Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEORI AKUTANSI

Teori Institusional (Institusional Theory) Dan Pilihan Organisasi (Organization Change)

DISUSUN OLEH KELOMPOK II :

1. Desi Septianingsih (I2F018004)


2. Feryansyah (I2F018008)
3. Lalu Nova Sazayusma (I2F018010)

JENJANG PENDIDIKAN PASCA SARJANA (S2)

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Bimillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum wr.Wb.

Puji syukur dipanjatkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas ini dengan judul “Teori Institusional (Institusional Theory) Dan Pilihan
Organisasi (Organization Change)”. Dalam menyelesaikan Tugas ini, upaya maksimal penulis lakukan untuk
mendapatkan hasil yang terbaik agar dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang dibuat baik
sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman
yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan tidak menutup diri
terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi penulis.

Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan dan masyarakat luas.
Aamiin…

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Mataram, 25 Mei 2019


Penulis

TIM KELOMPOK II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Organisai merupakan sebuah wadah atau tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk bekerjasama
secara rasional dan sistematis, terkendali, dan terpimpin untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada. Dalam mencapai tujuan, sekelompok orang dalam organisasi tersebut
tentunya memiliki regulasi sebagai standar kerja. Regulasi ini bertujuan untuk mengatur dan membatasi
sumberdaya yang dimiliki agar saling bersinergi dalam proses pencapaian tujuan dan menciptakan manajemen
yang baik dalam organisasi. Dengan adanya regulasi, tentu harus disertai dengan pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas pada setiap anggota organisasi. Pembagian tugas tersebut bisa dilakukan dengan pembentukan
beberapa devisi yang bertanggungjawab pada beberapa tugas dan tanggungjawab. Organisasi tidak dapat berdiri
tanpa adanya dukungan dan izin dari masyarakat, sebab organisasi dapat bertahan hidup karena masyarakat. Hal
ini sesuai dengan pemikiran dari teori institusional.

Pemikiran yang mendasari teori institusional (Institutional Theory) adalah didasarkan pada pemikiran
bahwa untuk bertahan hidup, organisasi harus meyakinkan kepada public atau masyarakat bahwa organisasi
adalah entitas yang sah (legitimate) serta layak untuk didukung. Selain itu, teori institusional digunakan untuk
menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam organisasi public. Teori telah muncul menjadi terkenal
sebagai penjelas yang kuat dan popular, baik untuk tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang
disebabkan oleh factor eksogen, factor eksternal, factor social, factor ekspektasi masyarakat, dan factor
lingkungan. Teori institusional berpendapat bahwa organisasi yang mengutamakan legitimasi akan memiliki
kecenderungan untuk berusaha menyesuaikan diri pada harapan eksternal atau harapan social dimana organisasi
berada. Berdasarkan paparan diatas maka teori institusional perlu untuk dibahas secara detail dengan maksud
untuk lebih memahami teori institusional tersebut. Sehingga makalah ini akan menyajikan pembahasan
mengenai teori institusional.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana penjelasan tentang teori
institusional?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan materi tentang teori institusional.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Teori institusional (Institutional Theory)

Teori institusional (Institutional Theory) atau teori kelembagaan core idea-nya adalah terbentuknya
organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler
(1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang
membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted)
sebagai norma-norma dalam konsep organisasi.

Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan organisasional yang luas dimana setiap organisasi saling
mempengaruhi bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau institusionalisasi (pelembagaan). Di Maggio
dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), menyebutnya sebagai proses imitasi atau adopsi mimetic sebuah
organisasi terhadap elemen organisasi lainnya. Menurut Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson
(1995), organisasi terbentuk oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh
kemudian di institusionalkan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut. Proses
legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui tekanan negara-negara dan pernyataan-pernyataan. Teori
institusional dikenal karena penegasannya atas organisasi hanya sebagai simbol dan ritual.

Perspektif yang lain dikemukakan oleh Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson (1995), yang
mengklaim bahwa organisasi berada dibawah tekanan berbagai kekuatan sosial guna melengkapi dan
menyelaraskan sebuah struktur, organisasi harus melakukan kompromi dan memelihara struktur operasional
secara terpisah, karena struktur organisasi tidak ditentukan oleh situasi lingkungan tugas, tetapi lebih
dipengaruhi oleh situasi masyarakat secara umum dimana bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh legitimasi,
efektifitas dan rasionalitas pada masyarakat.

Kekhususan teori institusional terletak pada paradigma norma-norma dan legitimasi, cara berpikir dan
semua fenomena sosiokultural yang konsisten dengan instrumen tehnis pada organisasi. DiMaggio dan Powell
(1983) dalam Donaldson (1995), melihat bahwa organisasi terbentuk karena kekuatan di luar organisasi yang
membentuk lewat proses mimicry atau imitasi dan compliance. Kontributor lain teori ini adalah Meyer dan
Scott (1983) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa organisasi berada di bawah tekanan untuk
menciptakan bentuk-bentuk sosial yang hanya terbentuk oleh pendekatan konformitas dan berisi struktur-
struktur terpisah pada aras operasional.

Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), melihat ada tiga bentukan institusional yang
bersifat isomorphis yaitu, pertama; coersif isomorphis yang menunjukkan bahwa organisasi mengambil
beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan-tekanan negara dan organisasi
lain atau masyarakat yang lebih luas. Kedua; mimesis isomorphis, yaitu imitasi sebuah organisasi oleh
organisasi yang lain. Ketiga, normatif isomorphis, karena adanya tuntutan profesional. Sementara konsep lain
pada teori institusional menurut Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson (1995) adalah loose-coupling yaitu
teori institusional mengambil tempatnya sebagai sistem terbuka.

2.2. Institusionalisasi

Coercive isomorphism (ketika organisasi terpaksa melakukan adopsi struktur atau aturan). Mimetic
Isomorphism (ketika organisasi mengkopi atau meniru organisasi lainnya, biasanya disebabkan karena
ketidakpastian). Normative Isomorphism (ketika orang mengadopsi berbagai bentuk karena tuntutan profesional
organisasi sementara itu sendiri mengklaim bahwa mereka superior), Di Maggio dan Powell (1983) dalam
Donaldson (1995), kemudian mengidentifikasikan beberapa penyesuaian organisasi pada teori institusional
antara lain:
1. Penyesuaian Kategorial

Hal ini terjadi ketika aturan-aturan institusional mengarahkan organisasi membentuk struktur mereka.
Konvensi-konvensi tersebut kemudian ia akan menghasilkan struktur yang homogen. Konvensi-konvensi
tersebut kemudian menjadi semacam ‘kamus struktur’ (Meyer dan Rowan, 1977). Organisasi digabungkan
dalam sebuah sistem keyakinan kognitif seperti ini karena akan memperbesar legitimasi mereka dan akan
menambah sumber dan kapasitas ketahanan mereka.

2. Penyesuaian Struktural

Disebabkan oleh peraturan pemerintah, ketidakpastian lingkungan, atau mencari legitimasi. Perusahaan
akan mengadopsi struktur organisasi yang spesifik (biasanya dengan menyewa seseorang dari perusahaan yang
sukses atau menyewa konsultan). Pemerintah biasanya memberlakukan peraturan baru pada organisasi seperti
program keselamatan kerja atau kelompok gerakan afirmatif. Kelompok profesional biasanya membentuk
sejumlah program-program akreditasi.

3. Penyesuaian Prosedural

Disamping struktur, organisasi biasanya terpengaruh untuk melakukan sesuatu dalam beberapa cara
pula. Kadangkala penyesuaian atau adopsi adalah hasil dari ketidakpastian atau paksaan (coersive), dan
pemaknaan normatif. Pada umumnya ‘rasionalitas mitos atau ritual’ diacu dari Meyer dan Rowan (1977),
sebagai prosedur standar pada program TQM (Total Quality Management), PERT Chart (Program Evaluation
Review Techniques) dalam mencapai standar prosedur pengoperasian, dua kelompok utama yang membutuhkan
prosedur adalah pemerintah dan kelompok profesional (DiMaqqio dan Powell, 1983). Para pengacara menjadi
perantara bagi keduanya dan menguasai sebagian prosedur keorganisasian.

4. Penyesuaian Personil

Organisasi modern memiliki berbagai aturan spesialisasi disertai dengan sertifikat profesional
(khususnya pada organisasi di Barat). Penyesuaian terhadap aturan-aturan institusi biasanya perlu untuk
menyewa atau menggunakan personil yang spesifik. Kebutuhan lisensi atau akreditasi biasanya harus
memenuhi presentasi (%) kualifikasi personil dalam posisi kunci. Sertifikat sangat penting sebagai sumber
legitimasi. Kebutuhan pendidikan selalu meningkat sesuai bagian dari posisi kerja walaupun tidak jelas
hubungan antara tujuan pendidikan dengan produktifitas. Hal ini terlihat jelas pada benda institusional
ketimbang ketrampilan tehnis yang berbasis pada efektivitas. Memiliki secarik sertifikat atau pekerja
berpendidikan merupakan signal bagi lingkungan bahwa seseorang merupakan pekerja modern, perusahaan
yang bertanggung jawab menggunakan kriteria rasional dalam menyeleksi dan mempromosikan personilnya.

Pertanyaan mengapa organisasi pada umumnya (sebagai fakta sosial) melakukan isomorphis?
Jawabannya menurut penganut teori institusional adalah karena organisasi mengadaptasikan dirinya lewat
proses mimesis atau pengadopsian dan imitasi isomorphis, berupa penerimaan nilai-nilai, norma-norma dalam
membentuk aturan yang dilegitimasi. Pemenuhan lewat nilai-nilai dan norma-norma dapat terjadi karena
perilaku sebagai implikasi dari penerimaan nilai dan norma tersebut dapat dipahami dan bersifat taken for
granted. Realitas bagi penganut teori institusional merupakan produk dari proses sosial. Pilihan sosial dilakukan
dan dimediasikan serta dihubungkan oleh perencanaan institusional.

Penganut teori institusional meyakini bahwa keteraturan dapat dicapai melalui institusi. Teori ini
mengkritisi model ekonomi neo-klasik, yang menurut hemat mereka mendiskriminasikan atau menciptakan
asumsi yang tidak rasional antara nilai-nilai pasar dengan nilai-nilai sosial. Mereka menolak model rasional
aktor dan curiga terhadap deduksi yang dirumuskan pada model neo-klasik karena dominannya kepentingan
pribadi di dalamnya. Penganut teori ini mempercayai bahwa keteraturan dapat dicapai via institusi, dimana
institusi dibangun atas tindakan sosial. Institusi merupakan tempat untuk membatasi individu dan kelompok.

Studi empiris terhadap coersif isomorphism dilakukan oleh Tolbert dan Zuckler (1983), Fleigstein
(1990), Baron (1986), Dobbin (1988), Orru (1991), dalam Donaldson (1995). Studi Tolbert Zuckler (1983),
mendukung adanya coersif isomorphism dalam penjelasan kognitif terhadap efek institusional. Mereka
menemukan bahwa proses coersif harusnya mengadopsi bentuk yang lain terhadap organisasi sebagai alternatif
pembentuk bukan hanya bersifat taken for granted, menerima nilai-nilai dan norma-norma dalam lingkungan
tetapi perlu ada faktor actor pada organisasi yang menentukan bentuk organisasi. Fleigstein (1990) dalam
Donaldson (1995), mendukung adanya coersif isomorphism sebagai aspek yang terjadi dalam organisasi,
namun temuan Fleigstein menunjukkan bahwa aspek strategi dalam organisasi yang lebih menentukan struktur.

Baron (1986) dalam Donaldson (1995), menjelaskan bahwa coersif isomorphism terbentuk oleh faktor
besaran (size) organisasi. Dobbin (1988) dalam Donaldson (1995), menjelaskan bahwa coersif isomorphism
dipengaruhi oleh besaran, penyeragaman (unionization), dan pemerintah. Orru (1991) dalam Donaldson (1995),
melihat ada kekhasan isomorphis pada pola, strategi dan budaya setempat yang menentukan adopsi organisasi.
Jadi konsep ini merujuk pada organisasi yang mengadopsi ciri-ciri tertentu karena tekanan dari negara,
organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas.

Konsep ini menyebutkan ada berbagai macam tekanan antara lain dalam hal kekuasaan, kewajiban legal,
ancaman gugatan, perolehan legitimasi, sumber dana, subordinasi pada organisasi induk, kebutuhan untuk
menyesuaikan pada sebuah sistem tehnis (telekomunikasi dan interkoneksi), penyesuaian dengan aturan-aturan
yang dilembagakan. Kesemuanya ini perlu mendapat penerimaan pada struktur organisasi yang kuat dan hirarki
serta idiologi-idiologi yang terasionalisasi. Bentuk-bentuk coersif tersebut bisa formal maupun informal dan
mengarah pada kepatuhan atau hanya kepatuhan secara sitiuasional. Penyelidikan empiris isomorphisme coersif
yang dipelajari oleh kelima peneliti adalah sebagai berikut:

1. Tolbert dan Zuckler (1983)

Mereka menemukan bahwa disuatu negara dimana pemerintahan negara secara legal membutuhkan
suatu bentuk pengadopsian pemerintahan kota, maka mereka mengadopsi peraturan-peraturan pelayanan sipil
lebih dahulu katimbang dalam negara yang tidak memiliki aturan legal demikian. Pemikiran ini konsisten
dengan pemikiran Weberian yang menyatakan bahwa tatanan legal dapat menyebabkan kepatuhan badan-badan
yang berada pada satu subyek.

2. Fleigstein (1990)

Ia mengungkapkan peran negara secara ekstensif pada badan ekonomi khususnya pengaruh peraturan
anti trust dalam mewujudkan bentuk dan tingkatan difersifikasi. Fleigstein (1990), berusaha membuktikan
bahwa teori institusional berusaha menunjukkan secara empiris bagaimana peran negara dalam pembentukkan
organisasi. Menurut Donaldson (1995) hal ini merupakan subyektifitas Fleigstein. Aspek yang subyektif pada
teori institusional adalah mengenai kontrol dan hal-hal kognitif yang hanya merupakan interpretasi Fleigstein
semata. Fleigstein mengemukakan bahwa negara mempengaruhi tingkat difersifikasi yang digunakan oleh
sebuah koorporasi dalam strategi mereka, karena strategi difersifikasi mempengaruhi struktur organisasi. Akan
tetapi hal ini menurut Donaldson (1995) tidak terjadi secara langsung karena struktur organisasi lebih
dipengaruhi oleh strategi.

3. Baron (1986)

Baron (1986), meneliti perubahan-perubahan administrasi personel pada industri Amerika Serikat
selama PD-II. Selama masa perang, pemerintah di negara liberal (Barat) sangat dominan dalam menjalankan
kehidupan kenegaraan (dilegitimasi oleh situasi gawat darurat), yang menurunkan otonomi dari sektor swasta
dan badan-badan komersial lainnya. Badan-badan tersebut mengubah administrasi personel internal mereka,
yang pada situsasi gawat darurat diperlukan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan besarnya kekuatan negara
terhadap organisasi.

4. Dobbin (1988)

Ia meneliti tentang kasus jabatan-jabatan personel. Dobbin membuat indeks jumlah personel
dibandingkan dengan pengaruh jumlah, penyatuan, dan pemerintahan. Hasilnya Dobbin mendukung pengaruh
pemerintahan pada organisasi sebagai bentuk isomorphis coersif dan mendukung aspek-aspek yang
dikemukakan Baron. Dobbin juga mempelajari tentang pengadopsian oleh organisasi yang berorientasi pada
elemen struktural, guna menjamin proses yang sedang berlangsung atau dipakai untuk para pegawai. Apa yang
diungkapkan Dobbin menunjukkan bahwa pemerintah mempengaruhi organisasi yang menjadi bagian dari
pemerintah atau bergantung terhadap pemerintah.

5. Orru (1991)

Orru (1991), menyajikan analisis mengenai organisasi pasar di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan yang
terbentuk secara institusional. Ia menunjukkan adanya perbedaan karakter institusionalisasi yang khas di
masing-masing negara tersebut. Karakter institusional di masing-masing negara memiliki keistimewaan
tersendiri, termasuk pada sistem pemerintahan negara, pola warisan kekayaan, strategi dan kebijakan, dan
definisi kultur dari organisasi yang terlegitimasi. Obyek studi Orru sebenarnya berfokus bukan pada
perusahaan, akan tetapi lebih pada kelompok-kelompok perusahaan sebagai kunci untuk mengetahui kondisi
tiap negara dan homogenitas pada tiap negara. Ia berusaha untuk meneliti tentang peranan negara dan efek dari
kekayaan milik perusahaan keluarga.
Kesimpulan dari kelima peneliti ini adalah; bukti tentang struktur internal organisasi dipengaruhi oleh
negara. Tahap analisa pada teori institusional biasanya dimulai dengan persoalan adaptasi intern perusahaan
kemudian baru dibahas tentang persoalan institusional. Penekanan yang dilakukan organisasi adalah entitas
yang diberdayakan dengan memberi arti dan penyesuaian secara antusias terhadap perilaku individual. Pada
perusahaan multinasional manajer berfungsi sebagai subyek organisasi, ditinjau dari sisi perusahaan dan
pengaruh luar, hal ini menjadi hal yang paling utama yang dibahas oleh teori institusional. (Doz dan Prahalad,
1991).

2.3. Struktur Organisasi

Dampak negara terhadap struktur organisasional secara langsung dipelajari pada tiga penilitian; Tolbert
dan Zuckler, Baron, Dobbin. Secara tidak langsung (melalui strategi) dikemukakan oleh Fleigstein. Baik secara
langsung maupun tidak langsung hal ini merupakan kesimpulan yang dibuat oleh Orru. Pengaruh-pengaruh
yang mencerminkan koersi (pemaksaan/tekanan) dan kewajiban legal dapat pula merefleksikan kekuasaan
negara yang memberikan legitimasi atau penghargaan berupa kontrak, sertifikat dan lainnya. Jadi kekuasaan
negara terhadap organisasi yang menjadi subyek hanya merujuk pada konsep coersif ishomorphism pada teori
institusional. Aspek ini didukung oleh kelima peneliti tersebut.

Isomorphisme mimetis, merujuk pada peniruan dari suatu organisasi oleh organisasi lain (Di Maggio
dan Powell, 1991, 1969) dalam Donaldson (1995). Bila tidak yakin mengenai bagaimana upaya untuk
melangkah maju, sebuah organisasi dapat meniru dari organisasi yang lain. Pola ini memfokuskan pada
organisasi-organisasi yang terlihat ‘lebih sukses’ dan lebih mendapatkan legitimasi dari organisasi yang
menirunya. Bagi sebuah organisasi dengan suatu masalah yang memerlukan solusi secara rasional, terutama
yang berada dibawah ketidakpastian, dalam artian tidak dimilikinya pengetahuan ilmiah mengenai solusi paling
efektif maka organisasi tersebut melakukan adopsi terhadap organisasi yang lain.

Ada empat isu yang dibahas pada isomorphisme mimesis yaitu:

1. Peningkatan isomorphism
Mengungkapkan definisi peningkatan isomorphisme institusional adalah peningkatan homogenitas
antara negara-negara di Amerika Serikat, yang mengindikasikan peningkatan homogenisasi pada negara sebagai
refleksi proses institusionalisasi berupa penyesuaian dan rasionalisasi.

2. Late Adoption

Tolbert dan Zuckler (1983) menggunakan sebuah kasus untuk menjelaskan secara institusional analisis
mereka mengenai pengadopsian secara historis dari peraturan sipil sebagai bagian dari reformasi administrasi
kependudukan di Amerika Serikat. Mereka mengemukakan bahwa pengadopsian awal dari praktek-praktek
tersebut oleh beberapa kota merupakan suatu upaya rasional untuk mengatasi masalah. Pengadopsian
selanjutnya oleh kota lain merupakan suatu respons terhadap apa yang telah menjadi norma institusional yang
menentukan praktek-praktek legitimasi. Tolbert dan Zuckler (1983) melihat perubahan struktur sebagai
orientasi terhadap keefektifan internal untuk pengadopsian awal, tetapi tidak terhadap penyesuaian institusional
selanjutnya. Ia hanya berupa adopsi nilai-nilai dan norma-norma.

3. Teori institusional sebagai sebuah tradisi

Teori institusional sebagai sebuah tradisi dijelaskan oleh Eisenhardt (1998) dari pengamatannya
terhadap sistem pembayaran yang berbeda-beda yang digunakan pada toko-toko retail. Alasan mengapa toko-
toko retail atau grosir membayar dengan cara yang berbeda adalah karena sejak awal toko-toko tesebut sudah
menerapkan cara-cara demikian atau sudah menjadi tradisi.

4. Mimicry

Fleigstein (1985) menawarkan sebuah analisis secara sosiologis mengenai penyebabpenyebab


pengadopsian struktur yang bersifat multidivisi oleh sebuah koorporasi. Fleigstein (1985) kemudian
menemukan bukti bahwa perusahaan lebih suka mengadopsi struktur multidivisional sebagaimana telah mereka
temukan dari perusahaan lain dalam industri yang sama yang telah melakukannya. Hal ini diidentifikasikannya
sebagai efek mimesis. Fleigstein juga mencatat bahwa perusahaan akan mendivisionalisasikan strukturnya
apabila pesaing-pesaing merubah strukturnya pula. Bila pesaing mengadopsi struktur yang layak, dan mereka
mencapai performansi organisasi yang secara relatif superior dibanding perusahaan yang sudah dan belum
mendivisionalisasikan strukturnya maka akan terjadi apa yang disebut sebagai efek mimesis.
Loose-coupling, menjelaskan organisasi sebagai sistem terbuka agak berbeda dengan pandangan
konvensional teori organisasi yang melihat pengoperasian organisasi sebagai inti pembahasan. Pengoperasian
lewat pengendalian terhadap hirarki manajemen atau tugas manajemen dalam penjelasan teori institusional
bukanlah variabel utama, tetapi lingkungan institusionallah yang lebih menentukan lewat penjelasan idiologi,
norma, dan nilai-nilai pada masyarakat sebagai variabel utama penjelasan teori organisasi sebagai sebuah sistem
terbuka. Hal ini dijelaskan oleh argumen Meyer dan Scott (1983, dalam Donaldson, 1995), pada penilitian
mereka terhadap sekolah di Amerika Serikat yang membuktikan adanya loose-coupling pada organisasi karena
tekanan lingkungan institusional, dengan kata-kata mereka sebagai berikut:

