Disusun Oleh:
HASNA ROFIFAH
10070319112
FAKULTAS TEKNIK
PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020 M / 1442 H
JURNAL NASIONAL 1
Mataram – Lb. Lombok KM. 49, Anjani, Lombok Timur, NTB, 83652
e-mail: *1puspita_siti@yahoo.co.id, 2masrzukiadami@gmail.com,
Abstrak
Kawasan kota tua Ampenan merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
sosial budaya dan menjadi kawasan cagar budaya di Kota Mataram berdasarkan Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) 2013 [5]. Hal ini sejalan dengan Rencana Tata Ruang
dan Wilayah (RTRW) Kota Mataram Tahun 2011-2031 untuk pengembangan pariwisata
dengan sistem informasi sebagai promosi mengenai festival kota tua Ampenan, serta sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Mataram Tahun 2016-2021 tentang kota tua Ampenan yang memiliki nilai historis, pelestarian
adat istiadat dan budaya lokal sebagai jati diri maupun penanda dari kearifan lokal
masyarakat [1]. Tujuan penelitian ini adalah pengembangan kemampuan, kemandirian,
keberdayaan, dan produktivitas masyarakat di bidang pariwisata berbasis smart city
berdasarkan kearifan lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Penelitian ini merupakan luaran wajib yang dimasukkan ke dalam salah satu
jurnal dan luaran tambahan penelitian ini adalah prosiding dan usulan desain smart city
berbasis e-tourism kepada Pemerintah Kota Mataram dan Pemerintah Kecamatan Ampenan
sebagai masukan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Tua
Ampenan. Untuk Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) penelitian ini adalah TKT jenis
software namun aplikasi yang diusulkan dalam penelitian ini masih berupa konsep, rancang
bangun atau analisa dan perancangan sistem sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengimplementasi aplikasi smart city ini
Kata kunci : Smart City, e-Tourism, Pariwisata, Kearifan Lokal, Kota Tua Ampenan
1. PENDAHULUAN
Beberapa tahun belakangan ini, tingkat kedatangan wisatawan baik dalam dan luar negeri
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Tingginya penggunaan sosial media dan keinginan
melakukan traveling membuat banyak kemunculan lokasi wisata baru yang cepat terkenal. Bahkan untuk
menarik pengunjung, di bangun spot-spot photo yang unik dan menarik sehingga menjadi viral di media
sosial. Lokasi wisata lama sudah didukung oleh berbagai infrastruktur sehingga wisatawan merasa
nyaman dan kemudahan dalam mengakses lokasi wisata, namun akan sangat ramai dan sulit menemukan
spot kosong untuk berphoto. Berbeda dengan lokasi wisata baru yang dibuka atau kurang dikenal, hanya
diketahui oleh penduduk lokal, akses lokasi yang sulit dan informasi yang kurang menarik pengunjung,
sehingga perlunya membuat spot- spot photo yang unik dan instagramable agar semakin terkenal.
Seiring terkenalnya Lombok sebagai daerah wisata, maka di beberapa daerah mulai menjadikan
pariwisata sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar selain sumber daya alam lainnya. Kawasan
Kota Tua Ampenan sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak lokasi wisata dan beberapa spot
hanya dikenal oleh penduduk lokal, namun tingginya minat anak muda untuk mengeksplor daerahnya
sehingga lokasi-lokasi yang awalnya hanya pantai beralih ke bangunan tua, mulai memperbanyak
festival budaya dan etnis sehingga menarik kunjungan dari luar kawasan, serta informasi akses jalan
dan lokasi wisata dengan lebih mudah. Misalnya papan penunjuk jalan dan informasi lokasi wisat serta
keramahan yang menunjukkan kearifan lokal akan ditemui pengunjung sepanjang jalan pada kawasan
kota tua ampenan.
Tingginya tingkat wisatawan tentunya membantu peningkatan masyarakat lokal secara ekonomi
melalui pariwissata ini namun banyak sisi negatifnya seperti dapat merusak moral dan pikiran kaum muda
serta kurangnya penghormatan akan penduduk lokal. Oleh karena itu, perlunya awiq-awiq atau aturan
desa untuk menjaga tingkah laku dan didukung peraturan Pemerintah untuk penduduk lokal maupun
wisatawan dengan memasukkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat kota tua ampenan yang mengandung
dalam bagian pelestarian kawasan wisata. Masyarakat kota tua ampenan yang didukung oleh beberapa
aturan seperti RPJMD dan RTRW Kota Mataram serta RTBL Kota Tua Ampenan memiliki kedekatan
emosional dan pemikiran terhadap sumber daya alamnya, yang kemudian melahirkan sikap dan perilaku
nyata dengan mempertimbangkan kapasitas pariwisata. Sebagian masyarakat Ampenan memiliki
ketergantungan hidup kepada sumber daya alam di daratan. Namun demikian, mereka sangat dekat
dengan teknologi informasi dan konsep smart city dan kedekatan secara sosial masih tinggi. Dapat dilihat
dari gotong royong yang sangat melekat dan sikap hormat kaum muda terhadap tokoh masyarakat, serta
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sumber dayanya.
Masyarakat Kota Tua Ampenan memiliki kearifan lokal berupa sejumlah tradisi, anjuran atau
pantangan yang masih berlaku secara turun temurun yang dipraktekkan, dipelihara dan ditaati. Dikaji
secara ilmiah tradisi ini mengandung nilai-nilai lokal bagi pelestarian bangunan tua, kuliner khas dan
budaya etnisa. Nilai-nilai lokal ini perlu dijaga dan diperkuat agar tidak tergilas oleh kemajuan dan
tantangan hidup masyarakat. Pemerintah Kecamatan Ampenan sangat dibantu dengan adanya kelompok
pemuda yang sangat antusias dalam memajukan desa, ditunjukkan dengan banyaknya ide-ide baik dalam
bentuk memperkenalkan tradisi dan budaya adat serta kegiatan yang selalu mengikutsertakan semua
elemen masyarkat dan dilaksanakan di beberapa tempat sambil memperkenalkan daerah wisata dan
produk khas Kota tua Ampenan. Usaha pemerintah desa dan seluruh lapisan masyarakat telah memberi
dampak positif bagi terpeliharanya ekosistem dan kawasan wisata sehingga saat ini wilayah kota tua
ampenan menjadi salah satu destinasi di Kota Mataram. Selain itu masyarakat dapat memperoleh
tambahan pendapatan dari jasa pariwisata ini.
2. METODE PENELITIAN
3.3 Smart City: e-Tourism berbasis Kearifan Lokal Kawasan Kota Tua Ampenan
Implementasi konsep smart city yang relevan dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat kota tua
Ampenan dalam pengelolaan kawasan, pelestarian bangunan bernilai sejarah, penelusuran budaya dan
tradisi berbagai etnis. Smart city ini digunakan Pemerintah dan masyarakat sebagai layanan bagi
pengelola dan pengunjung kawasan kota tua Ampenan. Pihak terkait sebagai pemegang kebijakan
pengelolaan pariwisata berdasarkan smart city dan berbasis kearifan lokal sangat berperan penting dalam
mendukung implementasi ini. Layanan smart city yang dapat diberikan adalah informasi lokasi wisata
termasuk sosial budaya pada lokasi wisata tersebut serta akses yang mudah dan fasilitas yang memadai
akan sangat menarik banyak wisatawan untuk datang berkunjung.
Pengolahan sumber daya alam menjadi produk bernilai ekonomis namun mempertahankan
pelestarian ekosistem dan kearifan lokal pada kawasan kota tua Ampenan yang mengikutsertakan
masyarakat. Layanan smart city memberikan informasi pengenalan bahan lokal, desain dan teknologi
pembuatan produk, teknik pengawetan dan pengemasan produk sehingga dapat dipasarkan. Di beberapa
lokasi wisata pengunjung dapat ikut melakukan berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat lokal
sehingga akan terasa sekali keramahanda pengenalan budaya yang lebih detail sehingga pengnjung akan
mengerti tujuan dan makna suatu kegiatan tersebut Informasi mengenai kegiatan kebudayaan ini akan
melengkapi layanan- layanan yang diberikan dan diakses melalui smart city.
Pengolahan limbah rumah tangga menjadi produk bernilai ekonomis pada masyarakat kawasan
seperti limbah plastik dan organik menjadi produk souvenir. Layanan smart city memberikan informasi
pengenalan bahan limbah, proses daur ulang produk, teknik tampilan dan penjualan produk sehingga
dapat menarik minat pengunjung untuk membeli.
Perancangan desain dan pembuatan website tentang informasi kawasan kota tua Ampenan, terkait
pariwisata dan tata kelola yang melibatkan Pemerintah, pemilik lokasi wisata dan masyarakat mengenai
akses dan rute lokasi wisata. Akses dan rute lokasi wisata tidak hanya dalam kawasan kota tua Ampenan
namun diluar kawasan dan area sebelum memasuki kawasan juga memerlukan perhatian untuk
mendukung pengenalan dan pengembangan pariwisata. Masyarakat lokal sangat berperan penting baik
dari sisi informasi maupun keamanan dan fasilitas pendukung serta akses yang membtua pengunjung
betah menikmati kawasan kota Tua Ampenan.
Pembangunan pondok informasi dan penataan display informasi tentang lokasi wisata termasuk
papan penunjuk jalan dan fasilitas yang ada di masing-masing lokasi wisata serta penggunaan website dan
social media dalam penyebaran infornasi kawasan wisata kota tua Ampenan. Layanan ini sangat penting
karena pengunjung dari luar daerah mungkin akan tidak mengenal seluruh kawasan dan pengunjung dapat
menikmati kawasan secara menyeluruh, baik lokasi wisata, nilai dan sejarah lokasi, budaya lokasi wisata,
makanan atau produk khas lokal, dapat berbaur dengan masayarkat dan kegiatan yang dilakukan
masyarakat lokal, maupun adat istiadat serta festival yang menunjukkan nilai kearifan lokal yang
tercermin dalam semua layanan berbasis smart city tersebut.
Meningkatkan kerjasama yang baik antara Pemerintah dengan pemilik lokasi wisata atau masyarakat
yang pengelolaannya berdasarkan musyawarah. Masyarakat bertanggung jawab penuh akan keamanan
kawasan wisata dan mampu membuka peluang kerja serta menaikkan pendapatan seperti menjual produk
khas daerah yang diletakkan dalam layanan smart city termasuk informasi bangunan toilet dan mushalla.
Semua pihak terkait dapat menyalurkan pendapat dan ide-ide yang disesuaikan dengan kemampuan dan
aturan kawasan. Mitra ini juga dapat melibatkan bidang kependidikan, komunitas peduli lingkungan dan
komunitas-komunitas anak muda sebagai pembelajaran terhadap nilai-nilai luhur yang dianut masyarakat
kawasan ditengah gempuran berita-berita hoaks.
4. KESIMPULAN
Konsep smart tourism dan usulan kebijakan Pemerintah terhadap permasalahan ekonomi, sosial dan
budaya untuk diangkat menjadi aset ekonomis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat guna
mencapai hidup yang lebih sejahtera. Selain itu, terjadinya kemitraan antar masyarakat yang memiliki
berbagai keterampilan (administrasi, pendidikan, teknologi informasi, dan sebagainya) sehingga dapat
terwujud kerjasama yang baik dalam mengembangkan, memberdayakan, dan meningkatkan kemandirian
usaha pariwisata sebagai salah satu pilar ekonomi keluarga pada kawasan Kota Tua Ampenan.
5. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran agar dapat meningkatkan pengetahuan kearah
teknologi informasi yang berbasis smart city pada masyarakat Kota Tua Ampenan yang bekerja dibidang
pariwisata, sehingga masyarakat dapat terus mendapatkan kemanfaatan dari segi ekonomi, sosial, budaya,
dan kesejahteraan. Adanya pemahaman berbasis smart city terhadap pelestarian ekosistem akan
memperkuat ketahanan nilai-nilai kearifan lokal termasuk pengembangan potensi alam menjadi produk
bernilai ekonomi sehingga mengangkat kesejahteraan masyarakat dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah
terkait pariwisata Kota Tua Ampenan.
Penelitian ini didukung oleh Kemenristekdikti dalam Hibah Penelitian Pemula (PDP) dan telah sesuai
dengan luaran wajib yang dicantumkan pada proposal. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancer serta memberikan mamfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Puspita HSM, Siti, 2019, Smart City dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Kota Tua Ampenan, Bali, Prosiding Seminar Nasional Universitas
Warmadewa.
[2] Spillane, James, 1993, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya, Yogyakarta,
Kanisius.
[3] Spillane, James, 1994, Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan,
Yogyakarta, Kanisius.
[4] Vitasurya, V.R., 2016, Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism,
Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta, Procedia
Social and Behavioral Sciences.
[5] Sugiyarto dan Amaruli, R. J., 2018, Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya dan
Kearifan Lokal, Jurnal Adminsitrasi Bisnis, Volume 7, Nomor 1, Maret 2018, pp. 45-52
P-ISSN: 2242-3294 E-ISSN: 2548-4923.
[6] Mbulu, Y. P., Firmasnyah, R., dan Puspita, N., 2017, Identifikasi Daya Tarik Pariwisata
Perkotaan terhadap Tingkat Kunjungan Wisatawan di Kota Mataram Lombok, Tourism
Seientific Journal, Volume 3 Nomor 1 Desember 2017.
[7] Farania, A., Hardiana, A., dan Putri, R.A., 2017, Kesiapan Kota Surakarta dalam
mewujudkan Pariwisata Cerdas (Smart Tourism) ditinjau dari Aspek Fasilitas dan Sistem
Pelayanan, Region, Volume 12, No. 1, Januari 2017, 36-50.
[8] Liu, Pu dan Liu, Yuan, 2016, Smart Tourism via Smart Phone, Proceeding of
International Conference on Communications, Information Management and Network
Security (CIMNS 2016).
[9] Zhang, L., 2012, Smart Tourism: The Coming Era of Personalization and Intelligent
Public Service, Tourism Tribune, 27(2), 3-5.
[10] Pratama, I Putu Agus Eka, 2014, Smart city beserta cloud computing dan teknologi-
teknologi pendukung lainnya, Bandung, Informatika
Jurnal Administrasi Publik, 8 (1) Juni 2018 ISSN 2088-527X (Print) ISSN 2548-7787 (Online)
Abstract
This study aims to find out how the development planning Land Final Disposal (TPA) Garbage in the Village
Mekar Jaya Wampu District Langkat and Inhibiting Factors Planning Construction of the TPA and to determine
what efforts have been done by relevant agencies in overcoming these obstacles. This research uses qualitative
method with descriptive approach, the focus of this research is how Planning Land Construction Landfill (TPA)
Garbage and Inhibiting Factors Planning Construction of the TPA and to know what efforts have been done by
relevant agencies in overcoming these barriers which is seen from the focus of planning, community
participation, planning synergy, and legality of planning. Primary data sources are interviews to related parties
and public and secondary consultation activities are collected through field observation and research. Technical
data analysis is an interactive model, ie data reduction, data presentation, and conclusion. Based on the results
of research that the planning of landfill landfill (TPA) in the village of Mekar Jaya KecamatanWampu Langkat
district is still in the planning and determining the location. Implementation of development is planned at the end
of 2016. As for the inhibiting factors namely the process of land acquisition and the making of land certificate
takes a long time. As for the efforts that have been implemented by the relevant agencies at this time, yaittu
Approach to the community, Conducting meetings involving the community, Improve the performance of relevant
agencies in the planning of landfill construction, Inform every activity planning of landfill construction to the
community.
