Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun oleh :

NAHFI LUTFIATI

P1337420615037

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2018
.LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. DEFINISI

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan


(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa


adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam
diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada
sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).

Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera


terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. MACAM-MACAM HALUSINASI

1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

2. Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar


kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.

3. Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor,
kejang, atau dimensia.

4. Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

5. Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa


tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

6. Cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine

7. Kinisthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.


1. PENYEBAB

A.FAKTOR PREDIPOSISI

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan


respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih


luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon


dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita


seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
B. FAKTOR PRESIPITASI

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah


adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. MANIFESTASI KLINIK

1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,


kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua / comdemming

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal


dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti


peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi


terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik.

Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai


dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya


beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat / conquering/ panik

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa
yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :

4. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya


sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic
dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang

5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh
atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana
yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.

2) Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.

3) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada


Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4) Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain
agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak
bertentangan.

Psikofarma:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan
3. Obat anti depresi : Amitripilin
4. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5. Obat anti insomnia : Phneobarbital
6 POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,Orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial menarik diri


7 ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal

MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan

alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga

datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah,

dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa

pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,

penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan

pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan

keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,

yang diikuti dalam masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah


6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,

afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat

kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan

kembali.

b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta

membersihkan dan merapikan pakaian.

c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan

stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan

tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,

psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.


A. Daftar masalah keperawatan

a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi

c) Isolasi sosial : menarik diri


H. Analisa data

No Data Subyektif Data Obyektif


1. Klien mengatakan melihat atau Tampak bicara dan ketawa sendiri.
mendengar sesuatu. Klien tidak Mulut seperti bicara tapi tidak keluar
mampu mengenal tempat, waktu, suara.
orang. Berhenti bicara seolah mendengar
atau melihat sesuatu. Gerakan mata
2. yang cepat.

Klien mengatakan merasa kesepian. Tidak tahan terhadap kontak yang


Klien mengatakan tidak dapat lama.
berhubungan sosial. Tidak konsentrasi dan pikiran
Klien mengatakan tidak berguna. mudah beralih saat bicara.
Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan
3. ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
Klien mengungkapkan takut.
Klien mengungkapkan apa yang Wajah klien tampak tegang, merah.
dilihat dan didengar mengancam dan Mata merah dan melotot.
membuatnya takut. Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :

1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi


2. Isolasi sosial: Menarik Diri

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

C. Fokus intervensi halusinasi


Menurut Rasmun (2001:43-48) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan
dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :

Tujuan umum:

1. Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

Tujuan khusus

TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1) Kriteria evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

2) Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan :

a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d) Jelaskan tujuan pertemuan.

e) Jujur dan menepati janji.

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien


Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi


selanjutnya.

TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.

b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

2) Intervensi

a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.

Rasional :

Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat
memutuskan halusinasinya.

b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.

Rasional :

Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam


melakukan intervensi.

c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di
dengar.

– Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.

– Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
– Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.

– Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Rasional :

Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya


halusinasi.

d) Diskusikan dengan klien tentang :

– Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.

– Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika
sendiri, jengkel, sedih)

Rasional :

Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah


tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.

e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

Rasional :

Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.

TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk


mengendalikan halusinasinya.

b) Klien dapat menyebutkan cara baru.


c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien.

d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.

e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

2) Intervensi

a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi


(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)

Rasional :

Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.

b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.

Rasional :

Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.

c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :

– Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.

– Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk

bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.

– Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

– Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.

Rasional :

Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.


d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi
secara

bertahap, misalnya dengan :

– Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.

– Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.

– Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).

– Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).

– Mencari teman untuk ngobrol.

Rasional :

Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu
cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.

e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil.

Rasional :

Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.

f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.

Rasional :

Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.

TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi

a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.

b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk


mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi

a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan

pertemuan dengan sopan dan ramah.

Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi


selanjutnya.

b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.

Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :

– Pengertian halusinasi

– Gejala halusinasi yang dialami klien.

– Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.

– Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri

kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.

– Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak

terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Rasional :

Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah


pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah
halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

1) Kriteria evaluasi

a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
obat.

b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.

d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.

e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

2) Intervensi

a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat
minum obat.

Rasional :

Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien


melaksanakan program pengobatan.

b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan


manfaatnya.

Rasional :

Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.

c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat
yang dirasakan.

Rasional :

Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah
minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.

Rasional :

Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.

e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat,
benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).

Rasional :

Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk


pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.

Antonim. 2008. Askep Halusinasi. Dimuat dalam


http://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/. (Diakses : 8 Agustus
2012)

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai