA, kerusakan jaringan
pada penyakit autoimun, seperti mistenia gravis dan tirotoksikosis, dan sindrom goodpasture dan
rusaknya sel darah merah karena reaksi transfusi.
Tipe III :
Reaksi tipe III disebut juga kompleks imun yakni terjadi kompleks antigen – antibodi IgM
dan IgG dalam jaringan yang memicu komplemen yang akan dikeluarkannya berbagai mediator
seperti faktor kemotaksis makrofag.
Juga akan menstimulasi basophil dan trombosit yang mengakibatkan pelepasan mediator
seperti histamine. Akhirnya terjadi permeabilitas vaskuler. Antigen berasal dari bakteri patogen,
virus, jamur, bahan inhalasi dan lain sebagainya.
Contoh reaksi tipe III adalah : SLE (Sistemik Lupus Eritematosus), glomerulonephritis,
serum sickness dan reaksi arthus.

Tipe IV :
Reaksi ini disebut juga reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau sel T mediated
hipersensitivitas. Reaksi ini timbul lebih dari 24 jam setelah pajanan. Reaksi ini melalui delayed
hipersensitivitas dan sel T mediated citolisis.
Dalam delayed tipe, akan melalui sel CD4, dimana sel ini melepaskan sitokunyang
mengaktivasi makrofag sehingga timbul inflamasi. Kerusakan jaringan akibat produk makrofag
yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, dan oksida urat. Contohnya
dermatitis kontak, granuloma, reaksi tuberculin.
Tipe sel T mediated sitolisis, melalui sel CD8 yang akna mendestruksi sel sasaran. Disini
akan terjadi inflamasi yang diperantarai sitokin. Contohnya dermatitis kontak, skleross multiple,
diabetes mellitus tipe I, artritis reumathoid, penyakit usus inflamatorik dan tuberculosis.

Jelaskan penyakit yang berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas!


Asma merupakan salah satu contoh eaksi hipersensitivitas tipe I yang termediasi oleh IgE.
IgE memegang peranan penting dalam reaksi asma. Berawal dari alergen yang terhirup di kenali
oleh antigen presenting cell (APC). Setelah dikenali, alergen diproses dan dipresentasikan menuju
sel T. Sel T memberikan respon berupa interleukin yang menstimulasi sel B untuk memproduksi
IgE. Antibodi ini mengikat mast cell dan basophil pada reseptor berafinitas tinggi di permukaan
mast cell dan basophil. Ikatan IgE menginduksi degranulasi mast cell dan basophil sehingga
melepaskan mediator inflamasi (seperti histamin). Penggunaan rekombinan monoclonal anti IgE
adalah satu contoh imunoterapi asma. Rekombinan monoclonal anti IgE menghambat ikatan
langsung IgE pada permukaan mast cell dan basophil. Karena IgE tidak dapat berinteraksi dengan
sel inflamasi (seperti mast cell, basophil), sehingga reaksi hipersensitivitas dan dikurangi
(direduksi).

REFERENSI :

Abbas AK. Lichman, AH. Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6th edition.
Philadelphia : Elsevier Saunders.

Barata Widjaja, KG. Rengganis. I. 2012. Imunologi Dasar edisi 10. Jakarta : Penerbit FKUI

Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, 2010. Robbin and Cotran Pathologic Basic of Disease.
8th edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.

Tim Penulis, 2014. Kapita Selekta Kedokteran Essentials Medicine, edisi IV, jilid II. Jakarta :
Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai