Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PAPER

STUDIO PERENCANAAN WILAYAH (TSL 660)


DOSEN: UMAR MANSYUR

PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH


BERDASARKAN TINJAUAN SPASIAL DAN SARANA
PRASARANA WILAYAH DI KABUPATEN MAMASA

OLEH :
NURYAHYA ABDULLAH (A156140021)
ELY TRIWULAN DANI (A156140041)

ILMU PERENCANAAN WILAYAH


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

0
PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASARKAN
TINJAUAN SPASIAL DAN SARANA PRASARANA WILAYAH
DI KABUPATEN MAMASA
(Nuryahya Abdullah, Ely Triwulan Dani)

A. Pendahuluan

Hal mendasar dalam perencanaan adalah harus bertujuan untuk kepentingan


pembangunan manusia secara berkelanjutan (Rustiadi et al., 2011) dengan
mengarahkan pembangunan wilayah pada terjadinya pemerataan (equity),
pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability).
Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas
suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan untuk menuju
kehidupan yang lebih baik dan lebih manusiawi, dan pembangunan adalah
mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi et al.,
2011). Pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan yang berimbang,
dimana terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas
pembangunan setiap wilayah/daerah yang beragam. Hal ini sejalan dengan
paradigma baru pembangunan yang mensyaratkan pembangunan pada arah
pemerataan, pertumbuhan, dan keberlanjutan yang berimbang dalam pembangunan
ekonomi (Rustiadi et al., 2011).
Perkembangan suatu wilayah dapat dipahami dari semakin meningkatnya
jumlah komponen sistem serta penyebaran/jangkauan spasialnya. Semakin banyak
alternatif di suatu wilayah dapat meningkatkan potensi kerjasama dengan wilayah
lain, sehingga dapat dinyatakan wilayah dengan jenis aktifitas lebih banyak adalah
wilayah yang lebih berkembang (Panuju dan Rustiadi, 2013).
Perencanaan Pembangunan Daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah
(2004) adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk
melakukan perubahan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu dengan
memanfaatkan/mendayagunakan sumberdaya yang ada dan harus berorientasi
secara menyeluruh, lengkap, dan berpegang pada azas prioritas. Sedangkan
pengembangan wilayah jika dikaitkan dengan Perencanaan Pembangunan Daerah
memiliki pengertian bahwa suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan
yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial
dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi dan
Bratakusumah, 2004).
Kabupaten Mamasa merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Polewali Mamasa pada tahun 2002 yang terbentuk berdasarkan UU nomor 11 tahun
2002 yang pada saat itu masih dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Namun
pada saat terbitnya UU nomor 26 tahun 2004 tentang Pembentukan Propinsi
Sulawesi Barat di Propinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Mamasa masuk dalam

1
wilayah Propinsi Sulawesi Barat bersama dengan empat kabupaten lainnya yaitu
Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, Majene dan Polewali Mandar. Kabupaten
Mamasa memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang beraneka ragam, antara
lain pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat, pertambangan dan
pariwisata.
Pada tahun 2013 jumlah penduduk kabupaten Mamasa adalah 147.660 jiwa,
dengan laju pertumbuhan penduduk 0,93% dan kepadatan penduduk 49 jiwa/km2
(BPS Kab. Mamasa, 2014). Sebagai wilayah baru hasil pemekaran, pembangunan
dan pengembangan wilayah di kabupaten Mamasa menjadi kebutuhan utama dalam
memajukan daerah di berbagai bidang dengan potensi yang dimiliki. Wilayah
kabupaten yang strategis menjadi salah satu modal utama dalam mengembangkan
wilayahnya. Disamping itu infrastruktur yang berupa sarana prasarana wilayah di
tiap kecamatan dan desa menjadi penguat hirarki wilayahnya. Selanjutnya dari
potensi dan kondisi yang dimiliki Kabupaten Mamasa dapat dibuat sebuah
perencanaan pengembangan wilayah berdasarkan tinjauan spasial dan sarana
prasarana (infrastruktur) wilayah.
B. Tinjauan Spasial Kabupaten Mamasa
Kabupaten Mamasa terdapat di provinsi Sulawesi Barat, dengan beribukota
di Mamasa. Secara Astronomis kabupaten Mamasa berada pada 2°39’216” dan
3°19’288” LS serta 119°0’216” dan 119°38’144” BT. Kabupaten Mamasa
berbatasan dengan Kabupaten Mamuju di sebelah utara dan Kabupaten Majene di
sebelah barat, Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah timur serta Kabupaten Polewali
Mandar di sebelah selatan (BPS Kab. Mamasa, 2014). Batas wilayah Kabupaten
Mamasa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Batas Wilayah Kabupaten Mamasa

2
Gambar 2. Pembagian Wilayah Administratif Kecamatan di Kabupaten Mamasa
Luas wilayah Kabupaten Mamasa adalah sekitar 3.005,88 km², yang terbagi
menjadi 17 kecamatan dan 181 desa. Kecamatan Tabulahan adalah kecamatan
terluas yaitu 17,10 % dari keseluruhan luas wilayah, sedangkan luas wilayah
terkecil adalah kecamatan Rantebulahan Timur yaitu 1,06% dari keseluruhan luas
wilayah (BPS Kab. Mamasa, 2014). Gambaran umum pembagian wilayah
administratif seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mamasa

3
Penggunaan lahan di kabupaten Mamasa pada tahun 2011 terbagi menjadi
sembilan penggunaan, secara berurutan dari penggunaan yang paling luas sampai
yang terkecil adalah: pertanian lahan kering bercampur dengan semak seluas
1.115,77 km² (36,55%); hutan lahan kering sekunder seluas 1.109,36 km²
(36,34%); hutan lahan kering primer seluas 332,87 km² (10,9%); semak/belukar
seluas 285,52 km² (9,35%); savana seluas 97,15 km² (3,18%); sawah seluas 61,62
km² (2,02%); pertanian lahan kering seluas 36,47 km² (1,19%); sungai seluas 8,37
km² (0,27%); dan tanah terbuka seluas 5,66 km² (0,19%). Peta penggunaan lahan
Kabupaten Mamasa tahun 2011 seperti disajikan pada Gambar 3.

C. Hirarki Wilayah

Wilayah merupakan area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan


merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi, yang
selanjutnya dapat diturunkan menjadi tipologi wilayah berdasarkan sifat hubungan,
fungsi masing-masing komponen ataupun berdasarkan pertimbangan sosial,
ekonomi maupun politis lainnya (Panuju dan Rustiadi, 2013). Tipologi wilayah
yang umum digunakan yaitu tipologi wilayah nodal, yang merupakan
pengembangan dari konsep sel hidup, dimana wilayah diasumsikan sebagai suatu
sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma, masing-masing mempunyai fungsi yang
saling mendukung. Inti diasumsikan sebagai pusat kegiatan industry atau pusat
pasar dan pusat inovasi, sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat
pemasok bahan mentah, tenaga kerja, dan pusat pemasaran barang-barang hasil
industry yang diproduksi di inti (Panuju dan Rustiadi, 2013).
Identifikasi pusat dan hinterland secara teknis dapat diidentifikasi dengan
jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya. Pusat memiliki
daya tarik yang kuat dengan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan
hinterland. Wilayah pusat tersebut disebut sebagai wilayah berhirarki lebih tinggi
(Hirarki-I) dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pengaruh manfaat layanan, maka
hirarkinya lebih rendah. Maka dapat dikatakan bahwa wilayah yang memiliki
jumlah dan jenis fasilitas umum, industry serta jumlah penduduk dengan kuantitas
dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah lain
(Panuju dan Rustiadi, 2013).
Analisis hirarki wilayah merupakan salah satu teknis analisis untuk membuat
indikator struktur perekonomian suatu wilayah (Panuju dan Rustiadi, 2013).
Analisis hirarki wilayah dengan menggunakan metode skalogram (Surur, 2014),
digunakan untuk melihat tingkat hirarki perkembangan wilayah berdasarkan jumlah
ketersediaan fasilitas, luas wilayah, jumlah penduduk serta jarak tempuh wilayah
ke pusat pelayanan. Metode yang banyak digunakan untuk menentukan hirarki
wilayah dengan struktural analisis adalah Skala Gutman. Metode ini
mengidentifikasi hirarki pusat dari fasilitas umum yang dimiliki suatu wilayah.
Skalogram merupakan penggabungan atau penyederhanaan Skala Guttman.

4
Metode Skalogram menggambarkan seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh
setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel, dengan menuliskan jumlah
fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas
tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Rumus yang
digunakan adalah (Panuju dan Rustiadi, 2013):

Dimana:
Zij : nilai baku untuk desa/kelurahan ke-i dan jenis sarana ke-j,
Yij : jumlah sarana untuk desa/kelurahan ke-i dan jenis sarana ke-j,
Min Yj : nilai minimum untuk jenis sarana ke-j, dan
Std Dev : nilai standar deviasi IPW
Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai baku tersebut untuk setiap
kecamatan. Struktur wilayah dilakukan dengan sortasi data dimana wilayah yang
mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di barisan atas dan fasilitas yang
paling banyak berada di kolom kiri. Indeks perkembangan wilayah dikelompokkan
ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki
III (rendah). Penentuannya didasarkan pada nilai hasil standar deviasi IPW dan nilai
rataannya. Nilai yang di dapat untuk selang hirarki, digunakan untuk menentukan
kelas hirarki (Surur, 2014), dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki untuk Analisis Skalogram

Data yang digunakan dalam analisis sarana prasarana (infrastruktur) wilayah


menggunakan metode skalogram adalah data Potensi Desa (PODES) Kabupaten
Mamasa yang diperoleh dari BPS. Diantaranya adalah data fasilitas umum dan
pelayanan: jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan,
pasar, bank, selain itu juga data jarak ke fasilitas umum damn pelayanan.

D. Perencanaan Pengembangan Wilayah Berdasarkan Tinjauan Spasial dan


Sarana Prasarana Wilayah

Berdasarkan kondisi spasial wilayahnya, Kabupaten Mamasa memiliki lokasi


yang strategis, yaitu bersebelahan langsung dengan kabupaten Tana Toraja yang
merupakan wilayah destinasi wisata nasional dan internasional. Wilayahnya unggul
dalam hal perkebunan dengan komoditas bernilai eksport, diantaranya kopi arabika,
kopi robusta, dan kakao. Kabupaten Mamasa sebagian besar wilayahnya bebas dari
bencana banjir karena wilayah yang berbukit-bukit. Berdasarkan jarak dengan
pusat/ibukota pada Gambar 4 disajikan jarak tiap kecamatan terhadap ibukota
kabupaten (kecamatan Mamasa). Kecamatan Tawalian merupakan kecamatan

5
terdekat dengan ibukota kabupaten sedangkan kecamatan yang terjauh adalah
Kecamatan Pana.

Gambar 4. Jarak Tiap Kecamatan ke Ibukota Kecamatan


(Sumber: BPS Kab. Mamasa, 2014)
Tabel 2. Hasil Analisis Skalogram Kabupaten Mamasa
Jumlah Hirarki I Hirarki I Hirarki I Jumlah
No Kecamatan
Penduduk Desa % Desa % Desa % (Desa)
1 Sumarorong 10.038 2 20,00% 1 10,00% 7 70,00% 10
2 Messawa 7.354 3 33,33% 5 55,56% 1 11,11% 9
3 Pana 8.937 - - 2 15,38% 11 84,62% 13
4 Nosu 4.507 1 14,29% 1 14,29% 5 71,43% 7
5 Tabang 6.191 - - 3 42,86% 4 57,14% 7
6 Mamasa 23.593 11 91,67% 1 8,33% - - 12
7 Tanduk Kalua 10.636 - - 3 25,00% 9 75,00% 12
8 Balla 6.391 - - 1 12,50% 7 87,50% 8
9 Sesenapadang 8.065 1 10,00% - - 9 90,00% 10
10 Tawalian 7.091 - - 1 25,00% 3 75,00% 4
11 Mambi 9.739 1 7,69% 7 53,85% 5 38,46% 13
12 Bambang 10.824 - - 9 45,00% 11 55,00% 20
13 Rantebulahan Timur 6.007 - - 2 25,00% 6 75,00% 8
14 Mehalaan 4.086 - - 3 27,27% 8 72,73% 11
15 Aralle 6.897 2 16,67% 2 16,67% 8 66,67% 12
16 Buntu Malangka 7.050 3 27,27% 1 9,09% 7 63,64% 11
17 Tabulahan 10.254 2 14,29% 2 14,29% 10 71,43% 14
Total 147.660 26 14,36% 44 24,31% 111 61,33% 181
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

6
Sebagai wilayah pemekaran, Kabupaten Mamasa cenderung akan terus
berkembang didukung dengan bertambahnya jumlah penduduk baik dari dalam
maupun dari luar. Sehingga sarana prasarana atau infrastruktur wilayah akan terus
dikembangkan oleh pemerintah untuk mengimbangi kebutuhan pelayanan bagi
masyarakat. Tabel 2 menyajikan hasil analisis skalogram kabupaten Mamasa
berdasarkan jumlah fasilitas umum dan pelayanan serta jarak dengan lokasi fasilitas
tersebut, yang dikaitkan dengan jumlah penduduk tiap kecamatan, dimana secara
spasial hirarki wilayah dapat dilihat pada Gambar 5.
Secara keseluruhan dari 181 desa sebanyak 26 desa (14,36%) masuk dalam
Hirarki I yang tersebar di 9 kecamatan yang disominasi oleh Kecamatan Mamasa.
Hirarki II sebanyak 44 desa (24,31%), hanya Kecamatan Sesenapadang yang
desanya tidak ada pada hirarki II. Selebihnya sebagian besar desa di Kabupaten
Mamasa masuk dalam Hirarki III, yaitu sebanyak 111 desa (61,33%).
Kecamatan Mamasa sebagai ibukota kabupaten sebagian besar wilayahnya
masuk dalam Hirarki I yaitu 11 desa dan hanya satu desa yang masuk dalam Hirarki
II. Kecamatan Tawalian meskipun lokasi bersebelahan dan paling dekat dengan
ibukota kabupaten sebagian besar wilayahnya masuk dalam Hirarki III. Selain
Tawalian beberapa kecamatan yang bersebelahan langsung dengan ibukota
kecamatan tidak masuk dalam Hirarki I, diantaranya Kecamatan Tabang, Balla, dan
Bambang. Sedangkan untuk Kecamatan Tabulahan 2 desa dari 14 desa-nya masuk
dalam Hirarki I.

Gambar 5. Peta Hirarki Wilayah Kabupaten Mamasa

7
Gambar 5 dapat dilihat secara langsung bahwa desa-desa dengan Hirarki I
tidak terpusat, namun tersebar di beberapa bagian diantaranya di pusat ibukota
kabupaten, di bagian barat dan selatan. Hirarki II tersebar di sekitar desa yang ber-
Hirarki I, sedangkan Hirarki III tersebar merata di seluruh wilayah kabupaten. Dari
gambaran spasial dan analisis sarana prasarana wilayah, dapat disimpulkan bahwa
rencana pengembangan wilayah yaitu pembangunan infrastruktur wilayah
(Mansyur, 2015) di Kabupaten Mamasa dengan mempertimbangkan:
a) Keterkaitan Infrastruktur sosial dengan kebutuhan penduduk, dimana fasilitas
yang dibangun menjadi prioritas utama, memperhatikan lokasi penduduk serta
masyarakat yang nanti memanfaatkannya.
b) Jangkauan area pelayanan fasilitas berkaitan dengan kepadatan penduduk pada
tiap kecamatan.
c) Standarisasi fasilitas umum, yang mengutamakan pemerataan manfaat untuk
seluruh masyarakat, pemerataan kesempatan dan pemenuhan kebutuhan.
d) Penerapan standar, dalam memenuhi kebutuhan dan pelayanan dengan
memperhatikan pola perkembangan wilayah, potensi pendukung dan
karakteristik penduduk.
e) Perencanaan pembangunan fasilitas umum dengan memperhatikan karakteristik
wilayah, besaran wilayah, dan karakteristik penduduk.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Potensi Desa. Jakarta (ID): BPS.
[BPS Kab. Mamasa] Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamasa. 2014. Kabupaten
Mamasa dalam Angka. Mamasa (ID): BPS Kabupaten Mamasa.
Mansyur U. 2015. Bahan Kuliah Studio Perencanaan Wilayah (TSL 660), Analisis
Pola Spasial dan Sarana Prasarana (Infrastruktur). Bogor (ID): Ilmu
Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, IPB.
Panuju DR, Rustiadi E. 2013. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Bogor (ID): Lab. Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, IPB.
[Pemda Kab. Mamasa] Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Mamasa. Bab II
Gambaran Umum Wilayah.
<http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.mam
asa/Bab%202.pdf> Diunduh tanggal 30-11-2015.
Riyadi, Bratakusumah DS. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah Strategi
Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Obor
Indonesia.
Surur F. 2014. Analisis dan Arahan Pengembangan Kawasan Danau Tempe,
Provinsi Sulawesi Selatan dengan Mempertimbangkan Kearifan Lokal
[Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai