Anda di halaman 1dari 39

Penentuan Potensi Lokasi Perumahan pada Kawasan Kota Baru

Satelit Moncongloe Berbasis Pemanfaatan SIG

(Studi Kasus: Kota Baru Satelit Moncongloe, Kabupaten Maros)

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Khumairah Zulqaidah (D101181008)
Iliany Nurul Fitry (D101181010)
Nafiqah Amandah (D101181024)
M. Ishaq (D101181313)
Audi Rifyal Akbar (D101181507)

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN


DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Mamminasata merupakan kawasan yang telah ditetapkan


sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Indonesia. Kawasan ini adalah
satu kesatuan kawasan perkotaan yang terdiri atas: Kota Makassar sebagai
kawasan perkotaan inti, Kawasan Perkotaan Maros, Kawasan Perkotaan
Sungguminasa, Kawasan Perkotaan Takalar, yang kemudian membentuk
kawasan metropolitan. Kawasan Mamminasata diupayakan menjadi pusat
pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan berskala
internasional, serta penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia.

Munculnya Kawasan Metropolitan Mamminasata pada dewasa ini, tentu


memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kota, khususnya kota-kota
di Sulawesi Selatan. Seperti pertumbuhan penduduk yang begitu pesat akibat
banyaknya masyarakat yang pindah mendekati area pusat kegiatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Makassar sebagai


kawasan perkotaan inti Mamminasata, dalam kurun waktu tahun 2014 – 2019
jumlah penduduk Kota Makassar mengalami peningkatan, yaitu jumlah
penduduk Kota Makassar tahun 2014 adalah 1.429.242 jiwa, sedangkan pada
tahun 2019 mencapai 1.526.677 jiwa. Dan diperkirakan akan terus meningkat
seiring perkembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata. Akibat
pertumbuhan penduduk yang begitu signifikan, pun berimbas pada
meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana berupa hunian di suatu kota.
Melihat keadaan ini, maka sudah seharusnya kota satelit hadir sebagai wadah
pemenuh kebutuhan masyarakat sebagaimana fungsinya.

Menilik pada aspek letak, Kawasan Metropolitan Mamminasata


dikelilingi oleh kota-kota satelit yang membentuk kesatuan sistem dalam
pelayanan penduduk metropolitan. Kota-kota satelit ini dituntut mampu
menjadi penunjang serta pembagi ‘beban’ bagi Kawasan Metropolitan
Mamminasata. Sehingga tercipta suatu konsep ruang yang berhierarki,
terstruktur, dan seimbang sesuai fungsi dan tingkat pelayanannya.

Dalam konsep Metropolitan Mamminasata, salah satu kota satelit yang


dikembangkan yakni Kawasan Kota Baru Satelit Moncongloe. Terletak di
Kabupaten Maros, Kawasan Kota Baru Satelit Moncongloe memiliki fungsi
utama sebagai perdagangan jasa, permukiman, transportasi, Ruang Terbuka
Hijau (RTH), dan rekreasi (Ariyanto, 2017).

Untuk menunjang Kawasan Maminasata, pemerintah dalam Peraturan


Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Maros Tahun 2012-2032, pasal 52 ayat 3b, mencetuskan
bahwa Kawasan Kota Satelit Moncongloe diperuntukkan sebagai kawasan
permukiman perkotaan baru. Pasal ini dibuat sebagai bentuk ‘berbagi beban’
bagi Kawasan Metropolitan Maminasata itu sendiri, serta sebagai arahan
untuk mencegah terjadinya perkembangan kota yang dapat memicu konversi
lahan non-mukim menjadi permukiman.

Berangkat dari permasalahan serta arahan yang ada, kemudian


mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam terkait potensi lokasi
perumahan di Kawasan Kota Satelit Moncongloe. Dalam hal ini, SIG (Sistem
Informasi Geografis) mempunyai peran yang cukup strategis karena SIG
mampu menyajikan aspek spasial (keruangan) guna mengetahui tingkat
potensi lokasi perumahan di Kawasan Kota Baru Satelit Moncongloe.

Penelitian ini mempertimbangkan tujuh parameter/kriteria untuk


menentukan lokasi potensial perumahan dan permukiman, yaitu parameter
kemiringan lereng, ketersedian air tanah dan PDAM, kerawanan bencana,
aksesbilitas, jarak terhadap pusat perdagangan dan fasilitas pelayanan umum,
kemampuan tanah, dan perubahan lahan. Penulis meyakini kajian ini
diperlukan, mengingat Kawasan Moncongloe dikenal sebagai kawasan rawan
banjir. Sehingga dibutuhkan analisis lebih dalam untuk menentukan mana
lahan yang layak untuk dijadikan perumahan dan permukiman.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah


yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:

1) Berapa besar pengaruh/bobot untuk setiap parameter yang digunakan


dalam menentukan tingkat potensi suatu lahan untuk dikembangkan
menjadi kawasan perumahan dan permukiman dengan metode AHP
(Analytic Hierarchy Process)?

2) Bagaimana tingkat potensi lahan di Kawasan Kota Baru Satelit


Moncongloe untuk dijadikan sebagai kawasan perumahan dan
permukiman?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan


penelitian sebagai berikut:

1) Mengetahui besar pengaruh/bobot untuk setiap parameter yang digunakan


dalam menentukan tingkat potensi suatu lahan untuk dikembangkan
menjadi kawasan perumahan dan permukiman dengan metode AHP
(Analytic Hierarchy Process).

2) Mengidentifikasi tingkat potensi lahan di Kawasan Kota Baru Satelit


Moncongloe untuk dijadikan sebagai kawasan perumahan dan
permukiman.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihasilkan dalam studi penentuan lokasi perumahan berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu:
1) Bagi Pendidikan
Bagi pendidikan, diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan, serta sebagai bahan dan kajian dalam menambah informasi
terkait penentuan lokasi perumahan, terutama penentuan dengan
memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG).
2) Bagi Pemerintahan
Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan usulan terkait penentuan
lokasi perumahan yang ideal di Kota Baru Satelit Moncongloe.
3) Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai
gambaran ilmu pengetahuan dalam bidang SIG, terutama dalam
penggunaannya untuk menentukan lokasi perumahan yang ideal.

1.5 Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibagi menjadi 2 (dua) yaitu ruang lingkup


substansional yang memuat batasan materi penelitian dan ruang lingkup
spasial yang memuat batasan lokasi penelitian.

1.5.1 Lingkup Materi

Dalam penelitian ini akan membahas mengenai parameter/kriteria


penentuan lokasi potensial perumahan dengan memanfaatkan pemetaan SIG
dalam melakukan ananlisis. Pertimbangan parameter/kriteria untuk
menentukan lokasi potensial perumahan dan permukiman, yaitu parameter
kemiringan lereng, ketersedian air tanah dan PDAM, kerawanan bencana,
aksesbilitas, jarak terhadap pusat perdagangan dan fasilitas pelayanan umum,
kemampuan tanah, dan perubahan lahan.

Pada tahap selanjutnya, data data yang telah diperoleh baik secara
kuantitatif ataupun secara kualitatif dianalisa untuk mendapatkan tingkat
potensi lahan yang dapat dijadikan perumahan.

1.5.2 Lingkup Lokasi

Lingkup lokasi penelitian mencakup Kota Baru Satelit Moncongloe,


Kabupaten Maros, yang berada pada kawasan Metropolitan Maminasata.

Moncongloe adalah nama sebuah kecamatan yang berada di wilayah


kabupaten Maros, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kecamatan
ini berada di Pamanjengan, Desa Moncongloe dengan jarak 22 km dari kota
Turikale yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan kabupaten Maros.
Kecamatan ini memiliki 5 lima pembagian wilayah yang semuanya berstatus
sebagai desa dengan rincian jumlah dusun sebanyak 17. Dari 5 desa itu pula
masing-masing memiliki perkembangan yang berbeda, yaitu 1 desa dengan
perkembangan desa swadaya, 1 desa dengan perkembangan desa swakarya,
dan 3 desa dengan perkembangan swasembada. Luas kecamatan ini sekitar
46,87 km² dengan jumlah penduduk 17.694 jiwa pada tahun 2012.

Secara astronomis, kecamatan ini terletak antara 119,30 Bujur Timur


sampai 5,00 Lintang Selatan. Topografi kecamatan ini berada pada ketinggian
10–122 m di atas permukaan laut. Jarak Moncongloe menuju Kabupaten
Maros adalah sekitar 20 km. Jarak dari Moncongloe menuju Ibu kota Provinsi
Sulawesi Selatan yaitu Makassar adalah 22 km melalui jalan darat.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran secara umum tentang isi penelitian ini,


penulis menyajikan dalam bentuk sistematika sebagai berikut :

1) BAB 1 PENDAHULUAN, memuat latar belakang masalah, rumusan


masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,
serta sistematika penelitian.
2) BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berupa pembahasan secara terperinci
mengenai kriteria dalam mempertimbangkan pemilihan lokasi potensial
dalam melakukan pembangunan perumahaan dan permukiman
3) BAB III METODE PENELITIAN, penguraian tentang jenis penelitian,
waktu dan lokasi, kebutuhan dan metode pengumpulan data, teknik
analisis data, faktor penelitian dan kerangka penelitian.
4) BAB IV GAMBARAN UMUM, membahas tentang gambaran umum
pada kawasan Kota Baru Satelit Moncongloe, Kabupaten Maros
5) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN, menguraikan dan menjawab
pertanyaan-petanyaan pada rumusan masalah dengan menggunakan teknik
analisis yang sudah di tentukan.
6) BAB VI PENUTUP, menjelaskan tentang hasil akhir dari penelitian
berupa kesimpulan dan saran.
7) DAFTAR PUSTAKA, berisi daftar sumber kajian atau literatur yang
digunakan dalam penyelesaian penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan


Permukiman. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem
yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

2.1.1. Perumahan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Pemukiman, Perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Perumahan merupakan
salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan
masyarakatnya.

Rumah secara fisik merupakan bangunan yang berfungsi sebagai


tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat
dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang


bersifat fisik (house, dwelling, shelter) atau bangunan untuk tempat tinggal/
bangunan pada umumnya (seperti gedung dan sebagainya). Jika ditinjau
secara lebih dalam rumah tidak sekedar bangunan melainkan konteks sosial
dari kehidupan keluarga dimana manusia saling mencintai dan berbagi
dengan orang-orang terdekatnya (Aminudin, 2007:12). Dalam pandangan ini
rumah lebih merupakan suatu sistem sosial ketimbang sistem fisik. Hal ini
disebabkan karena rumah berkaitan erat dengan manusia, yang memiliki
tradisi sosial, perilaku dan keinginan-keinginan yang berbeda dan selalu
bersifat dinamis, karenanya rumah bersifa kompleks dalam mengakomodasi
konsep dalam diri manusia dan kehidupannya. Beberapa konsep tentang
rumah:

1) Rumah sebagai pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan


pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya

2) Rumah sebagai wadah keakraban; rasa memiliki, rasa kebersamaan,


kehangatan, kasih dan rasa aman

3) Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi; tempat melepaskan


diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin

4) Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat


kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam
untaian proses ke masa depan

5) Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari

6) Rumah sebagai pusat jaringan sosial

7) Rumah sebagai Struktur Fisik

Pada masyarakat modern, perumahan menjadi masalah yang cukup


serius. Pemaknaan atas rumah, simbolisasi nilai-nilai dan sebagainya
seringkali sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial. Rumah
pada masyarakat modern, terutama di perkotaan, menjadi sangat
bervariasi, dari tingkat paling minim, yang karena keterbatasan ekonomi
hanya dijadikan sebagai tempat berteduh, sampai kepada menjadikan rumah
sebagai lambang prestise karena kebutuhan menjaga citra kelas sosial
tertentu.

Menurut Turner dan Ficher (1992:164-167) terdapat tiga fungsi yang


terkandung dalam rumah yaitu:

1) Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam


kualitas hunian atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan
tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni mempunyai tempat
tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi keluarga dari
iklim setempat;

2) Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang


dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi
pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan dalam lokasi tempat
rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam
pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna
mendapatkan sumber penghasilan;

3) Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya


kehidupan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah,
jaminan keamanan lingkungan perumahan yang ditempati serta
jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.

Pembangunan dan pengembangan kawasan lingkungan perumahan


pada dasarnya memiliki dua fungsi yang saling berkaitan satu dengan yang
lain, yaitu fungsi pasif dalam artian penyediaan sarana dan prasarana fisik
serta fungsi aktif yakni penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehidupan
penghuni (Budihardjo, 1991).

Menurut K. Basset dan John R. Short dalam Kurniasih (1972:164-


167) Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima
elemen, yaitu:

1) Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti


topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi
dan fauna;

2) Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan


pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan
perepsinya;

3) Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat;

4) Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok


melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
5) Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia,
yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut
seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarnya suatu permukiman


terdiri dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam
masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik
permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan
pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang
membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman
tersebut.

2.1.2. Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 Angka (5) tentang Perumahan


dan Kawasan Permukiman, Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi
lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Menurut UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 Angka (3) tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan
dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Menurut Djemabut (1977) menyebutkan permukiman adalah kawasan


perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana umum, dan
fasilitas umum dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan
kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan.
Pemukiman tersebut juga memberikan ruang gerak sumber daya dan
pelayanan bagi peningkatan mutu kehidupan serta kecerdasan warga
penghuni, yang berfungsi sebagai ajang kegiatan kehidupan sosial, budaya
dan ekonomi.

Perencanaan perumahan dan permukiman harus menggunakan pendekatan


ekologi, rumah dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
ekosistem. Keseluruhan bagian rumah, mulai dari proses pembuatan,
pemakaian, sampai pembongkarannya akan sangat berpengaruh terhadap
keseimbangan alam.

Menurunnya kualitas lingkungan meningkatnya suhu global;


meningkatnya pencemaran air, udara dan tanah; berkurangnya
keanekaragaman hayati; berkurangnya cadangan energi dari minyak dan gas,
yang sebagian besar diakibatkan oleh pembangunan yang tidak terkendali,
adalah masalah yang harus dipecahkan dengan pendekatan teknologi yang
ramah lingkungan. Berdasarkan kenyataan ini maka perumahan adalah rumah
yang seluruh prosesnya pembangunan, pemakaian dan pembongkaran
berusaha untuk tidak mengganggu keseimbangan alam, bahkan jika mungkin
memperbaiki kualitas lingkungan (Zulfie, 2000:7).

Permukiman terbentuk dari kesatuan kata isi dan wadah, yaitu kesatuan
antara manusia sebagai penghuni (isi) dengan lingkungan hunian (wadah)
akan membentuk suatu komunitas yang secara bersamaan dapat membentuk
suatu permukiman yang mempunyai dimensi yang sangat luas, dimana batas
dari permukiman biasanya berupa batasan geografis yang ada dipermukaan
bumi, misalnya suatu wilayah atau benua yang terpisah karena lautan.

2.2. Persyaratan Dasar Perencanaan Perumahan

Dalam pembangunan perumahan harus mempertimbangkan berbagai


faktor agar nantinya perumahan tersebut tidak merusak lahan dan lingkungan.
Faktor tersebut antara lain mengenai kebutuhan perumahan di suatu daerah dan
lokasi yang juga harus berada di tempat yang strategis. Dalam hal ini,
pertimbangan terhadap faktor tersebut dapat dinilai menurut peraturan yang telah
ada dan juga menurut para ahli. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau perlu
diperhitungkan dalam menentukan lokasi perumahan disebut faktor lokasi.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang tata cara


perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan ada beberapa aspek dalam antara
lain :

1) Persyaratan lokasi

Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang


diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau
dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah
setempat, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Kriteria keamanan, yaitu dengan mempertimbangkan bahwa lokasi


tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan
pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah
bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik
tegangan tinggi

2) Kriteria kesehatan, yaitu dengan mempertimbangkan bahwa lokasi


tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas
ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam

3) Kriteria kenyamanan, yaitu termasuk didalamnya kemudahan


aksesibilitas, kemudahan berkomunikasi (langsung dan tidak
langsung), serta kemudahan berkegiatan SPU

4) Kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibiltas), berupa


penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan
yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa
atau danau/setu/sungai/kali dan sebagainya

5) Kriteria fleksibilitas, yaitu dengan mempertimbangkan kemungkinan


pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan
dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;
6) Kriteria keterjangkauan jarak, dengan mempertimbangkan jarak
pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna
lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-utilitas
lingkungan; dan

7) Kriteria lingkungan berjati diri, dengan mempertimbangkan


keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat,
terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal
setempat.

b. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status
kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan
ekologis.

c. Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan


mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta
pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin
tumbuh di kawasan yang dimaksud.

2) Persyaratan Fisik

Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-


faktor berikut ini:

a. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali


dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

b. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (lihat Tabel 2) dengan ketentuan:

1) tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi


datarlandai dengan kemiringan 0-8%; dan

2) dengan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%.


