Anda di halaman 1dari 12

available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.

php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

PENENTUAN PUSAT PELAYANAN PERKOTAAN


DI KOTA TANJUNGPINANG

Mita Apriana, Iwan Rudiarto


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedharto SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50239
Email corresponding: mt.apriana@gmail.com

Dikirimkan: Diterima: Diterbitkan:


24-02-2020 20-06-2020 26-07-2020

Abstract

As a developing region, the problem of inequality development is a challenge for Tanjungpinang


City so that the determination of centre place is the most important to do. The objective of this
study is to identify areas in Tanjungpinang that have the potential as a central place. Quantitative
approach was applied with central place, scalogram, and spatial interaction analysis as the
assessment tools. The results indicate that Tanjungpinang Timur district has the potential as a
central place in Tanjungpinang City which has 23 types of service facilities and totalling 550
units. It influenced on the strength of spatial interaction among districts in Tanjungpinang City.
The highest spatial interaction value is Tanjungpinang Timur district of 236,428,545 and the
lowest is Tanjungpinang Kota District of 21,002,925. These results can be a consideration for the
local governments to determining the direction of regional development. By optimizing central
places, the issue of development inequality in Tanjungpinang City can be avoided.
Keywords: scalogram; christaller; Marshall Index; central place; Tanjungpinang

Abstrak

Sebagai wilayah yang sedang berkembang, permasalahan kesenjangan dan ketidakmerataan


pembangunan menjadi sebuah tantangan bagi Kota Tanjungpinang sehingga penentuan pusat
pelayanan perkotaan menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi wilayah di Kota Tanjungpinang yang berpotensi sebagai pusat pelayanan
perkotaan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
analisis orde perkotaan berdasarkan teori tempat pusat/central place, yaitu dengan menggunakan
analisis skalogram dan analisis interaksi keruangan. Hasil analisis menyatakan pusat pelayanan
utama di Kota Tanjungpinang berada di Kecamatan Tanjungpinang Timur, memiliki 23 jenis
fasilitas pelayanan sebanyak 550 unit, dengan nilai interaksi keruangan tertinggi sebesar
236,428,545, sedangkan yang memiliki nilai interaksi terendah adalah Kecamatan Tanjungpinang
Kota sebesar 21,002,925. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah
untuk mengoptimalkan pusat-pusat pelayanan dalam menentukan arah pembangunan dan
pengembangan wilayah, agar isu kesenjangan dan ketidakmerataan pembangunan di Kota
Tanjungpinang dapat dihindari.
Kata Kunci: skalogram, indeks sentralitas Marshall, pusat pelayanan, Tanjungpinang

Penentuan Pusat Pelayanan…|1


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

PENDAHULUAN Riau, Kota Tanjungpinang ditetapkan sebagai


Kesenjangan dan pemerataan pembangunan daerah ibukota provinsi. Ibukota
merupakan isu krusial nasional dan daerah. Tanjungpinang terletak di Kecamatan
Suryana & Hafil (2019) dalam situs online Tanjungpinang Kota bernama Senggarang,
republika.co.id pada Selasa, 5 November 2019 sedangkan pusat pemerintahan Provinsi berada
memberitakan penurunan kesenjangan antar di Pulau Dompak, Kecamatan Bukit Bestari.
wilayah menjadi salah satu isu strategis dan Sebagai daerah yang sedang berkembang,
menjadi prioritas pembangunan nasional. permasalahan kesenjangan dan pemerataan
Permasalahan yang terjadi, fenomena pembangunan menjadi sebuah tantangan bagi
kesenjangan antarwilayah mengarah kepada Kota Tanjungpinang, sehingga penentuan pusat
kemiskinan dan ketertinggalan (Hidayat, 2018). pelayanan menjadi hal yang penting untuk
Kesenjangan merupakan fenomena perbedaan dilakukan. Pemerintah daerah juga
antar wilayah dikarenakan ketidakmerataan mengamanatkan agar meningkatan pusat
pembangunan antarwilayah dan salah satu cara pelayanan yang fungsional, berhierarki, dan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi terintegrasi, karena kunci bagi pertumbuhan
kesenjangan adalah dengan mengoptimalkan sekaligus pemerataan di suatu wilayah adalah
pusat-pusat pelayanan (Muliana, Astuti, & melalui penciptaan hubungan (keterkitan) yang
Fadli, 2018). saling menguntungkan antar pusat-pusat
Pusat pelayanan atau lebih dikenal dengan pertumbuhan juga dengan wilayah
central place menurut Walter Christaller (1893- pengaruhnya (Firmansyah, Hariyanto, &
1969) merupakan kota-kota yang menyajikan Indrayati, 2016).
barang dan jasa bagi masyarakat di wilayah Analisis skalogram digunakan untuk
sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki mengidentifikasi peranan suatu kecamatan
berdasarkan jangkauan (range) dan ambang berdasarkan pada kemampuan masing-masing
batas (treshold) penduduk (Muliana et al., kecamatan dalam memberikan pelayanan
2018). Suatu pusat aktivitas yang senantiasa kepada masyarakat, dengan berisi data semua
melayani berbagai kebutuhan penduduk harus nama pusat wilayah, jumlah penduduk, jumlah
terletak pada suatu lokasi yang sentral yaitu jenis dan sarana pelayanan dicatat dalam
suatu tempat atau wilayah yang memungkinkan sebuah format matriks (Rustiadi, 2009; Rahayu
partisipasi manusia dalam jumlah maksimum, & Santoso, 2014). Analisis skalogram juga
baik mereka yang teribat dalam aktivitas memberikan gambaran adanya pen-
pelayanan maupun yang menjadi konsumen gelompokkan permukiman sebagai pusat
dari barang dan jasa tersebut (Utoyo, 2007). pelayanan dengan mendasarkan pada ke-
Pusat wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat lengkapan fungsi pelayanannya (Utari, 2015).
terkonsentrasinya penduduk (permukiman); (2) Dari uraian di atas, rumusan masalah penelitian
pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; adalah dimanakah wilayah Kota Tanjungpinang
(3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian yang berpotensi untuk menjadi pusat
maupun industri; dan (4) lokasi pemusatan pelayanan?; Adakah indikasi kesenjangan
industri manufaktur (Rustiadi, 2009). Asumsi pembangunan di Kota Tanjungpinang?,
yang digunakan pada teori ini antara lain: (a) sehingga penelitian ini bertujuan untuk
Karena para konsumen yang menanggung mengidentifikasi wilayah di Kota
ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat Tanjungpinang yang berpotensi menjadi pusat
yang dinyatakan dalam biaya dan waktu, amat pelayanan.
penting; (b) Karena konsumen yang memikul Penelitian terdahulu (Jacob & Hasan, 2016;
ongkos angkutan, maka jangkauan (range) Muliana et al., 2018) menggunakan analisis
suatu barang ditentukan oleh jarak yang skalogram untuk menentukan pusat-pusat
dinyatakan dalam biaya dan waktu pelayanan. Beberapa penelitian lain (Gulo,
(Januarman, Ahyuni, & Purwaningsih, 2018). 2015; Utari, 2015) menambahkan model
Kota Tanjungpinang merupakan ibukota gravitasi untuk melihat interaksi antar pusat
Provinsi Kepulauan dengan koordinat 0o5’ LU pelayanan dan Hailuddin, Fadliyanti, &
dan 104o27’ BT dengan memiliki 4 wilayah Wijimulawiani, (2018) secara khusus
kecamatan. Wilayahnya berbatasan dengan menggunakan faktor perhubungan, ekonomi,
Kabupaten Bintan dan berada dalam satu pulau kesehatan, dan pendidikan dan
bernama Pulau Bintan. Menurut ukurannya, mengkombinasikan dengan model gravitasi dan
Kota Tanjungpinang termasuk kota sedang indeks williamson untuk menganalsis pusat
yang berpenduduk 209,280 jiwa (BPS, 2019). pertumbuhan ekonomi dan kontribusinya pada
Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun pengembangan daerah pendukung. Dari
2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan beberapa sumber tersebut di atas, penelitian ini

2| Vol 09 No. 01 – 2020


available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

menggunakan metode analisis Christaller, berpendapat bahwa kekuatan interaksi antar 2


analisis skalogram dan menambahkan analisis wilayah yang berbeda dapat diukur dengan
keruangan dengan model gravitasi untuk memperhatikan faktor jumlah penduduk dan
menganalisis kekuatan interaksi antar pusat jarak kedua wilayah tersebut.
pelayanan. Analisis keruangan bermanfaat
dalam bidang analisis perencanaan wilayah METODOLOGI PENELITIAN
dengan anggapan dasar bahwa faktor Lokasi Penelitian
aglomerasi penduduk, pemusatan kegiatan atau Lokasi penelitian adalah Kota
potensi sumber daya alam yang dimiliki, Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau
mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan (Gambar 1) dengan batas-batas wilayah
sebagai daya tarik menarik antara 2(dua) kutub administrasi Kota Tanjungpinang adalah
magnet (Octaria & Hidayat, 2015). sebelah utara, timur dan selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bintan dan sebelah barat
Interaksi Keruangan dan Pembangunan berbatasan dengan Kota Batam. Secara
Wilayah administratif, Kota Tanjungpinang terdiri dari 4
Interaksi keruangan merupakan suatu (empat) kecamatan yaitu Kecamatan
hubungan timbal-balik yag saling berpengaruh Tanjungpinang Barat, Kecamatan
antar dua wilayah atau yang lebih dapat Tanjungpinang Timur, Kecamatan
menimbulkan gelaja, kenampaka, atau Tanjungpinang Kota dan Kecamatan Bukit
permasalahan baru (Utoyo, 2007). Kuat- Bestari, terdiri dari 18 kelurahan, 168 RW dan
lemahnya sangat dipengaruhi oleh tiga faktor 680 RT. Luas wilayahnya mencapai 258.82 km2
utama, yaitu wilayah-wilayah yang saling yang terdiri dari 150.86 km2 daratan dan
melengkapi (regional complementary), adanya 107.96 km2 lautan dengan keadaan geologis
kesempatan untuk berintervensi (interventing sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai
oppotunity), serta adanya kemudahan transfer sampai ke tepi laut (Tabel 1) (BPS, 2019).
atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer
ability) (Kharisma & Triwardani, 2018). Aplikasi Kebutuhan Data
interaksi keruangan dapat digunakan dalam Penelitian ini menggunakan data sekunder
perencanaan pembangunan, seperti Tahun 2018, bersumber dari publikasi Badan
penempatan lokasi pusat pelayanan dan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang. Data yang
pembangunan prasarana trasportasi (Habib, digunakan berupa data jumlah penduduk, data
2016). Interaksi keruangan mengacu pada teori fasilitas pendidikan, peribadatan, perdagangan,
gravitasi Newton (1687) bahwa dua buah dan kesehatan. Subjek pada penelitian ini
benda yang memiliki massa tertentu akan adalah 4 kecamatan di Kota Tanjungpinang,
memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat,
yang dikenal sebagai gaya gravitasi, kemudian Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kecamatan
diterapkan oleh W.J Reilly (1929) mengukur Tanjungpinang Kota dan Kecamatan Bukit
kekuatan interaksi keruangan antara dua Bestari.
wilayah atau lebih (Hermawati & Sari, 2018).
Reilly (1929) dalam Latifah, et. al, (2018)

Gambar 1. Peta Wilayah Studi

Penentuan Pusat Pelayanan…|3


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

Tabel 1. Profil Wilayah Administratif Kota Tanjungpinang


Jumlah Penduduk Luas Kepadatan
No Kecamatan
(jiwa) (m2) (jiwa/km2)
1 Tanjungpinang Timur 83,670 60.04 1,394
2 Bukit Bestari 61,005 46.51 1,312
3 Tanjungpinang Barat 46,607 4.62 10,088
4 Tanjungpinang Kota 17,998 39.69 453
Jumlah 209,280 150.86
Sumber: BPS Kota Tanjungpinang, 2019

Metode Analisis Tanjungpinang Timur memiliki jumlah


Metode penelitian menggunakan penduduk lebih tinggi yaitu 83,670 jiwa
pendekatan kuantitatif dengan analisis data sehingga berorde 1, maka perhitungan orde di
menggunakan teori Central Place Christaller, bawahnya adalah 1/3 dari 83,670 = 27,890,
analisis skalogram dan analisis interaksi demikian seterusnya.
keruangan sebagaimana yang dilakukan 2) Menghitung Skalogram
(Muliana et al., 2018; Utari, 2015; & Gulo, Penelitian ini menilai fasilitas yang
2015) dengan tahapan sebagai berikut: memberikan fungsi baik pelayanan sosial
1) Menghitung Orde Perkotaan Berdasarkan maupun pelayanan ekonomi, jenis fasilitas yang
Christaller dinilai anatar lain: fasilitas kesehatan,
Menurut metode Christaller, perbandingan peribadatan, perdagangan dan pendidikan
jumlah penduduk antara kota orde lebih tinggi (Tabel 2) sebagaimana Utari (2015)
dengan kota orde setingkat lebih rendah mendeskripsikan fasilitas yang digunakan dalam
setidaknya tiga kali lipat (Valetin & Pangi, perhitungan skalogram adalah fasilitas yang
2017). Dengan kata lain, jumlah penduduk mencirikan fungsi pelayanan sosial dan
pada orde yang lebih rendah adalah sepertiga ekonomi dengan kriteria obyek tunggal dan
dari jumlah penduduk orde yang lebih tinggi. terukur serta sedapatnya memiliki karakteristik
Misalnya pada penelitian ini, Kecamatan hirarkis atau berjengjang.

Tabel 2. Daftar Jenis Fasilitas Pelayanan di Kota Tanjungpinang

No. Jenis Fasilitas No. Jenis Fasilitas


1 TK 13 Hotel
2 SD 14 Bank
3 SMP 15 Universitas
4 SMA 16 Puskesmas
5 Posyandu 17 Pelabuhan
6 Balai Kesehatan 18 Rumah Sakit
7 Mesjid 19 Polindes
8 Musholla 20 Pasar
9 Gereja 21 SMK
10 Wihara 22 Rumah Bersalin
11 Industri Besar 23 Klenteng
12 UMKM 24 Bandara
Sumber: BPS Kota Tanjungpinang, 2019

Pada perhitungan skalorgam, asumsi yang dimiliki wilayah tersebut (bernilai 1) diposisikan
digunakan adalah wilayah yang memiliki pada baris paling kiri sehingga membentuk
fasilitas terlengkap merupakan orde tertinggi hirarki anak tangga. Perhitungan dilanjutkan
dan ditetapkan sebagai pusat pelayanan. dengan menguji kelayakan skalogram
Perhitungan dilakukan dengan teknik present menggunakan persamaan (1)
dan absent, dimana wilayah yang memiliki COR = 1 - a .............(1)
fasilitas diberi nilai 1 sedangkan wilayah yang bxc
yang tidak memiliki fasilitas diberi nilai 0. Dimana: COR (Coeffisien of Reproducibility)
Angka-angka tersebut kemudian dijumlahkan adalah koefisien kelayakan; a adalah jumlah
secara vertikal dan horizontal. Wilayah yang kesalahan; b adalah jumlah kecamatan yang
memiliki fasilitas paling lengkap diposisikan dianalisis; dan c adalah jumlah jenis fasilitas
pada baris paling atas dan fasilitas-fasilitas yang yang digunakan dalam perhitungan. Ketentuan

4| Vol 09 No. 01 – 2020


available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

nilai atau tingkat kelayakan nilai pada analisis I = T - t ........................(5)


ini Hirarki Nilai COR yang ideal antara 0,9 - 1. K
3) Menghitung Indeks Sentralitas Marshall
Dimana: I adalah panjang interval kelas
Analisis ini memperhitungkan banyaknya
yang terbentuk; T adalah jumlah Indeks
unit fasilitas pelayanan, sehingga asumsi yang
Sentralitas tertinggi; t adalah jumlh Indeks
digunakan adalah wilayah yang memiliki unit
Sentralitas terendah, K adalah jumlah kelas
fasilitas pelayanan terbanyak merupakan orde
yang terbentuk.
tertinggi dan ditetapkan sebagai pusat
pelayanan. Perhitungan dilakukan dengan 6. Menentukan hiraki/orde perkotaan yang
tahapan: terbentuk
1. Menghitung bobot dari setiap unit fasilitas di
masing-masing kecamatan dengan 4) Menghitung Interaksi Keruangan
menggunakan persamaan 2: Untuk memperkirakan daya tarik suatu
lokasi pusat pertumbuhan wilayah
N=100 ........................ (2)
dibandingkan lokasi lain atau wilayah
c
belakangnya (hinterland), analisis interaksi
Dimana: N adalah bobot dari setiap unit keruangan dihitung menggunakan persamaan
fasilitas; 100 adalah asumsi nilai sentralitas (6).
total; c adalah jumlah seluruh unit fasilitas di
Kota Tanjungpinang. Pa×Pz
2. Menghitung Indeks Sentralitas (IS) setiap
NIaz=k 2 ........................ (6)
(daz)
unit fasilitas di masing-masing kecamatan
dengan menggunakan persamaan 3: Dimana: NIaz adalah besarnya interaksi
IS=N . y........................ (3) wilayah a dengan wilayah z; Pa adalah jumlah
penduduk di wilayah a (jiwa); Pz adalah jumlah
Dimana: IS adalah Indeks Sentralitas; N penduduk di wilayah z (jiwa); daz adalah Jarak
adalah bobot dari setiap unit fasilitas, dari wilayah a dengan wilayah z (km); k =
diperoleh dari persamaan (2) ; y adalah Angka konstanta empiris, bernilai 1.
jumlah unit faslitas di masing-masing
kecamatan yang secara rinci dijabarkan pada HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 6. Hirarki Kecamatan Berdasarkan Christaller
3. Menjumlahkan Indeks Sentralitas setiap Hirarki kota adalah hubungan antar
kecamatan kegiatan yang berpengaruh terhadap pola
4. Menghitung jumlah kelas (K) yang terbentuk pemanfaatan ruang dalam skala wilayah yang
menggunakan persamaan 4 dikenal dengan sistem kota atau orde kota
K = 1 + 3.3 Log n ........................ (4) berdasarkan skala pelayanan (Marasabessy,
2016). Dari hasil analisis berdasarkan Christaller
Dimana: K adalah jumlah kelas; n adalah didapatkan 3 orde/hiraki kecamatan yang
jumlah kecamatan yang dianalisis disajikan pada tabel 3.
5. Menghitung panjang interval kelas yang
terbentuk menggunakan persamaan (5)
Tabel 3. Perhitungan Hirarki Kecamatan Berdasarkan Teori Christaler
Orde Jumlah Penduduk
I 83,670
II 27,890
III 9,297
Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Hasil perhitungan orde tersebut mengklasifikasikan kecamatan di Kota Tanjungpinang seperti yang
tersaji pada tabel 4. Kecamatan dengan orde tertinggi adalah kecamatan Tanjungpinang Timur karena
memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni 83,670 jiwa, sedangkan orde paling rendah adalah
Kecamatan Tanjungpinang Kota karena memilki jumlah penduduk paling sedikit yakni 17,998 jiwa.
Hasil ini memberi gambaran Kecamatan Tanjungpinang Timur merupakan pusat pelayanan yang
memungkinkan partisipasi penduduk dalam jumlah maksimal.

Penentuan Pusat Pelayanan…|5


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

Tabel 4. Klasifikasi Orde Kecamatan


Jumlah Penduduk
No Kecamatan Orde
(jiwa)
1 Tanjungpinang Timur 83,670 I
2 Bukit Bestari 61,005 II
3 Tanjungpinang Barat 46,607 II
4 Tanjungpinang Kota 17,998 III
Jumlah 209,280
Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Hirarki Kecamatan Berdasarkan Skalogram didapatkan 4 orde kecamatan yang dijabarkan


Dari hasil perhitugan skalogram berdasarkan pada Tabel 5.
kelengkapan fasilitas tiap-tiap kecamatan

Tabel 5. Hasil Perhitungan Analisis Skalogram Berdasarkan Kelengkapan Fasilitas di Kota Tanjungpinang
Jumla
h JU
FASILITAS
N Kecama Pendu M- ERR OR
o tan duk LA OR DE
H
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X

Tpi.
1 83.670 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 23 0 I
Timur

Tpi.
2 17.998 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 21 1 II
Kota

Bukit
3 61.005 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 20 2 III
Bestari

Tpi
4 46.607 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 19 4 IV
Barat

Jumlah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 1 2 83 7

Keterangan: E. POSYANDU J. WIHARA O. PASAR T. POLINDES


A. TK F. BALAI KESEHATAN K. INDUSTRI BESAR P. UNIVERSITAS U. SMK
B. SD G. MASJID L. UMKM Q. PUSKESMAS V. RUMAH BERSALIN
C. SMP H. MUSHOLLA M. HOTEL R. PELABUHAN W. BANDARA
D. SMA I. GEREJA N. BANK S. RUMAH SAKIT X. KLENTENG

Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Berdasarkan hasil perhitungan kelengkapan bandara; orde III merupakan wilayah yang
fasilitas masing-masing kecamatan pada tabel 5, memiliki fasilitas, namun tidak selengkap orde I
terdapat jumlah error = 7 sehingga nilai COR dan II yaitu Kecamatan Bukit Bestari dan
= 0,927 yang berarti metode ini layak untuk fasilitas yang tidak dimiliki adalah rumah sakit,
dilanjutkan pada penentuan orde kecamatan. polindes, bandara dan klenteng; dan orde IV
Dari Tabel 5 di atas menggambarkan orde I merupakan wilayah yang memiliki fasilitas
merupakan kecamatan yang memiliki fasilitas kurang lengkap jika dibandingkan orde I, II,
paling lengkap yaitu Kecamatan Tanjungpinang dan III yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat,
Timur walaupun tidak memilki klenteng; orde fasilitas yang tidak dimiliki adalah universitas,
II merupakan kecamatan yang memiliki fasilitas puskesmas, pelabuhan, polindes, dan bandara.
lengkap namun tidak selengkap orde I, yaitu Secara spasial, hirarki wilayah tersebut dapat
Kecamatan Tanjungpinang Kota. Fasilitas yang dilihat pada gambar 2.
tidak dimiliki adalah SMK, rumah bersalin dan

6| Vol 09 No. 01 – 2020


available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

II

IV

III

Gambar 2. Peta Hirarki Pusat Pelayanan di Kota Tanjungpinang Berdasarkan Analisis Skalogram

Hasil analisis ini memberi gambaran Indeks Sentralitas Marshall tidak hanya
Kecamatan Tanjungpinang Timur mempunyai melihat jumlah fungsi atau fasilitas, tetapi juga
potensi sebagai pusat pelayanan karena fasiltas berdasarkan frekuensi keberadaan fungsi atau
pelayanan yang dimiliki paling lengkap diantara fasilitas pelayanan (Muliana et al., 2018).
kecamatan yang lain. Disamping itu, hal Berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas
tersebut menggambarkan adanya aksesibilitas pelayanan pada masing-masing kecamatan
yang tinggi di Kecamatan Tanjungpinang (Tabel 6), bobot Indeks Sentralitas (IS) Marshall
Timur, dimana wilayah dengan fasilitas lebih membagi kecamatan ke dalam 4 orde (Tabel
lengkap dan baik berada pada wilayah dengan 7).
aksesibilitas yang tinggi (Hardati, 2016).

Tabel 6. Jumlah Fasilitas Setiap Kecamatan di Kota Tanjungpinang


JUMLAH FASILITAS
No Kecamatan JUMLAH
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X

1 Tanjungpinang Timur 28 27 11 4 46 18 76 46 9 3 10 230 9 17 3 3 1 1 1 1 2 3 0 1 550

2 Bukit Bestari 15 21 9 7 35 16 42 33 4 3 2 189 4 7 3 3 9 0 0 1 3 5 0 0 411

3 Tanjungpinang Kota 6 12 5 0 16 2 14 9 3 5 3 146 21 15 1 1 1 1 4 2 0 0 3 0 270

4 Tanjungpinang Barat 11 15 6 0 39 9 28 18 5 2 2 51 14 11 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 216

TOTAL 60 75 31 11 136 45 160 106 21 13 17 616 48 50 7 7 11 3 5 5 6 9 5 1 1447

Keterangan: E. POSYANDU I. GEREJA M. HOTEL R. PELABUHAN V. RUMAH


A. TK F. BALAI J. WIHARA N. BANK S. RUMAH BERSALIN
B. SD KESEHATAN K. INDUSTRI O. PASAR SAKIT W. KLENTENG
C. SMP G. MASJID BESAR P.UNIVERSITAS T. POLINDES X. BANDARA
D. SMA H. MUSHOLLA L. UMKM Q. PUSKESMAS U. SMK

Sumber: BPS Kota Tanjungpinang, 2019

Penentuan Pusat Pelayanan…|7


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

Tabel 7. Tingkatan Orde Marshall


Jumlah Jumlah
No Kecamatan Bobot IS Orde Ket. Nilai Orde
Penduduk Fasilitas

1 Tanjungpinang Timur 83,670 550 768.88 I 768.88 – 906.05


2 Bukit Bestari 61,005 411 764.33 II 631.70- 768.87
3 Tanjungpinang Kota 17,998 270 509.42 III 494.52 – 631.69
4 Tanjungpinang Barat 46,607 216 357.36 IV 357.34- 494.51

Jumlah 1447
Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Orde I merupakan kecamatan yang memiliki merupakan wilayah yang memiliki fasilitas
jumlah fasilitas terbanyak yaitu Kecamatan paling sedikit dari orde I, II, dan III yaitu
Tanjungpinang Timur memiliki 550 unit Kecamatan Tanjungpinang Barat memiliki 216
fasilitas; orde II merupakan kecamatan yang fasilitas. Hal ini sebagaimana penjelasan
memiliki jumlah fasilitas lebih sedikit daripada Rustiadi (2009) bahwa suatu pusat yang
orde I, yaitu Kecamatan Bukit Bestari, memiliki berorde tinggi mempunyai jumlah sarana dan
411 unit fasilitas; orde III merupakan wilayah jenis sarana dan prasarana pelayanan yang
yang jumlah fasilitasnya lebih sedikit dari orde I lebih banyak dari orde yang lebih rendah. Peta
dan II yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, tingkatan orde tersebut dapat dilihat pada
memiliki 270 unit fasilitas; dan orde IV gambar 3.

III

IIV
I

II

Gambar 3. Peta Hirarki Kecamatan di Kota Tanjungpinang Berdasarkan Indeks Sentralitas Marshall

Hasil analisis Indeks Sentralitas Marshail dengan hasil analisis skalogram (Tabel 5)
menggambarkan Kecamatan Tanjungpinang menghasilkan perbedaan orde pada Kecamatan
Timur masih berpotensi sebagai pusat Tanjungpinang Kota dan Kecamatan Bukit
pelayanan karena jumlah fasilitas yang dimiliki Bestari. Kecamatan Tanjungpinang Kota
adalah terbanyak diantara kecamatan lainnya menduduki orde III karena jumlah fasilitas yang
yakni 550 unit. Dengan membandingkan hasil dimilikinya lebih sedikit dari Kecamatan Bukit
analisis Indeks Sentralitas Marshall (Tabel 7) Bestari, namun memiliki fasilitas yang lebih

8| Vol 09 No. 01 – 2020


available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

lengkap. Sebaliknya Kecamatan Bukit Bestari keruangan telah memberi gambaran


menduduki orde II karena fasilitas yang sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 8.
dimilikinya lebih banyak dari Kecamatan Analisis ini menilai faktor jarak dan jumlah
Tanjungpinang Kota, namun fasilitas yang penduduk karena dianggap sangat erat
dimiliki kurang lengkap. Hal ini kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan sosial,
mengindikasikan seluruh kecamatan dalam hal sehingga dapat menggambarkan bagaimana
ini juga dapat berpotensi berada pada orde daya tarik dari lokasi tersebut (Octaria &
yang lebih tinggi melalui modifikasi Hidayat, 2015). Untuk mempermudah
ketersediaan dan peningkatan jumlah fasilitas perhitungan, analisis ini menggunakan jarak
perdagangan, pendidikan, peribadatan, dan darat terpendek (dalam kilometer) yang
kesehatan. menghubungkan antara pusat kecamatan yang
satu dengan yang lainnya dan selalu digunakan
Analisis Interaksi Keruangan penduduk Kota Tanjungpinang menuju ke
Dalam melihat kekuatan interaksi antar wilayah pusat kecamatan.
di Kota Tanjungpinang, analisis interaksi

Tabel 8. Nilai Interaksi Antarkecamatan di Kota Tanjungpinang


Jumlah Nilai
jarak
Penduduk (P) Interksi Nilai Penyederhanaan
(d)
No Kecamatan (jiwa) Antar Interaksi Perbandingan
Kecamatan (NI) (NI/107)
Asal Tujuan km (NA)
1
Tpi. Timur - Tpi. Barat 83,670 46,607 7 79,583,830
- Tpi. Kota 83,670 17,998 10 15,058,927 236,428,545 24

- Bukit Bestari 83,670 61,005 6 141,785,788


2 Tpi. Barat - Tpi. Kota 46,607 17,998 17 2,902,536
- Bukit Bestari 46,607 61,005 10 28,432,600 110,918,966 11
- Tpi. Timur 46,607 83,670 7 79,583,830
3 Tpi. Kota - Bukit Bestari 17,998 61,005 19 3,041,463
- Tpi. Timur 17,998 83,670 10 15,058,927 21,002,925 2
- Tpi. Barat 17,998 46,607 17 2,902,536
4 Bukit Bestari - Tpi. Timur 61,005 83,670 6 141,785,788
- Tpi. Barat 61,005 46,607 10 28,432,600 173,259,850 17

- Tpi. Kota 61,005 17,998 19 3,041,463


Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Tabel 8 menggambarkan Kecamatan Tanjungpinang Timur dengan Kecamatan Bukit


Tanjungpinang Timur memiliki nilai interaksi Bestari sebesar 141,785,788. Hal ini
keruangan paling tinggi yaitu 236,428,545, menunjukkan Kecamatan Tanjungpinang Timur
selanjutnya diikuti Kecamatan Bukit Bestari dan kecamatan Bukit Bestari memiliki
173,259,850, Kecamatan Tanjungpinang Barat hubungan yang erat sebagaimana Shara (2018)
110,918,966 dan Kecamatan Tanjungpinang menyatakan semakin tinggi nilai model gravitasi
Kota 21,002,925 dengan perbandingan nilai menunjukkan bahwa hubungan antar wilayah
interaksi adalah 24 : 17 : 11 : 2. Perbandingan semakin erat. Kuat atau eratnya interaksi ini
nilai interaksi ini menjelaskan nilai kekuatan dipengaruhi oleh jarak antar kedua wilayah
interaksi setiap Kecamatan dalam bentuk yang relatif pendek yakni sejauh 6 km dan
sederhana sehingga dapat terlihat jelas memiliki jumlah penduduk antara 61,005 -
Kecamatan Tanjungpinang Timur adalah yang 83,670 jiwa.
paling besar diantara kecamatan yang lainnya. Kecamatan Tanjungpinang Kota memiliki
Nilai Interaksi Antar Kecamatan (NA) yang nilai kekuatan interaksi paling kecil sebesar
paling berkontribusi pada besarnya Nilai 21,002,925 karena dipengaruhi faktor jumlah
Interaksi (NI) ke Kecamatan Tanjungpinang penduduk yang sedikit dan aksesibilitas jarak
Timur adalah nilai interaksi antara Kecamatan yang jauh (antara 10-19 km) sehingga nilai

Penentuan Pusat Pelayanan…|9


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

kekuatan interaksi antar pusat kecamatan Pembangunan SMK dan rumah bersalin akan
menjadi kecil. Jarak menjadi faktor penduduk menambah nilai jumlah jenis fasilitas
untuk melakukan perpindahan atau pergerakan Kecamatan Tanjungpinang Kota sehingga
dalam memenuhi kebutuhannya. bernilai sama dengan Kecamatan
Jika dihubungkan dengan hasil analisis Tanjungpinang Timur (memiliki 23 jenis
skalogram, maka jelaslah Kecamatan fasilitas). Pemerintah dapat meningkatkan unit-
Tanjungpinang Timur mempunyai kekuatan unit fasilitas perdagangan, misalnya dengan
menarik paling besar karena fasilitas pelayanan membangun pasar/kawasan perdagangan baru
yang disediakan wilayah ini sangat banyak dan di Kecamatan Tanjungpinang Kota dan
lengkap. Perbedaan kepemilikan fasilitas Kecamatan Bukit Bestari yang sebanding
pelayanan publik antar kecamatan dengan Kawasan Perdagangan Bintan Centre
menimbulkan pengaruh yang besar terhadap sebagai potensi dan daya tarik. Peningkatan
daya tarik wilayah untuk menjadi pusat pembangunan fasilitas pelayanan ini akan
pertumbuhan (Ancok & Nurhadi, 2018). Hasil mengiringi interaksi ke Kecamatan
ini mendukung penelitian Gulo (2015) bahwa Tanjungpinang Kota, karena semakin lengkap
semakin lengkap fasilitas ekonomi dan sosial atau semakin tinggi nilai indeks sentralitas atas
maka semakin menarik bagi penduduk untuk fasilitas yang dimiliki maka wilayah tersebut
melakukan aktivitas di wilayah itu. Hasil analisis memiliki fungsi yang lebih besar dibandingkan
ini juga menggambarkan bahwa Kecamatan wilayah lain dan semakin menarik masyarakat
Tanjungpinang Timur memiliki potensi untuk di kecamatan lainnya untuk melakukan aktivitas
berkembang, karena semakin banyak dan di Kecamatan Tanjungpinang Kota (Gulo,
lengkapnya fasilitas di suatu wilayah dapat 2015).
menjadi tolak ukur perkembangan wilayah
(Shara, 2018). Perkembangan wilayahnya dapat KESIMPULAN
dilihat dari pembangunan kawasan Berdasarkan hasil analisis skalogram dan
Perdagangan Bintan Centre yang menjadi salah interaksi keruangan yang telah dilakukan,
satu daya tarik penduduk untuk melakukan kecamatan yang berpotensi menjadi pusat
aktivitas di wilayah itu karena lokasinya yang pelayanan di Kota Tanjungpinang adalah
sangat strategis. Daerah-daerah yang lokasinya Kecamatan Tanjungpinang Timur, karena
sangat strategis memiliki kemungkinan memiliki fasilitas terbanyak dan terlengkap di
berkembangnya secara lebih cepat antara kecamatan yang lain, yakni 23 jenis
dibandingkan dengan daerah - daerah di fasilitas sebanyak 550 unit. Kecamatan
sekitarnya (Sihombing & Nurman, 2017). Tanjungpinang Timur juga memiliki potensi
Namun kuatnya interaksi yang terjadi di untuk berkembang. Hal tersebut didukung oleh
Kecamatan Tanjungpinang Timur memberi nilai interaksi ke Kecamatan Tanjungpinang
indikasi adanya gejala tidak meratanya Timur adalah paling tinggi sebesar
distribusi pembangunan di Kota Tanjungpinang, 236,428,545. Hasil penelitian dapat menjadi
khususnya di Kecamatan Tanjungpinang Kota bahan pertimbangan pemerintah Kota
yang merupakan pusat ibukota Tanjungpinang, Tanjungpinang dalam menurunkan kesenjangan
sehingga dengan adanya pusat pelayanan ini antarwilayah di Kota Tanjungpinang dengan
akan memberikan kegunaan bagi pemenuhan mengoptimalkan pusat-pusat pelayanan serta
kebutuhan manusia terhadap proses melalui pergeseran arah pembangunan fasilitas
pembangunan fisik dan infrastruktur serta pelayanan pada wilayah yang memiliki hirarki
fasilitas-fasilitas sosial lainnya (Utoyo, 2007). perkotaan dan nilai interaksi keruangan yang
Melalui analisis yang sudah dilakukan, maka rendah.
dalam perencanaan ke depan Kecamatan
Tanjungpinang Kota dapat mengalami UCAPAN TERIMA KASIH
modifikasi peningkatan orde melalui Penulis mengucapkan terimakasih kepada
penambahan jumlah fasilitas dan penyediaan Pusbindiklatren yang telah memberikan
fasilitas yang belum ada untuk mengangkat dukungan materi dan dosen pengajar Bapak Dr.
hirarki Kecamatan Tanjungpinang Kota menjadi Yudi Basuki, ST, MT,. selaku kepala
lebih tinggi atau sebagai pusat pelayanan utama Laboratorium Geomatika Teknik Perencanaan
(berorde I). Pemerintah Kota Tanjungpinang Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro yang
dapat melakukan pergeseran arah telah memberi masukan dan bimbingan pada
pembangunan ke Kecamatan Tanjungpinang penelitian ini.
Kota untuk membangun fasilitas-fasilitas yang
belum dimiliki yaitu SMK, rumah bersalin dan
bandara dengan aksesibilitas yang baik.

10| Vol 09 No. 01 – 2020


available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.9790/5933-


Ancok, Z., & Nurhadi. (2018). Kajian 704033136
pengembangan pusat pertumbuhan Januarman, Ahyuni, & Purwaningsih, E. (2018).
wilayah di Kabupaten Klaten Zenza. Jurnal buana. Buana, 3(3), 451–465.
Geomedia, 16(1), 13–24. Marasabessy, F. (2016). Hirarki Wilayah Kota
Badan Pusat Statistik. 2019. Kota Ternate Pasca Pengembangan Kawasan
Tanjungpinang Dalam Angka 2019, Waterfront City. Jurnal Wilayah Dan
Kota Tanjungpinang Lingkungan, 4(3), 213.
__________________. 2019. Kecamatan https://doi.org/10.14710/jwl.4.3.213-
Tanjungpinang Barat Dalam Angka 224
2019, Kota Tanjungpinang Muliana, R., Astuti, P., & Fadli, A. (2018).
__________________. 2019. Kecamatan Kajian Pusat-Pusat Pelayanan Di
Tanjungpinang Timur Dalam Angka Kabupaten Kampar. Jurnal Saintis,
2019, Kota Tanjungpinang 18(1), 59.
__________________. 2019. Kecamatan https://doi.org/10.25299/saintis.2018.v
Tanjungpinang Kota Dalam Angka ol18(1).2846
2019, Kota Tanjungpinang Octaria, R., & Hidayat, P. (2015). Analisis
__________________. 2019. Kecamatan Bukit Sektor Unggulan Di Kota Medan.
Bestari Dalam Angka 2019, Kota Jurnal Ekonomi Dan Keuangan, 3(1),
Tanjungpinang 59–71.
Firmansyah, R., Hariyanto, & Indrayati, A. Rahayu, E., & Santoso, E. B. (2014). Penentuan
(2016). Dinamika Sistem Kota-Kota Pusat-pusat Pertumbuhan dalam
Dan Pemilihan Alternatif Pusat Pengembangan Wilayah di Kabupaten
Pertumbuhan Baru Di Kota Semarang. Gunungkidul. Jurnal Teknik Pomits,
Geo Image, 5(1), 1–5. 3(2), 290–295. Retrieved from
https://doi.org/10.15294/v5i2.13561 http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/
Gulo, Y. (2015). Identifikasi Pusat-Pusat teknik/article/view/7296/2088
Pertumbuhan Dan Wilayah Republika. (Online). Ketimpangan Masih Jadi
Pendukungnya Dalam Pengembangan Tantangan Pembangunan. Tersedia di
Wilayah Kabupaten Nias Identification https://nasional.republika.co.id/berita/q
of Growth and Hinterland Area in 0gepj430/ diakses pada 8 Desember
Developing Nias District. Widyariset, 2019.
18, 37–48. Rustiadi, E. (2009). Perencanaan dan
Hailuddin, Fadliyanti, L., & Wijimulawiani, B. S. Pengembangan Wilayah (2nd ed.).
(2018). Pusat Pertumbuhan Ekonomi Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Dan Kontribusinya Pada Indonesia.
Pengembangan Daerah Pendukung Di Shara, A. R. I. D. (2018). Analisis Konektivitas
Lombok Timur NTB. EKOBISNIS, 4(2), Wilayah di Kota Denpasar. Media
35–50. Komunikasi Geografi, 19(1), 42.
Hardati, P. (2016). Hirarki Pusat Pelayanan di https://doi.org/10.23887/mkg.v19i1.13
Kecamatan Ungaran Barat dan 811
Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Sihombing, I., & Nurman, A. (2017). Analisis
Jurnal Geografi, 3(1), 204–215. Spasial Terhadap Persebaran Fasilitas
https://doi.org/10.1017/CBO978051171 Sekunder Pariwisata Di Kota Medan.
2029 Tunas Geografi, 6(1), 25.
Hidayat, F. (2018). Pemerataan Harus Jadi Arus https://doi.org/10.24114/tgeo.v6i1.834
Utama Strategi Pembangunan. 7
Retrieved from Suryana, W., & Hafil, M. (2019). Ketimpangan
https://www.beritasatu.com/ekonomi/ Masih Jadi Tantangan Pembangunan.
501439/ Retrieved from
Jacob, J., & Hasan, N. (2016). Determining The https://nasional.republika.co.id/berita/q
Centers of Economic Growth And 0gepj430/
Regional Development Using Utari, E. S. (2015). Analisis Sistem Pusat
Scalogram Analysis (An Empirical Study Pelayanan Permukiman Di Kota
In West Halmahera Regency, Yogyakarta Tahun 2014. Jejak, 8(1).
Indonesia). IOSR Journal of Economics https://doi.org/10.15294/jejak.v8i1.385
and Finance, 07(04), 31–36. 6

Penentuan Pusat Pelayanan…|11


Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020

Utoyo, B. (2007). Geografi Membuka Geomatika:Inovasi Penyediaan Inforasi


cakrawala Dunia. Bandung: PT. Setia Geospasial Pembangunan
Purna. Berkelanjutan, 185–194.
Valetin, Z., & Pangi. (2017). ANALISIS Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002
PENGEMBANGAN WILAYAH tentang Pembentukan Provinsi
DENGAN PENDEKATAN SEKTORAL Kepulauan Riau.
DAN REGIONAL DI KABUPATEN
BOGOR. Seminar Nasional

12| Vol 09 No. 01 – 2020

Anda mungkin juga menyukai