GEOGRAFI PERMUKIMAN
(GEL 0312)
ACARA 3
Disusun oleh:
Nama : Moechammad Massardi Jatya Anuraga
NIM : 19/441695/GE/09034
Hari/Tanggal : Jumat/12 Maret 2021
Jam : 09.15 - 10.55
Asisten Pembimbing : - Akbar Abdul Rokhim
- Oki Silvie Wildiyanti
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara ke-3 ini, meliputi:
1. Memahami pola permukiman melalui konsep daerah tempat pusat.
Menurut Robinson, pusat pertumbuhan dapat diartikan melalui dua cara, yakni
pendekatan fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan
merupakan sekelompok usaha atau kegiatan ekonomi lainnya yang terkonsentrasi
pada suatu daerah dan memiliki hubungan yang dinamis, dan saling mendorong
sehingga dapat mempengaruhi perekonomian daerah itu maupun daerah belakangnya.
Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki
fasilitas sehingga menjadi pusat daya tarik bagi berbagai macam dunia usaha.
Menurutnya, pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri yaitu adanya hubungan
intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya
multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat
mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Robinson, 2010:128-129). Yang
menyebabkan terjadinya pusat pertumbuhan dikarenakan adanya keuntungan
agglomerasi yang didapat dari keputusan untuk berlokasi pada tempat yang
terkonsentrasi. Keuntungan agglomerasi ini didapat karena adanya keuntungan skala
yang berasal dari antara lain; fasilitas–fasilitas perbankan, sosial, pemerintahan, pasar
tenaga kerja, perusahaan jasa-jasa khusus tertentu (Richardson dalam Paul Sihotang,
2001:96). Para pemilik modal akan lebih tertarik untuk berinvestasi didaerah
agglomerasi, sehingga menyebabkan industri – industri menjadi terpusat di daerah ini
terutama industri inti (dalam skala besar). Industri inti mempunyai peran yang sangat
penting dalam menggerakkan perekonomian suatu daerah (Perroux dalam
Adissasmita, 2005:61).
III. METODE PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Data jumlah fungsi dan pelayanan menurut kecamatan di sekitaran Provinsi D.I.
Yogyakarta tahun 2011
2. Data jumlah penduduk setiap kecamatan sekitaran Provinsi D.I. Yogyakarta tahun
2011
3. Komputer/Laptop
4. Microsoft Excel
B. DIAGRAM ALIR
IV. HASIL PRAKTIKUM (DILAMPIRKAN)
Hasil praktikum acara ke-3 yang diperoleh, yaitu:
1. Tabel 3.1 Indeks sentralitas dan rank-order (terlampir)
2. Grafik 3.1 Rank-orde dan jumlah penduduk (terlampir)
3. Tabel 3.2 Perhitungan orde K=3 dan K=4 (terlampir)
4. Tabel 3.3 Perbandingan rank-orde perhitungan dan grafik (terlampir)
5. Grafik 3.2 Scattergraph antara jumlah penduduk dan jumlah fungsi pelayanan
(terlampir)
V. PEMBAHASAN
Tabel 3.1 menunjukkan indeks sentralitas dari kecamatan-kecamatan di Provinsi
D.I Yogyakarta. Setelah hasil nilai indeks sentralitas tiap kecamatan dihitung
kemudian diurutkan dari yang paling besar ke kecil. Semakin besar nilainya maka
semakin sentral suatu daerah. Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa Kecamatan
Gondomanan memiliki nilai indeks sentralitas terbesar dengan nilai 1772,2. Lokasi
Kecamatan Gondomanan memang berada di dekat pusat Kota Yogyakarta yang
merupakan ibukota Provinsi DIY. Hal tersebut menunjukkan bahwa fasilitas yang
terdapat di Kecamatan Gondomanan cenderung lengkap dengan jumlah penduduk
yang banyak, bahkan terbanyak di antara kecamatan lain. Adapun 14 dari 15
kecamatan dengan nilai indeks terbesar berada di Kota Yogyakarta, hal ini
menunjukkan seberapa besarnya sentralitas sebuah ibukota di Provinsi DIY. Setelah
Kota Yogyakarta, adapun sebagian besar kecamatan di Kabupaten Sleman yang
berada di antara rank-orde 15 sampai 31. Hal ini dikarenakan oleh letak Kabupaten
Sleman yang terbilang berdekatan dengan Kota Yogyakarta. Sementara itu, urutan
terakhir didominasi oleh sebagian besar kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Hal
ini menunjukkan fungsi pelayanan di daerah tersebut masih terbilang rendah. Jika
diurutkan berdasarkan rata-rata nilai indeks sentralitas masing-masing kota/kabupaten
adalah sebagai berikut: 1) Kota Yogyakarta; 2) Kabupaten Sleman; 3) Kabupaten
Bantul; 4) Kabupaten Kulon Progo; dan 5) Kabupaten Gunungkidul.
Grafik 3.1 menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk dengan nilai indeks
sentralitas. Dapat dilihat bahwa semakin rendah nilai indeks sentralitas suatu
kecamatan maka jumlah penduduknya semakin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
suatu wilayah.
Tabel 3.2 merupakan tabel perhitungan orde K = 3 dan K = 4. Untuk menghitung
nilai asumsi K = 3 dan K = 4 pada Tabel 3.2 dapat menggunakan rumus berikut:
untuk K = 3 pada Orde x dilakukan perhitungan dengan rumus Orde x = n - (n/3x)
dengan n adalah jumlah kecamatan. Digunakannya kelipatan 3 pada rumus di atas
dikarenakan Orde I memiliki luas jangkauan barang tiga kali barang Orde II dan
seterusnya. Sementara itu, untuk K = 4 pada Orde x dilakukan perhitungan dengan
rumus Orde x = n - (n/4x) dengan n adalah jumlah kecamatan. Digunakannya
kelipatan 4 pada rumus dikarenakan Orde 1 memiliki luas jangkauan barang empat
kali barang Orde II dan seterusnya. Perhitungan dilakukan secara menerus hingga
kelipatan ke-8 atau Orde VIII. Hasil akhir yang diperoleh dari perhitungan asumsi K
= 3 untuk Orde VIII sebesar 0,016766, sedangkan untuk K = 4 sebesar 0,002518.
Berdasarkan nilai sentralitasnya maka kecamatan di Provinsi DIY terdiri dari 8
orde. Pembagian orde ini didasarkan atas dasar perhitungan asumsi K = 3 dan K = 4.
Pembagian orde setiap kecamatan digambarkan dalam Grafik 3.2. Orde setiap
kecamatan adalah sebagai berikut:
- Orde I adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas paling/memiliki nilai
sentralitas yang sangat tinggi (ketersediaan fasilitas >100 serta nilai indeks
sentralitas >1000) yakni Kecamatan Gondomanan, Kraton, dan Gondokusuman.
- Orde II adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas tinggi (nilai sentralitas >500 - 1000) yakni Kecamatan Ngampilan,
Danurejan, Pakualaman, dan Umbulharjo.
- Orde III adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas tinggi (nilai sentralitas >100 - 500) yakni Kecamatan Mergangsan,
Gedongtengen, Wirobrajan, Jetis, Mantrijeron, dan Berbah.
- Orde IV adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas sedang-tinggi (nilai sentralitas >50 - 100) yakni Kecamatan Depok,
Tegalrejo, Mlati, Ngaglik dan Gamping.
- Orde V adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas sedang (nilai sentralitas >25 - 50) yakni Kecamatan Tempel, Kotagede,
Pakem, dan Ngemplak.
- Orde VI adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas sedang-rendah (nilai sentralitas >10 - 25) yakni Kecamatan Godean,
Sleman, Piyungan, Prambanan, Kalasan, Banguntapan, Minggir, Srandakan,
Cangkringan, dan Turi.
- Orde VII adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas rendah (ketersediaan fasilitas serta nilai indeks sentralitas bernilai >0 - 10)
yakni Kecamatan Moyudan, Pleret, Seyegan, Bantul, Bambanglipuro, Pandak,
Imogiri, Kasihan, Sewon, Pajangan, Pundong, Sedayu, Kretek, Wates, Sanden,
Dlingo, dan Lendah.
- Orde VIII adalah kecamatan dengan ketersediaan fasilitas/memiliki indeks
sentralitas sangat rendah (ketersediaan fasilitas serta nilai indeks sentralitas keduanya
bernilai 0) yakni Kecamatan Galur, Patuk, Wonosari, Playen, dan Karangmojo.
Berdasarkan peringkat orde di atas, maka ada 6 kecamatan yang dapat ditetapkan
sebagai kecamatan pusat pertumbuhan, yaitu Kecamatan Gondomanan, Kraton,
Ngampilan, Danurejan, dan Pakualaman. Hal ini didasarkan pada ketersediaan
fasilitas pada kecamatan tersebut, baik dari keberagaman dan frekuensinya (>100)
lebih baik dibandingkan dari kecamatan yang lainnya. Kecamatan yang memiliki
kelengkapan fasilitas tertinggi dapat ditentukan sebagai pusat pertumbuhan (Rodinelli
dalam Ermawati, 2010:47).
Tabel 3.3 merupakan tabel perbandingan rank-orde perhitungan dengan grafik.
Tabel ini didasarkan pada tabel perhitungan orde K = 3 dan orde K = 4 (Tabel 3.2)
dan grafik pembagian orde (Grafik 3.2). Orde I memiliki rentang grafik terpendek
yakni hanya 3 titik, hal ini dikarenakan asumsi dari Orde I sendiri yakni kecamatan
dengan nilai sentralitas > 1000 yang dapat dipenuhi oleh 3 kecamatan saja. Sementara
itu, Orde VII memiliki rentang grafik terpanjang yakni sebanyak 17 titik. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar kecamatan di Provinsi D.I Yogyakarta memiliki
nilai sentralitas < 10.
Grafik 3.3 merupakan grafik Scattergraph antara jumlah penduduk dengan
jumlah fungsi pelayanan. Pada grafik terdapat koefisien determinasi yang berarti
besaran kemampuan variabel prediktor (X) dalam mempengaruhi variabel respons (Y).
Variabel prediktor (X) pada Grafik 3.3 adalah variabel jumlah fungsi pelayanan,
sedangkan untuk variabel respons (Y) adalah variabel jumlah penduduk. Jika multiple
R memiliki besaran nilai yaitu 0,9029, maka nilai besaran R atau R-Square bernilai
0,9502 yang artinya bahwa variabel jumlah fungsi pelayanan mempengaruhi variabel
jumlah penduduk sebesar 95,02% dan sisanya berasal dari variabel lain yang tidak
dibahas.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang telah dihimpun dan hasil analisis, maka dapat
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut ini :
1. Berdasarkan indeks sentralitas yang dilakukan dengan menggunakan 43 jenis
fasilitas yang dijadikan sebagai indikator terdapat 5 kecamatan yang ditetapkan
sebagai kecamatan pusat pertumbuhan yaitu : Kecamatan Gondomanan, Kraton,
Gondokusuman, Ngampilan, Danurejan, dan Pakualaman.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu : Jakarta
Asoka, G.W.N. (2013). Effects of Population Growth on Urban Infrastructure and
Services: A Case of Eastleigh Neighborhood Nairobi, Kenya. Journal of
Anthopology & Archaeology. Juni 2015: 41-56
Aulia, A.S., Elmanisa, A.M., dan Gunawan M.P. (2009). Pola Distribusi Spasial
Minimarket Di Kota-Kota Kecil. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.
20, No. 2:78-94
Ernawati, (2010). “Analisis Pusat Pertumbuhan Ekonomi Pada Tingkat Kecamatan
Di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi, Fakultas
Ekonomi. Universitas Sebelas Maret : Surakarta.
Sihotang, Paul. (2001). Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional (terjemahan), Edisi
Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Depok
Tarigan. Robinson. (2010). Perencanaan Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi V.
Penerbit Bumi Aksara : Jakarta
VIII. LAMPIRAN
Grafik Rank-Orde dan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk 20000
15000
10000
5000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54
Rank-Orde
Contoh perhitungan:
Untuk K = 3 Untuk K = 4
1
Orde I = n - (n / 3 ) Orde I = n - (n / 41)
= 55 - (55 / 3) = 55 - (55 / 4)
= 55 - 18,33 = 55 - 13,75
= 36,666667 = 41,2500
Grafik 3.2 Rank-orde dan jumlah penduduk beserta pembagian orde
y = 61.867x + 84.856
Jumlah Penduduk (jiwa)
10000 R² = 0.9029
Jumlah
1000 penduduk
100
Linear
(Jumlah
10 penduduk)
1
1 10 100 1000
Grafik 3.3 Scattergraph antara jumlah penduduk dan jumlah fungsi pelayanan.