Anda di halaman 1dari 23

Nama Anggota Kelompok:

 Dema Amalia Putri


 Faza Arista
 Kartika Pratiwi
 Nuki Aditya Pratama
Mata Kuliah: Pembangunan Wilayah

KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI


BERKAITAN DENGAN UU NOMOR 32 TAHUN 2009 MENGENAI
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009


Undang-Undang Noor 32 Tahun 2009 berisikan tentang prinsip-prinsip perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola peerintahan, dlaam setiap
proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan kerusakan lingkungan serta
penanggulangannya penegak hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparasi, partisipasi,
akuntabilitas, dan keadilan. Selain itu, dalam undang-undang juga terdapat beberapa pokok
pembahasan seperti KLHS, perencanaan tata ruang wilayah, dan AMDAL. KLHS (Kajian
Lingkugan Hidup Strategis) merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi daar
dan teintegrasi dalam pembangunan suatau wilayah, kebijakan, rencana, atau program.
Perencanaan tata ruang wilayah dalam penetapannya harus memperhatikan daya dukung serta
daya tampung lingkungan hidup sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) merupakan
kajian mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup sebagai proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau
kegiatan. Pada intinya, undang-undang tersebut mengatur bagaimana pengelolaan lingkungan
hidup yang baik dan mencegah atau mengurangi dampak suatu kegiatan pada lingkungan hidup.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 berisikan tentang perwujudan runag wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan kepada keterpaduan
dalam penggunaan sumber daya alam dan pencegahan dampak negatiF terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang. Undang-undang tersebut memiliki beberapa pokok pembahasan
seperti pembentukan struktur ruang, pola ruang, dan perizinan dalam pemanfaatan ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasanan dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan runag dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan runag untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya, seperti peruntukan runag untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial,
budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang
dipersayarakkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pada intinya, undang-undang tersebut mengatur bagaimana
pembentukan ruang-ruang di suatu wilayah menjadi sektor-sektor untuk kesejahteraan
masyarakat tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Kabupaten Bekasi

Secara geografis, Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6º10’53” - 6º30’6” Lintang

Selatan dan 106º48’28” - 107º27’29” Bujur Timur. Adapun topografinya terbagi atas dua

bagian, uaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran
bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian Kabupaten Bekasi berada di antara 6 –

115 mdpl dan kemiringan skeitar 0 - 25º. Kondisi suhu udara berkisar antara 28º- 32º dengan

curah hujan tertinggi serta hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Febuari. Wilayah Kabupaten
Bekasi terbagi ke dalam 23 kecamatan yang meliputi 7 kelurahan, yaitu Kelurahan Bahagia,
Kelurahan Kebalen, Kelurahan Wanasari, Kelurahan Telaga Asih, Kelurahan Sertajaya,
Kelurahan Jatimulya, dan Kelurahan Kertasari. Luas wilayahnya mencapai 127.388 Ha dengan
Kecamatan Muaragembong merupakan kecamatan yang paling luas. Adapun batas adminisrasi
dari wilayah ini adalah sebagai berikut

Utara : Laut Jawa


Selatan : Kabupaten Bogor
Barat : Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi
Timur : Kabupaten Karawang

Penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2016 mencapai 3.371.691 jiwa, dengan rata-rata
kepadatan penduduk sebesar 2.647 jiwa per km2. Wilayah yang paling padat penduduknya
adalah kecamatan Tambun Selatan (11.200 jiwa per km2), sedangkan yang paling rendah
kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong (272 jiwa per km2). Rasio jenis kelamin
sebesar 104, yang terdiri dari 1.717.783 laki-laki dan 1.653.908 perempuan. Penduduk menurut
umur menunjukkan bahwa penduduk usia produktif (15 - 64 tahun) mencapai 2.334.097 orang
atau 69,23%. Sedangkan penduduk yang belum produktif (<15 tahun) 946.983 orang atau
28,09 % dan yang tidak produktif lagi (65 tahun keatas) 90.611 orang atau 2,68 %. Sehingga
rasio beban ketergantungan sebesar 44,45 yang berarti bahwa setiap satu orang penduduk usia
produktif menanggung sebanyak 44 orang usia tidak produktif. Dari penduduk usia kerja tahun
2015, yang termasuk angkatan kerja berjumlah 1.494.680 orang yang terdiri dari 1.344.821
orang bekerja (89,97 persen) dan 149.859 orang mencari
pekerjaan (10,03%).

Gambar 1. Grafik Kondisi Demografis di Kabupaten Bekasi


Sumber: Kabupaten Bekasi Dalam Angka Tahun 2016
Berdasarkan BPS (2016),
diketahui bahwa perekonomian di
Kabupaten Bekasi tergolong cukup stabil
dalam 5 tahun terakhir. Krisis ekonomi
pada tahun 1997-1998 tidak terlalu
signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bekasi dimana keberadaan UMK yang
mendominasi perekonomian turut andil
dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi 2011-2016
sepanjang 2011-2016 menunjukkan Sumber: Badan Pusat Statistik 2016
kondisi yang cukup stabil walaupun
mengalami perlambatan pertumbuhan pada periode 2013-2015 dan kembali melonjak cukup
tinggi menjadi 4,86% pada tahun 2016.

Berdasarkan PDRB Kabupaten


Bekasi tahun 2016 baik atas harga berlaku
dan harga konstan mengalami peningkatan.
Sektor industri merupakan sektor yang
memberikan kontribusi yang besar dalam
kegiatan perekonomian Kabaputen Bekasi
dimana pada tahun 2015 kelompok industri
yang menghasilkan barang-barang dari
logam, mesin dan perlengkapannya
mempunyai nilai tambah terbesar. Hal ini
terjadi juga pada tahun 2016 memiliki
kontribusi besar dalam pembentukan PDRB
dengan 78,14% yang disusul dengan sektor Gambar 3. PDRB Kabupaten Bekasi Atas
konstuksi dan perdagangan. Sektor pertanian Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Udaha
adalah sektor ekonomi yang mengalami
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016
penurunan padahal sebelumnya menjadi
sektor andalam di Kabupaten Bekasi. Dilihat berdasarkan jumlah usaha, Usaha Mikro Kecil
(UMK) mendominasi aktivitas ekonomi di Kabupaten Bekasi dengan proporsi sekitar 97,75%
dan mampu menampung 45,27% tenaga kerja Kabupaten Bekasi.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031


RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten pada umumnya berfungsi sebagai
penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, provinsi dan kabupaten serta merupakan
pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan
program pembangunan. Wilayah RTRW Kabupaten adalah daerah dalam pengertian wilayah
adminisrasi yang meliputi ruang daratan (seluas 127.388 Ha), ruangan pesisir dan laut
(sepanjang 4 mil dari garis pantai), ruang udara, dan ruang dalam bumi. Penataan ruang
kabupaten bertujuan untuk mewujudkan tata ruang yang dinamis bagi pengembangan kawasan
peruntukan industri, permukiman, dan pertanian secara harmonis, didukung infrastruktur yang
handal dan iklim investasi yang kondusif. Adapun penataan ruang tersebut adalah sebagai
berikut.
 Penataan fungsi dan peran Kecamatan Setu dan Kecamatan Tambun Selatan sebagai
pusat perkotaan PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Jabodetabek yang mengembang fungsi
pengembangan industri skala nasional;
 Pengembangan PKL (Pusat Kegiatan Lokal) untuk Kecamatan Cikarang Pusat,
Kecamatan Tarumajaya, Kecamatan Cibitung, Kecamatan Sukatani, dan Kecamatan
Cibarusah;
 Pengembangan perkotaan Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Utara,
Kecamatan Cikarang Barat dan Kecamatan Cikarang Timur sebagai PKL promosi;
 Pengembangan Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan
Cikarang Barat, Kecamatan Cikarang Timur, Kecamatan Babelan dan Kecamatan
Cibitung sebagai PPK (Pusat Pelayanan Kawasan);
 Perwujudan Nagasari, Hegarmukti, Sukabungah, Cibarusah kota, Serang, Sukaragam,
Cibening, Tamansari, Tanjungbaru, Karang Satria, Bahagia, Pusaka Rakyat, Pantai
Bahagia, Sindang Jaya, Sukamantri, Karanghaur, Karang Mukti, Karang Mekar,
Sukatenang, Sukamulya untuk mengemban fungsi sebagai PPL (Pusat Pelayanan
Lingkungan); dan
 Pengembangan Kecamatan Tambelang untuk mengemban sebagai rencana ibu kota /
pusat pemerintahan daerah pemekaran.
Dalam kebijakan RTRW Kabupaten diketahui terdapat Wilayah Pengembangan (WP)
untuk pengembangan wilayah berdasarkan potensi wilayah yang dibagi ke dalam Satuan
Wilayah Pengembangan (SWP). Adapun pembagian WP di Kabupaten Bekasi adalah sebagai
berikut.
 WP I diarahkan dengan fungsi
utama fungsi utama pengembangan
industri, perdagangan dan jasa,
perumahan dan permukiman,
pariwisata dan pendukung kegiatan
industri. WP I terbagi atas Bekasi
bagian tengah dengan pusat di
perkotaan Tambun dan meliputi
wilayah pelayanan Tambun
Selatan, Cibitung, Cikarang Utara,
Cikarang Barat, Cikarang Timur,
dan Cikarang Selatan;
Gambar 4. Peta Wilayah Pengembangan
 WP II diarahkan dengan fungsi
Kabupaten Bekasi 2011 - 2031
utama pengembangan pusat Sumber: RTRW Kab. Bekasi 2011 - 2031
pemerintahan kabupaten, industri,
perumahan dan permukiman skala besar, pertanian dan pariwisata. WP II terbagi atas
Bekasi bagian selatan, dengan pusat di perkotaan Sukamahi dan meliputi wilayah
pelayanan Cikarang Pusat, Setu, Serang Baru, Cibarusah, dan Bojongmangu.
 WP III diarahkan dengan fungsi utama pengembangan pertanian lahan basah,
perumahan dan permukiman. WP III terbagi atas Bekasi bagian timur, dengan pusat di
perkotaan Sukamulya dan meliputi wilayah pelayanan Sukatani, Karang Bahagia,
Pebayuran, Sukakarya, Kedungwaringin, Tambelang, Sukawangi, dan Cabangbungin;
serta
 WP IV diarahkan dengan fungsi utama pengembangan wilayah, simpul transportasi laut
dan udara, pertambangan, Industri, perumahan dan permukiman, pertanian lahan
basah dan pelestarian kawasan hutan lindung. WP IV terbagi atas Bekasi bagian utara,
dengan pusat di perkotaan Pantai Makmur, dan meliputi wilayah pelayanan Tarumajaya,
Muaragembong, Babelan, dan Tambun Utara.
Kabupaten Bekasi Sebagai Kawasan “Kota” Industri
Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah penyangga ibukota negara sehingga
dijadikan sebagai kawasan industri. Pengembangan Kabupaten Bekasi sebagai kawasan
industri jika dilihat dari lokasi yang berdekatan langsung dengan ibu kota dan adanya
pelabuhan sehingga memudahkan dunia industri sehingga menjadikan Kabupaten Bekasi
sebagai kawasan industri nasional. Selain itu, sektor industri juga merupakan sektor yang
memberikan kontribusi yang besar dalam kegiatan perekonomian Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan catatan Pemkab Bekasi, wilayah Industri di Kabupaten Bekasi mengalami
perkembangan yang pesat. Mengacu pada rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten
Bekasi 2011-2031, luas wilayah industri menjadi 23.000 hektar yang tersebar di wilayahnya.
Kehadiran kawasan industri tersebut dapat mendatangan manfaat berupa terbukanya membuka
lapangan kerja dan tumbuhnya infrastruktur di Kabupaten Bekasi. Perkembangan industri di
Kabupaten Bekasi akan membentuk suatu kawasan dimana berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 35 Tahun 1989 yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas
penunjang lainnya yang disediakan serta dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.
Kawasan dan zona industri di Kabupaten Bekasi meliputi areal seluas 9.722 hektar
berada di Kecamatan Tambun, Kecamatan Cikarang, Kecamatan Cibitung, Kecamatan
Lemahabang, Kecamatan Serang, dan Kecamatan Setu dimana pengembangan kawasan
industri itu berkaitan erat dengan kebijakan nasional tentang pengembangan kawasan industri.
Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri Tahun 2005, areal kawasan industri di
Kabupaten Bekasi seluas 4.564 hektar dengan jumlah industri yang ada di dalamnya sebanyak
1.638 perusahaan, yang berada di Jababeka, Lippo Cikarang, EJIP, Delta Silicon, MM 2100,
dan Hyunday. Sedangkan data jumlah industri yang berada di luar kawasan industri tidak dapat
diketahui secara pasti, namun menurut data pemerintah daerah Kabupaten Bekasi jumahnya
mencapai ratusan dan terus bertambah karena lebih banyak ijin usaha industri yang diterbitkan
bagi industri di luar kawasan industri. Selain itu, berdasarkan data dari Dinas Pertahanan dan
Penataan Ruang Kabupaten Bekasi, jumlah perusahaan kawasan industi yang ada di Kabupaten
Bekasi sebanyak 18 perusahaan dengan laus areal 6.464,40 Ha dan dari jumlah tersebuthanya
6 perusahaan kawasan industri yang sudah beroperasi dengan luas areal 2.989,40 (Hariyono,
2005).
Pembentukan kawasan industri berdasarkan kepada standar teknis kawasan industri,
yaitu sebagai berikut (Hariyono, 2005).
1. Perusahaan kawasan industri wajib mencadangkan tanah kawasan industri menurut
penggunaan tanah di dalam kawasan industri.
Tabel 1. Alokasi Peruntukan Lahan Kawasan Industri

Sumber: Kepmenperindag No. 50/MPP/Lep/2/1997


2. Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan diatur sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Perusahaan kawasan industri wajib mengusahakan penyediaan sarana dan prasarana
sekurang-kurangnya sebagai berikut.
a. Jaringan jalan lingkungan dalam kawasan industri sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku;
b. Saluran pembuangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran
pembuangan sesuai dengan kettentuan teknis Pemerintah Daerah setempat;
c. Instansi penyediaan air bersih termasuk saluran distribu ke setiap kapling idustri,
yang kapasitasnya dapat memenuhi perminataan yang sumber airnya berasa dari
PAM atau dari sistem yang diusahakan oleh perusahaan kawasan industri; serta
d. Sarana pengendalian dampak, mislanya pengolahan air limbah industri,
penampungan sementara limbah padat sesuai dengan keputusan persetujuan
AMDAL, RKL, dan RPL Kawasan Industri.

Kawasan Industri terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bekasi


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Kepmenperindag No.
50/MPP/Lep/2/1997 diketahui bahwa alokasi peruntukan lahan Kawasan Industri memiliki
salah satu syarat, yaitu adanya ruang terbuka hijau (RTH) berdasarkan luasan kawasan industri
tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya peta sebaran RTH yang akan dibandingkan
dengan peta penggunaan tanah untuk mengetahui apakah kawasan industri yang tersebar di
Kabupaten Bekasi memiliki RTH yang cukup sebagai salah satu pencegahan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan hidup seperti suhu udara.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tabel 2. Acuan Klasifikasi RTH
Tahun 2007 tentang penataan ruang, RTH
merupakan area memanjang dan/atau
mengelompok yang penggunaanya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alami maupun yang secara
sengaja. RTH jika dilihat dari segi ekologi
memberi manfaat dalam memperbaiki iklim
perkotaan dan mengurangi kerusakan
lingkungan (Choi et al., 2012). Sedangkan
dalam segi sosial dapat menyeimbangkan gaya
hidup yang sehat. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Sumber: Permen PU Nomor 5 Tahun 2008
Tahun 2010 tentang penataan ruang, luasan
RTH adalah 30% dari luas perkotaannya dengan proporsi RTH publik minimal 20% dan RTH
privat minimal 10%. Adapun acuan dalam klasifikasi RTH adalah sebagai berikut (Cahya,
2017).
Gambar 5. Peta RTH Kabupaten Bekasi Tahun 2017
Sumber: Cahya, 2017
Persebaran RTH di Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Bekasi (Cahya, 2017):
 WP 1 Bekasi bagian tengah didominasi oleh RTH kelas perkarangan dan sejalan dengan
pengembangan wilayah Bekasi bagian tengah adalah pusat perindustrian dan
perumahan sehingga jenis RTH adalah berbentuk halaman perkantoran maupun
halaman rumah, serta adanya RTH berbentuk memanjang khususnya bagian jalan pada
Kawasan Industri Cikarang (sesuai dengan Permen PU NOmor 5 tahun 2008).
 WP 2 Bekasi bagian selatan ditemukan banyak jenis RTH seperti jalur hijau jalan,
taman kota, perkarangan, sempadan sungai, pengaman mata air, dan sabut hijau
pertanian lahan kering. Hal ini sesuai dengan ditetapkannya WP 2 sebagai kegiatan
pusat pemerintahan Kabupaten, perumahan besar, perindustrian, pertanian, dan
pariwisata.
 WP 3 Bekasi bagian timur dimana jenis RTH yang ditemukan sebagian besar adalah
RTH sabuk hijau sawah dan sempadan sungai. Hal ini sejalan dengan arah
pengembangan Kabupaten Bekasi bagian timur yang menuju kawasan pertanian dan
permukiman.
 WP 4 Bekasi bagian utara, jenis RTH yang ditemukan di wilayah ini adlaah RTH sabuk
hijau hutan lindung dan sempadan sungai serta sesuai dengan ketentuan fungsi utama
pengembangan wilayah untuk sampul transportasi laut dan udara, pertambangan,
industri, perumahan dan permukiman, sawah sebelum panen, dan pelestarian kawasan
hutan.

Analisis Wilayah Kesesuaian Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi


 Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010
1. Jarak ke Pusat Kota (ditarik dari titik pusat Jakarta Pusat)
Jarak ke Pusat Kota Identifikasi
< 10 km Tidak Layak
≥ 10 km Layak

2. Jarak ke Jaringan Jalan


Jaringan Jalan Identifikasi
Arteri Layak
Kolektor Tidak Layak
Lokal Tidak Layak
3. Topografi / Kemiringan Tanah
Topografi / Kemiringan Tanah Identifikasi
< 15% Layak
≥ 15% Tidak Layak

4. Jarak dari Sungai


Jarak dari Sungai Identifikasi
< 5 km Layak
≥ 5 km Tidak Layak

5. Penggunaan Tanah
Penggunaan Tanah Identifikasi

Hutan Tidak Layak


Lahan Terbangun Tidak Layak
Sawah Irigasi Tidak Layak
Sawah Tadah Hujan Layak
Lahan Kosong Layak
Semak Belukar Layak

 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berjudul “Penentuan Lokasi Potensial Untuk Pengembangan
Kawasan Industri Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Boyolali”
dijadikan sebagai acuan dalam mengetahui matriks untuk wilayah kesesuaian kawasan
industri di Kabupaten Bekasi. Penelitian tersebut dilakukan oleh Nugraga et al. (2015).
Adapun matriks untuk kesesuaian wilayah kawasan industri adalah sebagai berikut.
1. Skor Kemiringan Lereng
Kemiringan (%) Skor
0-8 4
8-15 3
15-25 2
25-45 1
>45 0

2. Skor Jarak dari Jalan Utama


Jarak (m) Skor
0 -500 4
500 - 1000 3
1000 -1500 2
1500 - 2000 1
> 2000 0

3. Skor Jarak dari Sungai


Jarak (m) Skor
0 -50 4
50 - 250 3
250 -500 2
500 - 750 1
> 750 0

4. Skor Jarak dari Sungai


Jenis Tanah Skor
Alluvial, gleiplanosol, hidomorf 4
kelabu,laterita
Latosol 3
Brown forest soil, noncalsic brown, 2
mediteran
Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, 1
Podsolik
Regosol, Litosol, Organosol, 0
Renzina

5. Skor Jarak dari Sungai


Jenis Tanah Skor
Semak/belukar, kebun, sawah tadah 2
hujan, tegalan, pemukiman, gedung.
Sawah irigasi, hutan, rumput, tanah 1
berbatu.
Air laut, air tawar 0
Peta Fisik Kabupaten Bekasi
Peta Kesesuaian Wilayah Kawasan Industri

Peta Penggunaan
Tanah dari BPS
Peta Wilayah Pengembangan Peta Kesesuaian Wilayah
Kabupaten Bekasi Berdasarkan Peraturan
Kementerian Perindustrian

Peta Kesesuaian Wilayah


Berdasarkan Matriks
Penelitian Terdahulu
Berdasarkan peta kesesuaian wilayah kawasan industri yang telah diolah menggunakan
matriks berasal dari Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 dan penelitian
terdahulu, diketahui bahwa untuk lokasi kesesuaian wilayah kawasan industri secara umum
sudah sesuai dengan penggunaan tanah dan ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah di
Kabupaten Bekasi. Dapat dikatakan bahwa ketentuan Wlayah Pengembangan dalam RTRW
Kabupaten Bekasi telah sesuai dengan wilayah potensi kawasan industri.

Analisis melalui Diagram Tulang Ikan (Fishbone Analysis) di Kabupaten Bekasi


Diagram cause and effect atau diagram sebab akibat adalah alat yang membantu
mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan ebrbagai penyebab yang mugkin dari suatu
masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini menggambarkan hubungan antara
masalah dengan semua faktor pnyebab yang mempengaruhi masalah tersbut. Jenis diagram ini
kadang-kadang disebut diagram “ishikawa” karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa atau
diagram “fishbone” atau “tulang ikan” karena tampak mirip dengan tulang ikan. Adapun
manfaat dari analisis menggunakan diagram ini adalah membantu dalam menentukan akar
penyebab masalah dengan pendekatan yang terstruktur, serta menunjukkan penyebab yang
mungkin dari variasi atau perbedaan yang terjadi dalam suatu proses.

CAUSE EFFECT

Lokasi Lingkungan

Kawasan Industri
terhadap
Lingkungan

Ketenagakerjaan Teknologi

Gambar 6. Diagram Tulang Ikan Permasalahan di Kabupaten Bekasi


Sumber: Pengolahan Data 2018
Perumusan masalah yang diajukan dalam pemaparan ini adalah mengenai dampak
kawasan industri terhadap kualitas lingkungan. Adapun penjabaran mengenai perumusan
masalah tersebut adalah sebagai berikut.
 Lokasi
 Lingkungan
Perkembangan kawasan industri di Kabupaten Bekasi berdampak kepada
lingkungan disebabkan oleh faktor-faktor perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi
lahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1990 – 1999 diketahui bahwa
dijadikannya Kabupaten Bekasi sebagai kawasan Industri menyebabkan terjadinya alih
fungsi lahan dimana pada tahun 1990 penggunaan lahan yang ada terdiri atas 65.612
hektar (51,51 %) merupakan tanah sawah, 19,884 hektar (15,61 %) lahan terbangun,
18.505 hektar (14,53 %) lahan kering, 23.387 hektar (18,16 %) lahan untuk keperluan
lainnya (perkebunan, hutan, empang, rawa dan sebagainya). Sedangkan pada tahun
1999 penggunaan lahannya menjadi 56.227 hektar (44,14 %) merupakan tanah sawah,
31.426 hektar (24,67 %) lahan terbangun, 10.751 hektar (8,44 %) lahan kering dan
28.984 hektar (22,75 %) penggunaan lahan lainnya. Lahan terbangun termasuk dengan
kawasan industri menjadi penggunaan lahan yang paling berubah dimana terjadi
peningkatan sekitar 11.542 ha dalan kurung waktu sepuluh tahun. Selain itu,
diakibatkan adanya alih fungsi lahan dimana lahan pertanian menjadi lahan terbangun
permukiman dan industri menjadikan hasil produktivitas pangan menjadi berkurang.
Berdasaran data dari Kabupaten Bekasi, lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 ha per
tahun dimana pada tahun 2014 masih ada sekitar 52.000 ha dan pada tahun 2017
jumlahnya berkurang menjadi 48.000 ha.
Perkembangan kawasan industri juga berdampak kepada penurunan kualitas
lingkungan, terlebih kepada pencemaran udara dan air. Berdasarkan Deperindag
Kabupaten Bekasi tahun 2000, diketahui bahwa terdapat 576 jumlah industri di
Kabupaten Bekasi dimana Kecamatan Cibitung memiliki jumlah unit industri plaing
besar yang keudian disusul dengan wilayah Kecamatan Lemahabang, Kecamatan
Tambun, Kecamatan Cikarang, dan Kecamatan Serang sehingga memiliki potensi
pencemaran udara dan air yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya.
Namun, untuk saat ini kawasan industri paling banyak berada di wilayah Cikrang.
Penurunan kualitas lingkungan menyebabkan terjadinya peningkatan penyaki terutama
penyakit pernapasan dimana sekitar tahun 2000 terdapat 21% penyebab utama
kematian.
 Ketenagakerjaan
Penyebab berkembangnya kawasan industri di kabupaten Bekasi didukung
dengan adanya urbanisasi intensitas tinggi, yang ditandai dengan tingginya penduduk
pendatang (temporer) yang memenuhi ruang wilayah Bekasi. Berdasarkan data Kantor
Imigrasi Kelas II Bekasi, warga negara asing (WNA) yang tinggal di wilayah Bekasi
saat ini mencapai 8.178 orang. Kantor Imigrasi Bekasi mendata pada Januari 2018
terdapat 455 orang yang mengurus dokumen izin tinggal sebagai TKA. Lalu, Februari
2018 sebanyak 228 TKA mengurus izin tinggal sementara dan Maret terdapat 484 TKA
yang mengurus ITAS.
Dengan tinggi jumlah penduduk yang banyak memicu untuk bertambahnya
industri yang ada namun industri ini membutuhkan tenaga kerja profesional sehingga
tenaga kerja lokal tertinggal. Ketertinggalan tenaga kerja lokal dibandingkan tenaga
kerja asing hal ini dipicu oleh rendahnya kemampuan tenaga kerja asing seperti kurang
mumpuni dalam hal skill/keterampilan, kurangnya pengalaman kerja, dan sikap
didalam dunia kerja yang tidak disiplin. Pada awalnya masyarakat lokal adalah sebagai
petani khususnya di Cikarang. Dampak alih fungsi lahan pertanian ini mempengaruhi
petani beralih matapencaharian ke sektor informal.
 Teknologi
Salah satu kawasan industri yang terdapat di Kabupaten Bekasi adalah Kawasan
Industri Jababeka (KIJA) saat berdiri pada tahun 1989 memiliki luas 510 ha dan awal
tahun 2015 luasnya mencapai lebih dari 3.000 ha. Proyek KIJA seluas 5.600 ha
termasuk kawasan perumahan, lapangan golf, kawasan komersial, kawasan pendidikan,
pelabuhan darat dan pembangkit listrik. Terdapat 1.650 perusahan industri dan
komersial yang berasal dari 30 negara. Jenis industri yang ada di KIJA antara lain
industri tekstil, makanan dan minuman, kimia, farmasi, elektronik, otomotif, kosmetik
serta industri lainnya. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa baku mutu di
Kawasan Industri Jababeka tidak memenuhi standar pengolahan limbah sesuai dengan
proper KLHK peringkat hijau diketahui bahwa teknologi yang digunakan dalam
pengolahan limbah masih berada dikategori tidak berkelanjutan yang artinya belum
memenuhi syarat yang telah ditetapkan dasar hukum pengelolaan Limbah B3 (Setiyono,
2001). Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan sumberdaya manusia, daya dukung
infrastruktur, serta membutuhkan dana yang besar (Wikaningrum, 2015).
Berbagai jenis limbah industri B3 yang tidak memenuhi baku mutu yang
dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan
lingkungan. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, jumlahnya; baik
secara langsung ataupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Bentuk limbah B3 berupa padat, cair dan udara sehingga dalam
beberapa pengelolaannya juga menggunakan teknologi yang sama dengan limbah non-
B3 lainnya, namum kondisinya disesuaikan dengan sifat dan karakteristik Limbah B3
tersebut.
Sumber-sumber pembentukkan Limbah B3 antara lain sebagai berikut
(Setiyono, 2001).
1. Sumber tidak spesifik: Limbah B3 berasal bukan proses utama dalam
kegiatan industri seperti pelarut asam/basa yang dihasilkan dalam untuk
membersihkan peralatan setelah proses.
2. Sumber spesifik: Limbah B3 berasal dari proses utama dalam kegiatan
industri seperti limbah krom dari industri penyamakan kulit dan limbah
sulfida dari industri pupuk.
3. Bahan kimia kadaluarsa, tumpukan bekan kemasan, dan lain-lainnya.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam pengolahan Limbah B3 adalah sebagai
berikut (Setiyono, 2001).
a. Kewajiban Bagi Pengasil Limbah B3
1. Wajib mengolah limbah B3
2. Wajib menyimpan limbah B3 sebelum dikirim ke Pengolah dengan waktu
penyimpanan paling lama 90 hari.
3. Menyediakan tempat penyimpanan limbah B3 sesuai pedoman yang ditetapkan
BAPEDAL.
4. Melakukan analisa limbah B3-nya dan mempunyai catatan jenis dan jumlah
limbah B3 yang dihasilkan.
5. Melakukan pelaporan mengenai pengelolaan limbah B3 sekurang-kurangnya
setiap 6 bulan sekali kepada BAPEDAL.
6. Memberikan label pada kemasan limbah B3-nya.
7. Mengisi dokumen limbah B3 sebelum diangkut ke Pengumpul/Pengolah.