“Agreement on the nature of the school system and norms governing it are worked out at quite general
collective levels (through political processes, the development of common symbols, occupational agreements).
Each school and district, and each teacher, each pricipal, and district officer, acquires an understanding of
eductional process and division of labour not from relating to others within same institutional environtment.
From sharing the same educational; culture (hlm.176)”.

Dalam perspektif yang lain Donaldson (1995) melihat bahwa teori ini dibentuk karena adanya
konstruksi-konstruksi sosial. Menurut Donaldson (1995) teori ini berbasis pada Weber (1922), tentang
birokrasi, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut misalnya oleh Meyer dan Rowan (1977) yang berargumen
bahwa legitimasi rasional pada struktur formal (legitimacy of rational formal structures) memiliki pengaruh
besar terhadap proses birokrasi. Norma-norma yang berlaku pada masyarakat modern dibangun dalam aturan,
pengertian, dan pemaknaan yang diadopsikan ke dalam institusi struktur sosial.

Aturan-aturan institusional kemudian diidentifikasikan sebagai konstruksi sosial (Berger dan Lukman,
1967), taken for granted, yang didukung oleh opini publik, dipaksa oleh undang-undang (Starbuck, 1976).
Institusi biasanya memasuki kehidupan sosial sebagai fakta yang harus diterima oleh para aktor pada organisasi.
Implikasinya adalah kegiatan manajemen merupakan kegiatan ritual pada organisasi. Meyer dan Rowan (1977)
menyebutkan pada pengantar bukunya sebagai berikut:

”In modern societies, formal organizational structures arise in institutionalized context. These formal
organization seek legitimacy from their environments in order to maintain survival. Legitmacy by adopting, in
ceremonial way, powerful myths in the shape of institutionalized poducts, service, techniques, policies, and
programs. Rationalized myths as the principles of universalism (Parsons, 1971), contrcts, (Spencer, 1897),
restitution (Durkheim, 1933) and expertise (Weber, 1947) are reflected in diverse occupations, organizational
programs and organizational practices. Comformity to this institutional forces may conflict with the efficiency
criteria. On the other hand, opperations aimed towards the accomplisment of efficiency…are said to undermine
an organization’s ceremonial conformity (p.340), and consequently, its legitimacy. Thus in order to resolve
these conflicts, organization build gaps between their formal structures and actual works activities, and become
loosely coopled (hlm.I).

Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa trend perkembangan
birokrasi dan efisiensi yang dipacu oleh kompetisi yang dikembangkan oleh teori Weber sudah tidak relevan
lagi. Perkembangan birokrasi masih berlangsung tetapi tidak dipacu oleh kompetisi dan pencapaian efisiensi,
tapi karena birokrasi sudah menjadi norma-norma pada sebuah organisasi dan merupakan bagian yang sifatnya
homogen pada struktur organisasi. Terjadi demikian karena adanya tekanan dari negara dan profesi-profesi pada
masyarakat.

Jadi teori ini dibahas dalam elemen kultural yang luas, struktur sosial dan simbol-simbol yang
membentuk lingkungan institusional. Adopsi terhadap struktur yang spesifik merupakan tujuan utama
pandangan teori ini katimbang pemaknaannya sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan performansi secara
sempit pada sebuah organisasi.

Mainstream utama teori ini adalah proses isomorphism (pengadopsian) yang dibahas oleh DiMaggio,
Powell, dan Zuckler, dengan argumen mereka yang menyatakan bahwa organisasi melakukan proses mimicry
dan compliance dalam mendesain struktur organisasi. Teori Institusional pada cakupan perusahaan
multinasional memberikan sumbangan dalam hal keluasan hubungan, kesadaran akan saling ketergantungan,
informasi dan pola dari kompetisi, dan tentang perilaku penggabungan antar organisasi sebagai faktor yang
menentukan sebuah organisasi beradaptasi, pada konteks lingkungan yang kompleks dan tak terkendali. Dalam
hal ini memang teori institusional sangat konsisten, terutama pada semangat awal pengkategorian atau
mengkatergorisasi pekerjaan dalam struktur perusahaan multinasional, serta memberikan pemahaman terhadap
studi tentang adaptasi organisasi dalam keberagaman tipe lingkungan dimana sebuah perusahaan multinasional
berada. Dalam tinjauan tertentu teori institusional dapat diterapkan pada cakupan organisasi yang luas, karena
teori institusional konsisten dengan observasi mereka terhadap perusahaan multinasional dengan berbagai
pendekatan mereka khususnya terhadap organisasi transnasional. Dalam konteks perusahaan multinasional
pendekatan proses dalam manajemen dilakukan dengan dua jalan yaitu; strategi yang tepat dan pencapaian
tujuan dengan tingkat kesulitan tinggi.
2.4. Kritik Terhadap Teori Institusional

Kritik terhadap teori institusional dilakukan oleh Rogers (1962), Thompson (1967), Rumelt (1974),
Fleigstein (1985), Donaldson (1987), Eisenhardt (1998), Baron (1986), Dobbin (1988, 1991), Orru (1991),
Mars dan Manari (1976, 1980), Suzuki (1980), Lincoln (1981), Oliver (1992), Pfeffer dan Salancik (1978),
Galakiewicz (1991), Kraatz dan Zajak (1992). Donaldson (1995), sangat detail membahas teori ini, sekitar 50
halaman dicurahkan olehnya dalam buku American Anti-Management Theories of Organization untuk
membahas perspektif ini. Donaldson menemukan adanya kontradiksi pada tubuh teori institusional baik dalam
hal penulisan dan isi paradigma yang oleh Donaldson digambarkan sebagai ‘fatally flawed teoritically and
empiritically’, terutama terhadap observasi yang dilakukan oleh Scott (1983) tentang teori institusional yang
masih belum matang. Dengan sinis dikatakan oleh Donaldson (1995) bahwa observasi tersebut sebagai
ketidakinginan untuk mencapai kedewasaan.

Donaldson (1995), melihat bahwa riset empiris pada mimetic isomorphism ternyata tidak mendukung
klaim adanya peningkatan bentuk srtuktur yang semakin homogen dan seragam. Pendapat yang menyatakan
bahwa coersif isomorphism berimplikasi terhadap struktur internal organisasi ternyata hanya didukung oleh
kelompok teoritisi institusional sendiri dan tidak mendapat dukungan yang lebih luas dari teoritisi organisasi
yang lain.

Begitu pula terhadap klaim loose-coupling yang dikemukakan oleh Meyer dan Scott dukungan
empirisnya sangat terbatas karena adanya kontradiksi verifikasi teori institusional dan konten atau isi yang cacat
secara teori dan empiris. Inkonsistensi teori ini terlihat pada pernyataan-pernyataan teori institusional. Menurut
Powell (1983) lingkungan merupakan determinan utama yang menentukan struktur, oleh karenanya organisasi
selalu dituntut untuk kreatif, sementara menurut Meyer dan Scott (1983), pengaruh institusional terhadap
organisasi semakin diperkuat dengan adanya institusionalisasi organisasi dimana pengaruh pasar (market
driven) ditentukan dengan adanya penciptaan tugas situasional. Kemudian menurut Powell (1983), elit
kekuasaan lewat aturan-aturan yang diciptakan yang diterima oleh kelompok profesi atau yang lain yang
diterima sebagai nilai yang bersifat taken for granted akan menentukan struktur organisasi.
Teori ini sulit untuk berkembang lebih jauh karena begitu beragamnya formulasi teoritikal yang
cenderung antagonis. Perdebatan penganut teori ini tidak pernah tuntas. Yang terjadi adalah kritik mengkritik
antara penganut teori old institusional dengan new institusional. Penulis teori institusional yang menyatakan diri
sebagai new institusional menyatakan bahwa mereka berbeda secara prinsip dengan penganut old institusional
yang dikemukakan oleh Selznick, North, Mitchell dan lainnya. Sementara Brint dan Kabarel mengkritisi teori
new institusional dengan mengatakan bahwa kritik mereka sebagai usaha memperbaharui apresiasi teori old
institusional, yang dikemukakan Selznick dan lainnya.

Sintesa lahirnya teori institusional sangat tidak konsisten terhadap dasar pengembangan teori sebagai
acuan yaitu terhadap pandangan Parson (1961), seorang sosiolog terkenal yang berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu-ilmu sosial. Di dalam teorinya, Parson menyatakan bahwa analisa terhadap organisasi
dibagi atas tiga level yaitu; level tehnikal, manajerial dan institusional. Pada level tehnik yang dibahas adalah
pekerjaan sehari-hari, dalam level manajerial yang dilakukan adalah koordinasi. Sedangkan pada level
institusional pergumulan yang dihadapi adalah pencarian legitimasi organisasi lewat transformasi nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Menurut Scott (1983) mengatakan bahwa Talcot Parson mencoba mengembangkan
dan menyempurnakan suatu model analisis umum yang pantas untuk menganalisis seluruh tipe kolektifitas,
berbeda dengan metode Marxist yang memfokuskan pada perubahan yang bersifat radikal. Parson menyelidiki
mengapa sistem bersifat stabil dan fungsional.

Sementara pandangan teoritisi institusional tidak memiliki pandangan yang sama sebagai dasar
pengembangan teori mereka. Model Parsons melihat bahwa organisasi selalu menghandle proses transformasi
input menjadi output, lewat pekerjaan-pekerjaan yang dilegitimasi oleh masyarakat, pandangan Parson malahan
konsisten dengan pengembangan teori struktur kontingensi, dimana basis pembahasan teori ini bertumpu pada
pengembangan performansi organisasi.
Kraatz dan Zajac (1992) dalam Donaldson (1995) mengkritik hasil temuan Meyer (1988) mengenai
aspek mimetic isorphism pada perubahan struktur dalam teori institusional yang menginterpretasikan bahwa
struktur organisasi hanya diadopsi karena adanya ritual organisasi katimbang secara rasional. Dari hasil
penilitian Kraatz dan Zajac pada Liberal Art College ditemukan bahwa perubahan struktur pada sekolah
tersebut ternyata memilki penjelasan rasional dengan motif ekonomi. Sementara temuan Meyer (1988)
mengatakan bahwa ada peningkatan institusional isomorphism pada sekolah-sekolah di beberapa negara bagian
USA, dimana terjadi homogenisasi struktur sekolah secara bersama-sama.

Berbeda dengan hasil penilitian Meyer (1988), yang ditemui oleh Kraatz dan Zajac (1992) ternyata
menunjukkan bahwa sekolah tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk mengadopsi struktur dari sekolah
lain. Kenyataannya mereka sangat berbeda antara satu dengan lainnya, hal ini terlihat dari perubahan struktur
yang dilakukan pada Liberal Art College tersebut ternyata bersifat rasional dengan adanya berbagai instrumen
dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Kasus Liberal Arts College membuktikan bahwa teori
institusional gagal dalam menjelaskan perubahan struktural pada organisasi.

Perubahan struktural pada organisasi menurut Donaldson (1995) memperoleh penjelasannya pada
pendekatan teori struktur kontingensi. Dalam mengukur kontribusi teori institusional terhadap organisasi
yang berskopa luas dan kompleks yaitu perusahan multinasional. Kritik terhadap teori ini dilakukan oleh
Westley dan Ghosal (1989), Scott (1987), Bartlet dan Ghosal (1989), Doz dan Prahalad (1991). Indikator
kontribusi teorKonsep ini menyebutkan ada berbagai macam tekanan antara lain dalam hal kekuasaan, teori
institusional adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan
terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada
lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan
diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep organisasi.

Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan organisasional yang luas dimana setiap organisasi saling
mempengaruhi bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau institusionalisasi kewajiban legal, ancaman
gugatan, perolehan legitimasi, sumber dana, subordinasi pada organisasi induk, kebutuhan untuk menyesuaikan
pada sebuah sistem tehnis (telekomunikasi dan interkoneksi), penyesuaian dengan aturan-aturan yang
dilembagakan. Kesemuanya ini perlu mendapat penerimaan pada struktur organisasi yang kuat dan hirarki serta
idiologiidiologi yang terasionalisasi.
Bentuk-bentuk coersif tersebut bisa formal maupun informal dan mengarah pada kepatuhan atau hanya
kepatuhan secara sitiuasional. Penyelidikan empiris Isomorphisme Coersif yang dipelajari oleh kelima peneliti
adalah sebagai berikut: institusional diukur pada beberapa elemen manajemen antara lain determinansi teori
tersebut. Ia meneliti tentang kasus jabatan-jabatan personel. Dobbin membuat indeks jumlah personel
dibandingkan dengan pengaruh jumlah, penyatuan, dan pemerintahan. Hasilnya Dobbin mendukung pengaruh
pemerintahan pada organisasi sebagai bentuk isomorphis coersif dan mendukung aspek-aspek yang
dikemukakan Baron.

Dobbin juga mempelajari tentang pengadopsian oleh organisasi yang berorientasi pada elemen
struktural, guna menjamin proses yang sedang berlangsung atau dipakai untuk para pegawai. Apa yang
diungkapkan Dobbin menunjukkan bahwa pemerintah mempengaruhi organisasi yang menjadi bagian dari
pemerintah atau bergantung terhadap pemerintah.hadap struktur, diferensiasi internallisasi pengambilan
keputusan, pengelolaan informasi, akselerasi, penciptaan hubungan antar perusahaan, kontinuitas dan
pembelajaran.

In modern societies, formal organizational structures arise in institutionalized context. These formal
organization seek legitimacy from their environments in order to maintain survival. Legitmacy by adopting,
in ceremonial way, powerful myths in the shape of institutionalized poducts, service, techniques, policies,
and programs. Rationalized myths as the principles of universalism (Parsons, 1971), contracts, (Spencer,
1897), restitution (Durkheim, 1933) and expertise (Weber, 1947) are reflected in diverse occupations,
organizational programs and organizational practices. Comformity to this institutional forces may conflict
with the efficiency criteria. On the other hand, opperations aimed towards the accomplisment of efficiency…
are said to undermine an organization’s ceremonial conformity (p.340), and consequently, its legitimacy.
Thus in order to resolve these conflicts, organization build gaps between their formal structures and actual
works activities, and become loosely coopled (hlm.I).
Teori ini hanya konsisten dan antusias pada semangat awal memandang persoalan manajemen
perusahaan multinasional, namun teori ini perlu di kembangkan lebih lanjut terhadap level yang lebih aplikatif.
Pada manajemen perusahaan multinasional teori ini menjadi tidak relevan. Teori institusional pada cakupan
organisasional memberi sumbangan pada hal keluasan hubungan, kesadaran akan saling ketergantungan,
informasi dan pola-pola kompetisi, dan tentang perilaku penggabungan antar organisasi sebagai faktor yang
menentukan sebuah organisasi beradaptasi, dalam konteks lingkungan yang kompleks dan tak terkendali.
Dalam hal ini memang teori institusional sangat konsisten terutama terhadap semangat awal pengkategorian
atau mengkategorisasi pekerjaan pada struktur perusahaan multinasional, serta memberikan pemahaman bagi
studi tentang adaptasi organisasi pada keberagaman tipe lingkungan dimana sebuah perusahaan multinasional
berada.

Tinjauan tertentu teori institusional memang dapat diterapkan pada cakupan organisasi yang luas, karena
teori institusional konsisten dengan observasi mereka terhadap perusahaan multinasional dengan berbagai
pendekatan mereka, khususnya terhadap organisasi transnasional pada tahap awal. Dalam konteks perusahaan
multinasional, pendekatan proses manajemen dilakukan dengan dua jalan yaitu; strategi yang tepat dan
pencapaian tujuan dengan tingkat kesulitan tinggi. Tahap analisa pada teori institusional biasanya dimulai
dengan persoalan adaptasi intern perusahaan kemudian baru dibahas tentang persoalan institusional. Penekanan
yang dilakukan pada organisasi adalah entitas yang diberdayakan dengan memberi arti dan penyesuaian secara
antusias terhadap perilaku individual.

Pada perusahaan multinasional manajer berfungsi sebagai subyek organisasi, ditinjau dari sisi
perusahaan dan pengaruh luar, dan menjadi hal paling utama yang dibahas oleh teori institusional namun perlu
dilengkapi lagi pada pengembangan teori ini karena masih tidak konsistennya asumsi teori ini dengan
penerapannya pada manajemen perusahaan multinasional.

Teori institusional tidak terlalu spesifik karena analisis dan konseptualisasi teori sangat mekanistis untuk
diaplikasikan pada perusahaan yang sifatnya transnasional tetapi teori institusional sangat menolong untuk
mengembangkan teori organisasi sebagai basis penilitian karena teori institusional memungkinkan
diformulasikannya persoalan hubungan antara pusat organisasi dengan pemilik modal (subsidiaries),
mengintegrasikan permintaan global dalam berbagai tingkatan, baik secara individual maupun pada tingkatan
hubungan antar organisasi.
Jadi teori institusional sangat konsisten dalam pendekatan terhadap fenomena organisasi pada kriteria
awal yang menunjukkan bahwa teori ini masih perlu lagi untuk dikembangkan. Kekurangan dari teori ini adalah
disiplin terhadap perusahaan multinasional yang dirasa kurang dalam hal metodelogi dan epistimologi yang
berbeda antara teori dan penerapannya pada kerja manajemen, khususnya manajemen perusahaan
multinasional.

Ketidakkonsistenan metodelogi dan epistimologi pada perusahaan multinasional menurut Doz dan
Prahalad (1991) harus dibenahi oleh teori institusional karena fakta di perusahaan multinasional menunjukkan
bahwa seorang manajer adalah subyek dalam perusahaan dan pemberi pengaruh terhadap lingkungan luar,
bukan hanya sekedar melakukan tindakan isomorphis atau melakukan ritual dalam organisasi dan berkompromi
dengan pengaruh tekanan dari lingkungan.

Teori institusional masih perlu lagi membangun mekanisme institutsional yang lebih berbasis pada
fenomena perusahaan multinasional. Kelemahan teori ini dalam manajemen perusahaan multinasional adalah
ketiadaan basis pendekatan terhadap manajemen perusahaan multinasional karena metodelogi dan epistimologi
yang berbeda antara antara para penganut teori institusional dan pengamat yang meneliti manajemen
perusahaan multinasional.

Sementara Scott (1987), melihat bahwa kelemahan teori institusional adalah karena tidak menjelaskan
secara spesifik antara analisis teori dan konseptualisasi mekanisme teori ini dalam aplikasi manajemen
perusahaan multinasional, misalnya formulasi terhadap persoalan hubungan perusahaan pusat dengan pemilik
modal, dan kemampuan organisasi merespons kebutuhan-kebutuhan nasional maupun global pada level inter-
organisasional.

Pengembangan teori institusional masih tidak terlalu spesifik pada analisis dan konseptualisasi. Teori ini
sangat mekanistis untuk diaplikasikan pada perusahaan yang sifatnya transnasional tetapi menurut Scott (1987)
teori institusional sangat menolong untuk mengembangkan teori organisasi sebagai basis penilitian, teori
institusional memungkinkan untuk diformulasikannya persoalan hubungan antara pusat organisasi dengan
pemilik modal (subsiders) dalam perspektif perusahaan yang berskopa luas, serta mengintegrasikan permintaan
global pada berbagai tingkatan, baik secara individual maupun pada tingkatan hubungan antar organisasi. Oleh
karenanya teori ini direkomendasikan untuk diperbaiki kelemahan-kelemahannya.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Teori institusional memberikan kontribusi sebagai dalil-dalil bahwa beberapa unsur struktur internal
organisasi dimunculkan oleh lingkungan institusional, khususnya oleh negara yang memaksakan adanya
pemenuhan atau penyesuaian (Di Maggio dan Powell (1983), Tolbert dan Zuckler (1983), dalam Donaldson,
1995).

Dalam hubungan dengan teori struktur fungsional (dalam konteks akumulasi atau integrasi paradigma
teori organisasi), unsur fungsional yang diadopsi oleh organisasi adalah adaptasi yang khusus, yang berguna
bagi organisasi juga masyarakat, dan biasanya juga berguna bagi kedua-duanya yaitu organisasi dan negara,
yang dimotivasi untuk mendorong pengadopsian dari unsur struktural yang tidak berhubungan dengan tujuan
mereka (Parsons (1961,1966) dalam Donaldson (1995), oleh karena itu pengadopsian dari segi struktural
organisasi adalah rasional khususnya pada tingkat kolektif.

Selznick (1948) menyatakan bahwa individu-individu menciptakan komitmen lainnya terhadap


organisasi agar dapat tercapai pengambilan keputusan rasional. Organisasi melakukan tawar-menawar dengan
lingkungan dalam hal mencapai tujuan penting atau kemungkinankemungkinan masa mendatang, akhirnya
adaptasi struktur organisasi didasari oleh tindakan individu dan tekanan lingkungan. Oleh karenanya peran
institusional yang krusial pada organisasi sebagai bagian dari proses-proses organisasi tidak boleh diabaikan.
RUJUKAN

Artikel Terkait:
1. Teori Kontingensi Struktural (Structural Contingensy Theory)
2. Teori Organisasi Modern

3. Philip Selznick: Pengaruhnya Terhadap Teori Institusional

4. Mengenal Struktur Jabatan Di Perusahaan Jepang

5. Joan Woodward: Determinan Tehnologi dan Struktur

http://perilakuorganisasi.com/teori-institusional-institutional-theory-2.html

Anda mungkin juga menyukai