Tabel 2. Kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lereng

Sumber: SNI 03-1733-2004

2.3 Kota Satelit

Kota satelit merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di


sekitarnya dan merupakan 'jembatan' masuk/akses untuk menuju ke kota besar.
Karena kota satelit juga berfungsi sebagai penunjang kota besar, maka implikasi
daripada kota satelit sebagai penunjang akan tampak pada hidup keseharian
warganya. Kota satelit bisa juga sebagai pemasok barang-barang kebutuhan warga
kota besar, karena semakin besar dan berkembangnya suatu kota maka sikap
warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan mereka juga akan
semakin turun.

Tujuan dari Kota Satelit dibedakan berdasarkan kebutuhan pada beberapa


sektor Perencanaan Kota, Kebijakan Perumahan, dan Pengembangan wilayah
Area Metropolitan Mamminasata:

2.3.1 Kebijakan Perencanaan Kota


a) Permasalahan Kesemrawutan Kota
Disamping tata guna lahan sangat efisien (pemanfaatan lahan yang
tidak digunakan di daerah urbanisasi umum Makassar, hal ini penting
untuk menampung jumlah penduduk yang melewati batas Makassar ke
dalam kota baru satelit, yang pada akhirnya menunjukkan kesemrawutan
kota di Kecamatan Mandai, Moncongloe and Pattallassang di Gowa dan
Maros.

b) Stabilisasi harga lahan dengan menyediakan lahan yang lebih murah


di pasar real-estate.
Pola kota baru ini juga bertujuan untuk menstabilkan harga lahan
dengan cara menyediakan lahan di pasaran lahan Makassar. Hal ini juga
dimaksudkan agar pengembang usaha kecil dan menengah dan perusahaan
perumahan diikut sertakan dalam usaha pengembangan perumahan,
sehingga dapat menghentikan urbanisasi yang semrawut di daerah rawan
dan memberikan gaung dan keaktifan industri real-estate.
c) Mengurangi tekanan jumlah penduduk pada wilayah perkotaaan
umum Makassar.
Seperti kita telah ketahui bersama bahwa akan memakan waktu
lama untuk meningkatkan/mengembangkan tempat tinggal termasuk
prasarana perkotaan di daerah perkotaan menanggapi urbanisasi yang
cepat. Hal ini merupakan satu kasus untuk pengembangan kota baru,
sehingga dapat mengurangi tekanan jumlah penduduk ke daerah
perkotaan. Ini dikarenakan kota-kota baru dapat dikembangkan lebih cepat
dan tidak terlalu mahal di daerah lahan kosong.

2.3.2 Kebijakan Perumahan


a) Ketentuan perumahan yang terjangkau
Di dalam dan di sekitar daerah perkotaan Kota Makassar, harga
lahan melonjak sangat tinggi, sehingga kalangan kecil dan menengah
menghadapi lebih banyak kesulitan untuk mendapatkan lahan dan rumah
hunian yang terjangkau di Kota Makassar. Hal seperti ini juga
menyusahkan pengembang swasta dan perusahaan perumahan yang
kebanyakan merupakan perusahaan kecil dan menengah (SMEs), untuk
mendapatkan dan mengkonsolidasi lahan yang dapat dikembangkan
karena semakin berkurangnya lahan di daerah yang tidak
teratur/semrawut. Untuk mengatasi masalah kekurangan rumah, maka
pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk menyediakan rumah
yang terjangkau bagi penduduk metropolitan.

b) Lahan Berskala Besar yang Dapat Dikembangkan untuk pengadaan


perumahan.
Untuk menyediakan rumah yang terjangkau, maka pengembangan
perumahan berskala besar yang didasarkan pada skala ekonomi untuk
mengurangi biaya pengembangan harus dilaksanakan di daerah yang
masih tersedia banyak lahan yang belum dikembangkan dengan harga
yang relatif murah. Sangatlah sulit untuk mendapatkan lahan yang
potensial di Kota Makassar.Oleh karena itu, kota baru diluar batas Kota
Makassar harus segera dibangun agar dapat menyediakan rumah dengan
harga dan lingkungan yang memadai.

2.3.3 Kebijakan Regional


Pada studi Mamminasata diusulkan rencana pengembangan regional
wilayah Metropolitan Mamminasata. Studi ini nampak bahwa kebijakan
dekosentrasi dengan mempertimbangkan alokasi jumlah penduduk yang
direncanakan di masa yang akan datang dan PDRB. Sehubungan dengan
kebijakan regional, maka kawasan industri (industrial parks) (KIWA) di
Kabupaten Gowa dan pengembangan industri lainnya direncanakan di
sepanjang bypass Mamminasa. Kota Satelit dirancang untuk menampung
kebutuhan perumahan bagi para perkerja yang pulang pergi ke tempat kerja.

2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.4.1 Konsep Dasar SIG.

SIG (Sistem Informasi Geografis) atau dikenal pula dengan GIS


(Geographical Information System) merupakan suatu istilah dalam bidang
pemetaan yang memiliki ruang lingkup mengenai bagaimana suatu sistem
dapat menghubungkan objek geografis dengan informasinya. Rahmad
dalam Skripsi Cita Ichtiara 2008 mendefinisikan SIG berdasarkan
pemahaman tiap-tiap kata yaitu :
a) Geografis
SIG dibangun berdasarkan geografis atau spasial, didalamnya terdapat
objek-objek yang dapat berupa fisik, budaya, atau ekonomi alamiah.
Keterangan spasial dari objek-objek ini ditampilkan pada suatu peta untuk
memberikan gambaran yang representatif dari keadaan sebenarnya di
muka bumi.

b) Informasi
Pada representasi permukaan geografis SIG, terdapat beberapa objek-objek
dimana tiap-tiap objek memiliki informasi masing-masing yang unik.
Hubungan langsung antara objek dan informasi yang bersifat interaktif
membuat peta menjadi intelligent.

c) Sistem
Sistem merupakan kumpulan elemen-elemen yang saling
berintegrasi dan berketergantungan dalam lingkungan yang dinamis untuk
mencapai tujuan tertentu. Pada SIG sistem merupakan kumpulan dari
informasi, data geospatial, dan juga sistem komputer atau perangkat
elektronik lainnya.

2.4.2 Komponen Utama SIG

Dalam merancang SIG dibutuhkan 3 komponen utama yaitu sistem


komputer, data geospasial serta pengguna. Sistem komputer terdiri dari
hardware dan software, komponen pada software terdiri dari program,
database, dan Graphical user interface (GUI). Dimana perlu diketahui
bahwa bagian GUI merupakan tampilan dari program yang berinteraksi
langsung dengan pengguna. Dalam berkomunikasi dan mendapatkan
informasi, GUI menjembatani program kompleks dan kumpulan informasi
dalam database dan yang ingin diakses dengan kemampuan seorang
pengguna yang awam.

Sedangkan hardware merupakan perangkat eletronik atau juga dapat


disebut dengan platform dimana program dan database berjalan. Hardware
dapat berupa computer atau perangkat-perangkat elektronik bersifat mobile
seperti alat GPS, PDA atau smartphone.

Data geospatial mengandung rujukan geografi secara langsung


seperti latitude (garis lintang), longitude (garis bujur), atau sebuah rujukan
implicit seperti sebuah alamat, kode pos, dan lain-lain. Pada aplikasi yang
kompleks, rujukan geografis mempunyai sebuah proses yang otomatis yang
disebut geocoding; digunakan untuk menciptakan rujukan geografi expilist
dari implicit atau gambaran seperti sebuah alamat.

Kumpulan dari data geospatial dihubungkan pada suatu sistem


computer. Sistem ini dapat mengenal informasi yang terkandung pada data
geospatial dan mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
Lalu kebutuhan pengguna dapat disesuaikan dengan data yang tersedia.
Maka dapat dimunculkan data geospatial yang berhubungan.

Apabila kita melihat secara perspektif global maka ketiga data


tersebut berinteraksi pada suatu sistem yang memiliki aturan atau prosedur
tertentu dalam berhubungan satu sama lain. Kurang lebih hal tersebut juga
yang diungkapkan oleh Faimah Batubara mengenai SIG yaitu sebuah
sistem yang terdiri daripada computer, software, data, manusia, organisasi
dan aturan-aturan institusi untuk pengumpulan, penyimpanan, penganalisis,
dan penyeberan informasi tentang tempat di bumi.
2.6. Penelitian Terdahulu

Table 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama
No Metode
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
. Analisis
dan Tahun
Yoga Pemanfaatan  Analisis  Analisi Dari hasil penelitian ini Ruang lingkup Lokasi
Kencana SIG untuk parameter: s AHP berupa hasil analisis penelitian penelitian
Nugraha, Menentukan 1. Daya dukung  Skoring dan perhitungan bobot terkait lokasi terdahulu
Arief Laila Lokasi tanah  Overlay dengan metode AHP potensial berada di
Nugraha, Potensial 2. Ketersediaan (Analytic Hierarchy pengembangan Kabupaten
Arwan Pengembanga air Process) terhadap kawasan Boyolali
Putra n Kawasan 3. Kemiringan tingkat potensi lahan di perumahan dan sementara
Wijaya, Perumahan lereng Kabupaten Boyolali permukiman Penulis
4. Aksesibilitas
(2014) dan untuk dikembangkan menggunakan mengadakan
1 5. Perubahan
Permukiman kawasan perumahan SIG penelitian di
lahan
(Studi Kasus 6. Kerawanan dan permukiman. Hasil Kawasan
Kabupaten bencana akhir dari penelitian ini Kota Baru
Boyolali) 7. Pelayanan berupa penentuan Satelit
umum lokasi yang berpotensi Moncongloe
dalam pengembangan
kawasan perumahan
dan permukiman sesuai
RTRW
2 Dimas Penentuan  Faktor  Analisi Dari hasil penelitian ini Ruang lingkup Lokasi
Prawira Prioritas dominan s berupa penentuan penelitian penelitian
Dwi Lokasi dalam spasial faktor yang paling terkait lokasi terdahulu
Saputra, Perumahan di pemilihan  overla dominan dalam potensial berada di
Rini Kecamatan lokasi y peta penentuan lokasi pengembangan Kabupaten
Rachmawa Kasihan perumahan tematik perumahan dan kawasan Kasihan
ti, Estuning dengan  Lokasi  penentu penentuan lokasi perumahan dan sementara
Tyas Menggunaka prioritas an prioritas dalam permukiman Penulis
Wulan n Sistem pembanguna tingkat pembangunan kawasan menggunakan mengadakan
n priorita
Mei, Informasi perumahan di SIG penelitian di
perumahan: s
Geografis Kecamatan Kasihan Kawasan
1. Aksesibilitas
2. Fisik Lahan Kota Baru
(kemiringan Satelit
lereng) Moncongloe
3. Fisik lahan
(penggunaan
lahan)
4. Harga lahan
5. Kerawanan
bencana
6. Utilitas
(jaringan air
minum)
7. Utilitas
(jaringan
listrik)
8. Fasilitias
(kesehatan)
9. Fasilitas
(pendidikan)
10. Pola ruang
11. Legalitas
3 Wahyu Penentuan  Klasifik Dari hasil penelitian ini Ruang lingkup Peneliti
Satya Lokasi asi peta berupa hasil analisis penelitian terdahulu
Nugraha, Potensial paramet dan perhitungan bobot terkait lokasi mengindentif
Sawitri untuk er dengan metode AHP potensial ikasi
Subiyanto, Pengembanga  Pembo (Analytic Hierarchy pengembangan pengembang
Arwan n Kawasan botan Process) terhadap suatu kawasan an kawasan
Putra Industri dengan tingkat potensi lahan di menggunakan industri,
Wijaya, menggunakan metode Kabupaten Boyolali SIG sementara
(2015) Sistem AHP untuk dikembangkan Penulis
Informasi  Skorin kawasan industri. Hasil mengindentif
g
Geografis di akhir dari penelitian ini ikasi
 Overlay
Kabupaten berupa saran metode pengembang
 peta
Boyolali penentuan lokasi yang an kawasan
priorita
s lahan berpotensi dalam perumahan
untuk pengembangan dan
kawasa kawasan industri permukiman.
n
industr
y Lokasi
 Intersec penelitian
t terdahulu
RTRW berada di
Kabupaten
Kasihan
sementara
Penulis
mengadakan
penelitian di
Kawasan
Kota Baru
Satelit
Moncongloe
4 Luqman Analisis  Analisis  Analisi Dari hasil penelitian ini Ruang lingkup Peneliti
Hakim, Penentuan spasial: s berupa penetuan lokasi penelitian terdahulu
(2019) Lokasi 1. Buffer spasial( optimal pendirian terkait lokasi mengindentif
Optimal 2. Clip buffer, usaha barbershop dan potensial ikasi
Usaha 3. Overlay peta clip) data-data yang pengembangan penentuan
Barbershop di  Overlay diperlukan dalam suatu kawasan lokasi
Kecamatan peta penentuannya menggunakan optimal
Depok tematik SIG usaha
Sleman  Penentu barbershop,
an sementara
tingkat
Penulis
priorita
mengindentif
s
ikasi
pengembang
an kawasan
perumahan
dan
permukiman.