8. Membantu pengawas/BAPEDAL dalam melaksanakan pengawasan.
9. Harus mempunyai sistem tanggap darurat dan melaksanakannya bila terjadi
keadaan darurat.
Ketentuan lain:
1. Dapat menjadi pengumpul apabila memenuhi persyaratan sebagai pengumpul.
2. Dapat menjadi pengolah apabila memenuhi persyaratan sebagai pengolah.
3. Dapat mengekspor limbah B3 dengan rekomendasi BAPEDAL.
b. Kewajiban Bagi Pengumpul Limbah B3
1. Memiliki lokasi pengumpulan limbah B3 dan memenuhi ketentuan dari
BAPEDAL.
2. Beroperasi setelah mendapat ijin dari BAPEDAL.
3. Membantu pengawas dalam pelaksanaan pengawasan.
4. Mempunyai Sistem Tanggap Darurat.
c. Kewajiban Bagi Pengolah Limbah B3
1. Melakukan AMDAL.
2. Mempunyai fasilitas pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 yang
memenuhi ketentuan dari BAPEDAL.
3. Mendapat Ijin dari BAPEDAL.
4. Tatacara penimbunan limbah B3 dan pemantauan dampak lingkungan harus
memenuhi ketentuan BAPEDAL.
5. Membantu pengawas dalam pelaksanaan pengawasan.
6. Mempunyai Sistem Tanggap Darurat.
d. Kewajiban Bagi Pengangkut Limbah B3
1. Pengangkut harus memiliki izin usaha pengangkutan limbah B3 dari Instansi
yang berwenang. Instansi yang berwenang memberikan izin di atas setelah
mendapat rekomendasi dari BAPEDAL.
2. Kendaraan/alat angkut yang digunakan untuk mengankut limbah B3 harus
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Instansi yang berwenang.
3. Wajib memiliki dokumen muatan dan dokumen limbah B3.
4. Dokumen di atas harus diserahkan kepada pengumpul dan pengolah.
5. Membantu Pengawas dalam pelaksanaan pengawasan.
6. Mempunyai Sistem Tanggap Darurat.
e. Ketentuan Peralihan
1. Apabila saat ini Penghasil limbah B3 yang telah melakukan penimbunan
limbah B3 dan tidak memenuhi persyaratan seperti dalam peraturan ini maka
wajib melakukan pembersihan dan pemulihan lingkungan.
2. Bila penghasil tidak melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan,
sebagaimana dimaksud no. 1 di atas, maka Bapedal dapat melaksanakan atau
meminta pihak ketiga untuk melakukan hal tersebut dengan biaya dibebankan
kepada Penghasil/Pencemar.
3. Orang atau Badan Usaha yang telah melakukan pengumpulan atau pengolahan
limbah B3 wajib meminta Izin ke Bapedal paling lambat 30 April 1995.
f. Hal-Hal yang Dilarang
1. Pembuangan limbah B3 langsung ke lingkungan.
2. Impor limbah B3.
3. Ekspor limbah B3 kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Pemerintah
negara penerima dan Pemerintah Indonesia (Bapedal).
4. Pengenceran limbah B3.
Sumber Referensi

BPS. (2016). Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2016. Kabupaten Bekasi: Badan Pusat Statistik.

Cahya, A. D. (2017). Pemetaan Sebaran Ruang Terbuka Hijau Di Kabupaten Bekasi Menggunakan
Citra Satelit Resolusi Tinggi SPOT-6. Bogor: Skripsi Sarjana Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB.

Badan Perencanaan Daerah. (2007). Rencana Pembangunan Jangka Mennegah Daerah Kabupaten
Bekasi Tahun 2007-2012. Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Hariyono, F. S. (2005). Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri Di Kabupaten


Bekasi . Depok : Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Administrasi .

Nugraha, W. S., Sawitri, S., & Wijaya, A. P. (2015). Penentuan Lokasi Potensial Untuk Pengembangan
Kawasan Industri Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Boyolali. Jurnal
Geodesi Undip Vol 5, No 1, 194 - 202.

Setiyono. (2001). Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 2 No.1, 72-
77.

Wikaningrum, T., Pramudya, B., & Noor, E. (2015). Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Kawasan
Sesuai Proper KLHK Peringkat Hijau (Studi Kasus Di Industri Jababeka Bekasi). Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol 5 No.2, 111-120.

Anda mungkin juga menyukai