Key Words: Planning of landfill construction
How to Cite: Sembiring, J. Sihombing, M. & Suriadi, A. (2018). Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Jurnal Administrasi Publik. 8 (1): 39-46.
Johanes Sembiring, Marlon Sihombing & Agus Suriadi. Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan Tempat
13
Jurnal Administrasi Publik, 8 (1) Juni 2018: 39-46
14
Johanes Sembiring, Marlon Sihombing & Agus Suriadi. Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan Tempat
15
Jurnal Administrasi Publik, 8 (1) Juni 2018: 39-46
16
Johanes Sembiring, Marlon Sihombing & Agus Suriadi. Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan Tempat
17
Jurnal Administrasi Publik, 8 (1) Juni 2018: 39-46
18
Johanes Sembiring, Marlon Sihombing & Agus Suriadi. Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan Tempat
menekankan kerjasama antar wilayah dan geografi, serta interaksi diantara stakeholders. Legalitas Perencanaan,
dimana perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku, serta
menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. Unsur legalitas belum dilakakan dengan baik dengan dalam proses
perencanaan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, C. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbut Buku Kedokteran. Jakarta.
Tjokrowinoto. (1995). Peran Pemerintah Desa dalam Pembangunan Masyarakat Desa Pesangga Kota Batu,
Skripsinya Sutrisnoadi, 2005.
MP. Todaro. (1977). Pembangunan Ekonommi di Dunia Ketiga, Jilid 1 dan 2. Erlangga. Jakarta.
Kartasasmita, G., dan Siagian. (1994). Pembangunan Infrastruktur Seminar Pembangunan Konsep dan Implikas.
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Kartasasmita, G. (1996). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang berakar pada
masyarakat. Bappenas. Jakarta. Tjokrowinoto. (1999). Konsep Pembanunan
Nasional. Liberty. Yogyakarta.
Conyers, D. (1994). Perncanaan Sosial di Dunia Ketiga Suatu Pengantar: Gajah Mada University Press.
Kunarjo. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. UI Press.
Tjokroamidjojo, B. (1998). Perencanaan Pembangunan. Haji Masagung. Jakarta.
Nazir. M, (2011). Metode penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia
Satori, D., dan Komariah, A. (2014). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Fathomi, A. (2006). Managemen Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta. Bandung.
Moleong. L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Nazir, M. (1983). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Singarimbun, M. dan Efendi, S. (2008). Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.
Bodga, R.C. dan Bikler, S.K. (1982). Qualitative Research For Education. An Introduction to Theory and
Methods, Allyn and Bacon. Boston.
Alawasilah. (2013). Pokoknya Menulis. Kiblat Buku Utama. Bandung.
Riyadi dan Baratakusumah, D. (2004). “Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam
Mewejudkan Otonomi Daerah”. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Conyers, D. (1981). Perencanaan di Dunia Ketiga Suatu Pengantar. Gajah Mada Univesity Press.
Conyers, D. (1994). Perencanaan di Dunia Ketiga Suatu Pengantar. Gajah Mada Univesity Press.
Silalahi, U, (2012). Metode penelitian sosial. PT Refika Aditama. Bandung.
Sugiyono, (2014). Metode penelitian kuanatif, kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Wijaya, C.I. (2004). Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa Barat Menggunakan Sistem
Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan,
Insitut Pertanian Bogor.