Lokasi
penelitian
terdahulu
berada di
Kecamatan
Depok
Sleman,
sementara
Penulis
mengadakan
penelitian di
Kawasan
Kota Baru
Satelit
Moncongloe
Sumber: Analisis Penulis, 2020
2.6. Definisi Operasional

Agar setiap variabel dapat diaplikasikan secara empirik, maka berikut ini
dijabarkan defenisi masing-masing variabel, yakni sebagai berikut :

1) Perumahan adalah suatu lingkungan yanng terdiri dari kelompok


rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

2) Permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan


ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan yang terstruktur.

3) Peryaratan dasar perencanaan perumahan dan permukiman dibagi


menjadi dua yaitu persyaratan lokasi dan fisik.

4) Kota satelit adalah kota satelit merupakan daerah penunjang/


penyangga bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan
'jembatan' masuk/akses untuk menuju ke kota besar.

5) Tujuan dari Kota Satelit dibedakan berdasarkan kebutuhan pada


beberapa sektor yakni, Perencanaan Kota, Kebijakan Perumahan, dan
Pengembangan wilayah.

6) SIG adalah sistem informasi berbasis komputer yang menggabungkan


antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta tersebut
(data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial
untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti masalah.
2.7. Kerangka Pikir

LATAR BELAKANG :
`
1. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat di Kota Makassar sebagai kota inti Kawasan Mamminasata mencapai 1.567.677 jiwa pada tahun 2019
2. Kurangnya lahan kosong di Kota Makassar sebagai kota inti Kawasan Mamminasata terutama untuk lahan permukiman
3. Dalam RTRW Kabupaten Maros, Kawasan Kota Satelit Moncongloe di peruntukan sebagai kawasan permukiman perkotaan baru

`1
TINJAUAN PUSTAKA : RUMUSAN MASALAH : FAKTOR-FAKTOR PENENTU LOKASI
POTENSIAL PERUMAHAN DAN
 Perumahan dan Permukiman 1. Berapa besar pengaruh/bobotuntuk setiap parameter
PERMUKIMAN :
 Persyaratan dasar perencanaan yang digunakan dalam menentukan tingkat potensi
perumahan dan permukiman suatu lahan untuk dikembangkan menjadi kawasan 1. Parameter kemiringan
 Kota Satelit perumahan dan permukiman dengan metode AHP lereng
 SIG (Analytic Hierarchy Process)? 2. Ketersediaan air tanah dan
2. Bagaimana tingkat potensi lahan di Kawasan Kota PDAM
LANDASAN HUKUM Baru Satelit Moncongloe untuk dijadikan sebagai 3. Kerawanan Bencana
kawasan perumahan dan permukiman? 4. Aksesbilitas
 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman 5. Jarak terhadap pusat
 Perda No.4 Tahun 2012 tentang RTRW perdagangan dan fasilitas
Kabupaten Maros 2012-2013 pelayanan umum
TEKNIK ANALISIS
 SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara 6. Kemampuan tanah
Perencanaan Lingkungan Perumahan di 1. Analisis Deskriptif 7. Perubahan lahan
Perkotaan 2. Analisis Kualitatif
3. Analisis Kuantitatif
4. Analisis Pembobotan
(metode AHP)
5. Analisis Spasial

Arahan Lokasi Potensial Perumahan Dan Permukiman


Di Kawasan Kota Baru Satelit Moncongloe
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.2. Lokasi Penelitian

3.3. Jenis Data


3.4. Variabel Penelitian

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No Tujuan Jenis dan Metode


Variabel Indikator Sumber Output
. Penelitian pengumpulan data Penelitian

1 Mengetahui  Analisis  Daya dukung 1) Data Primer  Internet  Analisis Data bobot
parameter tanah  Observasi  Jurnal pembobot setiap
besar
 Analisis  Ketersediaan  Wawancara  Penelitian an dengan parameter
pengaruh/bobo AHP air 2) Data sekunder terdahulu metode yang
 Kemiringan  Dokumen  Pedoman AHP digunakan
t untuk setiap
lereng Rencana Tata  Instansi (Analytica dalam
parameter yang  Aksesibilitas Ruang terkait l penentuan
 Perubahan Wilayah Hierarchy potensi
digunakan
lahan (RTRW) Process) pengembang
dalam  Kerawanan  Data Badan  Skoring an lahan
bencana Pusat Statistik  Overlay perumahan
menentukan
(BPS) dan
 Pelayanan
tingkat potensi Kabupaten permukiman
umum
Maros Dalam di Kawasan
suatu lahan
Angka 2019 Kota Baru
untuk  Data Badan Moncongloe.
dikembangkan Pusat Statistik
(BPS) Kota
menjadi Makassar
kawasan Dalam Angka
2019
perumahan dan  Data Badan
permukiman Pusat Statistik
(BPS)
dengan metode
Kecamatan
AHP (Analytic Moncongloe
Dalam Angka
Hierarchy
2019
Process).

2 Mengidentifika Tingkat  Aksesibilitas 3) Data Primer  Internet Analisis tingkat


potensi suatu  Fisik Lahan  Observasi  Jurnal spasial potensi lahan
si tingkat
lahan sebagai (kemiringan  Wawancara  Penelitian  Analisis di Kawasan
potensi lahan kawasan lereng) 4) Data sekunder terdahulu AHP Kota Baru
perumahan  Fisik lahan  Dokumen  Pedoman  Skoring Satelit
di Kawasan
dan (penggunaan Rencana Tata  Instansi Overlay Moncongloe
Kota Baru permukiman lahan) Ruang terkait sebagai
 Harga lahan Wilayah kawasan
Satelit
 Kerawanan (RTRW) permuahan
Moncongloe bencana  Data Badan dan
 Utilitas Pusat Statistik permukiman.
untuk
(jaringan air (BPS)
dijadikan minum) Kabupaten
sebagai  Utilitas Maros Dalam
(jaringan Angka 2019
kawasan  Data Badan
listrik)
perumahan dan  Fasilitias Pusat Statistik
(kesehatan) (BPS) Kota
permukiman. Makassar
 Fasilitas
(pendidikan) Dalam Angka
 Pola ruang 2019
 Legalitas  Data Badan
Pusat Statistik
(BPS)
Kecamatan
Moncongloe
Dalam Angka
2019

Sumber: Analisis Penulis, 2020


3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.5. Teknik Analisis Data

Data untuk menentukan faktor-faktor penentuan lokasi potensi


perumahan dan permukiman diperoleh dari hasil tinjauan pustaka yang
berasal dari pedoman berupa Standar Nasional Indonesia (SNI), penelitian
terdahulu, dan jurnal terkait lokasi perumahan. Berdasarkan hasil kajian
literatur, diperoleh faktor-faktor untuk penentuan lokasi perumahan dan
permukiman yang ideal, yaitu kemiringan lereng, ketersedian air tanah dan
PDAM, kerawanan bencana, aksesbilitas, jarak terhadap pusat perdagangan
dan fasilitas pelayanan umum, kemampuan tanah, dan perubahan lahan.

1. Identifikasi Metode Pembobotan terhadap Lokasi Perumahan dan


Permukiman

Fungsi dasar analisis pembobotan yaitu untuk memberikan bobot


kepentingan terhadap kriteria dan sub kriteria faktor-faktor
pertimbangan lokasi perumahan dan permukiman.

Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk


memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam
beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai
subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan
menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Anonim, 2018).

Terdapat 21 kotak yang akan disi dengan cara menentukan


parameter mana yang lebih penting. Pada setiap kotak membandingkan
satu parameter dengan parameter lainnya dan diberi nilai bobot
kepentingan 1 sampai 9 sebagaimana yang diuraikan pada tabel. Hasil
Kuisinoner diolah dengan menggunakan aplikasi sistem penunjang
keputusan metode AHP. Berikut adalah tabel kuisioner yang disebar:

Tabel
Mana yang
Bobot
No Faktor Indikator lebih penting
kepentingan
(A atau B)
A Kerawanan bencana
1
B Aksesibilitas

A Kemiringan lereng
2
B Aksesibilitas

A Perubahan lahan
3
B Jarak terhadap fasilitas

A Daya dukung tanah


4
B Kemiringan lereng

A Jarak terharap fasilitas


5
B Daya dukung tanah

A Aksesibilitas
6
B Daya dukung tanah

A Perubahan lahan
7
B Kemiringan lereng

A Kerawanan bencana
8
B Kemiringan lereng

9 A Perubahan lahan

B aksesibilitas

A Kerawanan bencana
10
B Ketersediaan air

A Aksesibilitas
11
B Ketersediaan air
A Kemiringan lereng
12
B Ketersediaan air

A Kerawanan bencana
13
B Jarak terhadap fasilitas

A Perubahan lahan
14
B Daya dukung lahan

A Jarak terhadap fasilitas


15
B Aksesibilitas

A Daya dukung tanah


16
B Kerawanan bencana

A Perubahan lahan
17
B Ketersediaan air

A Daya dukung tanah


18
B Ketersediaana air

A Jarak terhadap fasilitas


19
B Ketersediaan air

A Kemiringan lereng
20
B Jarak terhadap fasilitas

A Kerawanan bencana
21
B Perubahan lahan

Dalam mengidentifikasi parameter yang dominan dalam


pemilihan lokasi perumahan di Moncongloe digunakan metode
pembobotan AHP (Analytical Hierarchy Process). Dalam menentukan
nilai prioritas salah satu parameter dibandingakan dengan parameter lain
dengan skala 1 sampai 9. Semakin besar nilainya maka semakin penting
parameter tersebut.

2. Pembuatan Data Berbasis Spasial

a. Overlay

Overlay merupakan proses yang digunakan untuk


menyatukan/menggabungkan informasi dari beberapa data spasial,
baik grafis/geometri maupun data atributnya dan selanjutnya
dianalisis untuk menghasilkan informasi baru. Teknik overlay ini
menggunakan aplikasi ArcGIS. Data yang digabungkan adalah data
kriteria yang sekiranya perlu di overlay untuk menghasilkan
informasi baru terkait penentuan lokasi perumahan dan permukiman
di Moncongloe. Teknik union akan mengkombinasikan unsur-unsur
spasial baik milik layer 1 maupun layer 2 yang akan menghasilkan
layer yang baru berisi atribut dari kedua layer.

Gambar Ilustrasi Teknik Overlay


Sumber: mbshome.com
b. Buffer
Terdapat 2 parameter yang melakukan proses buffer yaitu
parameter aksesbilitas dengan peta jaringan jalan dan parameter
fasilitas umum dengan titik point pasar, puskesmas/rumah sakit, dan
pasar. Berikut adalah proses buffer pada parameter aksesbilitas dan
parameter fasilitas umum.

1. Aksesibilitas

Parameter aksesbilitas diperoleh dari pengolahan data


jaringan jalan dengan proses buffer sehingga menghasilkan jarak
lokasi layak untuk jalan utama perumahan dan permukiman.
Buffer bentuk lain dari teknik analisis yang mengidentifikasi
hubungan antara suatu titik dengan area di sekitarnya atau disebut
sebagai Proximity Analysis (analisis faktor kedekatan). Dalam
menentukan jarak jalan sesuai dengan Permen PUPR No.
14/PRT/M/2017.

2. Fasilitas Umum

Proses buffering dalam digunakan untuk menentukan zona


jarak dengan pasar, jarak lokasi layak dengan rumah sakit /
puskesmas, jarak lokasi layak dengan sekolah dan juga pasar.
Dalam menentukan jarak berdasarkan Hang Kueng dalam Fuad
Mustofa (2005).

c. Klasifikasi

Pada proses klasifikasi setiap parameter diurutkan dari yang


terbaik sampai yang terburuk atau dari paling kecil hambatan sampai
yang terbesar. Setiap parameter memiliki klasifikasi berdasarkan
peraturan ataupun berbagai sumber sebagai acuannya. Kemudian
disusun tabel klasifikasi untuk setiap parameter. Penghambat yang
terkecil untuk memiliki nilai yang paling besar dan semakin besar
hambatan semakin kecil nilainya. Memasukan setiap klasifikasi
parameter ke dalam attribute table pada perangkat lunak sistem
informasi geospasial.

 Klasifikasi Parameter Ketersediaan Air

Tabel 2 Klasifikasi SKL Ketersediaan Air

No Ketersediaan Air Klasifikasi Nilai

1 Ketersediaan air sedang Sedang 1

2 Ketersediaan air rendah Rendah 0

Sumber: Pemen PU No.20/PRT/M/2007

 Klasifikasi Parameter Kerawanan Bencana

Pada klasifikasi kerawanan bencana ada dua peta yaitu


peta rawan gempa bumi dan peta rawan tsunami.

Tabel 3 Klasifikasi Kerawanan Bencana Tsunami

No. Kerawanan Bencana Tsunami Klasifikasi Nilai

1 Tidak Rawan Tidak Rawan 1

2 Rawan Rawan 0

Sumber: Pemen PU No.20/PRT/M/2007

Tabel 4 Klasifikasi Kerawanan Bencana Gempa Bumi

Kerawanan Bencana
No Klasifikasi Nilai
Gempa Bumi

1 MMI IV-V Agak Rawan 1

2 MMI V-IV Rawan 0


Sumber : Permen PU No.20/PRT/M/2007

 Klasifikasi Parameter Kemiringan lereng

Tabel 5 Klasifikasi Kemiringan Lereng

No. Kemiringan Lereng Klasifikasi Nilai

1 <8% Datar 3

2 8-15% Landai 2

3 16-40% Curam 1

4 >40% Sangat Curam 0

Sumber : Permen PU dalam pedoman teknis Pd T-03-2005-C

 Klasifikasi Parameter Fasilitas Umum

Tabel 6 Klasifikasi Jarak Terhadap Pasar, Rumah


Sakit/Puskesmas dan Sekolah

No Jarak Fasilitas Umum Klasifikasi Nilai

1 0-1000 Strategis 2

2 1001-3000 Kurang 1
Strategis

3 >3000 Tidak Strategis 0

Sumber: Hang Kueng dalam Fuad Mustofa (2005)

 Klasifikasi Parameter Pengunaan Lahan

Tabel 7 Klasifikasi Pengunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Klasifikasi Nilai

1 Tegalan, permukiman Daerah tanpa 2


Vegetasi

2 Sawah tadah hujan Daerah Pertanian 1


perkebunan

3 Sawah irigasi, hutan, Perairan 0


sungai, perairan

Sumber : Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam


Suharyadi (2001)

 Klasifikasi Parameter Aksesbilitas

Tabel 8 Klasifikasi Jaringan Jalan

No Jarak jaringan jalan Klasifikasi Nilai

1 0 - 500 Sangat Dekat 4

2 500 - 1000 Dekat 3

3 1000 – 1500 Sedang 2

4 1500 – 2000 Jauh 1

5 >2000 Sangat Jauh 0

Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015zzzzzzzz

3.6. Kerangka Penelitian

Anda mungkin juga menyukai