Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“KONSEP BUDAYA, ANTROPOLOGI DAN


TRANSCULTURAL NURSING“

NAMA : DEA PUTRI RAMADHANI

NIM : PO713201181159

TINGKAT/KELAS : 2/D

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PRODI DIII KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan tugas tentang
“Konsep Budaya, Antropologi dan Transcultural Nursing”.
Saya tentu menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk tugas ini, supaya tugas ini nantinya dapat menjadi tugas yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada tugas ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga tugas ini dapat be rmanfaat, sekian dan terima kasih.

Makassar, 30 september 2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................3

Latar Belakang..................................................................................................................................3
Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
Tujuan Penulisan...............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

Konsep Budaya………………………….........................................................................................5
Ilmu Antropologi…………..….……………....................................................................................9
Transcultural Nursing……………..…...………………………...……………...…………….…..10

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................14

Kesimpulan.....................................................................................................................................14
Saran...............................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil jauhnya
dimulai dengan hanya satu langkah. Pembaca dari materi ini juga baru memulai suatu langkah kedalam
lapangan dari suatu bidang ilmu yang disebut dengan Antropologi. Benda apa yang disebut dengan
Antropologi itu? Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa
orang mungkin mempunyai ide-ide tentang Antropologi yang didapat melalui berbagai media baik
media cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah membaca
literature-literature atau tulisan-tulisan tentang Antropologi. Banyak orang berpikir bahwa para ahli
Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi
bekerja menggali sisa-sisa kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan –
peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya itu. Pandangan
yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang
Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang
mempunyai pandangan yang sangat keras terhadap penciptaan manusia dari sudut agama kemudian
melindungi bahkan melarang anak-anak mereka dari Antroplogi dan doktrin-doktrinnya. Bahkan masih
banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau meneliti orang-orang yang aneh
dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-
kebiasaan yang bagi masyarakat umum adalah asing. Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini
pada tingkat tertentu ada benarnya, tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang ingin
mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya meraba bagian-bagian
tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi
juga pada Antropologi. Pandangan yang berdasarkan informasi yang sepotong-sepotong ini
mengakibatkan kekurang pahaman masyarakat awam tentang apa sebenarnya Antropologi itu.
Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu tentang asal-mula manusia dan
perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang masih sederhana
(sering disebut dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi juga mempelajari tingkah-laku manusia
di tempat-tempat umum seperti di restaurant, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern lainnya.
Mereka juga tertarik dengan bentuk-bentuk pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang ini
sama tertariknya ketika mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi
pada masa lampau atau masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di daerah yang terpencil.

3
Di Indonesia banyak sekali kita temui budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat
sehingga cara berfikir masyarakat satu dengan lainnya berbeda-beda .Dengan nilai yang mereka anut
sudah menjadi suatu kebiasaan dan terkadang sulit untuk dirubah. Mereka sering kali memecahkan
masalah terutama untuk kesehatan dengan hal-hal yang kadang tidak rasional , bersifat mistis dan
sangat bertolak jauh dengan ilmu medis. Kepercayaan ini didapat sejak dari nenek moyang dan sudah
diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga sangat sulit untuk mengubah persepsi dan kepercayaan
mereka .yang kita lihat mereka masih nyaman dan masih tetap dengan cara yang mereka lakukan ,
mereka berfikir hal tersebut yang paling ampuh untuk menyembuhkan penyakit walaupun pada
kenyataannya sangat bertolak belakang dengan ilmu medis. Ada sebagian orang yang masih
mengganggap ilmu medis itu merepotkan dan memerlukan biaya yang sangat mahal ,mereka lebih
senang memanfaatkan ilmu dukun yang mereka percayai dapat menyebuhkan penyakit.

Rumusan Masalah
1. Apa arti dari Konsep Budaya?
2. Apa arti dari Ilmu Antropologi?
3. Apa arti dari Transcultural Nursing?

Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui Konsep dari Kebudayaan.
- Untuk megetahui ilmu bidang Antropologi.
- Untuk memahami arti dari Transcultural Nursing.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Budaya
Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara
pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti
penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan
pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan
oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti
apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi
dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian yang
sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi
yang pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli
Antropologi. Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara
para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam
Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan defenisi kebudayaan
yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari: “Kebudayaan adalah
seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja
yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek
kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan
juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk
tertentu. Seperti semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan dengan beberapa
aspek “di luar sana” yang hendak diteliti oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang
dibuat membantu peneliti dalam melakukan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus
dipelajari. Salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi adalah perbedaan dan
persamaan mahluk manusia dengan mahluk bukan manusia seperti simpanse atau orang-utan yang
secara fisik banyak mempunyai kesamaan-kesamaan. Bagaimana konsep kebudayaan membantu
dalam membandingkan mahluk-mahluk ini? Isu yang sangat penting disini adalah kemampuan
belajar dari berbagai mahluk hidup. Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan
dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang
khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan
disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini
sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti

5
perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu
perubahan dalam gen nya. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel. Berbeda
dengan manusia, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan yang
luar biasa dari manusia untuk belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusia tidak terlalu
istimewa dalam belajar karena mahluk lainnya pun ada yang mampu belajar, tetapi kemampuan
belajar dari manusia sangat luar-biasa dan hal lain yang juga sangat penting adalah kemampuannya
untuk beradaptasi dengan apa yang telah dipelajari itu.
a. Kebudayaan Diperoleh dari Belajar
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak
diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk
membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain
yang tingkah-lakunya digerakan oleh insting. etika baru dilahirkan, semua tingkah laku
manusia yang baru lahir tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak
termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah kebutuhan
akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi
bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara memakan adalah bagian
dari kebudayaan. Semua manusia perlu makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari
kelompok-kelompoknya menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara
yang berbeda.
b. Kebudayaan Milik Bersama
Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan seorang individu
harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli Antropologi membatasi diri
untuk berpendapat suatu kelompok mempunyai kebudayaan jika para warganya memiliki
secara bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui
proses belajar. Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-
nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki bersama oleh para warga
dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat sendiri dalam Antropologi adalah
sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa yang
biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.
c. Kebudayaan sebagai Pola
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya
yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan
kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar
dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-

6
keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita
semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang
telah mereka patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga
masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka
tidak akan ada apa yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari
pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena
pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.
Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para pendukung suatu
kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu pendukungnya selalu mengikuti cara-cara
berlaku dan cara berpikir yang telah dituntut oleh kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan
kebudayaan baru terasa kekuatannya ketika dia ditentang atau dilawan. Pembatasan
kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu pembatasan kebudayaan yang langsung dan
pembatasan kebudayaan yang tidak langsung. Pembatasan langsung terjadi ketika kita
mencoba melakukan suatu hal yang menurut kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal
yang tidak lazim atau bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan
ada sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal yang dilakukannya
masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal
yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar tata-tertib yang berlaku
dimasyarakatnya, maka dia mungkin akan dihukum dengan aturan-aturan yang berlaku dalam
masyarakatnya.
d. Kebudayaan Bersifat Dinamis dan Adaptif
Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi
manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan
mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada
lingkungan sosialnya. Banyak cara yang wajar dalam hubungan tertentu pada suatu kelompok
masyarakat memberi kesan janggal pada kelompok masyarakat yang lain, tetapi jika dipandang
dari hubungan masyarakat tersebut dengan lingkungannya, baru hubungan tersebut bisa
dipahami. Misalnya, orang akan heran kenapa ada pantangan-pantangan pergaulan seks pada
masyarakat tertentu pada kaum ibu sesudah melahirkan anaknya sampai anak tersebut
mencapai usia tertentu. Bagi orang di luar kebudayaan tersebut, pantangan tersebut susah
dimengerti, tetapi bagi masrakat pendukung kebudayaan yang melakukan pantangan-
pantangan seperti itu, hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri pada lingkungan fisik
dimana mereka berada. Mungkin daerah dimana mereka tinggal tidak terlalu mudah memenuhi
kebutuhan makan mereka, sehingga sebagai strategi memberikan gizi yang cukup bagi anak

7
bayi dibuatlah pantangan-pantangan tersebut. Hal ini nampaknya merupakan hal yang sepele
tetapi sebenarnya merupakan suatu pencapaian luar biasa dari kelompok masyarakat tersebut
untuk memahami lingkungannya dan berinteraksi dengan cara melakukan pantangan-
pantangan tersebut. Pemahaman akan lingkungan seperti ini dan penyesuaian yang dilakukan
oleh kebudayaan tersebut membutuhkan suatu pengamatan yang seksama dan dilakukan oleh
beberapa generasi untuk sampai pada suatu kebijakan yaitu melakukan pantangan tadi. Begitu
juga dengan penyesuaian kepada lingkungan sosial suatu masyarakat; bagi orang awam
mungkin akan merasa adalah suatu hal yang tidak perlu untuk membangun kampung jauh
diatas bukit atau kampung di atas air dan sebagainya, karena akan banyak sekali kesulitan-
kesulitan praktis dalam memilih tempat-tempat seperti itu. Tetapi bila kita melihat mungkin
pada hubungan-hubungan sosial yang terjadi di daerah itu, akan didapat sejumlah alasan
mengapa pilihan tersebut harus dilakukan. Mungkin mereka mendapat tekanan-tekanan sosial
dari kelompok-kelompok masyarakat disekitarnya dalam bentuk yang ekstrim sehingga mereka
harus mempertahankan diri dan salah satu cara terbaik dalam pilihan mereka adalah
membangun kampung di puncak bukit. Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat
tertentu merupakan cara penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara
penyesuaian tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan mungkin saja akan
memilih cara-cara yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Alasan mengapa masyarakat
tersebut mengembangkan suatu jawaban terhadap suatu masalah dan bukan jawaban yang lain
yang dapat dipilih tentu mempunyai sejumlah alasan dan argumen. Alasan–alasan ini sangat
banyak dan bervariasi dan ini memerlukan suatu penelitian untuk menjelaskannya. Tetapi harus
diingat juga bahwa masyarakat itu tidak harus selalu menyesuaikan diri pada suatu keadaan
yang khusus. Sebab walaupun pada umumnya orang akan mengubah tingkah-laku mereka
sebagai jawaban atau penyesuaian atas suatu keadaan yang baru sejalan dengan perkiraan hal
itu akan berguna bagi mereka, hal itu tidak selalu terjadi. Malahan ada masyarakat yang dengan
mengembangkan nilai budaya tertentu untuk menyesuaikan diri mereka malah mengurangi
ketahanan masyarakatnya sendiri. Banyak kebudayaan yang punah karena hal-hal seperti ini.
Mereka memakai kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bentuk penyesuaian terhadap keadaan-
keadaan baru yang masuk kedalam atau dihadapi kebudayaannya tetapi mereka tidak sadar
bahwa kebiasaan-kebiasaan yang baru yang dibuat sebagai penyesuaian terhadap unsur-unsur
baru yang masuk dari luar kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri. Disinilah
pentingnya filter atau penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Karena sekian
banyak aturan, norma atau adat istiadat yang ada dan berlaku pada suatu kebudayaan bukanlah
suatu hal yang baru saja dibuat atau dibuat dalam satu dua hari saja. Kebudayaan dengan

8
sejumlah normanya itu merupakan suatu akumulasi dari hasil pengamatan, hasil belajar dari
pendukung kebudayaan tersebut terhadap lingkungannya selama beratus-ratus tahun dan
dijalankan hingga sekarang karena terbukti telah dapat mempertahankan kehidupan masyarakat
tersebut. Siapa saja dalam masyakarat yang melakukan filterasi atau penyaringan ini tergantung
dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran akan melakukan penyaringan ini juga tidak selalu sama
pada setiap masyarakat dan hasilnya juga berbeda pada setiap masyarakat. Akan terjadi pro-
kontra antara berbagai elemen dalam masyarakat, perbedaan persepsi antara generasi tua dan
muda, terpelajar dan yang kolot dan banyak lagi lainnya.

B. Ilmu Antropologi
Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah hidup
pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Mahluk manusia ini hanyalah
satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang milyar tahun yang lalu.
diperkirakan muncul lebih dari 4 Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari
manusia. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu
Ekonomi yang mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia
dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak
mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan
Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusaha untuk melihat segala
aspek dari diri mahluk manusia pada semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara
umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka
bertingkah-laku seperti itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-
studi Antropologi. Cabang-cabang dalam Ilmu Antropologi Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi
juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan.
Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering
disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
1. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari
gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk
manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa
ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu
memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain
menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan

9
pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam
penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
2. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau.
Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup
atau senjata. Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah
menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk
kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan
yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-
sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa
saja mereka itu dulu berinteraksi.
3. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan
dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia,
baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini
bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam
pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa
yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang
hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara
mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang
ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok
yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi
Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi
kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang
dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada
kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala
serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh
dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.

C. Transcultural Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan

10
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku
Caring. Caring adalah esensidari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada
manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala
manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan
fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.
 Konsep Dalam Transcultural Nursing
o Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
o Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan
keputusan.
o Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang dating dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
o Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
o Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
o Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia.
o Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
o Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku
pada ndividu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan

11
baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia.
o Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
o Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan
dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi
kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat,
berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan
damai.
o Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa
ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain

 Proses Keperawatan Transcultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrewand Boyle,
1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian adalah proses
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar
belakang budaya klien (Giger and David hizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7
komponen yang ada pada Sunrise Model yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus

12
dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama panggilan,
umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan
dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukan kedalam
kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi harus
dingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari
kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari luar,
akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan memperkenalkan variasi-
variasi baru dalam tingkah-laku yang akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari
akan menjadi bagian dari kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam
lingkungan kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan membuat
kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi tersebut.

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang
sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada
masyarakat dan kehidupan sosialnya. Di antara ilmu-ilmu sosial, dan alamiah, antropologi memiliki
kedudukan, tujuan, manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat dalam merumuskan
penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek
biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.

Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang


difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat
sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajarai mulai dari kehidupan biologis sebelumnya,
kehidupan psikologis, kehidupan sosial dan spiritualnya. Perencanaan dan pelaksanaan proses
keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat
memahami latar belakang budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan
budaya klien. Penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi keperawatan transkultural.

Saran

Setelah membaca makalah ini,diharapkan ada kritik dan saran yang dapat membangun sehingga
kami dapat menyempurnakan makalah kami.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://tikapratiwi92.blogspot.com/2012/02/makalah-konsep-budaya.html

http://maristiaerning.blogspot.com/2016/10/makalah-antropologi.html

https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2017/06/makalah-transcultural-nursing.html

http://kuliahkeperawatan9.blogspot.com/2015/06/transkultural-nursing.html

http://dhieakamoto.blogspot.com/2011/01/makalah-transkultural-nursing.html

15

Anda mungkin juga menyukai