Anda di halaman 1dari 9

Pencarian:

- Eksploitasi lahan untuk produksi kapur – batu karst


- Kandungan, luas lahan, persentase, dan dampak hasil buangan pemanfaatan kapur
- Pembakaran (emisi karbon)
- Tes pengurangan emisi karbon (pemanfaatan fa ba sebagai adsorben karbon monoksida
dan karbon dioksida pada emisi kendaraan bermotor)

Judul:
- Efektivitas fly ash dan bottom ash batu bara sebagai bahan subtitusi semen dalam
mereduksi emisi karbon monoksida dan karbon dioksida
- Efisiensi fly ash dan bottom ash batu bara sebagai bahan pengganti material subtitusi
konstruksi dalam menunjang keberlanjutan Ekosistem Karst
-

Regulasi:
- Kepmen ESDM Nomor : 17/2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst

Alih Fungsi Lahan:


1. Nur Isra Fajriani (Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alih Fungsi
Lahan Pertanian di Kabupaten Pangkep)
Kecamatan Minasate’ne merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan yang besar
dan letaknya yang tidak jauh dari ibu kota Kabupaten menjadikannya incaran untuk
pembangunan baik perumahan dan sektor industri, seperti yang kita ketahui di
kecamatan Minasate’ne ini terdapat pabrik semen Tonasa 2, Tonasa 3 , Tonasa 4 dan
Tonasa 5, dan masih banyak industri indstri besar yang terletak di Kecamatan ini.
2. Muh. Ichasan Rustiana (Konflik Sosial Pembangunan Pabrik Semen Di
Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah)
Adanya kontra masyarakat untuk pembangunan pabrik semen. Tindakan yang
masyarakat lakukan untuk menolak pabrik semen yaitu mendirikan tenda perjuangan
di sekitar tapak pabrik semen selama ± 2,8 tahun sejak peletakan batu pertama
tanggal 16 Juni 2014, studi banding ke Tuban untuk membuktikan dampak negatif
akibat adanya pabrik semen, melakukan unjuk rasa di Tapak Pabrik Semen, demo di
gedung DPRD Rembang, demo di Kantor Gubernur Jateng, melakukan gugatan ke
PTUN, Peninjauan Kembali (PK) ke MA), melakukan pengecoran kaki di depan
Istana Presiden. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik sosial dilihat dari
masyarakat yang pro yaitu faktor sosial-ekonomi dan faktor imbalan (uang). Mereka
mendukung karena dengan adanya pabrik semen dapat membawa kemajuan dan
kesejahteraan bagi masyarakat Tegaldowo. Membuka lowongan pekerjaan bagi
warga dan kemajuan bagi Desa Tegaldowo. Sedangkan pada masyarakat yang kontra
terhadap adanya pabrik semen yaitu faktor lingkungan alam dan faktor hukum.

3. Febri Andini Putri, Hildayati Amri dan Laila Suryani (Review Industri Semen)
Semen adalah komoditi yang memanfaatkan sumber daya alam[2] berupa batu
kapur[3], tanah liat, pasir besi dan pasir silika melalui proses pembakaran pada
temperatur tinggi. . Industri semen berdampak terhadap pencemaran lingkungan
yaitu perubahan tata guna tanah akibat kegiatan penambangan, kualitas air menurun
karena limbah cair dan pencemaran udara akibat limbah udara pabrik. Dampak
Industri Semen terhadap Lingkungan Industri semen menyebabkan dampak
kerusakan lingkungan sebagai berikut:
a) Lahan
Perubahan tata guna tanah akibat kegiatan penambangan dan penyerapan lahan
serta pembangunan fasilitas lainnya, menyebabkan penurunan kapasitas air tanah
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kuantitas air sungai di sekitarnya.
b) Air
Kualitas air menurun karena limbah cair[147] dari pabrik dalam bentuk minyak
dan sisa air dari kegiatan penambangan. Kemudian menimbulkan lahan kritis
yang mudah terkena erosi dan pendangkalan dasar sungai[148], yang akhirnya
akan menimbulkan banjir pada musim hujan. Kuantitas air atau debit air menjadi
berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan mengakibatkan
penyerapan air tanah menipis. Sungai menjadi kering pada musim kemarau dan
banjir pada musim hujan karena tanah tidak lagi mampu menyerap air.
c) Udara
Debu yang terlihat dikawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu[149]
menimbulkan pencemaran udara. Suhu udara disekitar pabrik meningkat[150].
Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara
berupa gas CO, CO2, SO3 dan gas lainnya yang mengandung hidrokarbon serta
belerang.
4. Djwantoro Hardjito (Abu Terbang Solusi Pencemaran Semen) – Semen
Geopolimer
Dalam produksi satu ton semen Portland, akan dihasilkan sekitar satu ton gas karbon
dioksida yang dilepaskan ke atmosfer. Dari data tahun 1995, jumlah produksi semen
di dunia tercatat 1,5 miliar ton. Hal ini berarti industri semen melepaskan karbon
dioksida sejumlah 1,5 miliar ton ke alam bebas. Menurut International Energy
Authority: World Energy Outlook, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan tahun
1995 adalah 23,8 miliar ton. Angka itu menunjukkan produksi semen portland
menyumbang tujuh persen dari keseluruhan karbon dioksida yang dihasilkan berbagai
sumber. Pada tahun 2010, diperkirakan total produksi semen di dunia mencapai angka
2,2 miliar ton.
Pembuatan semen geopolimer dapat mereduksi hingga 80 persen jumlah karbon
dioksida yang dihasilkan dari proses pembuatan semen biasa (semen Portland).
Bahkan para peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, di bawah pimpinan Prof.
J Van Deventer mengemukakan hasil riset mereka bahwa beton geopolimer dapat
dimanfaatkan untuk memasung (‘immobilise’) bahan-bahan berbahaya yang
mengandung radioaktif maupun bahan-bahan beracun lain, seperti tailing.
Kenyataan bahwa semen geopolimer dapat diproduksi dari bahan-bahan buangan atau
limbah industri, mengurangi emisi karbon dioksida secara amat signifikan, memiliki
sifat keawetan unggul dan mampu memasung bahan-bahan beracun,
mengukuhkannya sebagai material konstruksi masa depan.

5. Rosmiati Anas (Eksploitasi Sumber Daya Alam Pt. Semen Bosowa Maros dalam
Tinjauan Sosiologi Lingkungan)
Ibu Dg. Jenne selaku masyarakat bahwa: “Disini dampaknya pencemaran udara
seperti debu,getaran pada saat peledakan terjadi, di situlah timbul juga penyakit sepeti
asma, bersin-bersin dan batuk” (hasil wawancara 2 agustus 2018).
6. Rasdiana Rahma Nur, Firda Dwi Hartanti, dan Juwari Purwo Sutikno (Studi
Awal Desain Pabrik Semen Portland dengan Waste Paper Sludge Ash Sebagai
Bahan Baku Alternatif)
Konsumsi batu kapur meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2013. Batu kapur sebagai
konsumsi nasional banyak digunakan untuk produksi semen dan kapur, produksi
ornamen, produksi barang gelas, dan sebagainya. Dari rincian tersebut, penggunaan
batu kapur untuk produksi semen merupakan penggunaan yang terbanyak hingga
87,4% dari konsumsi total yaitu sebesar 5.047.263,31 ton.

7. Apriandi (Analisis Peran Walhi dalam Advokasi Pencegahan Eksploitasi


Kawasan Karst oleh Industri Semen di Indonesia)
Kurang lebih 9,5 persen dari 155 ribu kilometer persegi area karst di indonesia telah
rusak, aktivitas penambangan batu 3 gamping yang harusnya belum layak untuk
dieksploitasi karena kedepannya batu gamping tersebut yang akan bertransformasi
menjadi karst dan juga alih fungsi lahan menjadi salah satu alasan utama terjadinya
kerusakan wilayah karst (Nurhadi, 2019). Yang menjadi penyebab utama adalah
adanya desentralisasi kewenangan, terkhusus dalam hal penambangan batu gamping.
20 persen dari luas wilayah 1.228.538,5 hektare bentang alam karst dijawa terdampak
kerusakan. Upaya pelestarian karst harusnya mampu menjadi prioritas utama, karena
selain menjadi kantong penyimpanan cadangan air bersih, karst juga mampu menjadi
daerah penyerapan karbon (Riyandi, 2016). Eksploitasi karst menyebabkan beberapa
wilayah di pulau Jawa sejak awal 2017 kian marak terkena banjir serta bencana alam
lainnya yang dikarenakan kurangnya wilayah penyerapan air serta buruknya kondisi
lingkungan di beberapa wilayah.
Harga yang harus dikeluarkan oleh Tiongkok sebagai produsen semen terbesar
didunia cukup mahal, ditiap tahunnya 1,6 juta warga Tiongkok meninggal karena
penyakit pernapasan yang disebabkan oleh emisi partikel kecil yang 27 persennya
bersumber dari pabrik semen. Rencana lima tahun yang ke-13 dari pemerintah juga
mengamanatkan pengurangan 25 persen jumlah pabrik semen pada tahun 2020.
Netherland Environmental Assessment Agency (NEAA) melaporkan bahwa ditahun
2004, sebanyak 75% dari total emisi gas rumah kaca berasal dari proporsi karbon
dioksida. Selain daripada itu data World Development Indicator (WDI) menunjukan
bahwa emisi karbon dioksida didunia sendiri mengalami peningkatan sekitar 35,51%
pada 23 rentan waktu tahun 2000 – 2010. Pada tahun 2010 emisi karbon dioksida
masih didominasi oleh penggunaan energi yakni sebesar 76% dari total emisi karbon
dioksida (Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).,
2012).
Bencana kekeringan sering terjadi di kawasan karst, sehingga pada musim kemarau,
masyarakat seringkali harus membeli air dari tangki guna mencukupi kebutuhan serta
yang lebih beresiko adalah kondisi lahan pertanian yang harus mengalami fase tidak
produktif sehingga tidak dapat ditanam namun hal ini seringkalinya disebabkan bukan
murni kejadian dari alam, namun karna rendahnya kesadaran dari masyarakat guna
menjaga pasokan air, serta eksploitasi besar – besaran dari wilayah karst yang
menyebabkan kurangnya daya tampung (Adji T. , 2005).

8. Komnasham (Ringkasan Eksekutif Pelestarian Ekosistem Karst dan


Perlindungan Hak Asasi Manusia)
Memuat beberapa konflik terkait pemanfaatan karst sebagai bahan baku utama
pembuatan semen serta regulasi terkait

9. Adinda Noer Khalizah, Mirna Apriani, Ahmad Erlan Afiuddin (Life Cycle
Assessment Emisi ke Udara pada Proses Pembakaran di KilnPT. Semen
Indonesia (Persero) Tbk. Pabrik Tuban)
Sejak tahun 2013 kapasitas produksi PT.Semen Indonesia yang berada di
Kabupaten Tuban naik dari 12 juta ton per tahun menjadi sebesar 15 juta ton per
tahun.
ndustri semen merupakan antropogenik potensi polusi udara diantaranya debu,
nitrogen oksida (NO2), sulfur oksida (SOx), dan karbon monoksida (Faridah,
2011). Industri semen menghasilkan debu dari stock pile, penggalian,
pengangkutan bahan baku, kiln, pendinginan klinker, dan penggilingan (Nur,
Hartanti, dan Sutikno 2015). Zat-zat pencemar lainnya seperti karbon monoksida,
sulfur oksida, dan nitrogen oksida dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dan
pencampuran material bahan baku (Haryanto, 2015). Pencemaran udara secara
langsung atau pun tidak, turut berpengaruh terhadap penurunan kualitas kesehatan
masyarakat maupun terhadap kondisi iklim global.

10. Penggunaan BBA di Industri Semen


11. Anett Keller dan Marianne Klute (Semen Kotor: Kasus di Indonesia) -
https://th.boell.org/en/2016/12/09/semen-kotor-kasus-di-indonesia
Produksi semen mencemarkan lingkungan. Setiap langkah proses pembuatannya
sangat berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk mendapatkan batu kapur di
pertambangan, gunung-gunung harus di kikis, ekosistem dan aliran air dirusak. Dari
proses pembuatannya tersembur debu dan gas beracun ke udara. Di Jerman berlaku
standar lingkungan yang tinggi. Namun meskipun dengan tehnik penyaringan yang
canggih, polusi debu dan juga nitrogen oksida serta sulfur oksida tetap tinggi.
Pada pembuatan satu ton semen terlepaslah 600 kg CO2: 400 kg dari batu kapur dan
200 kg dari proses pembakaran. Di seluruh dunia dihasilkan lebih dari 4 miliar ton
semen. Secara keseluruhan hal ini menyebabkan sekitar 3 miliar ton gas rumah kaca –
empat kali lebih banyak dari lintas penerbangan internasional dan 6 hingga 9 persen
dari emisi CO2 di seluruh dunia. Dengan 74 juta ton produksi per tahunan, Indonesia
berada pada urutan ke lima negara-negara produsen.
Peneliti gua Petrasa Wacana dari Acintyacunyata Speleological Club di Yogyakarta
menerangkan: ”Kawasan Karst berfungsi sebagai penyerap karbon dalam kontek
pemansan global. Kemampuan kawasan karst dalam menyerap CO2 dalam setahun
dari proses karstifikasi, kawasan karst di dunia mampu menyerap 0,41 miliar metrik
ton CO2 dari atmosfer. Namun, dalam proses karstifikasi akan melepaskan kembali
0,3 miliar metrik ton CO2, sehingga rata-rata CO2 yang terserap sebanyak 0,11 miliar
metrik ton. Kawasan karst menjadi salah satu rantai penting dalam siklus karbon
dunia, sehingga hilangnya kawasan karst juga akan menjadi penyumbang pemanasan
global dan perubahan iklim.”

Anda mungkin juga menyukai