Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan secara alami akan menimbulkan masalah
permukiman terutama hunian liar atau permukiman kumuh yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan permukiman. Kebutuhan lahan dari waktu ke waktu akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, sedangkan ketersediaan lahan untuk permukiman realtif tetap. Oleh karena itu penduduk di kota memanfaatkan lahan yang terbatas untuk dijadikan tempat permukiman tanpa memperhatikan lagi kualitas lingkungan permukimannya, hal tersebut dapat memicu tumbuhnya permukiman kumuh tak layak huni di daerah pinggiran kota. Kualitas permukiman memiliki makna erat kaitanya dengan kondisi dari suatu permukiman yang berbeda – beda sesuai dengan kemampuan penghuninya dalam memanfaatkan permukiman tersebut (Mayasari dan Su ritohardoyo, 2012). Kualitas permukiman erat kaitannya dengan kondisi biofisik, seperti letak, topografi, batuan, tanah, air dan vegetasi. Kualitas permukiman juga berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang yang tinggal di kawasan permukiman tersebut (S.R Bening Pratiwi K, dkk., 2018). Kualitas permukiman yang buruk akan berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk, maka diperlukan studi untuk untuk mengetahui tingkat kualitas suatu permukiman berdasarkan paramater-parameternya. Menurut Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (1980) dalam Yuniawan (2011), terdapat faktor-faktor parameter kualitas permukiman, yaitu kepadatan bangunan, lebar jalan masuk permukiman, tata letak bangunan, kondisi permukaan jalan masuk permukiman, pohon pelindung jalan, lokasi permukiman, kualitas atap bangunan. Identifikasi kualitas permukiman dapat dilakukan dengan cara terestris atau survei lapangan dan dengan memanfaatkan data penginderaan jauh (Kohli, 2015; Larsson dan Nilsson, 2013). Praktikum kali ini mengidentifikasi kualitas permukiman dengan teknik penginderaan jauh, yaitu dengan interpretasi parameter kualitas permukiman melalui citra foto udara yang bersumber dari Citra google earth tahun 2019. Interpretasi parameter kualitas permukiman dilakukan pada zona A sebagian Desa Prenggan tahun 2019 yang dibagi dalam 17 blok permukiman. Tidak semua parameter kualitas permukiman digunakan dalam praktikum ini, tetapi hanya parameter berupa kepadatan permukiman, tata letak bangunan, dan pohon pelindung. Parameter-parameter yang telah diinterpretasi, kemudian dilakukan pembobotan yang tergantung seberapa besar peran parameter tersebut dalam menciptakan kekumuhan. Kepadatan permukiman suatu blok permukiman dihitung berdasarkan jumlah luas seluruh atap dibagi dengan luas blok permukiman dalam satuan unit permukiman dan dinyatakan dalam persen, sehingga dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui perbandingan antara penggunaan lahan permukiman dan non permukiman di permukiman tersebut (M. Farizki, dkk, 2017). Kepadatan permukiman pada 17 blok di zona A sebagian Desa Prenggan tahun 2019 bervariasi, dengan kepadatan terendah yaitu blok 5 sebesar 18,17%, sedangkan kepadatan tertinggi yaitu blok 13 sebesar 86,47%. Tata letak bangunan dapat dilihat dari bangunan yang memiliki luas yang hampir sama, arah hadap yang sama dan mengikuti pola tertentu (S.R Bening Pratiwi K, dkk., 2018). Tata letak bangunan juga dapat dilihat dari keseragaman antar bangunan. Berdasarkan hasil perhitungan keseragaman bangunan permukiman, keseragaman terendah yaitu pada blok 15 sebesar 7,41%, sedangkan keseragaman tertinggi yaitu blok 8 sebesar 76%. Penilaian untuk menentukan kualitas pohon pelindung permukiman tidak berdasarkan ketentuan RTH (ruang terbuka hijau), yaitu seluruh luas lahan yang tertutup pohon pelindung dibagi dengan luas blok permukiman. Pohon pelindung berfungsi untuk mengurangi polusi yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor (Nugraheni, dkk., 2013). Semakin banyak pohon lindung, maka semakin baik kualitas permukiman tersebut. Berdasarkan interpretasi citra foto udara zona A sebagian Desa Prenggan tahun 2019, blok permukiman dengan pohon pelindung terendah yaitu blok 2 sebesar 6,40%, sedangkan blok dengan pohon lindung terbesar yaitu blok 1 sebesar 60%. Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan, keseragaman, dan pohon pelindung yang ada pada 17 blok permukiman di Zona A, kualitas permukiman dapat diklasifikasikan dalam kelas rendah, sedang, dan tinggi yang didasarkan pada perhitungan jumlah ketiganya. Kualitas permukiman dengan kelas rendah terdapat 6 blok permukiman yaitu blok 2,4,7,11,12, dan 13. Terdapat 7 blok permukiman dengan kualitas sedang, yaitu blok 3,6,9,10,15,16, dan 17. Sedangkan permukiman dengan kualitas tinggi terdapat 4 blok permukiman, yaitu blok 1,5,8, dan 11. Tinggi rendahnya kualitas permukiman tergantung pada scoring pada kepadatan permukiman, keseragaman bangunan, dan jumlah pohon pelindung yang ada. Semakin tinggi ketiganya, maka kualitas permukiman semakin baik. DAFTAR PUSTAKA Farizki, M. dan Wenang Anurogo. 2017. Pemetaan Kualitas Permukiman dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Batam. Majalah Geografi Indonesia. Vol.31 No.1. K, S.R Bening Pratiwi, Triyatno, dan Fitriana Syahar. 2018. Klasifikasi Kualitas Permukiman Menggunakan Citra Quickbird Di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi. Jurnal Geografi. Vol.7 No. 1 Kohli, Divyani. 2015. Identifying and Classifying Slum Area Using Remote Sensing. Dissertation. Twente: University of Twente. Larsson, Emma; Nilsson, Maja. 2013. Towards Sustainable Sanitation in Slum Areas: CasesStudy in Mumbai. Mumbai: Linkopings University. Mayasari, M. dan Su Ritohardoyo. 2012. Kualitas Permukiman Di Kecamatan Pasarkliwon Kota Surakarta. Jurnal Bumi Indonesia. Volume 1, Nomor 3. Nugraheni, T., Agus D.M., Aditya S. 2013. Analisis Kualitas Lingkungan Permukiman Menggunakan Citra Quickbird Di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta. Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013. Yuniawan, Rahmad. 2011. Analisis Kondisi Kualitas Lingkungan Permukiman Menggunakan Citra Quickbird di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Skripsi thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.