Wijaya, R, (2001), Forum Pengambilan Keputusan dalam Perubahan Perencanaan Pembangunan di Era
Otonomi Daerah (Studi Kasis Di Kelurahan Jabres Kota Surkarta), Tesis, Megister Perencanaan Kota dan
Daerah Gadjah Mada, Yogyakarta.
http://lokasitpa.blogspot.co.id/2011/06/penentua n-lokasi-tpa-sampah-yang-layak.html
Undang - undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keptusan Bupati Langkat Nomor : 393-40/K/2016 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Yang Terletak di Desa Mekar Jaya
Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
SNI : 05-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Sampah.
19
The Geographical Journal, Vol. 170, No. 2, June 2004, pp. 135–145
This paper looks at how the term ‘sustainable development’ has been used in the process of
regional plan making over the past decade. It emphasizes the differing geographies of these
debates within England, in terms of how sustainable development has been used to justify
different types of approach in different parts of the country. Both drawing on and challenging
recent work on state theory, the paper argues the need to see regional planning as a part of a
multi-scalar governance system, whose importance should not be underestimated.
KEY WORDS: regionalism, regional planning, state theory, sustainable development, multi-
level governance
R
‘surplus industrial population’ in ways which met
Planning’s fluctuating fortunes national goals, relieving pressure on the growth
regions and bringing jobs to the declining regions.
egional planning matters – it is a process Directive state intervention involved active regional
fundamental to future place-making activities, policy for constraining growth in some regions, and
providing a forum for deciding what types of future incentives to attract employers to other parts of the
settlement patterns society wishes to see. Yet we make country. In addition, many households were redirected
the bold statement that regional planning matters to new areas, notably the New Towns and Expanded
precisely because until quite recently, in England at Town schemes. It is generally accepted that these
least, it has been cast out into the polit- ical regional interventions were not always as effective as
wilderness, attracting little policy interest and intended, with some aspects of regional plans never
consequently little academic inquiry. Indeed, the re- achieving implementation. Nonetheless, it is worth
emergence of interest in regional planning is a emphasizing that the New and Expanded Towns, for
fascinating area of study precisely because its fortunes instance, did mark a major rewriting of the
have waxed and waned so dramatically over the last settlement pattern of the country, involving millions of
50 or 60 years (Table 1), partly reflect- ing changes in people, whilst substantial industrial investments were
how the planning process is viewed attracted to the declining regions. Rather than detailing
within the wider political sphere (Table 2).
In brief, regional planning entered the first strong the ways in which the post- war consensus about the
period of growth in policy interest during the post- need for regional planning broke down, along with a
1945 years, when it still bore the legacy of wartime more general decline in public and political faith in
centralized planning, even adopting the regional the legitimacy of planners to intervene in such
boundaries used for civil defence purposes during the directive ways (see instead, Wannop and Cherry
years of the Second World War (Powell 1978). Its key 1994; Haughton and Counsell 2004), we merely
philosophical underpinnings chimed with the point out here the multiplicity of ways in which this
Keynesian ethos of the times, in particular the might be inter- preted. For instance, some planning
expectation that the state would adopt a more inter- literature tends to associate changes particularly with
ventionist role than previously in directing economic the influence of key individuals, professionals and
growth to meet wider societal objectives. A central politicians, plus
theme of regional planning was that it could and
0016-7398/04/0002-0135/$00.20/0 © 2004 The Royal Geographical Society
20
Regions and sustainable development 136
Table 1 Active and less active periods of regional policy and planning in the UK
Dominant regional
institutional architecture Dominant themes
Pioneering phase, Appointed regional commissioners, central Post-blitz plans for rebuilding cities,
1920s –1940s government ministries green belt policy, new town policy,
decentralization of the ‘industrial population’
The fallow period, Central government ministries and Implementation of first phase of new towns
1950s New Town Commission Limited application of regional policy tools
Regional revival,
Government ministries, regional industrial Industrial and population relocation Regional
1960s and 1970s
development associations Creation of corporatist bodies establishing
Regional Economic Planning Councils and non-statutory economic and physical strategies
Boards (REPCs/REPBs) Growing interest in sub-regional planning Limited
funding to regional bodies
The second fallow Dissolution of REPCs and REPBs (1980) Rapid weakening of regional policy, with reigned-
period, 1980s Abolition of metropolitan in scope, financing and areal coverage Growth in
county councils (1986) localized, short-term,
business-led approaches
The second Introduction of RPG (1990) Growth Gradual re-emergence of regional approach to 1997,
regional revival, of regional partnerships for EU then rapid expansion in regional institutions and
1990 – programmes, 1994 Strengthening of number of strategies
RPG, 1998 RDAs, 1998 Key themes: policy integration, sustainable development
Regional assemblies, 2000 Regional and competitiveness
Spatial Strategies (2003–)
Source: Haughton and Counsell (2004), drawing in part on Wannop and Cherry (1994).
Table 2 Planning’s changing circumstances, 1970 –2003
Planning under
Planning under Planning rediscovered Planning
question 1970s
siege 1979 –89 1990 –7 rehabilitated 1997–
Acknowledgements
The work presented here was funded by ESRC
grant R000238368 ‘Changes in regional
planning: a new opportunity for sustainable
development?’ This paper distills and in part
expands some of the work in Haughton and
Counsell (2004). We would like to acknowledge
Sally Eden’s prompting that we think
Regions and sustainable development 151
of sustainable development as a ‘resource’ whilst Gleeson B and Low N 2000b Unfinished business: neoliberal
absolving her from any responsibility for how we planning reform in Australia Urban Policy and Research 18 7–28
have used this. Hajer M 1995 The politics of environmental discourses:
ecological modernization and the policy process Clarendon Press,
Oxford
References
Hall P 1988 Cities of tomorrow: an intellectual history of urban
Allmendinger P and Tewdwr-Jones M 2000 New Labour, new planning and design in the twentieth century Blackwell, Oxford
planning? The trajectory of planning in Blair’s Britain Urban Harvey D 1996 The environment of justice in Merrifield A and
Studies 37 1379 –403 Swyngedouw E eds The urbanization of injustice Lawrence
Amin A and Thrift N 1995 Globalisation, institutional ‘thick- and Wishart, London 65 –99
ness’ and the local economy in Healey P, Cameron S, Haughton G and Counsell D 2004 Regions, spatial strategies
Davoudi S, Graham S and Madani-Pour A eds and sustainable development Routledge, London
Managing cities: the new urban context John Wiley and Sons, Healey P and Shaw T 1994 The treatment of the environment by
Chichester 91–108 planners: evolving concepts and policies in development plans
Baker M 1998 Planning for the English regions: a review of the Working Paper No. 31 Department of Town and Country Planning,
Secretary of State’s regional planning guidance Planning Practice University of Newcastle upon Tyne
and Research 13 153 –69 Jessop B 1990 State theory: putting the capitalist state in its
Baker M, Deas I and Wong C 1999 Obscure ritual or adminis- place Polity, Cambridge
trative luxury? Integrating strategic planning and regional Jessop B 1997 The entrepreneurial city: re-imaging localities,
development Environment and Planning B: Environment and redesigning economic governance, or restructuring capital? in
Design 26 763 –82 Jewson N and MacGregor S eds Transforming cities: contested
Breheny M 1991 The renaissance of strategic planning Environment governance and new spatial divisions Routledge, London 28 –41
and Planning B 18 233– 49 Jessop B 2000a Governance failure in Stoker G ed The
Brenner N 2000 The urban question as a scale question: politics of British urban governance Macmillan, Basingstoke 11–
reflections on Henri Lefebvre, urban theory and the politics of 32
scale International Journal of Urban and Regional Research 24 Jessop B 2000b The crisis of the national spatio-temporal fix and
361–78 the ecological dominance of globalizing capitalism International
Cabinet Office and DTLR 2002 Your region your choice: Journal of Urban and Regional Studies 24 273 –310
revitalising the English regions The Stationery Office, London Jessop B 2002 Liberalism, neoliberalism and urban governance:
Counsell D and Haughton G 2002 Sustainability appraisal of a state-theoretical perspective Antipode 34 452–72
regional planning guidance: final report ODPM, London Jones M 1997 Spatial selectivity of the state? The regulationist
Counsell D and Haughton G 2003 Regional planning in transi- enigma and local struggles over economic governance
tion: planning for growth and sustainable development in two Environment and Planning A 29 831– 64
contrasting regions Environment and Planning C 21 225 – 39 Jones M and MacLeod G 1999 Towards a regional renaissance?
Counsell D, Haughton G F, Allmendinger P and Vigar G Reconfiguring and rescaling England’s economic governance
2003 Transactions IBG 24 295–314
New directions in UK strategic planning: from development plans Leadbetter C 2000 Living on thin air: the new economy (with a
to spatial development strategies Town and Country Planning 72 blueprint for the 21st century) Penguin, London
15 –19 Lovering J 1999 Theory led by policy: the inadequacies of
Department of the Environment 1992 PPG1 General policies
‘the new regionalism’ (illustrated from the case of Wales)
and principles HMSO, London International Journal of Urban and Regional Research 23 379 –
Department of the Environment 1993 PPG12 Development 95
plans and regional planning guidance HMSO, London MacLeod G 2001 New regionalism reconsidered: globalisation
Department of the Environment 1994 Sustainable development: and the remaking of political economic space International
the UK strategy HMSO, London Journal of Urban and Regional Research 25 804 –29
Department of Environment, Transport and the Regions Murdoch J 2000 Space against time: competing rationalities in
(DETR) 1998 Regional development agencies’ regional strategies planning for housing Transactions IBG 25 503 –19
The Stationery Office, London Owens S 1994 Land. Limits and sustainability: a conceptual
DETR 1999 A better quality of life – strategy for sustainable framework and some dilemmas for the planning system
development for the UK HMSO, London Transactions IBG 19 439–56
DETR 2000 PPG11 Regional planning HMSO, London Owens S and Cowell R 2002 Land and limits: interpreting
DTLR 2001 Planning Green Paper, planning: delivering a fun- sustainability in the planning process Routledge, London
damental change The Stationery Office, London Peck J and Tickell A 2002 Neoliberalizing space Antipode 34
Fairclough N 2000 New Labour, new language? Routledge, 380 –404
London
Gleeson B and Low N 2000a Revaluing planning. Rolling back
neo-liberalism in Australia Progress in Planning 53 83 –164
Regions and sustainable development 152
Porter M 1990 The competitive advantage of nations
Macmillan, London
Powell A G 1978 Strategies for the English regions: ten years of evolution Town Planning Review 49 5 –13
Rydin Y and Thornley A 2001 An agenda for the new millennium in Rydin Y and Thornley A eds Planning in the UK: agendas
for the new millennium Ashgate Publishing, Aldershot 1–10
Simmons M 1999 The revival of regional planning Town Planning Review 70 159–72
Storper M 1998 Civil society: three ways into a problem in
Regions and sustainable development 153
Douglass M and Friedmann J eds Cities for citizens John Wiley and Sons, London 239 –46
Tewdwr-Jones M ed 1996 British planning policy in transition: planning in the 1990s UCL Press, London
Thornley A 1993 Urban planning under Thatcherism: the challenge of the market Routledge, London
Turner R K, Pearce D and Bateman I 1994 Environmental economics Harvester Wheatsheaf, London
Wannop U and Cherry G 1994 The development of regional planning in the United Kingdom Planning Perspectives 9 29 –60