Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

Central Place Theory memiliki pandangan bahwa ada hirarki tempat (hirarcy of place) di
setiap wilayah atau daerah (Lincolin Arsyad, 1999 dalam Setiawan, 2016). Setiap tempat sentral
didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan
baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi
penduduk daerah yang bersangkutan. Central Place Theory membagi wilayah menjadi beberapa orde,
dimana semakin besar orde maka semakin luas jangkauannya, dan orde yang vesar akan memenuhi
kebutuhan dari orde di bawahnya (Santoso, 2012 Central Place Theory ini dapat diterapkan pada
pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Teori tempat
sentral sangat relevan untuk perencanaan suatu wilayah, hal ini dikarenakan teori tempat sentral
menjelaskan tiga konsep dasar yang sangat penting peranannya dalam membangun wilayah yakni
ambang (threshold), lingkup (range) dan hierarki (hierarchy). Ketiga konsep tersebut, dapat digunakan
untuk menjelaskan hubungan-hubungan ketergantungan antara pusat-pusat konsentrasi dan wilayah-
wilayah disekitarnya (Adissasmita, 2005).
Barang-barang dan jasa-jasa memiliki daerah jangkauannya tersendiri (range) dan produsen
memiliki batas minimal luasnya pasar (threshold) agar dapat berproduksi (Robinson, 2010). Adanya
konsep range dan threshold pada tersebut, maka suatu pusat sentral seperti rumah sakit, pusat
perbelanjaan, ibu kota provinsi, ibukota kabupaten, pendidikan, dan pusat sentral lainnya berlokasi pada
suatu tempat atau wilayah yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah maksimum, baik
yang terlibat di dalamnya maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan jasa-jasa tersebut.
Sehingga terjadi keseimbangan antara supply dan demand. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
nilai sentralitas suatu wilayah maka semakin besar pula jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Indek sentralitas menunjukan nilai strategis wilayah berdasarkan aspek lokasi geografis,
dimana wilayah tersebut dicirikan dengan kemudahan akses dan banyaknya link dan simpul transportasi
yang mengumpul pada wilayah tersebut (Shara, 2018). Wilayah yang memiliki nilai sentralitas tinggi
pusat orientasi kegiatan dan menjadi wilayah tujuan (destination) (Muta’ali, 2015). Indeks Sentralitas
juga bias diartikan sebagai indeks yang menunjukkan hirarki sebuah pusat dalam suatu wilayah.
Ketersediaan dan jumlah fasilitas menjadi indicator dalam penentuan indeks sentralitas. Semakin
lengkap ketersediaan dan jumlah fasilitas maka semakin tinggi hirarki suatu pusat.
Indeks sentralitas suatu wilayah perlu diketahui agar dapat mengetahui fasilitas-fasilitas yang
terdapat di wilayah tersebut, sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan wilayah. Perhitungan
indeks sentralitas dilakukan pada kecamatan-kecamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil
perhitungan indeks sentralitas pada kecamatan-kecamatan di DI Yogyakarta didapatkan nilai sentralitas
tertinggi atau rank-order 1 pada kecamatan Gondomanan sebesar 1772,2, lalu pada rank-order 2 pada
Kecamatan Kraton sebesar 1500,7. Apabila dilihat dari Tabel 1.1, maka dapat diketahui bahwa indeks
sentralitas pada urutan tertinggi didominasi oleh kecamatan-kecamatan yang berada di Kota
Yogyakarta dimana daerah tersebut merupakan ibu kota dan pusat pemerintah Provinsi Daerah Istmewa
Yogyakarta. Indeks sentralitas pada rank-order ke-13 hingga ke-33 didominasi oleh kecamatan-
kecamatan yang berada di Kabupaten Sleman, yang mana di kabupaten ini banyak terdapat pusat
perbelanjaan dan pendidikan. Selanjutnya, indeks sentralitas didominasi oleh kecamatan-kecamatan
yang berada di Kabupaten Bantul, disusul oleh kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Kulon
Progo dan Kabupaten Gunung Kidul.
DAFTAR PUSTAKA

Shara, Aprilia Riszi Indah Dewi. 2018. Analisis Konektivitas Wilayah di Kota Denpasar. Jurnal Media
Komunikasi Geografi, Vol 19, No. 1.
Setiawan, Didi; Zainuddin Saenong; dan Ulfa Matoka. 2016. Analisis Fungsi Pelayanan Kecamatan-
Kecamatan Di Bagian Timur Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Ekonomi (JE) Volume 1
nomor 1.
Adisasmita, Raharjo, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah. Penerbit Geraha Ilmu. Yogyakarta.
Muta’ali, L. 2015. Teknik Analisis Regional Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang dan
Lingkungan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai