Anda di halaman 1dari 9

Analisis Potensi Provinsi Sumatra Utara

Muftah Al Risqa, M. Lutfi Rais, M. Zaki Arkan, Revia Ardyaning, Rizky wahyudi
1Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia Provinsi Sumatra Utara. Sumatra Utara memiliki uas daratan Provinsi Sumatera Utara
adalah 72.981,23 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil
berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil. Sematera Utara memiliki
areal pertanian seluas 277,255 ha, dengan luas areal perkebunan sebesar 1.788.943 ha pada
akhir tahun 2018, yang dibagi dalam tiga keemilikan yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan
swasta, dengan kepemilikan terbesar oleh rakyat. Seperti memiliki spesialisasi potensi,
Sumatera Utara didomonasi oleh kekayaan alam perikanan, pertanian dan perkebunan, yang
berbeda dengan DI Aceh yang diperkaya oleh pertambangan serta pengilangan minyak dan gas
bumi. Kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara yang telah ditetapkan berdasarkan hasil
paduserasi TGHK dan RTRWP pada Oktober 2018 adalah seluas lebih kurang 3.848.358 Ha.
Luas kawasan hutan ini mencakup 53.7% dari luas provinsi Sumatera Utara. Kawasan hutan
ini terdiri dari kawasan hutan konservasi, hutan lindung, dan kawasan hutan produksi. Provinsi
ini memiliki Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya
menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2017, TPAK di Sumatera Utara sebesar 68,88 persen
kemudian naik menjadi 71,82 persen pada tahun 2018.

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang

Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau bagian utara Sumatera,
Indonesia. Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa dari Melayu Tua dan Melayu Muda.
Penduduk asli provinsi ini terdiri dari Suku Melayu, Suku Batak, Suku Nias, dan Suku Aceh.
Daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu timur dan barat pada umumnya didiami oleh Suku Melayu
dan Suku Mandailing yang hampir seluruhnya beragama Islam. Sementara di daerah
pegunungan banyak terdapat Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Selain itu
juga ada Suku Nias di kepulauan sebelah barat. Kaum pendatang yang turut menjadi penduduk
provinsi ini didominasi oleh Suku Jawa. Suku lainnya adalah Suku Tionghoa dan beberapa
minoritas lain.
Lahan di Propinsi Sumatera Utara sebagian besar telah dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian, dan industri. Selain itu, sumber daya alam lainnya yang dimiliki
adalah perikanan laut, perairan umum, dan kehutanan yang potensial untuk
dikembangkan. Negara dan masyarakat senantiasa saling membentuk melalui upaya
penguasaan dan penolakan di berbagai arena (Migdal dkk., 1994). Arena yang berkaitan
dengan hutan mencakup hak kepemilikan, pembagian manfaat dari hutan, pemanfaatan dan
perlindungan sumberdaya hutan, peluang kerja, jaminan politik, infrastruktur, pengetahuan,
dan akses terhadap informasi. Negara dan masyarakat memiliki jalur pengaruh yang
berbeda. Pengaruh negara terhadap hutan biasanya berdasarkan penguasaan atas kebijakan,
kegiatan kehutanan, atau kepemilikan hutan dan lahan hutan (Finger-Stich dan Finger, 2003).
Di negara yang kaya dengan sumberdaya hutan seperti Indonesia, penguasaan oleh negara
seringkali terpusat pada departemen kehutanan di tingkat nasional. Unsur masyarakat dapat
mempengaruhi melalui jejaring informal, gerakan sosial, atau pun organisasi-organisasi resmi
seperti perusahaan, lembaga keagamaan, kelompok donor dan advokasi. Tetapi pada
praktiknya masyarakat lokal kurang memiliki pengaruh resmi terhadap sumberdaya hutan yang
bernilai tinggi.
Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi sumber daya alam yang belum banyak
dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi pembangunan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum
optimal dikembangkan, antara lain di sektor pertanian, pertambangan, industri, dan
pariwisata. Potensi pertanian di wilayah Propinsi Sumatera Utara tersebar di Kabupaten
Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Labuhan Batu, Asahan, dan Simalungun dengan komoditas
antara lain kelapa sawit, kopi, karet, coklat, teh, dan tembakau. Potensi kehutanan yang
dikembangkan, antara lain adalah komoditas kayu gergajian, kayu lapis,log pinus, dan log
rumba, yang terdapat di pegunungan Bukit Barisan dan wilayah lainnya di Propinsi Sumatera
Utara. Potensi perikanan, terutama perikanan laut, perikanan perairan umum, mina padi, kolam,
dan tambak yang tersebar di seluruh wilayah propinsi merupakan potensi untuk dikembangkan
lebih lanjut.

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi geografis Sumatera Utara?


2. Bagaimana potensi sumber daya alam di Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana potensi sumber daya manusia di Provinsi Sumatera Utara

c. Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan yakni sebagai berikut:
1.Menentukan potensi sumber daya alam di Provinsi Sumatera Utara
2. Menentukan potensi sumber daya manusia di Provinsi Sumatera Utara

d. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi dan masukan bagi
pengambil keputusan dalam mengelola data potensi sumber daya alam dan sumver daya
manusia Sumatera Utara.

II. Metode
Penelitian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di Provinsi Sumatra
Utara tahun 2018. Teknik pengunpulan data yang digunakan adalah menggunakan data
sekunder. Data-datta yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber meliputi jurnal,
buku, publikasi BPS dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu dan
biaya.

III. Hasil dan Pembahasan


Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 -
40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan daerah
perairan dan laut serta dua provinsi lain: di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi
Aceh, di sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, di sebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan
dengan Samudera Hindia. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara
dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan
Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara,
Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan,
Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Kabupaten Nias Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga dan Kota Gunungsitoli.
Kawasan dataran tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematangsiantar.
Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara,
Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten
Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjungbalai, Kota
Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2, sebagian besar
berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau
Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau
Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas
daerah terbesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,00 km2 atau sekitar 8,58
persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas
6.134,00 km2 atau 8,40 persen, kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas
6.030,47 km2 atau sekitar 8,26 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Tebing
Tinggi dengan luas 31,00 km2 atau sekitar 0,04 persen dari total luas wilayah Sumatera
Utara.
Kondisi Sumber daya alam Provinsi Sumatera Utara
Sematera Utara memiliki areal pertanian seluas 277,255 ha, dengan luas areal
perkebunan sebesar 1.788.943 ha pada akhir tahun 2018, yang dibagi dalam tiga
keemilikan yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan swasta, dengan kepemilikan terbesar
oleh rakyat. Seperti memiliki spesialisasi potensi, Sumatera Utara didomonasi oleh
kekayaan alam perikanan, pertanian dan perkebunan, yang berbeda dengan DI Aceh yang
diperkaya oleh pertambangan serta pengilangan minyak dan gas bumi.
Sumatera didominasi oleh lahan-lahan areal perkebunan dan pertanian. Luas area
lahan pertanian untuk jenis sawah sampai pada sensus 20010 sebesar 277255 ha. Pada
tahun yang sama, produksi padi yang dihasilkan dari area persawahan tersebut mencapai
3.447.784 ton, sekitar 12 ton/hektar. Tidak hanya padi sebagai pemenuhan kebutuhan
pangan domestik, lahan pertanian dan perkebunan Sumatera Utara juga difokuskan pada
komoditi perdagangan internasional, sebagai orientasi ekspor.
Berbagai komoditi perkebunan yang difokuskan untuk perdagangan global yaitu
seperti Jagung, Kedelai, Kopi, Kelapa Sawit, Kakao dan Karet. Luas area perkebunan yang
dikelola secara total untuk kebutuhan tanaman tersebut mencapai 1.594.601 ha, yang
didominasi oleh luas perkebunan sawit sebesar 57% dari keseluruhan. Namun, jika
dibandingkan produktivitas dari berbagai hasil perkebunan tersebut maka Karet sebesar
0.77ton/ha, Kopi 0.71 ton/ha, Kakao 18 ton/ha, Kedelai 1.2 ton/ha, Sawit 15 kuintal/ha,
sedangkan Jagung 56 ton/ha.
Berdasarkan kapasitas produksi di atas, terdapat kondisi inefisien dalam mencapai
optimisasi produktivitas, dimana sawit mendapat pengelolaan lahan terbesar namun, masih
sedikit menghasilkan. Hal ini terjadi diakibatkan bahwa pemerintah daerah baru memulai
pengembangan perkebunan sawit tersebut. Berdasarkan data ini, terdapat indikasi masih
besar dana investasi yang dibutuhkan untuk mendorong perkebunan kelapa sawit di
Sumatera, mengingat potensinya yang besar di pasar dunia. Minyak Kelapa Sawit
memiliki manfaat pangan dan energi di masa mendatang, dan dengan pasar finansial dalam
kondisi fluktuatif, dana transaksi yang sifatnya spekulatif mengalihkan ke perdagangan
kelapa sawit atau CPO di pasar Malaysia, sehingga harga menguat.
Beberapa hal yang perlu difokuskan dengan adanya data rata-rata tahunan
produktivitas perkebunan tersebut, adalah Indonesia masih merupakan negara dengan
model pertanian dan perkebunan yang tradisional dan belum berkembang menjadi negara
dengan model pertanian dan perkebunan yang modern atau sudah menjadi Industri bahan
pangan. Berbeda dengan negara Jepang dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat,
yang pertaniannya sudah didukung dengan teknologi dan perkembangan ilmu
pengetahuan, sehingga produksinya tidak banyak bergantung oleh kondisi alam dan cuaca.

Potensi Kawasan Hutan di Sumatera Utara


Kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara yang telah ditetapkan berdasarkan hasil
paduserasi TGHK dan RTRWP pada Oktober 2018 adalah seluas lebih kurang 3.848.358
Ha. Luas kawasan hutan ini mencakup 53.7% dari luas provinsi Sumatera Utara. Kawasan
hutan ini terdiri dari kawasan hutan konservasi, hutan lindung, dan kawasan hutan
produksi dengan rincian luas sebagai berikut.
Persen Luas
Fungsi Kawasan Luas (Ha)
(%)
Kawasan Hutan Konservasi
± 253.885 6,59
(HSAW)
Kawasan Hutan Lindung (HL) ± 1.924.535 50,01
± 1.669.938 43,39
Kawasan Hutan Produksi
± 760.958 19,77
- Hutan Produksi Terbatas ± 871.183 22,64
(HPT) ± 37.757 0,98
- Hutan Produksi Tetap
(HP)
- Hutan Produksi yang
dapat di Konversi (HPK)
Luas Keseluruhan ± 3.848.358 100

Kawasan konservasi terdiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM),
Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TW), Taman Hutan Raya (THR), dan Taman
Buru (TB). Hutan Konservasi adalah hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai
fungi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Secara umum, kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Utara tercermin dari
perkembangan PDRB dalam beberapa tahun terakhir. Angka yang tercantum dalam PDRB
tersebut merupakan angka yang menunjukkan nilai tambah yang terbentuk dan merupakan
pendapatan bagi perekonomian Sumatera Utara secara menyeluruh.
Dari data yang didapatkan, laju perekonomian dari pertanian sendiri tidak
merupakan kontribusi terbesar dalam perekonomian Sumatera Utara. Jika presentase dari
tahun ketahun dirata-ratakan, maka lapangan usaha bangunan dan keuangan, persewaan,
jasa perusahaan, pengangkutan dan komunikasi mendominasi sebagai kontrbusi terbesar
dalam laju pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara. Pertanian berada ditengah-tengah
jenis lapangan usaha lainya. Pertanian disini sudah mencakup bidang-bidang seperti
tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan.
Diatas merupakan hasil-hasil hutan yang secara keseluruhan disektor kehutanan yang
berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Dari sektor kehutanan
sendiri memang memberikan peranan yang sangant penting bagi perekonomian Provinsi
Sumatera Utara. Mengingat Provinsi ini juga memiliki hutan ynag cukup luas yang bisa
berpotensi dalam kontribusi perekonomian, walaupun bukan merupakan kontribusi
terbesar di perekonomian Sumut tahun 2018. Tetapi setiap tahun, presentase PDRB di
bidang pertanian terus meningkat, yang ini artinya pertanian memiliki potensi.
Hasil hutan ikutan juga terlihat berperan dalam perekonomian baik di masyarakat
sendiri ataupun sumatera Utara. Hasil ikutan ini biasanya kita sebt sebagai hasil hutan
bukan kayu. HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas kayu
dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan
semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara utuh), juga telah
menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan
yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh
masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu
industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana
dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan (masyarakat yang tinggal
di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan.
Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan
produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam (Departemen Kehutanan 1990).

Kondisi kependudukan di Sumatra Utara


Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di
Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan
lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari
sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil SP2000, jumlah penduduk
Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada
bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa. Kepadatan penduduk
pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 kemudian pada tahun 2000 meningkat menjadi
161 jiwa per km2 dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 188 jiwa per km2. Laju
pertumbuhan penduduk selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per
tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22 persen per tahun. Pada Tahun 2018
penduduk Sumatera Utara berjumlah 14.415.391 jiwa yang terdiri dari 7.193.200 jiwa
penduduk laki-laki dan 7.222.191 jiwa perempuan atau dengan ratio jenis kelamin/sex
ratio sebesar 99,60.
Pada tahun 2018 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah
perkotaan dibanding daerah perdesaan. Jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan adalah
7,21 juta jiwa (50,01%) dan yang tinggal di daerah perdesaan sebesar 7,21 juta jiwa
(49,99%). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya
menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2017, TPAK di Sumatera Utara sebesar 68,88 persen
kemudian naik menjadi 71,82 persen pada tahun 2018. Pada Tahun 2018 angkatan kerja
di Sumatera Utara sebagian besar berpendidikan SMTA. Persentase golongan ini
mencapai 38,96 persen. Selanjutnya, angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SD
kebawah dan SMTP masing-masing sekitar 27,62 persen dan 20,78 persen, sedangkan
sisanya 12,64 persen berpendidikan di atas SLTA. Jika dilihat dari status pekerjaannya,
lebih dari sepertiga (26,34 %) penduduk yang bekerja adalah buruh atau karyawan.
Penduduk yang berusaha sendiri sebesar 17,06 persen, sedangkan penduduk yang
berusaha dibantu pekerja keluarga mencapai 22,36 persen, sehingga hanya 2,28 persen
penduduk yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap. Jumlah penduduk
yang merupakan angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 7,12 juta jiwa yang terdiri
dari 6,73 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 396 ribu jiwa terkategori pengangguran.
Penduduk yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian kehutanan,
perkebunan, perikanan, peternakan yaitu 35,53 persen. Sektor kedua terbesar dalam
menyerap tenaga kerja di adalah sector Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar
22,91 persen. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja
adalah sektor Jasa Kemasyarakatan yaitu sebesar 17,82 persen, sementara penduduk yang
bekerja di sector industri hanya sekitar 9,82 persen. Selebihnya bekerja di sector
penggalian dan pertambangan, sector listrik, gas, dan air minum, sector bangunan, sektor
angkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan.

IV. Kesimpulan
Dari data yang diperoleh, bisa disimpulkan bahwa perekonomian Provinsi
Sumatera Utara tahun 2018 masih berbasiskan pada sektor bangunan dan keuangan,
persewaan, jasa perusahaan, pengangkutan dan komunikasi Kemampuan yang dimiliki
pada dasarnya masih besar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sektor dalam
menghasilkan aliran pendapatan ke dalam perekonomian adalah besar. Dengan demikian,
pendapatan yang dihasilkan dari sektor primer tersebut merupakan basis dari pendapatan
perekonomian secara umum. Walaupun pertanian bukan sektor utama sebagai kontribusi
perekonomian, tetapi sektor kehutanan memberikan kontribusi terbesar dalam ekonomi
dibidang pertanian. Selain itu kehutanan juga secara ekonomi makro sangat berperan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat serta sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja dibandingkan sektor lain. Selain itu, sumber daya hutan juga meningkatkan
kualitas hidup dan pendapatan masyarakat sendiri. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2017,
TPAK di Sumatera Utara sebesar 68,88 persen kemudian naik menjadi 71,82 persen pada
tahun 2018.
V. Daftar Pustaka

BPS Provinsi Sumatera Utara. 2007. Publikasi BPS Provinsi Sumatera Utara 2007. Medan.

BPS Provinsi Sumatera Utara. 2018. Sumatera Utara Dalam Angka 2018. Medan

Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi


Sumatera Utara. Medan.

Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun


2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.

Moelione, Moira dkk. 2009. Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Harapan Prima. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai