Anda di halaman 1dari 5

Integrasi Spasial

Strategi integrasi spasial merupakan jalan tengah antara pendekatan


sentralisasi yang menekankan pertumbuhan pada wilayah perkotaan
(metropolitan) dan desentralisasi yang menekankan penyebaran investasi dan
sumberdaya pembangunan pada kota-kota kecil dan pedesaan. Dengan argumen
ini Rondinelli menganjurkan pembentukan sistem spasial yang mengintegrasikan
pembangunan perkotaan dan pedesaan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan
suatu jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa -
kota kecil -kota menengah - kota besar (metropolitan).
Pendekatan alternatif ini didasari pemikiran bahwa dengan adanya
integrasi sistem pusat-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda
karakteristik fungsionalnya, maka pusat-pusat tersebut akan dapat memacu
penyebaran pembangunan wilayah (Rondinelli, 1983:4). Pendekatannya adalah
memacu perkembangan sektor pertanian yang diintegrasikan dengan sektor
industri pendukungnya. Berdasarkan asumsi tersebut, sasaran dari strategi ini
adalah meningkatkan produksi pertanian, memperluas lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar penduduk, terutama penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dengan perhatian utama pada sektor pertanian, maka pendekatan ini juga
menjelaskan pentingnya transformasi pola pertanian subsisten menjadi pertanian
komersialisasi dalam pengembangan wilayah. Peningkatan produktivitas harus
diikuti oleh pengembangan sektor industri yang seimbang sehingga kelebihan
tenaga kerja sektor pertanian dapat tertampung. Aktivitas pengolahan dan
distribusi produk pertanian harus mantap dan industri harus dikembangkan untuk
menghasilkan input-output produksi yang berharga murah bagi petani. Pada tahap
selanjutnya dikembangkan berbagai prasarana dan sarana untuk memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs) penduduk pedesaan seperti sarana kesehatan dan
pendidikan. Untuk mendukung perkembangan pertanian sehingga nilai komersial
produk pertanian meningkat di pedesaan, maka permukiman-permukiman harus
membentuk suatu sistem yang terintegrasi sehingga pelayananan sarana dan
prasarana dapat berlokasi secara efisien dan penduduk perdesaan memiliki akses
yang baik terhadap sarana tersebut, sehingga mampu diakses oleh semua lapisan
masyarakat pedesaan. Tanpa akses terhadap pusat-pusat pasar yang terintegrasi
maka penduduk pedesaan (petani) akan mengalami kesulitan di dalam pemasaran
hasil pertanian, sulit mendapatkan input-output produksi, modernisasi pola-pola
pertanian, penyesuaian produk terhadap selera pasar (konsumen) dan
mendapatkan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
hidup dipedesaan (Rondinelli, 1983 :5).

SISTER PERMUKIMAN YANG TERINTEGRASI DAN HIRARKIS

Menurut Brian Berry dalam Rondinelli (1983) seiring dengan pertumbuhan


ekonomi suatu wilayah maka pusat-pusat (central places yaitu permukiman-
permukiman yang juga melayani penduduk di sekitarnya) akan menyebar dan
membentuk suatu sistem yang terintegrasi. Pusat-pusat yang diarahkan
berdasarkan pendekatan ini haruslah merupakan pusat-pusat yang terintegrasi
secara hirarki. Dengan demikian perlu diciptakan suatu sistem yang dapat
mengintegrasikan pusat-pusat pelayanan, perdagangan dan produksi yang
berhirarki. Adanya integrasi ini akan memberikan berbagai manfaat baik bagi
pemerintah maupun bagi penduduk di sekitar pusat tersebut. Fisher dan Rusthon
(dalam Rondinelli, 1983 : 5-6) mengemukakan berbagai manfaat tersebut yaitu:
1. Efisien bagi konsumen karena berbagai kebutuhan dapat dipebuhi dalam satu
kali pepergian (trip) keluar dari desanya.
2. Mengurangi jumlah transportasi yang dibutuhkan untuk melayani pergerakan
antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai alternatif jalur
hubungan (link) sehingga dapat diketahui jalur hubungan yang paling penting
dan kemampuan pemenuhan kebutuhan fasilitas transportasi yang terbatas
dapat dimanfaatkan secara optimal.
3. Mengurangi panjang jalan yang memerlukan peningkatan karena jalur yang
paling penting bagi setiap desa diketahui sehingga dapat ditentukan prioritas
pengembangan jaringan jalan.
4. Dengan keuntungan aglomerasi, biaya penyediaan berbagai kebutuhan
pelayanan bagi fasilitas-fasilitas akan dapat dikurangi karena biaya tersebut
akan ditanggung secara bersama.
5. Karena berbagai fasilitas tersebut berada di lokasi yang sama maka upaya
untuk memonitoring berbagai aktivitas di pusat tersebut menjadi lebih mudah.
6. Memudahkan interaksi antar individu termasuk pertukaran informasi yang
akan berguna dalam proses modernisasi.
7. Lokasi-lokasi yang memiliki keunggulan akan dapat berkembang secara
spontan sebagai respon terhadap kebutuhan wilayah belakangnya (hinterland).

Dalam aktualisasinya pengembangan pusat-pusat tersebut merupakan


pengembangan sistem permukiman, sehingga pendekatan ini memberikan
perhatian utama pada penataan sistem permukiman sehingga terintegrasi dalam
ruang. Suatu sistem permukiman yang terintegrasi akan memberikan akses yang
potensial bagi penduduk di seluruh wilayah terhadap pasar yang beragam,
berbagai fasilitas perkotaan dan input yang berguna bagi pengembangan
pertanian. Penyebaran konsentrasi investasi di permukiman yang mempunyai
ukuran dan karakteristik yang berebda merupakan salah satu elemen penting
dalam pendekatan ini. Penyebaran investasi di permukiman-permukiman yang
berjenjang ini menurut Rondinelli dan Ruddle akan memberikan manfaat yakni
(Rondinelli, 1983 : 7-8):

1. Dengan adanya efek pemancaran (spead effect) dan skala ekonomi (economic
of scale), pusat-pusat diharapkan dapat berperan dalam menyebarkan
kemajuan bagi penduduk di sekitarnya (daerah hinterland);
2. Menata ekonomi pedesaan melalui mekanisme ekonomi (penawaran dan
permintaan), sistem administrasi, dan sistem pelayanan sehingga kesempatan
kerja dapat tercipta dan semakin beragam;
3. Menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya individu-individu yang kreatif
dan inovatif;
4. Investasi yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk tujuan wilayah dan
menciptakan keunggulan komparatif lokasi dari pusat-pusat;
5. Meningkatkan permintaan berbagai fasilitas pelayanan dan infrastruktur baru
sehingga pertumbuhan wilayah dapat terus dipacu.
6. Menciptakan interaksi (fisik-ekonomi) antar berbagai permukiman dan antara
permukiman dengan wilayah belakangnya yang akan meningkatkan
aksesibilitas tempat pusat;
7. Menarik aktivitas sosial-ekonomi yang berhubungan sehingga dapat
membentuk pasar baru bagi berbagai komoditi wilayah.
Dengan adanya hirarki dan spesialisasi fungsi masing-masing sistem
permukiman di atas maka diharapkan terjadi keterkaitan yang dapat mendorong
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pembukaan lapangan kerja terutama di
sektor non pertanian. Dengan demikian arahan pengembangan pusat-pusat
permukiman harus berada dalam kerangka pengembangan kegiatan sosial-
ekonomi yang akan dikembangkan (berkembang) di suatu wilayah. Karena sektor
ekonomi utama di daerah pedesaan adalah sektor pertanian, maka arahan
pengembangan pusat-pusat permukiman harus terkait dengan upaya
pengembangan sektor pertanian dan sektor-sektor pendukung lainnya, seperti
sektor industri.

Contoh Kota Integrasi Spasial

Kecamatan Driyorejo merupakan wilayah hinterland bagi 3 kabupaten


besar yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Surabaya.
Letak Kecamatan Driyorejo yang berada tepat di tengah-tengah ketiga kabupaten
tersebut menjadikannnya sebagai wilayah urban sprawl yaitu sebagai wilayah
penyangga kota.

Sumber. Identifikasi Keterkaitan Hinterland dengan Pusat Kota (Linda Dwi


Rohmadani)
Kepadatan dan keterkaitan lahan di pusat Kota Surabaya mendorong
perkembangan aktivitas ekonomi ke arah pinggiran kota dan meluas hingga
wilayah-wilayah penyangganya, salah satunya adalah Kabupaten Gresik. Sebagai
wilayah penyangga, Kabupaten Gresik menyediakan lahan alternatif untuk
menampung perluasan kawasan industri dan permukiman di pinggiran Kota
Surabaya. Salah satu wilaayh di Kabupaten Gresik yang menampung perluasan
Kota Surabaya adalah Kecamatan Driyorejo yang terletak pada bagian selatan
Kabupaten Gresik. Kecamatan Driyorejo juga menjadi alternatif untuk
pengembangan aktivitas industri dan permukiman di Kabupaten Gresik akibat
kejenuhan lahan yang mulai terjadi di Kota Gresik. Kecamatan Driyorejo juga
memiliki bidang sosial dan ekonomi interaksi paling banyak dengan Kabupaten
Sidoarjo yaitu Kecamatan Sepanjang, Taman dan Krian, kondisi ini disebabkan
karena jarak tempuh Kecamatan Driyorejo dengan Kabupaten Sidoarjo relatif
singkat yaitu sekitar 10-15 menit dan terlayani angkutan HG.

Berdasarkan Hasil penelitian: Identifikasi Keterkaitan Hinterland dengan


Pusat Kota oleh Linda Dwi Rohmadani; Hinterland (Kecamatan Driyorejo)
menunujukkan keterkaitan dengan pusat Kota Gresik paling banyak dalam bidang
administrasi atau politik seperti pengurusan KTP, KSK, Akte Kelahiran, Sim dan
lain-lain. Sedangkan keterkaitan bidang ekonomi dan sosial cendenrung dengan
Kabupaten Sidoarjo (seperti Kecamatan Krian, Sepanjang dan Taman) dan Kota
Surabaya. Kondisi ini karena jarak tempuh Kecamatan Driyorejo dengan Kota
Gresik relatif jauh yaitu 55 menit dibandingkan dengan Kota Surabaya dan
Kabupaten Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai